Anda di halaman 1dari 15

KDRT dan

Dampak pada Anak


Pdt. Mery Kolimon
Apa itu KDRT?
(UU no. 23/2004)
• Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT): setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
(Ps. 1:1).
kekerasan fisik: perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
kekerasan psikis: perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.
kekerasan seksual: tindakan pelecehan seksual terhadap seseorang tanpa adanya
persetujuan dari pihak yang bersangkutan. Ini juga termasuk tindakan seksual terhadap anak
yang dilakukan oleh orang dewasa
penelantaran rumah tangga: kekerasan ekonomi, tidak memberi nafkah.
Kenapa Terjadi KDRT?
• Penyebabnya banyak: budaya, tingkat pendidikan, tafsir agama,
penghasilan, pola asuh dalam keluarga, dll.
• Salah satu penyebab KDRT adalah budaya patriarki yang membentuk
relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki = Laki-laki
dipandang lebih istimewa/lebih tinggi/lebih berkuasa.
• Akibatnya terjadi ketidakadilan gender:
Penomorduaan (sub-ordinasi): perempuan lebih rendah
Peminggiran (marjinalisasi): hak tidak sama (warisan), akses pada
pendidikan, keterlibatan dalam urusan adat
Beban ganda: kalau perempuan kerja di luar rumah tetap bertanggung
jawab dengan urusan dalam rumah.
Kekerasan: “au teop au bijael”, “saya pukul saya punya moko gong”
Pemberian label negatif: lemah, tidak bisa memimpin, emosional.
Dampak KDRT
Terhadap Anak
• Sejumlah studi menunjukkan bahwa anak yang melihat, apalagi mengalami
kekerasan pada masa kecilnya sangat rentan mengalami gangguan fisik,
mental, dan emosional.
• Gangguan-gangguan itu dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan
perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan
ketidakpatuhan.
• Timbulnya gangguan emosional dalam diri anak seperti: rasa takut yang
berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman
bahkan hubungan dengan orangtua serta mengakibatkan penurunan rasa
percaya diri dan penghargaan diri (self esteem) pada anak.
• Kekerasan juga berdampak pada daya kognitif anak, yaitu menurunnya
prestasi anak di sekolah dan terbatasnya kemampuan memecahkan masalah.
Dampak Trauma
Pada Anak
• Trauma masa kecil mengarahkan pada pengembangan gejala trauma kronis pada saat anak
beranjak dewasa.
• Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam lingkup keluarga dapat
menimbulkan banyak pengaruh negatif pada keamanan dan stabilitas hidup serta kesejahteraan
anak.
• Anak menjadi korban secara tidak langsung = korban laten (laten victim).
• Meningkatkan resiko mereka untuk menyerang pasangan dalam hubungan mereka.
 Anak laki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kekerasan memiliki resiko tiga
kali lipat menjadi pelaku kekerasan terhadap istri dan keluarga mereka di masa yang akan
datang.
 Sedangkan anak perempuan akan menjadi perempuan yang pasif dan cenderung untuk
menjadi korban dalam kekerasan di dalam keluarga.
• Anak-anak saksi KDRT akan mengembangkan persepsi yang salah tentang kekerasan = mereka
akan menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan
yang sedang terjadi.
Pokok-Pokok Eklesiologi GMIT
tentang Relasi Perempuan dan Laki-Laki

• Baik laki-laki maupun perempuan adalah gambar Allah


(imago Dei).
• Gereja (familia Dei) seharusnya menjadi tempat yang
paling utama dan aktor utama dalam mempromosikan
kepenuhan kemanusiaan bagi perempuan dan laki-laki.
• Kekristenan dan teologi perlu melepaskan simbol-simbol
patriakhis dan bersikap kritis terhadap androsentrisme
yang telah memarginalkan perempuan.
• Unsur-unsur dalam budaya yang cenderung
memarginalkan perempuan harus ditransformasi.
• Dalam hal ini pendidikan keluarga untuk keadilan dan
kesetaraan sangat penting.
• Keluarga mesti menjadi tempat di mana budaya untuk
saling menghormati dan penghargaan terhadap
kesetaraan dan keadilan itu ditumbuhkembangkan.
Hasil Survey BRC, 2021
• Ada peningkatan KDRT selama pandemik, baik itu kekerasan
emosional, finansial, fisik, spiritual, dan seksual.
• Perempuan dan anak lebih rentan mengalami kekerasan dalam
rumah tangga dalam berbagai aspek.
• Relasi kuasa dalam keluarga cukup berperan untuk hubungan yang
adil dan setara dalam keluarga (tingkat pendidikan dan penghasilan
turut berperan untuk keadilan dan kesetaraan dalam keluarga).
• Hidup beriman berperan penting dalam menekan konflik dan KDRT
Pandangan Umum
tentang Hasil Survey BRC (2)
• Lebih dari 50% gereja di Indonesia tidak memiliki pelayanan khusus
untuk korban domestic abuse, hanya 25,8% responden yang
mengetahui bahwa di gereja ada pelayanan untuk korban KDRT.
• Umumnya responden memandang gereja peduli dengan masalah
KDRT dan terus meningkatkan kepeduliannya (70,6%), namun
sebagian memandang gereja tak punya keahlian untuk pelayanan yg
sesuai kebutuhan.
• 2 alasan terbesar yang membuat responden enggan untuk mencari
bantuan ke gereja jika mengalami KDRT adalah:
tidak adanya tenaga ahli di gereja (68.3%)
kemungkinan gereja justru memperburuk keadaan (26.8%)
Penyebab Rendahnya
Kesadaran Gereja terhadap KDRT
• Penekanan berlebihan pada berteologi secara vertikal/rohaniah (manusia-Allah)
dan cenderung mengabaikan teologi secara horizontal (teologi sosial) karena
dianggap sekuler. Gereja juga belum banyak terbuka dengan isu-isu HAM dan
kemanusiaan termasuk isu gender dan isu sosial lainnya.
• Misinterpretasi terhadap ajaran Alkitab baik PL maupun PB sehingga
melanggengkan penomorduaan/diskriminasi terhadap perempuan anak secara
sosial, seksual/ reproduktif (mis. cerita ttg Hawa) dan perempuan harus diam
dalam ibadah jemaat (rasul Paulus).
• Patriarki dan ketidakadilan gender: pola budaya di mana penghargaan lebih
diberikan kepada lelaki sebagai yang dituakan di dalam komunitas menyebabkan
stigma/label negatif, diskriminasi, subordinasi, peminggiran, dan kekerasan,
termasuk kekerasan seks terhadap perempuan dan anak/laki-laki yg lebih muda).
Penyebab Rendahnya
Kesadaran Gereja terhadap KDRT
• Pengaruh norma sosial dalam masyarakat:
Istri dan anak adalah milik dari suami. Abuse dianggap wajar dan sebagai
bentuk dari “pengajaran”.
Anak dipandang sebagai yang berada di bagian paling bawah hirarki relasi
kuasa dalamkeluarga
Domestic abuse dianggap masalah pribadi – tidak boleh terungkap di luar,
termasuk utk menjaga “nama baik” suami dan keluarga besar sehingga
masalah ini ditutup-tutupi.
• Praktik impunitas/sikap permisif terhadap perilaku kekerasan
dalam rumah tangga (pengampunan tanpa proses penyadaran
untuk pertanggungjawaban).
Apa yg Perlu Dilakukan Gereja
Sebagai Respon terhadap KDRT
• Pelayanan pemulihan/penyembuhan holistik bagi korban dan pelaku (imago Dei):
 Pendampingan bagi korban, baik secara konseling pastoral, medis, trauma healing, mediasi,
intervensi hukum, dan pemberdayaan ekonomi.
 Pendampingan bagi pelaku untuk memutus mata rantai kekerasan = pemulihan pelaku juga
penting.
• Program bina keluarga = edukasi mengenai penyebab dan dampak kekerasan
dalam rumah tangga terhadap pasangan suami isteri dan anak-anak mereka
(lingkaran kekerasan).
• Pembinaan karakter anak dan remaja sejak dini melalui pelayanan anak dan
remaja.
• Turut membangun keadaban publik warga gereja melalui, antara lain sosialisasi
UU no. 23 tentang Perlindungan Anak dan UU no. 23/2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan mendorong ketaatan terhadap
hukum/aturan yang berlaku.
• Keteladanan hidup pada pelayan gereja (ada juga cerita kekerasan dalam rumah
tangga yang terjadi di lingkungan keluarga pelayan gereja).
Langkah Preventif Gereja
untuk Mencegah KDRT
• Pengalaman GMIT:
 Berdirinya Rumah Harapan GMIT (Februari 2018) sebagai simpul pelayanan terkasit kekerasan
berbasis jender dan perdagangan orang:
 melakukan pencegahan melalui penyadaran publik, termasuk untuk masyarakat umum
(melalui siaran radio, medsos, publikasi media kampanye: video, iklan layanan masyarakat,
dan hotline service)
 penguatan kapasitas bagi para pelayan gereja termasuk pendeta di level klasis dan jemaat.
Tujuannya: para tokoh tersebut menjadi pendidik di wilayah masing-masing, memanfaatkan
media-media yang sudah ada dalam gereja, seperti ibadah-ibadah, pertemuan-pertemuan,
PAR, katekisasi sidi, katekisasi pra-nikah, penggembalaan nikah.
 mendorong perubahan sikap para laki-laki – mendukung gerakan kaum Bapak utk Gemage
(Gerakan Masuk Gereja dan Gerakan Sayang Isteri) sebagai pintu masuk utk penguatan laki-
laki dalam gerakan anti kekerasan dan berbagi peran kerja domestik utk mengurangi beban
kerja perempuan = redefinisi nilai maskulinitas.
 membangun sistem pencegahan dan penanganan berbasis jemaat: gereja-gereja lokal
diperkuat untuk mampu melakukan upaya-upaya preventif dan juga penanganan kasus
seperti konseling, dokumentasi kasus dan melaporkan/merujuk kasus.
• Gereja perlu mendukung kepemimpinan perempuan, baik dlm struktur di gereja maupun partisipasi
aktif dalam pengambilan keputusan, sehingga “suara” atau kebutuhan perempuan baik secara gender
maupun biologis misalnya terkait kespro, KDRT, dll terjadi.
Pentingnya Kebijakan Perlindungan
Kelompok Rentan dalam Gereja
• Sangat penting gereja-gereja di Indonesia memiliki kebijakan
perlindungan kepada kelompok rentan dalam pelayanan gereja:
mengambil semua langkah yang wajar/tindakan yang tepat untuk
mencegah terjadinya bahaya, khususnya eksploitasi, pelecehan
dan pelecehan seksual; untuk melindungi orang, terutama orang
dewasa dan anak-anak yang rentan, dari bahaya itu.
dan untuk merespons dengan tepat ketika bahaya benar-benar
terjadi (penanganan dan pemulihan).
Semua Manusia
Diciptakan dalam Gambar dan Rupa Allah
Setiap orang, termasuk anak, memiliki nilai dan martabat yang
dikaruniakan Allah yang diciptakankan-Nya menurut gambar dan
rupa-Nya sendiri/Imago Dei (Kejadian 1:27-28).
Hal ini menyiratkan kewajiban untuk menghargai semua orang
dan melindungi mereka dari kekerasan.
Nilai-nilai injil yaitu cinta kasih, harkat, dan keadilan yang
diajarkan Yesus mengingatkan kita bahwa perlindungan anak-anak
dan orang dewasa yang rentan adalah bagian integral dari
kehidupan dan pelayanan gereja.
Kita semua dipanggil untuk menciptakan budaya yang
menghargai, memelihara, dan melindungi anak-anak dan orang
dewasa yang rentan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai