Anda di halaman 1dari 15

PERMASALAHAN STUDI KASUS BIDANG

KEMANUSIAAN DAN PEREKONOMIAN SISTEM


PARLEMENTER ORDE LAMA

KELOMPOK 4 :

Khairatunnisa 2010411220044 (B) Mawaddah 2010411220002 ( B)


Khairunnisa 2010411320010 (C) Meisya Alma Sonia 2010411120007 (A)
Kristela Andini 2010411320038 (C) Muhammad Fiqry Taufiqurrahman 2010411110016 (A)
Latifa Nur Faiqoh 2010411320005 (C) Muhammad Mukmin Nuryadi 2010411310019 (C)
Maria Elysabet Koncang 2010411220007 (B) Muhammad Nur Ashil 2010411310008 (C)
Sistem Parlementer

Sistem parlementer adalah sebuah sistem Sistem parlemen dipuji, dibanding


pemerintahan di mana parlemen memiliki dengan sistem presidensiil, karena
peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada
ini parlemen memiliki wewenang dalam publik. Kekurangannya adalah dia sering
mengangkat perdana menteri dan parlemen pun mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil,
dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan seperti dalam Republik Weimar Jerman dan
agenda mengeluarkan semacam mosi tidak Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen
percaya. Berlainan dengan sistem presidensiil, di kebanyakan memiliki pembedaan yang jelas
mana sistem parlemen dapat memiliki antara kepala pemerintahan dan kepala negara,
seorang presiden dan seorang perdana menteri, dengan kepala pemerintahan adalah perdana
yang berwenang terhadap jalannya menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai
pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden dengan kekuasaan sedikit atau seremonial.
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki
namun dalam sistem parlementer presiden hanya seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa
menjadi simbol kepala negara saja. sebagai kepala negara, memberikan
keseimbangan dalam sistem ini.
CIRI-CIRI PEMERINTAHAN PARLEMEN

1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja.
2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berlandaskan undang-undang.
3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
melepas Menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislative.
Keunggulan Sistem Pemerintahan Parlementer Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:

 Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat  Posisi badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
karena remeh terjadi penyesuaian argumen antara
dijatuhkan oleh parlemen.
eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan  Kelangsungan posisi badan eksekutif atau kabinet tidak bisa

eksekutif dan legislatif berada pada satu partai ditentukan habis sesuai dengan masa posisinya karena sewaktu-
waktu kabinet dapat selesai.
atau koalisi partai.
 Kabinet dapat mengemudikan parlemen. Hal itu terjadi apabila
 Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari
pelaksanaan kebijakan publik jelas. partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang agung

 Beradanya pengawasan yang kuat dari parlemen diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai
parlemen.
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
 Parlemen menjadi tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri
atau posisi eksekutif lainnya.
Rangkuman Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959), Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap
pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua pada 15 Desember 1955. Pemilu tahap pertama adalah
untuk memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Pemilu tahap kedua adalah untuk memilih anggota Dewan
Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD
Sementara 1950. Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer. aken Kabinet.
Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya,
tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.
Kabinet pada masa Demokrasi Parlementer
1. Natsir (September 1950 – Maret 1951)
2. Sukiman (April 1951 – Pebruari 1952)
3. Wilopo (April 1951 – Juni 1953)
4. Ali Sostroamidjojo I (Juli 1953 – Juli 1955)
5. Burhanuddi Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
6. Ali Sostroamidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957)
7. Djuanda (Maret 1957 – Juli 1959)
Gangguan Keamanan

1. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Tujuan
gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada
negara bagian RIS.
2. emberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr.
Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Pemberontakan Andi Azis Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari
tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai
pasukan kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar.
4. Pemberontakan PRRI dan Permesta Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sulawesi yang disebabkan oleh adanya
hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan jatah keuangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menimbulkan dampak
ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958.
Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda
1. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) Konferensi Asia
Afrika (KAA) diselenggarakan pada tanggal 18–24 April 1955 di
Bandung bermanfaat terhadap dukungan bagi pembebasan Irian Barat
yang saat itu masih diduduki Belanda.
2. Deklarasi Djuanda Kabinet Djuanda mendeklarasikan hokum
teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi
Djuanda. Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas
wilayah Republik Indonesia meluas hingga 2,5 kali lipat dari
2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Pada periode 1950-1959, pemerintahan Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer atau lebih
dikenal dengan nama demokrasi liberal. Pada rentan waktu tersebut, pemerintahan sangat tidak stabil,
salah satu indikatornya adalah terlalu sering berganti perdana menteri. Kondisi tersebut diperparah dengan
munculnya gangguan keamanan pada masa Demokrasi Parlementer. Penyebab dari gangguan keamanan
dalam masa pemerintahan parlemen antara lain:
 adanya ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat
 adanya kekecewaan anggota KNIL dan KL terhadap APRIS contohnya pemberontakan APRA dan
Andi Azis
 adanya kecemburuan daerah luar Jawa terhadap kemajuan Jawa contohnya pemberontakan PRRI-
Permesta
 adanya keinginan untuk melepaskan diri dari NKRI contohnya pemberontakan RMS.
 Ingin merubah dasar Negara contohnya pemberontakan DI/TII
BIDANG KEMANUSIAAN

Semasa demokrasi parlementer (14 November 1945 - Agustus 1949)


• Sistem pemerintahan saat itu menganut sistem pemerintahan parlementer. Sistem parlementer tersebut
lahir dari akibat Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 Novemeber 1945. Pengaruh partai politik pada
saat itu sangat kuat dalam pemerintahan parlementer.
• Kuatnya pengaruh dinamika partai politik dalam pemerintahan juga disertai dengan konflik antar partai
politik. Jika konflik antar partai politik terjadi, maka akan mengancam stabilitas politik dan sistem
pemerintahan. Semasa Orde Lama, konflik tersebut muncul akibat penambahan anggota KNIP,
perjanjian Linggarjati, perjanjiaan Renville dan penerimaan hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar.
Dominasi partai politik saat berlakunya UUD RIS dengan bentuk negara serikat, yang berlaku cuma
kurang dari satu tahun, cukup merepotkan jalannya pemerintahan diparlemen dan eksekutif pada saat
itu.
• Untuk mengetahui pengaruh dinamika yang ditimbulkan oleh partai
politik semasa demokrasi liberal, dapat diketahui dengan pergantian
kabinet yang demikian cepat. Menurut Arbi Sanit, yang dikutip oleh Rusli
Karim, saat itu selama Indonesia merdeka tak kurang dari 25 kabinet yang
telah memerintah Indonesia. Dari angka tersebut hanya 7 kabinet yang
berhasil memerintah selama 12-23 bulan, 12 kabinet berumur antara 6
sampai 11 bulan dan 6 buah kabinet hanya mampu bertahan 1 sampai 4
bulan.16 Keadaan ini merupakan contoh dari ketidakstabilan politik dalam
pemerintahan saat itu. Keadaan tersebut terjadi akibat dari pengaruh
dinamika partai politik pada saat itu sangat kuat. Dalam parlemen tidak
ada partai politik dengan suara mayoritas. Setiap partai politik dalam
kabinet selalu ingin menang sendiri dengan latar belakang ideologi
masing-masing. Sementara keadaan pada saat itu, negara masih dalam
keadaan mempertahankan kemerdekaan.
BIDANG PEREKONOMIAN

Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer


1. Gunting Syafruddin
Dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi defisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri
Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga
nilainya tinggal setengahnya.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Rangkuman Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer, Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha
pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Tujuan :
1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2. Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3. Pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Penyebab tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng oleh para Pengusaha pribumi :
1. Tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2. Memiliki mental yang cenderung konsumtif.
3. Sangat bergantung pada pemerintah.
4. Kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5. Ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6. Menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang

3. Nasionalisasi Perusahaan Asing


Nasionalisasi perusahaan asing dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian
diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Republik Indonesia.
4. Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah
Finansial Ekonomi (Finek). Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:
1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
2. Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
3. Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.
5. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut:
4. Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor
dan pendapatan negara merosot.
5. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
menimbulkan gejolak ekonomi.
6. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya
masing-masing.
6. Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara
waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah
untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk
jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
1. adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.
2. Terjadi ketegangan politik.
3. Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan
defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat
mencapai konfrontasi bersenjata.
Sekian dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai