Anda di halaman 1dari 30

Prognostic Factors for Conversion to

Generalization in Ocular Myasthenia


Gravis
Juthamat, Witthayaweerasak MD , Narisa Rattanalert, MD, Nipat Aui-aree, MD
Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Prince of Songkla University,
Hatyai, Songkhla, Thailand.

By: Putri Anya Universade


Dibimbing oleh: Dr.dr.Lukisiari Agustini Sp.M(K)
P E N D A H U L U A N
PENDAHULUAN

• Miastenia gravis  gangguan transmisi neuromuskular pascasinaps autoimun

Pasien MG memiliki gejala okular sebagai manifestasi awal dan didiagnosis okular
85% myastenia gravis (OMG)

• Ptosis atau diplopia akibat kelemahan orbicularis oculi/otot ekstraokular.


Jika gejalanya melibatkan kelompok otot lain Myasthenia gravis.

• Obat Okular MG  non-IMS (inhibitor asetilkolinesterase) & IMS (kortikosteroid, azathioprine,


mikofenolat mofetil, atau siklosporin)
PENDAHULUAN

pasien yang tidak diobati, memiliki generalisasi sekunder dalam 2 tahun


34-86%

6-17% pasien yang diobati dengan IMS berkembang menjadi MG

Tingkat konversi pasien di negara Eropa lebih tinggi daripada negara


49.2% Asia (23.6%)

• Faktor prognostik MG  usia saat onset <50 tahun, merokok, kelainan timus, stimulasi saraf berulang
positif (RNS), dan antibodi reseptor asetilkolin positif (AChR Ab).
TUJUAN PENELITIAN

Menguji faktor prognostik yang Menentukan rejimen Memberikan pengobatan yang


mungkin mempengaruhi tingkat pengobatan yang tepat untuk efektif untuk meningkatkan
konversi OMG ke GMG mengurangi konversi ke kualitas hidup pada pasien
generalisasi. dengan miastenia okular.
WA K T U Januari 2006 dan April 2018

Klinik Mata atau Pusat Neurologi di


T E M P AT
W Rumah
HO W E Songklanagarind,
Sakit ARE pusat
perawatan tersier utama di Thailand
selatan

STUDI Kohort retrospektif

METODE Catatan medis pasien dengan OMG


D AT A

variabel kategori perbandingan karakteristik


Uji chi-square/ Fisher klinis antara kelompok perlakuan IMS dan n
IMS

Analisa Survival
Kaplan Meier& Nilai P< 0.2 dari uji log rank
dimasukkan
Multivariate Cox
METODE

Semua pasien dengan ptosis atau diplopia pada awal <2 tahun sebelum diagnosis OMG dan memiliki diagnosis
akhir OMG berdasarkan salah satu tes berikut:

Tes farmakologis Tes serum AChR Ab, jika tersedia


(piridostigmin atau neostigmin)

RNS Ice Pack test (positif jika ada perbaikan ptosis)


dilakukan oleh elektromiografer
Positif bila >10% dari respon
penurunanpada otot nasalis/
orbicularis oculi
METODE

Faktor eksklusi:

- OMG kongenital, infantile/juvenile


- Memiliki gejala sistemik selama 1 bulan setalah terdiagnosa
- Memiliki penyakit mata lain yang mirip OMG seperti TAO
- Memiliki riwayat penyakit kelopak mata/ strabismus sebelumnya
METODE

Neurologist mendefinisikan MG --> pasien yang mengalami kelemahan aksial atau ekstremitas,
kelemahan wajah (kecuali pada otot mata), dan gejala bulbar (kesulitan bernapas, menelan, suara serak)

Pemeriksaan klinis:
- Gejala okular, durasi gejala, dan penilaian gerakan mata.
- Rontgen dada, CT scan kontras,
- Faktor antinuklear (ANA)
- Tes fungsi tiroid
-Tes timus
- Studi elektromiografi (RNS)
- Tes penyakit autoimun
METODE

Setelah terdiagnosa positif OMG, perawatan pasien


dikategorikan menjadi 2 kelompok:

IMS
NON- IMS
(kortikosteroid,
(ACE inhibitor
azathioprine
atau tanpa obat)
atau IMS lainnya)

Selain itu mencatat waktu dari timbulnya gejala hingga teridagnosis,


pengobatan awal, konversi GMG, dan kunjungan follow- up terakhir
HASIL
• Karakteristik Klinis Pasien Penelitian :

– Total sample : 115 pasien terdiagnosis OMG


– Median follow up time : 2.9 tahun
– 2/3 dari sample penelitian : Wanita
– Median age : 47.5 tahun

– Dalam 2.1 bulan, hampir 50% pasien mengalami ptosis & diplopia,
dan pergerakan mata yang terbatas

HASIL – Tes neostigmine positif:18 pasien

– Tes piridostigmin positif: 88 pasien


– Tes stimulasi saraf wajah berulang positif : 20 dari 32 pasien
– anti-AChR seropositif : 6 dari 8 pasien yang diuji

– Ice pack test & fatigue induced ptosis positif :85 dari 93 pasien yang
diuji
– CT dada dengan kontras : 96 pasien didapatkan

17 pasien lesi mediastinum anterior, 11 kelainan timus


HASIL

• Piridostigmin diberikan kepada semua pasien dalam kelompok tanpa IMS (n=34, 29,6%)

• Dari 81 (70,4%) pasien dalam kelompok IMS 


– 65 pasien menerima kortikosteroid (prednisolon, 5-70mg per hari)
– 4 pasien menerima azathioprine (25-100 mg per hari)
– 12 pasien menerima kombinasi prednisolon dan azatioprin.

• Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam karakteristik dasar atau investigasi antara
kelompok perlakuan, kecuali untuk gejala mata
HASIL

- Insiden ptosis dan diplopia lebih tinggi pada kelompok perlakuan IMS, karena respon yang buruk terhadap
antikolinesterase adalah dasar untuk memulai imunosupresan

- Efek samping terbanyak pasien MG yang telah diobati dengan IMS : cushingoid (n=18)

• Risiko Myasthenia Gravis

– 35 pasien (30,4%) berkembang menjadi MG selama masa tindak lanjut

– Probabilitas kumulatif 2 tahun, 4 tahun, dan 6 tahun untuk menjadi MG masing-masing :


23,7%, 32,6%, dan 34,9%

– Waktu rata-rata untuk konversi GMG adalah 2,9 (kisaran, 1,4-5,5) tahun

– Waktu rata-rata untuk berkembang menjadi MG pada kelompok perlakuan IMS (3,1 tahun) lebih lama dari pada
kelompok non-IMS (1,7 tahun)
Kurva Kaplan – Meier
Multivariat Cox

• Kelainan timus memiliki tingkat konversi yang lebih tinggi (AHR 4,28 95% CI 1,91-9,61)

• Tes stimulasi saraf berulang positif lebih mungkin berkembang menjadi GMG (aHR 3,84, 95% CI 0,83-17,75)

• Pengobatan dengan IMS signifikan mengurangi tingkat perkembangan MG (AHR 0,36 95% CI 0,15-0,84)

• Kelompok umur, tanda dan gejala, ANA, dan hasil tes fungsi tiroid bukan predictor secara signifikan konversi GMG
DISKUSI
DISKUSI

• Kriteria diagnostik OMG :

– Belum ada kesepakatan untuk keseragaman tes dalam mendiagnosis penyakit

– Tes serologis positif dilaporkan pada 50% hingga 70% pasien dengan OMG

– Hasil tes RNS menunjukkan respons penurunan hanya pada 19% hingga 33% pasien

– Ice pack test/ fatique induced ptosis test positif sensitivitas tinggi (>80%)

– Saat ini, elektromiografi serat tunggal (SFEMG)  paling sensitif untuk mendiagnosis OMG
DISKUSI

• Faktor Risiko untuk berkembangnya OMG berdasarkan data hasil studi :

– Kelainan timus  pencitraan dada/patologi .


Penelitian sebelumnya timoma, hiperplasia timus, dan AChR Ab seropositive menjadi prediktor
kuat dari generalisasi
Pada studi ini kejadian kelainan timus pada OMG rendah kurangnya kemampuan alat untuk deteksi

- Respon RNS (+) abnormal pada otot tungkai dapat membantu Sp.M mendiagnosis
tipe subklinis dari MG
DISKUSI

• Terapi
– Pengobatan dengan IMS dapat mengurangi tingkat perkembangan & menunda timbulnya peristiwa MG

– Jika dibandingkan dgn laporan penelitian sebelumnya, 80% hingga 90% pasien dengan OMG tanpa pengobatan
imunosupresif mengembangkan generalisasi sekunder dalam waktu 2 tahun setelah onset tanpa kemungkinan
perkembangan lebih lanjut.

– Pada penelitian ini menemukan waktu rata-rata generalisasi dalam pengobatan IMS adalah 3,1 tahun
dibandingkan dengan 1,7 tahun pada kelompok non-IMS.
KONKLUSI

• Temuan dari penelitian ini :


– Pengobatan dengan IMS jelas terkait dengan penurunan konversi dan onset tertundanya
GMG

• Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya :


- Melakukan SFEMG dalam menegakkan diagnosis OMG untuk penelitian lebih lanjut
- Uji coba terkontrol secara acak/ studi prospektif untuk lebih mendukung temuan dari
penelitian ini.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai