● Komplikasi: ruptur, infeksi, hipertensi angiotensin-dependent akibat lanjut, seperti MRI dengan follow up pada bulan ke 3, 6 dan 12,
atau dilakukan FNA B untuk menentukan keganasan. Apabila tidak
kompresi jaringan renal sekitarnya, namun jarang terjadi
yakin, dapat dilakukan intervensi bedah.
Semua kista kategori 4 harus dioperasi.
Hidronefrosis
● Hidronefrosis adalah kondisi di mana terjadi pembengkakan ginjal
akibat penumpukan urin.
● Kondisi ini terjadi ketika urin tidak dapat terdrainase dengan
lancar dari ginjal menuju vesica urinaria akibat obstruksi.
Hidronefrosis dapat terjadi pada salah satu atau kedua ginjal. Ketika
terjadi bersamaan dengan dilatasi ureter, disebut dengan
hidroureteronefrosis.
● Diagnosis menggunakan modalitas pencitraan seperti CT scan,
intravenous urography, dan USG.
● Grading dari hidronefrosis didasarkan pada seberapa ginjal
terdilatasi, dan jumlah parenkim ginjal yang terlihat.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Pasien
N ama : N y. AC
: 49 tahun
Umur : Perempuan
Jenis kelamin : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan : Islam
Agama : Tinjomoyo, Banyumanik, Semarang, Jawa
Tengah
Alamat
: C766015
N o. C M
II. Data Dasar (Evaluasi Anestesi
Preoperatif)
1. Anamnesis (Autoanamnesis dengan pasien di
R4A)
Keluhan utama : Perut
membesar
Riwayat Penyakit Sekarang
: perut terasa sebah (+) dan pasien merasa sesak jika tidur terlentang lama.
Pasien mengeluh perut membesar sejak 8 bulan SMRS,
Tidak didapatkan riwayat penurunan berat badan, nyeri perut, dan mual muntah. Tidak ada gangguan BAB dan BAK.
● Opasitas triangular
disertai infiltrat dan
fibrosis pada lapangan
paru kanan
dd/ atelektasis, TB paru
II. Data Dasar (Evaluasi Anestesi
Preoperatif)
d. MSCT Abdomen (29 Sept
2020)
II. Data Dasar (Evaluasi Anestesi
Preoperatif)
d. MSCT Abdomen (29 Sept 2020)
● Kista endometriosis Pro SOU+FS
● Massa kistik dengan multipel septasi dan area solid di dalamnya pada cavum abdomen – cavum pelvis (ukuran ± CC
30.91 x LL 29.87 x AP 21.02 cm) yang tampak menempel dengan struktur uterus dan aspek superior vesica urinaria
disertai pendesakan struktur bowel di sekitarnya ke lateral dan pankreas ke posterior → cenderung berasal dari
ovarium
● Massa solid inhomogen dengan kalsifikasi di dindingnya pada cavum pelvis yang tampak menempel dan sulit
dipisahkan dengan corpus uteri aspek anterior (ukuran ± CC 4.87 x LL 5.35 x AP 4.53 cm)
→ DD/ massa ovarium, calcified myoma uteri
● Limfadenopati pada paraorta (ukuran ± 1.2 x 0.7 cm)
● Mild hepatomegaly, tak tampak nodul
● Mild hidronefrosis kanan
● Simple cyst pada ginjal kanan (ukuran ± 0.73 x 0.76 cm, mid pole) dan multiple cyst pada ginjal kiri (ukuran terbesar ±
1.35 x 1.09 cm, upper pole)
● Ascites
III. IV. Rencana Tindakan
Diagnosis
● Kista ovarium kistik Operatif
● Kista ginjal Salpingooophorectomy Unilateral + Bagian
● Kista ginjal
Obat maintenance :
● Sevoflurane 1 M AC
● Rocuronium 40 mg setelah ascites dikeluarkan
● Bupivacain epidural untuk analgetik durante
operasi
Monitoring selama anestesi
V. Tindakan
Anestesi
Lama operasi : 210 Post Operatif
menit ● KU : sedang, C M
● HR : 78x / menit
Lama anestesi : 240 ● RR : 18 x/menit
menit
Cairan masuk : RL 2000 cc, N aCl 0.9% 1500 ● TD : 125/85 mmhg
cc,
● SpO2: 99%
Gelofusine 1000 cc, PRC 2 kolf
● Post op ke ruang rawat
Cairan keluar : Perdarahan 2000 cc,
Analgetik:
cairan tumor 3500 cc, urin
● Bupivacaine epidural 0.125% kecepatan 3 cc/jam via kateter
300 cc
epidural via SP
● M etoclopramide 10 mg /8 jam IV
● Ketorolac 30 mg/8 jam IV
● Paracetamol tab 1000 mg /8 jam PO
BAB IV
PEMBAHASAN
Pre
Operasi
● Dilakukan tindakan bilateral slphingo-oophorectomy dan frozen section atas indikasi nodul ovarium kistik
dengan menggunakan kombinasi anestesi umum dan anestesi epidural.
● Anestesi epidural dipilih karena tindakan operatif berada di daerah pelvis.
● Pada evaluasi pre operasi, tidak ditemukan adanya kontra indikasi diberikannya anestesi epidural.
● Anestesi umum digunakan untuk menciptakan kondisi tenang pada pasien, dan untuk menghambat rasa
nyeri di luar dari regio yang dihambat oleh efek anestesi epidural.
● Keuntungan anestesi epidural: relatif lebih aman, risiko sistemik minimal, memerlukan dosis obat yang
relatif lebih sedikit, dan komplikasi lebih ringan.
● Premedikasi pada pasien diberikan midazolam 3 mg agar pasien tidak cemas saat dilakukannya prosedur
operasi. Selain itu midazolam juga memberikan efek amnesia antero-grad selama operasi berlangsung.
Induksi
Anestesi
● Obat anestesi epidural: bupivacain isobarik
○ Bupivacain diinjeksikan setinggi vertebrae lumbal 2-3 dengan posisi
pasien duduk fleksi untuk membantu identifikasi processus spinosus dan
memperlebar celah intervertebra.
○ Bupivacain dipilih karena memiliki durasi kerja yang panjang dan efek
anelgesi yang kuat.
○ Obat bupivacain sebanyak 12 cc dapat menghambat nyeri dari lokasi
suntikan yaitu L2-3 hingga T10.
○ Sebelum penyuntikan bupivakain, dilakukan anestesi infiltrasi agar pasien
tidak merasakan nyeri saat pemasangan kateter, dan untuk
menimbulkan vasokonstriksi agar obat bupivakain tidak masuk ke
pembuluh darah.
Induksi
Anestesi
● Anestesi umum diberikan sesuai prinsip balans anestesi (sedasi, analgesi dan relaksasi)
○ Diberikan agar jika terjadi insisi diatas T10, pasien tidak merasakan nyeri.
○ Obat anestesi yang diberikan meliputi obat inhalasi dan injeksi.
○ Efek sedasi: Propofol 150 mg / cc karena onsetnya cepat dan untuk membantu depresi sistem respirasi
agar respirasi dapat dikendalikan.
○ Ketamin tidak menjadi pilihan karena dapat meningkatkan tonus otot dan hal tersebut dapat menggaggu
kerja operator karena kontraksi dari organ gastrointestinal.
○ Efek analgesi: Fentanyl 100 mcg/cc karena kekuatannya jauh lebih kuat dibandingkan Morfin dan
Pethidin. Nyeri yang ditimbulkan akibat insisi di bagian abdomen dapat mencapai VAS 10 sehingga
dibutuhkan analgesi yang sangat kuat. Fentanyl juga memiliki durasi kerja yang panjang.
○ Efek pelumpuh otot: rocuronium bromide 10 mg / cc karena mengalami eliminasi di hepar, dan sebagian
kecil di ginjal.
○ Atracurium tidak digunakan karena dapat menimbulkan histamine release yang dapat menyebabkan syok
anafilaktik. Suksinil kolin tidak menjadi pilihan karena dapat memanjang efeknya pada penderita penyakit
hepar, dan durasi kerjanya yang sangat singkat yaitu 3-8 menit.
Fase
M aintenance
● Maintanance efek sedasi digunakan anestesi inhalasi: Sevofluran 2% dengan oksigenasi 3 lpm karena lebih nyaman
digunakan daripada Isofluran.
● Sevofluran berbau harum dan tidak iritatif pada jalan nafas. Sevofluran dapat berpotensiasi dengan pelumpuh otot.
Meskipun sevofluran menurunkan aliran darah portal, tetapi meningkatkan aliran darah a. hepatica sehingga
mempertahankan total aliran dan kebutuhan oksigen hepar.
● Pemberian terapi cairan disesuaikan berdasarkan kebutuhan cairan dan kehilangan cairan pada waktu puasa,
pembedahan, dan perdarahan.
● Proses pembedahan pada kasus ini tergolong derajat operasi berat. Sebelum operasi, pasien diminta puasa selama 6
jam.
● Jumlah cairan yang dibutuhkan pada operasi yang berlangsung selama kurang lebih 240 menit dengan jumlah
perdarahan sekitar 2000 cc, cairan tumor 3500 cc, dan urin 300 cc. Terapi cairan yang diberikan adalah RL 2000 cc,
NaCl 1500 cc, dan Gelofusine 1000 cc.
● Anestesi epidural durante operasi: bupivacaine.
● Bupivacaine merupakan anestetik lokal yang bekerja dengan memblokade inisiasi dan konduksi impuls saraf yang
mengurangi permeabilitas membrane neuronal ke ion natrium, sehingga mengakibatkan penghambatan depolarisasi
tanpa blockade konduksi. Bupivacaine juga memiliki onset kerja yang cepat dengan durasi yang cukup lama.
Pasca Operasi
● Untuk analgetik post operasi memanfaatkan multimodal analgesia → gabungan beberapa agen analgesik
yang bekerja pada reseptor nyeri yang berbeda, dengan dosis yang lebih sedikit, namun dapat mencapai
efek yang diinginkan.
● Pada pasien ini diberikan kombinasi bupivacaine epidural, ketorolac, dan paracetamol.
● Pasien juga diberikan anti emetik: metoclopramide untuk menghindari post operative nausea and/or
vomitting (PONV). Metoclopramide bekerja dengan menghambat substansi natural (dopamine), sehingga
mempercepat pengosongan perut dan pergerakan usus atas.
● Evaluasi fungsi respirasi sangat direkomendasikan, karena dapat terjadi depresi napas akibat massa.
● Penyebab lain dari ventilasi tidak adekuat pasca operasi: obat opioid, obat pelumpuh otot, dan nyeri pasca
operasi. Pada kasus ini nyeri pasca operasi dapat teratasi dengan penggunaan kombinasi analgesia sistemik
dan pemasangan kateter epidural.
● Setelah anestesi selesai dan KU dan TV baik, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan
pasien dimonitor TTVnya, dan dilakukan penilaian Aldrette score. Jika skor lebih dari sama dengan 8 pasien
boleh keluar dari ruang pemulihan.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien perempuan 49 tahun, dengan diagnosis post Salpingoooforectomy Unilateral dan
Frozen Section atas indikasi Neoplasma Ovarium Kistik dengan General Anestesi Intubasi
Endotrakeal dan Epidural ASA II.
Problem actual perioperative pada pasien ini adalah: Neoplasma ovarium kistik, ascites, trombositosis, mild hepatomegali, mild
hidronefrosis, kista ginjal, infiltrat dan fibrosis paru kanan.
Pada saat induksi anestesi, untuk mencegah resiko regurgitasi-aspirasi dilakukan persiapan puasa, H2 blocker, serta dilakukan
Sellick Manouver. Induksi dilakukan dengan memperhatikan resiko terjadinya penurunan cardiac output dan hilangnya nadi
secara mendadak. Volume intravaskuler telah tercukupi sebelum memulai induksi.
Selama durante operasi dan anestesi tidak terjadi komplikasi. Keseimbangan cairan dan pemberian obat anestesi yang tepat
menjadi fokus utama dalam keberhasilan operasi ini. Pasca operasi pasien dimonitoring di ruang pemulihan, sebelum kembali
ke ruang perawatan.
Pada akhir anestesia, untuk menghindari hipoksia difusi, diberikan O2 100% selama 5-10 menit. Diberikan juga analgesia
multimodal untuk mengurangi nyeri pasca operatif. Terdapat risiko terjadi disfungsi pulmonal pada kasus dengan massa
intraabdomen yang besar.
Terima
Kasih