Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH ASPEK SOSIAL

BUDAYA PADA PELAYANAN


KEBIDANAN

Siti Isnaeni, S.Si.T


ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA KESEHATAN REMAJA

Pengertian remaja
Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang
kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-
kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003)

Masa remaja disebut pula sebagai masa


penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini
terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial
mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan
jasmaniah, terutama fungsi seksual (Kartono, 1995).
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12
sampai 24 tahun.
Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19
tahun dan belum kawin.
Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun
Dalam tahapan perkembangan remaja menempati
posisi setelah masa anak dan sebelum masa
dewasa. Adanya perubahan besar dalam tahap
perkembangan remaja baik perubahan fisik
maupun perubahan psikis (pada perempuan
setelah mengalami menarche dan pada laki-laki
setelah mengalami mimpi basah) menyebabkan
masa remaja relatif bergejolak dibandingkan
dengan masa perkembangan lainnya.
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari
masa bayi hingga masa tua akhir menurut Erickson,
masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni :
 Masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan
masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa remaja
awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada
laki-laki yaitu 15-17 tahun.
 Kriteria usia masa remaja pertengahan pada
perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki yaitu
17-19 tahun.
 Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada
perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21
tahun
Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah,
maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja.
Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih
tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka
dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Kelompok remaja menghadapi berbagai resiko yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksinya, misalnya
kehamilan dini dan kehamilan yang tidak diinginkan,
aborsi yang tidak aman, infeksi PMS (Penyakit Menular
Seksual) atau HIV.
Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan reproduksi
remaja kelompok kaum muda termasuk remaja
menghadapi berbagai risiko yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksinya, misalnya kehamilan dini dan
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman,
infeksi PMS (Penyakit Menular Seksual) atau HIV, dan
Risiko kesehatan reproduksi remaja tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan
hubungan seksual, akses terhadap pendidikan,
kesetaraan gender
Tradisi lama yang sudah turun temurun yang
menganggap perkawinan pada usia anak-anak sebagai
suatu hal yang wajar. Dalam masyarakat Indonesia, bila
anak gadisnya tidak segera memperoleh jodoh, orang tua
merasa malu karena anak gadisnya belum menikah.
Budaya eksploitatif terhadap anak, yang membuat anak
tidak berdaya menghadapi kehendak orang dewasa, baik
orang tuanya yang menginginkan perkawinan itu,
maupun orang yang mengawini.
Fenomena pernikahan pada usia anak dibeberapa
daerah tidaklah jauh berbeda mengingat fakta
perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan
seks pra-nikah sering berujung pada pernikahan
dini serta kultur masyarakat Indonesia yang masih
memosisikan anak perempuan sebagai warga kelas
kedua dan ingin mempercepat perkawinan dengan
berbagai alasan ekonomi dan sosial.
Anggapan pendidikan tinggi tidak penting bagi
anak perempuan dan stigma negatif terhadap status
perawan tua.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, salah satu
penyebab pernikahan bawah umur adalah karena
dipaksa orang tua.
Perjodohan yang diterima anak dengan
keterpaksaan bukan hanya menimbulkan dampak
buruk bagi psikologisnya, tapi juga kesehatannya.
Ancaman depresi pun dapat menyerangnya
Melakukan pernikahan tan-pa kesiapan dan
pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat
mengindikasi sikap tidak appresiatif terhadap
makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa
merupakan pelecehan terhadap kesakralan dalam
pernikahan.
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun
mempunyai resiko terhadap alat reproduksinya karena
pada masa remaja ini, alat reproduksinya belum matang
untuk melakukan fungsinya.
Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah
umur diatas 20 tahun sampai dengan usia 35 tahun,
karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa
yang maksimal.
Pada usia 14-18 tahun, perkemban-gan otot-otot rahim
belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehing-ga
jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture (robek). Pada
usia 14-19 tahun, sistem hor-monal belum stabil,
kehamilan menjadi tak stabil mudah terjadi pendarahan
dan terjadilah abortus atau kematian janin
ASPEK SOSIAL BUDAYA PERKAWINAN
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami
isti dengan tujuan memebentuk keluarga yang
bahagia serta mendapatkan keturunan sebagai
pewaris dan penerus kedua orangtuanya yang
kemudian hari akan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal.
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
sejahtera sempurna dari fisik dan mental, sosial
yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau
kelemahan, untuk semua aspek yang terkait
dengan sistem fungsi dan proses reproduksi.
Sosial budaya sangat erat kaitannya dengan cara
pendekatan dalam melakukan perubahan perilaku
masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-
masalah kependudukan karena proses perkawinan
dapat mengakibatkan kelahiran dan kelahiran itu
merupakan resiko yang tinggi bagi ibu-ibu di
seluruh dunia.
Faktor pendukung keberhasilan perkawinan :
 saling memberi dan menerima cinta
Saling menghormati dan menghargai
Saling terbuka
Faktor penghambat yang mempersulit perkawinan
Tidak dapat menerima perubahan sifat dan
kebiasaan di awal pernikahan
Perbedaaan budaya dan agama diantara suami
istri
Suami istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam
rumah tangga.
 Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan
para calon ibu.
 Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu
dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri
pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan
mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan
tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan
kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.
 Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah
dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk
mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan para
remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri
remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan.
Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak diatasi maka
diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar
masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada
pasangannya.
ASPEK SOSIAL BUDAYA KEHAMILAN
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping
itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan
janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante
natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak
kesehatan bayi dan ibu
Pada dasarnya masyarakat menghawatirkan masa
kehamilan dan persalinan karena menganggap masa
tersebut kritis kerena dapat membahayakan janin/ibu.
Tingkat kekritisan ini dapat dipandang berbeda oleh
setiap individu dan direspon oleh massyarakat dengan
berbagai strategi atau sikap seperti upacara kehamilan,
anjuran dan larangan secara tradisional
Contoh kebiasaan terkait kehamilan
Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
Jawa Barat (Subang) ibu yang kehamilannya memasuki
8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan,
Masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan
asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin.
Sikap seperti diatas akan berakibat buruk bagi ibu
hamil karena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan
aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian
melakukan pendekatan-pendekatan untuk
melakukan perubahan-perubahan terhadap
kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung
peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Fakta-fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi - konsepsi mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab - akibat antara
makanan kondisi sehat - sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik
positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan
anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah
kerjanya adalah sebagai berikut:
 Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-
rumah, mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana,
dan pengayoman medis kontrasepsi.
 Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan
yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
 Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta
dukun bayi.
 Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
 Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan
lembaga swadaya masyarakat.
 Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke
fasilitas kesehatan lainnya.
 7Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi
pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan
Sikap bidan terhadap adat-istiadat, kebiasaan dan
budaya setempat :
Menganalisa apakah kegiatan tersebut berdampak
buruk terhadapa anatomi fisiologi dan kejiwaan
ibu dan bayi
Mengukur seberapa kuat perilaku, lingkungan
masayarakat terhadap hidup sehat
Melihat siapa yang berpengaruh apabila ada upaya
perubahan
Bidan harus memberikan contoh tauladan untuk
hidup sehat dan sejahtera
Bidan harus memberikan penyuluhan
memanfaatkan tokoh agama, tokoh masyarakat
setempat.

Anda mungkin juga menyukai