KELOMPOK 4 :
1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja.
2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berlandaskan undang-undang.
3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
melepas Menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislative.
Keunggulan Sistem Pemerintahan Parlementer Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat Posisi badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
karena remeh terjadi penyesuaian argumen antara
dijatuhkan oleh parlemen.
eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan Kelangsungan posisi badan eksekutif atau kabinet tidak bisa
eksekutif dan legislatif berada pada satu partai ditentukan habis sesuai dengan masa posisinya karena sewaktu-
waktu kabinet dapat selesai.
atau koalisi partai.
Kabinet dapat mengemudikan parlemen. Hal itu terjadi apabila
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari
pelaksanaan kebijakan publik jelas. partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang agung
Beradanya pengawasan yang kuat dari parlemen diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai
parlemen.
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
Parlemen menjadi tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri
atau posisi eksekutif lainnya.
Rangkuman Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959), Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap
pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua pada 15 Desember 1955. Pemilu tahap pertama adalah
untuk memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Pemilu tahap kedua adalah untuk memilih anggota Dewan
Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD
Sementara 1950. Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer. aken Kabinet.
Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya,
tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.
Kabinet pada masa Demokrasi Parlementer
1. Natsir (September 1950 – Maret 1951)
2. Sukiman (April 1951 – Pebruari 1952)
3. Wilopo (April 1951 – Juni 1953)
4. Ali Sostroamidjojo I (Juli 1953 – Juli 1955)
5. Burhanuddi Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
6. Ali Sostroamidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957)
7. Djuanda (Maret 1957 – Juli 1959)
Gangguan Keamanan
1. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Tujuan
gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada
negara bagian RIS.
2. emberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr.
Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Pemberontakan Andi Azis Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari
tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai
pasukan kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar.
4. Pemberontakan PRRI dan Permesta Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sulawesi yang disebabkan oleh adanya
hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan jatah keuangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menimbulkan dampak
ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958.
Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda
1. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) Konferensi Asia
Afrika (KAA) diselenggarakan pada tanggal 18–24 April 1955 di
Bandung bermanfaat terhadap dukungan bagi pembebasan Irian Barat
yang saat itu masih diduduki Belanda.
2. Deklarasi Djuanda Kabinet Djuanda mendeklarasikan hokum
teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi
Djuanda. Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas
wilayah Republik Indonesia meluas hingga 2,5 kali lipat dari
2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Pada periode 1950-1959, pemerintahan Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer atau lebih
dikenal dengan nama demokrasi liberal. Pada rentan waktu tersebut, pemerintahan sangat tidak stabil,
salah satu indikatornya adalah terlalu sering berganti perdana menteri. Kondisi tersebut diperparah dengan
munculnya gangguan keamanan pada masa Demokrasi Parlementer. Penyebab dari gangguan keamanan
dalam masa pemerintahan parlemen antara lain:
adanya ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat
adanya kekecewaan anggota KNIL dan KL terhadap APRIS contohnya pemberontakan APRA dan
Andi Azis
adanya kecemburuan daerah luar Jawa terhadap kemajuan Jawa contohnya pemberontakan PRRI-
Permesta
adanya keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI contohnya pemberontakan RMS.
Ingin merubah dasar Negara contohnya pemberontakan DI/TII
BIDANG KEMANUSIAAN