Anda di halaman 1dari 61

Trauma

Maksilofasial
Rofiah (NIM.2208438112)

Dosen Pembimbing :
dr. Fakhrul Hendra, Sp.BP-RE
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Trauma adalah penyebab utama kecacatan dan kematian. Penyebab trauma diklasifikasikan sebagai
kecelakaan, terjatuh, agresi, dan lainnya (Olahraga, atau cedera yang terkait dengan pekerjaan, tabrakan
dengan benda, dan cedera senjata api).

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang akibat trauma mekanik dan non mekanik. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang frontal, orbito, zygoma,
nasal, maksila dan mandibula.

Kejadian fraktur mandibula dan fraktur maksila terbanyak dibandingkan dengan tulang lainnya, yaitu
masing-masing sebesar 29,85% disusul fraktur zygoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%.
1.2 Batasan
Masalah Laporan kasus ini akan membahas mengenai
anatomi, definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, gejala
klinis, pemeriksaan penunjang dan diagnosis kasus trauma
maksilofasial.
1.3 Tujuan Penulisan
Memahami dan menambah Meningkatkan kemampuan penulisan
01 wawasan mengenai trauma
maksilofasial. 02 ilmiah di bidang kedokteran khususnya di
bagian Ilmu Bedah.

Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


03 Bedah Fakultas kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan
pustaka dengan mengacu pada beberapa literatur.
BAB II
Tinjauan
Pustaka
2.1 Anatomi Secara konseptual kerangka wajah
terdiri dari empat pasang dinding
penopang (buttress) vertikal dan
horizontal. Buttress merupakan daerah
tulang yang lebih tebal yang
menyokong unit fungsional wajah (otot,
mata, oklusi dental, airway) dalam relasi
yang optimal dan menentukan bentuk
wajah dengan cara memproyeksikan
selubung soft tissue diatasnya.
2.2 Definisi

Trauma maksilofasial adalah trauma yang melibatkan


struktur dari jaringan lunak dan keras pada daerah
wajah dan rongga mulut, meliputi gigi dan struktur
vital dari kepala dan leher yang dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan dengan masalah fungsional
dan estetika.
2.3 Epidemiologi (1)

13,33
45,62% 2,96% 5,92%
Fraktur mandibula
menempati urutan
%
Fraktur nasal Fraktur maksila Fraktur zygoma
pertama dari seluruh
22,22
kasus fraktur
maksilofasial, 4,44%
Fraktur pansial %
Fraktur maksilofasial
kombinasi
2.3 Epidemiologi (2)
42,6 %
Kecelakaan kendaraan
7,7 %
Cedera olahraga
bermotor

21,5 %
Akibat terjatuh
2,4 %
Kecelakaan lainnya

13,8 %
Akibat kekerasan
0,6 %
Percobaan bunuh diri dan
kecelakaan kerja
2.4 Etiologi

Cedera kerja
Terjatuh jenis pekerjaan seperti pekerja
konstruksi, pekerja pabrik, pekerja
pertanian dan kehutanan, pekerja
kantor, dan lainnya

Kecelakaan
Cedera olahraga
lalu lintas
kecelakaan mobil, kecelakaan sepeda motor,
pejalan kaki, kecelakaan sepeda, dan lainnya
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Fraktur
Frontal
Fraktur tipe 1 didefinisikan sebagai fraktur comminuted dari sinus frontal tanpa lintasan
01 vertikal

02 Fraktur tipe 2 adalah fraktur vertikal yang melibatkan orbit tetapi bukan sinus frontal.

Fraktur tipe 3 adalah fraktur vertikal yang melibatkan tulang frontal dan sinus tetapi
03 bukan orbitnya.

Fraktur tipe 4 melibatkan sinus frontal dan ipsilateral orbit.


04
Fraktur tipe 5 melintasi garis tengah wajah, melibatkan sinus frontal dan orbit kontralateral atau
05 bilateral
Gambar Fraktur
Frontal
2.5.2 Fraktur
Mandibula
01 Simfisis : antara incisivus 1

02 Parasimfisis : antara incisivus 1 dan caninus

03 Corpus : antara caninus dan molar 2

04 Angulus : di molar 3

05 Ramus : antara angulus dan condyle/coronoid

Coronoid : pada prosesus coronoid


06

Condyle : pada condyle (head, neck,subcondyle)


07
Gambar Fraktur
Mandibula
2.5.3 Fraktur Zygoma

1. Grup I: Tidak ada pergeseran yang 4. Grup IV: Fraktur korpus zygoma dengan
signifikan, fraktur terlihat pada foto rotasi ke medial, bergeser ke bawah, ke
rontgen namun fragmen tetap segaris (6%) dalam dan ke belakang dengan rotasi
2. Grup II: Fraktur arkus zygoma dengan (11%)
arkus mendesak ke dalam tanpa 5. Grup V: Fraktur korpus dengan rotasi ke
keterlibatan orbita atau bagian anterior lateral, bergeser ke bawah, belakang dan
(10%) medial dengan rotasi zygoma (22%)
3. Grup III: Fraktur korpus, bergeser ke 6. Grup VI: Semua kasus dengan garis
bawah dan ke dalam namun tidak ada fraktur tambahan melewati fragmen utama
rotasi (33%) (18%)
Gambar Fraktur
Zygoma
2.5.4 Fraktur Maxilla

Le Fort I Le Fort II Le Fort III


Disjungsi kraniofasial, dengan
Fraktur yang memisahkan alveolus Fraktur yang memisahkan maksila wajah terlepas dari dasar
maksila dari midface (wajah bagian dari zygoma. Presentasi klinis tengkorak
tengah). Fraktur lefort I ditandai fraktur lefort II meliputi wajah
dengan adanya edema pada area wajah edema, perdarahan subkonjungtiva,
dan mobilitas palatum durum, tulang mobilitas maksila pada sutura naso-
alveolar maksila dan gigi. frontal, epistaksis dan kemungkinan
rhinorrhoea cairan serebrospinal
Gambar Fraktur
Maxilla
2.5.5 Fraktur Naso-
Orbita-Ethmoid (1)
Tipe 1 : Bentuk paling sederhana dari fraktur NOE
hanya melibatkan satu bagian dari tepi orbital
medial, dengan tendon medial canthal yang
melekat. Ini dapat terjadi dalam bentuk bilateral
atau unilateral.
2.5.5 Fraktur Naso-
Orbita-Ethmoid (2)
Tipe 2 :Dapat terjadi dalam bentuk bilateral
atau unilateral dan tulang terbagi menjadi
beberapa segmen. Paling umum canthus
tetap melekat pada segmen sentral yang
besar
2.5.5 Fraktur Naso-
Orbita-Ethmoid (3)
Tipe 3 : Pada fraktur ini melibatkan
pecahnya fragmen sentral tulang di mana
tendon canthal medial menempel, sehingga
tendon canthal medial menempel pada
fragmen sentral yang pecah.
2.6 Tanda-Tanda Fraktur (1)
Tanda-tanda fraktur yang pasti :
● Pergerakan yang tidak normal
● Dislokasi, misalnya pada fraktur
dari hidung
zigomatik terlihat perubahan
● Krepitasi
kontur muka. Kontur muka pada
● Tampak fragmen patahan dari
bagian yang mengalami fraktur
tulang.
terlihat lebih cekung. Pada fraktur
hidung juga terlihat displacement
dengan jelas berupa perubahan
kontur dari hidung.
2.6 Tanda-Tanda Fraktur (2)
Tanda-tanda fraktur yang tidak pasti: persyarafan n.alveolaris inferior
● Rasa sakit pada
● Pembengkakan, hematoma. ● fraktur mandibula dan pada
● Gangguan fungsi (function laesa), daerah persyarafan n.orbitalis
misalnya trismus, gangguan saat pada fraktur wajah.
menelan, ataupun bicara ●
● Maloklusi
● Parastesi, misalnya pada daerah
2.7 Tatalaksana Kegawatdaruratan
(1)
Circulation &
Airway & C-
hemorraghe
Spine Control
control
• Obstruksi jalan • Tingkat
napas Disabillity
• Melihat fraktur Breathing •
kesadaran
Warna kulit
cervical • RR • nadi • GCS
• Pergerakan • Periksa ukuran pupil
dinding dada • Reflek cahaya
• Perkusi • Kontrol lingkungan
• Suara napas
2.7 Tatalaksana Kegawatdaruratan (2)

Pemeriksaan
Anamnesis
Komplit
A: Alergi
Head to toe (kepala, vertebra, M: Medication
thorax, abdomen, muskoloskeletal- P: Past illness
ekstremitas, perineum, dan L: Last meal
neurologis E: Event/environment
2.9 Komplikasi

01 Kesalahan diagnostik 02 Teknik operasi yang tidak tepat

03 Infeksi
04 Gangguan proses penyembuhan
BAB III
Laporan Kasus
Laporan Kasus
3.1 Identitas Pasien
Nama : An. HA

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki- laki

Alamat : Jl. Pelita Damai No.12

Pekerjaan : Tidak bekerja

No. RM : 0132801

Tanggal Masuk : 16 Agustus 2023


Primary Survay
Airway with C-Spine Control
• Objektif :Snoring (-), gurgling (-), stridor (-)
• Assesment :Airway clear
• Action : Pertahankan air way clear
• Evaluation: SpO2 : 99% room air

Breathing
• Objective: Napas spontan, gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, distensi
vena jugular (-), trakea ditengah, suara nafas sonor kanan- kiri, RR: 20 x/menit
• Assesment : ventilasi dan pengembangan paru baik
• Action : Monitoring breathing
Primary Survay
Circulation and hemoragic control
• Objective : Akral hangat, HR: 90x/menit, TD: 115/70 mmHg, active
bleeding (-), CRT<2 detik
• Assesment : Circulation clear
• Action : IVFD Nacl 0,9% 2.240 cc/24 jam
• Evaluation: Urin Output

Disability (Neurologis Evaluation)


• Objective : GCS 15 E3M6V5, pupil isokor (2 mm/2mm), reflek cahaya
direct/ indirect (+/+), motoric normal
• Assesment: tidak ada ancaman herniasi otak
• Action: pantau kesadaran pasien
Primary Survay
Exposure
• Objective: suhu 36,6 derajat celcius
• Assesment : Hipotermia (-)
• Action: selimuti pasien untuk mencegah hipotermi, atur suhu
lingkungan
AMPLE
Alergi : Tidak terdapat riwayat alergi
Medication : Tidak sedang
mengkonsumsi obat obatan
Past illness : Tidak ada
Last meal : 3 jam sebelum kejadian
Event : Kecelakaan
Secondary Survay
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada wajah sejak 4 hasri pasca KLL

Mekanisme trauma:
Pasien sedang mengendarai sepeda motor sendiri, lalu tiba tiba pasien tidak sengaja
menabrak lubang dan membuat pasien terjatuh, sehingga wajahnya membentur aspal.
Pasien menggunakan helm saat kejadian.
Setelah kejadian, tidak ada penurunan kesadaran ataupun muntah, pasien mengeluhkan
nyeri pada wajahnya dan rahangnya, nyeri meningkat saat pasien mencoba membuka
mulut. Terdapat luka robek di rahang sebelah kanan, perdarahan aktif (-). Tidak ditemukan
perdarahan dari hidung dan mulut.
Pasien lalu di bawa ke RS Syafira, dilakukan penanganan awal dan pemeriksaan CT
Scan, didapati adanya patah di wajahnya, pasien dirawat di IGD RS Syafira selama 4 hari.
Kemudian dikarenakan alasan fasilitas, pasien dirujuk ke RSUD Arifin Achmad untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak terdapat riwayat penyakit tertentu, riwayat operasi (-)

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan
saat ini
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis (GCS : E4V5M6)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
▪ TD : 128/78 mmHg
▪ Nadi : 82 x/menit
▪ RR : 20 kali/menit
▪ Suhu : 36,50C
▪ SpO2 : 99 % room air
▪ TB : 170 cm
▪ BB : 57 kg
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik umum
Kepala Status lokalis
Mata Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+) pupil
bulat isokor (2 mm/2 mm)
Hidung Keluar cairan (-), keluar darah (-)
Telinga Keluar cairan (-/-), keluar darah (-/-)
Mulut Bibir pucat (-), sianosis (-)
Leher Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid, JVP = 5±2 cm
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan thorax paru
I: Bentuk dada normochest, gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, otot bantu napas (–).
P:Vokal fremitus sama kiri dan kanan
P: Sonor seluruh lapangan paru.
A: Vesikuler (+/+), Ronki (-/-)

Pemeriksaan thorax jantung


I:Pulsasi Iktus kordis tidak terlihat
P: Pulsasi Iktus kordis teraba ICS V linea midclavicularis sinistra
P: Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
A: S1/S2 reguler (+), gallop (-/-), murmur (-)

Pemeriksaan Abdomen
I: Distensi (-), jejas (-)
A: BU (+), 10 x/menit
P: Abdomen supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, defens muscular (-)
P: Timpani pada seluruh abdomen

Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas: Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Kanan:Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Kiri : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
Pemeriksaan Status Lokalis Kepala:

I:
 Hematoma (+) di regio midface, deformitas (+), VL
regio mandibula dextra.
 Eyes : Hematoma palpebra (-/+), Round pupils,
isokor 2mm/2mm, Pupillary light reflex direct &
indirect (+/+)
 Nose : Rhinorrhoea (-/-)
 Ear : Otorrhea (-), Battle sign (-/-)

P: Hematoma (+), teraba diskontinuitas pada tulang


wajah sebelah kanan dan hidung. Tidak teraba
diskontinuitas di wajah sebelah kiri dan rahang
dikarenakan bengkak, nyeri tekan di regio maxila dan
nasal (+), perdarahan aktif (-)
Pemeriksaan Status Lokalis Kepala:

STATUS MAKSILOFASIAL
 Move: Floating maxilla (+) Step off deformity (+)
Hematome sublingual (-) Tongue lacaration (-)
Gliding TMJ (+/+) Malocclusion (-) Open bite (-)
Diagnosis Kerja
Fraktur Maksilofasial
Usulan Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah rutin

CT-SCAN 3D KEPALA

CT-SCAN CERVICAL
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium (27/10/2022) Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Normal Hasil Nilai Normal
Darah Rutin Na 144 mmol/ L 134 -145 mmol/L
Hemoglobin 12,6 g/dL (L) 14.0 - 18.0 g/dL K 4,2 mmol/L 3.5 – 5.5 mmol/L
Hematokrit 44.1% (L) 42.0 - 52.0 % Cl 105 mmol/L 97 – 107 mmol/L
Leukosit 8,95 x 103 /mm3 4.80 - 10.80 x 103 /mm3 Hemostasis
Eritrosit 4,50 x 106 /mm3 (L) 4.70 - 6.10 x 103 /mm3 PT 16,1 detik 11.6 – 14.5 detik
Trombosit 192 x 103 /mm3 (H) 150 – 450 x 103 /mm3 APTT 26,2 detik 28.6 – 42.2 detik
MCV 84.9 fl 79.0 - 99.0 fl Kimia Klinik
MCH 28.0 pg 27.0 - 31.0 pg Albumin 4,2 g/dL 3.4 – 4.8 g/dl
MCHC 33.0 g/dl 33.0 - 37.0 g/dl AST 17 U/L 10 – 40 U/L
Differential count ALT 10 U/L 10 – 40 U/L
Basofil 0,4 % 0 – 1% GDS 77 mg/dL < 100 mg/dL:
Eosinofil 1,9 % 1.0 - 3.0 % bukan DM
Neutrofil 73,1 % (H) 40.0 – 70.0 % 100-199 mg/dL:
Limfosit 17,3 % (L) 20.0 – 40.0 % belum pasti DM
Monosit 7,3 % 2.0 – 8.0% >200 mg/dL: DM
THORAX

Interpretasi:

Airway normal, trakea berada di tengah


Bone : No discontinuity
Cardiac : Normal ( CTR<50%)
Diaphragma : Normal
Field of the Lung : Normal
CT Scan 3D kepala

Interpretasi:

Kesan : Terdapat diskontinuitas dari tulang


os nasal, os zygoma dextra dan sinistra
kesan Lefort II disertai farktur simfisis
mandibula
CT Scan kepala
CT Scan kepala
Interpretasi:
Soft Tissue : Tidak tampak hematom
Bone : Tidak tampak diskontinuitas tulang
Brain Parenchyma : Tidak tampak lesi hipo/hiperdens
dikedua hemisfer cerebri
Sulcus dan gyrus : Menyempit
Ventrikel : lateralis bilateral, III dan IV tidak
melebar atau menyempit
Midline shift : Tidak tampak midline shift
Cisterna : Normal

Kesan:
Edem cerebri
Diagnosa Akhir
 Closed fracture Maxilla Billateral
 Closed fracture Zygoma Dextra
 Closed fracture Nasal
 Closed fracture Simfisis Mandibula
 Vulnus laceratum at regio Lower Face
TREATMENT

• IVFD RL 20 tpm
• Ketorolac 3 x 30 mg amp iv Terapi Operatif :
• Omeprazol 2 x 40 mg vial Rekonstruksi
• Ranitidin 2 x 50mg Maksilofacial
BAB VI
Pembahasan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 21 tahun datang dengan keluhan nyeri
pada wajah 4 hari setelah kecelakaan lalu lintas. Pada pemeriksaan mini neurologis,
didapatkan GCS15 (E4V5M6), pupil isokor dengan diameter 2 mm kiri dan kanan, refleks
cahaya positif di kedua mata dan tidak ditemukan tanda-tanda laserasi serta kelemahan
motorik. Telah dilakukan pemeriksaan awal (primary survey) dengan hasil pemeriksaan
airway clear dan tidak terdapat gangguan terhadap ventilasi pasien, tidak ditemukan
tanda syok hipovolemik pada pasien dan diberikan IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, tidak
terdapat gangguan neurologis, dan pasien tidak hipotermi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan primary survey, dilakukan secondary survey meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pasien datang dengan nyeri pada wajah sejak 4 hari SMRS pasca kecelakaan lalu
lintas. Mekanisme trauma, Pasien sedang mengendarai sepeda motor sendiri, lalu tiba tiba pasien
tidak sengaja menabrak lubang dan membuat pasien terjatuh, sehingga wajahnya membentur aspal.
Pasien menggunakan helm saat kejadian. Setelah kejadian, tidak ada penurunan kesadaran ataupun
muntah, pasien mengeluhkan nyeri pada wajahnya dan rahangnya, nyeri meningkat saat pasien
mencoba membuka mulut. Terdapat luka robek di rahang sebelah kanan, perdarahan aktif (-). Tidak
ditemukan perdarahan dari hidung dan mulut. Pasien lalu di bawa ke RS Syafira, dilakukan
penanganan awal dan pemeriksaan CT Scan, didapati adanya patah di wajahnya, pasien dirawat di
IGD RS Syafira selama 4 hari. Kemudian dikarenakan alasan fasilitas, pasien dirujuk ke RSUD Arifin
Achmad untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit


yang menurun. Dilakukan pemeriksaan CT Scan tanpa kontras dan didapatkan hasil berupa terdapat
adanya penyempitan sulcus dan gyrus dengan kesan edem cerebri serta didapatkan adanya
diskontinuitas pada tulang wajah.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa non farmakologis, farmakologis dan terapi
operatif. Terapi non farmakologis berupa pemberian IVFD RL 20 tpm, bed rest, head up 30 0. Terapi
farmakologis ketorolac, ranitidin, ceftriaxon dan anti tetanus. Pada pasien ini dilakukan operasi
rekonstruksi facial bone.
BAB V
Kesimpulan
Trauma maksilofasial adalah trauma yang
melibatkan struktur dari jaringan lunak dan
keras pada daerah wajah dan rongga mulut,
meliputi gigi dan struktur vital dari kepala dan Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya

leher yang dapat menyebabkan morbiditas fraktur maksilofasial diantaranya seperti

yang signifikan dengan masalah fungsional terjatuh, kecelakaan lalu lintas, penyerangan,

dan estetika. cedera olahraga, cedera kerja, dan penyebab


lainnya
Tatalaksana kegawatdaruratan pada fraktur
akibat trauma maksilofasial terdiri dari
primary survey yaitu ABCDE dan secondary
Diagnosis fraktur maksilofasial ditegakkan
survey yaitu AMPLE.
berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Tujuan dari terapi fraktur adalah untuk
mengembalikan anatomi dan fungsi dari tulang dan
jaringan lunak dalam waktu yang singkat dengan
resiko yang paling kecil. Terapi fraktur harus
dilakukan sedini mungkin untuk mendapatkan hasil
yang maksimal
Daftar Pustaka
1. McGoldrick DM, Fragoso-Iñiguez M, Lawrence T, McMillan K. Maxillofacial injuries in patients with major trauma. Br J Oral Maxillofac Surg. 2018;56(6):496–500.
2. Possebon AP da R, Granke G, Faot F, Pinto L de R, Leite FRM, Torriani MA. Etiology, diagnosis, and demographic analysis of maxillofacial trauma in elderly persons: A 10-year
investigation. J Cranio-Maxillofacial Surg. 2017;45(12):1921–6.
3. Vujcich N, Gebauer D. Current and evolving trends in the management of facial fractures. Aust Dent J. 2018;63:S35–47.
4. Miguens-Jr SAQ, Borges TS, Dietrich LAB, Oliveira MC, Hernandez PAG, Kramer PF. A retrospective study of oral and maxillofacial injuries in an emergency hospital in southern
Brazil. Pesqui Bras Odontopediatria Clin Integr. 2016;16(1):339–50.
5. Assiri ZA, Salma RG, Almajid EA, Alfadhel AK. Retrospective radiological evaluation to study the prevalence and pattern of maxillofacial fracture among Military personal at
Prince Sultan Military Medical City [PSMMC], Riyadh: An institutional study. Saudi Dent J [Internet]. 2020;32(5):242–9. Available from: https://doi.org/10.1016/j.sdentj.2019.09.005
6. Mathog RH, Toma V, Clayman L, Wolf S. Nonunion of the mandible: An analysis of contributing factors. J Oral Maxillofac Surg. 2000;58(7):746–52.
7. Pandey S, Roychoudhury A, Bhutia O, Singhal M, Sagar S, Pandey RM. Study of the Pattern of Maxillofacial Fractures Seen at a Tertiary Care Hospital in North India. J
Maxillofac Oral Surg. 2015;14(1):32–9.
8. Suman Saini, Swati Singhal SP. Airway management in maxillofacial trauma. Dep Anesthesiol Crit Care. 2018;34(3):46–50.
9. Richard A. Hopper, MD Shahram Salemy, MD Raymond W. Sze M. Diagnosis of Midface Fractures with CT: What the Surgeon Needs to Know. Oxid Met. 1999;52(3):209–23.
10. Tiwana PS, Kushner GM, Haug RH. Maxillary Sinus Augmentation. Dent Clin North Am. 2006;50(3):409–24.
11. Garg RK, Afifi AM, Gassner J, Hartman MJ, Leverson G, King TW, et al. A novel classification of frontal bone fractures: The prognostic significance of vertical fracture trajectory
and skull base extension. J Plast Reconstr Aesthetic Surg [Internet]. 2015;68(5):645–53. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.bjps.2015.02.021
12. Juwita N, Zulfikar W, Restuastuti T. Gambaran Penderita Fraktur Maksilofasial di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2009-desember 2011. J Ilmu Kedokt.
2017;5(2):101.
13. Arosarena OA, Fritsch TA, Hsueh Y, Aynehchi B, Haug R. Maxillofacial injuries and violence against women. Arch Facial Plast Surg. 2009;11(1):48–52.
14. Bonavolontà P, Dell’aversana Orabona G, Abbate V, Vaira LA, Lo Faro C, Petrocelli M, et al. The epidemiological analysis of maxillofacial fractures in Italy: The experience of a
single tertiary center with 1720 patients. J
Cranio-Maxillofacial Surg. 2017;45(8):1319–26.
15. Passi D, Malkunje L, Atri M, Chahal D, Kumar Singh T. Newer Proposed Classification of Mandibular Fractures: A Critical Review with Recent Updates. Ann Med Heal Sci Res.
2017;7(1):314–8.
16. Sharoon Henry, Karen Brasel RMS. Advanced Trauma Life Support (ATLS). American College Of Surgeon. 2022. 19–24 p.
17. Neff A, Cornelius CP, Rasse M, Torre DD, Audigé L. The comprehensive AOCMF classification system: Condylar process fractures - Level 3 tutorial. Craniomaxillofacial Trauma
Reconstr. 2014;7(7):S44–58.
18. Fonseca R, Walker R, Barber HD, Powers M FD. Oral & maxillofacial trauma. Vol. 214, British Dental Journal. Nature Publishing Group; 2013. 480 p.
19. Saleh E. Fraktur Maksila dan Tulang Wajah sebagai Akibat Trauma Kepala. Semin Handayani Dent. 2016;1–25.
20. Mendonca D, Kenkere D. Avoiding occlusal derangement in facial fractures: An evidence based approach. Indian J Plast Surg. 2013;46(2):215–20.
Terimakasih
Mohon arahan dan bimbingan Dokter.

Anda mungkin juga menyukai