Anda di halaman 1dari 26

KLB CAMPAK

OLEH KELOMPOK 3 :

SENDRA OKTA FERNANDO (2228021005)


IKA NOVIANNA WARDANI (2228021019)
DIANA HELEN CANTIKA (2228021010)
MERRIS HARTATI SORMIN (2228021011)
SANDRA LUCIANA (2228021017)
CAMPAK, MEASLES Mata merah, berair,
foto fobia

Penyebab
• Virus RNA dari
genus Morbilli dari
keluarga
Paramyxoviridae.
• Virus tersebut
mudah mati karena
panas dan cahaya
Ruam
makulopapular Keluar cairan dari
Pilek,
coriza telinga
Campak merupakan penyakit sangat menular yang
disebabkan oleh virus dan dapat mengakibatkan kematian.
Kematian pada campak sebagian besar disebabkan oleh
komplikasi diantaranya diare, pneumonia, dan ensefalitis.
Indonesia termasuk ke dalam 10 Negara dengan jumlah kasus
campak terbesar didunia. (Global MR Initiative.org, 2016)
Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan
gejala akibat infeksi virus rubella selama kehamilan. Virus rubella
termasuk dalam famili togaviridae dengan genus rubivirus. Risiko infeksi
dan cacat kongenital paling besar terjadi selama trimester pertama
kehamilan. Bayi dengan CRS biasanya menunjukkan satu atau lebih gejala
berupa gangguan pendengaran, kelainan mata, kelainan jantung, retardasi
mental dan cacat seumur hidup lainnya. Gangguan pendengaran adalah
kelainan tunggal yang paling sering. (WHO Weekly Epidemiological
Record, No. 29, 2011, 301-316)
Virus rubella ditularkan melalui droplet saluran pernapasan saat batuk
atau bersin. Bayi dengan CRS masih dapat mengekskresi virus rubella melalui
urin dan sekret nasofaring sampai usia 27 bulan, namun sebagian besar sudah
habis sebelum usia 1 tahun (WHO, 2011).
Pada tahun 2016, sebanyak 152 negara telah mengintegrasikan imunisasi
rubella ke dalam program imunisasi rutin. Vaksin yang tersedia saat ini pada
program imunisasi rutin di Indonesia adalah Measles Rubella (MR) yang
diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan kelas 1 SD/Madrasah/ Sederajat.
Cakupan imunisasi rutin MR harus tinggi yaitu minimal 95% dan merata agar
terbentuk kekebalan kelompok sehingga kelompok usia lainnya, termasuk ibu
hamil pun turut terlindungi. Pemberian satu dosis imunisasi rubella dapat
memberikan kekebalan serupa dengan infeksi rubella secara alamiah, yaitu
diasumsikan akan bertahan seumur hidup (WHO Fact Sheet 2018)
Cara penularan
• Melalui droplet yang keluar dari hidung, mulut
atau tenggorokan orang yang terinfeksi virus
campak pada saat bicara, batuk, bersin atau
melalui sekresi hidung.
• Masa penularan: 4 hari sebelum timbul rash (ruam
kulit) sampai dengan 4 hari setelah timbul rash.
• Puncak penularan pada saat gejala awal (fase
prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.

Masa inkubasi
7 – 18 hari, rata-rata 10 hari
Perjalanan penyakit Campak
Gejala klinis
• Demam (> 38o C selama 3 hari atau lebih)
dengan salah satu atau lebih gejala batuk,
pilek, mata merah atau berair
• Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai
dari belakang telinga berbentuk
makulopapular selama 3 hari atau lebih, 4-
7 hari kemudian menyebar ke seluruh
tubuh
• Tanda khas (patognomonis) ditemukan
Koplik’s spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam
(mucosa bucal)
• Ruam setelah 7 – 30 hari akan berubah
menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan
disertai kulit bersisik.
• Sebagian besar penderita campak akan
sembuh tanpa pengobatan
Komplikasi Untuk mendukung upaya
• Komplikasi sering terjadi Eliminasi Campak-Rubella
pada anak usia < 5 tahun: (sindrom rubella
diare, ulkus mukosa mulut, kongenital=CRS)
malnutrisi, otitis media, Setiap ditemukan kasus
kebutaan, pneumonia, suspek campak yaitu
ensefalitis, subacute setiap orang dari berbagai
sclerosing panencephalitis usia yang mengalami
(SSPE). demam dan ruam
• Kasus campak pada makulopapular harus
penderita dilaporkan dan diambil
malnutrisi/defisiensi spesimen serumnya untuk
vitamin A/defisiensi imun diperiksa serologi
(HIV) 🡺 komplikasi berat campak/rubella di
atau fatal. laboratorium
Tata Laksana Campak

ANTIVIRAL VIT A DOSIS


tidak perlu TINGGI
100.000 U, oral (usia 6
TERAPI SUPORTIF ANTIBIOTIK bln-1 th)
Diberikan apabila 200.000 U, oral (usia
istirahat, terdapat infeksi >1th),
antipiretik, bakteri sekunder diulangi pada hari ke-2
nutrisi dan dan jika gizi buruk /
komplikasi mata
hidrasi, diulang 2 minggu
simptomatik kemudian
Algoritma Klasifikasi Kasus
CRS
Mekanisme respon kekebalan pada CRS berbeda dengan yang
terjadi pada rubella atau penyakit virus lain. Saat dilahirkan
serum bayi dengan CRS mengandung IgG spesifik yang dibawa
dari ibunya disamping antibodi IgG dan IgM yang dibentuk dari
tubuhnya sendiri. IgG spesifik rubella maternal ini juga bisa
ditemukan pada bayi normal yang dilahirkan dari ibu yang telah
kebal terhadap rubella. Karenanya, untuk mendiagnosis infeksi
rubella congenital pada bayi, dipakai IgM spesifik rubella.
Produksi IgM oleh bayi paling cepat timbul pada trimester
kedua saat usia kehamilan 20 minggu (Murray 2007). Pada bayi
dengan CRS, IgM spesifik rubella bisa dideteksi hampir 100%
pada umur 0 – 5 bulan; sekitar 60% pada umur 6 – 12 bulan; dan
sekitar 40% pada umur 12 – 18 bulan; IgM jarang terdeteksi lagi
bila anak telah berusia 18 bulan atau lebih (Chantler et al. 1982).
Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi Usia < 6 Bulan

*Sangat dicurigai CRS bila :


-Ibu penderita pernah terinfeksi rubela selama kehamilan
(klinis atau lab positif)
-Ibu penderita pernah kontak dg penderita rubela selama
kehamilan
-Dokter meyakini sebagai rubela
Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi Usia 6 - <12 bulan

Bayi berusia 6 - <12 bulan dengan hasil IgM negatif


(IgM -) dan IgG positif (IgG +) harus dilakukan
pemeriksaan IgG kedua dengan jarak minimal 1 bulan
Pelaksanaan Surveilans CRS
1. Penemuan kasus
2. Tata Laksana Surveilans CRS
Semua suspek CRS akan dilakukan tata laksana surveilans CRS
yang meliputi :
• Dokter yang pertama menemukan kasus melakukan :

1) Pencatatan pada form CRS1


2) Mengambil spesimen darah 1 cc (merujuk ke laboratorium
RS)
3) Melakukan pemeriksaan adanya kelainan pada jantung, mata,
THT atau kelainan minor lainnya (konsultasi kasus ke
divisi/KSM Anak, THT dan Mata)
4) Menghubungi Koordinator Data dan atau Koordinator Tim
CRS RS
• Koordinator data melakukan :

1) Memastikan kasus telah diperiksa di setiap divisi Anak, THT


dan Mata
2) Memastikan form CRS1 telah dilengkapi
3) Memastikan kasus telah diambil spesimen serum
4) Memastikan spesimen serum telah diperiksa serologi di
laboratorium RS (jika laboratorium RS telah terakreditasi)
5) Berkoordinasi dengan petugas surveilans PD3I provinsi untuk
pengiriman spesimen serum ke laboratorium nasional campak-
rubella (jika belum diperiksa di laboratorium RS) dan
pengambilan dan pemeriksaan spesimen darah kedua (jika
diperlukan)
6) Pelaporan menggunakan web PD3I atau form list CRS1
7) Berkoordinasi dengan Koordinator Tim CRS RS untuk
Klasifikasi kasus
8) Pengolahan dan analisa data
Setiap suspek CRS dilakukan tata laksana surveilans CRS

Diagram Alur Pelaksanaan Surveilans CRS di RS


Definisi Operasional KLB Campak-Rubela
• KLB Suspek Campak-Rubela
Adanya lima (5) atau lebih kasus suspek campak-rubela dalam waktu
empat (4) minggu berturut-turut dan ada hubungan epidemiologi.

• KLB Campak Pasti


Apabila hasil pemeriksaan laboratorium minimum dua (2) spesimen
positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada KLB suspek
campak-rubela atau hasil pemeriksaan kasus pada CBMS ditemukan
minimum dua (2) spesimen positif IgM campak dan ada hubungan
epidemiologi.

• KLB Rubela Pasti


Apabila hasil pemeriksaan laboratorium minimum dua (2) spesimen
positif IgM rubela dari hasil pemeriksaan kasus pada KLB suspek
campak-rubela atau hasil pemeriksaan kasus pada CBMS ditemukan
minimum dua (2) spesimen positif IgM rubela dan ada hubungan
epidemiologi.

KLB dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan kasus baru dalam waktu dua (2) kali
masa inkubasi atau rata-rata satu (1) bulan setelah kasus terakhir
 Surveilans Aktif Rumah Sakit

 Surveilans Aktif RS bertujuan untuk mengantisipasi kasus CRS


yang lolos dari pemantauan, dengan melakukan pengecekan
tehadap register di unit yang berpotensi menemukan kasus.
- Lokasi pengamatan

Pengumpulan data Surveilans Aktif RS khusus CRS


dilakukan di semua bagian rumah sakit yang merawat anak berusia
<12 bulan, seperti: Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan
Anak; Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan Syaraf; Instalasi
NICU/PICU; Instalasi Rawat Darurat; dan Instalasi lainnya yang
merawat anak usia <12 bulan.
- Pelaksana

Surveilans Aktif RS dilaksanakan oleh:


◦ Petugas surveilans provinsi
◦ Koordinator data dan contact persons surveilans CRS RS.
Petugas surveilans provinsi berkewajiban melakukan review
register minimal 1 bulan sekali. Tanggung jawab pelaksanaan
Surveilans Aktif RS sepenuhnya berada di provinsi

- Frekuensi pengamatan/pengumpulan data


◦ Setiap bulan bagi petugas surveilans provinsi
◦ Setiap hari bagi koordinator data surveilans CRS RS.
Penulisan Laporan KLB
Pengolahan penyajian data – analisa interpretasi data

Setelah selesai melakukan penyelidikan KLB maka buat laporan tertulis tentang
hasil investigasi dan perkembangan KLB yang mencakup :
a. Latar Belakang yang mencakup riwayat KLB dan gambaran umum daerah
terserang (urban, rural, sarana pelayanan kesehatan, ketenagaan, status gizi
masyarakat secara umum).
b. Metodologi
c. Analisa kasus campak-rubela :
• Distribusi kasus menurut waktu, tempat dan orang
• Kurva epidemi kasus, pemetaan kasus, grafik kasus menurut kelompok
umur dan status imunisasi
• Attack rate menurut kelompok umur
• Attack rate perdesa
• Menghitung vaksin efikasi
d. Analisa pelaksanaan penyelenggaran imunisasi (manajemen, logistik,
cakupan)
e. Upaya yang sudah dilakukan seperti pengobatan, pemberian vitamin A,
penyuluhan maupun pemeriksaan laboratorium.
f. Laporan respon KLB
g. Kesimpulan dan rekomendasi
Pelaporan KLB
A. Laporan segera (W1) dalam waktu 1 x 24 jam dikirim secara
berjenjang dari Puskesmas ke Kabupaten/Kota ke Provinsi dan
kemudian ke PHEOC Kemenkes
B. Laporan akhir penyelidikan

Puskesmas :
1) Tim investigasi puskesmas terus memantau perkembangan KLB
sampai 2 kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan setelah
kasus terakhir, jika tidak ada kasus baru, maka KLB dinyatakan
berakhir.
2) Apabila ditemukan kasus baru maka diinformasikan ke Dinkes
Kab/Kota dan catat dalam formulir MR-01.
3) Laporan hasil investigasi yaitu formulir MR-01 dan MR-06 segera
dikirim ke Dinkes Kab/Kota setelah investigasi selesai dilaksanakan.
Kabupaten/Kota :
1) Data dari formulir MR-01 direkap ke dalam formulir MR-02,
kemudian direkap kembali ke formulir MR-05.
2) Laporan hasil investigasi (disertai dengan forum MR-01, form MR-05,
dan form MR-06) segera dikirim ke Dinkes Provinsi setelah investigasi
selesai dilaksanakan
3) Membuat laporan tertulis yang lengkap setelah KLB dinyatakan
berakhir (setelah 2 kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan
setelah kasus terakhir).

Provinsi :
1) Data dari formulir MR-02 direkap ke formulir MR-05
2) Laporan hasil investigasi (disertai dengan form MR-01, form MR-05
dan form MR-06) segera dikirim ke Pusat (melalui PHEOC dan
ditembuskan ke Subdit Surveilans dan Subdit Imunisasi) melalui WA
atau email
3) Membuat laporan tertulis yang lengkap setelah KLB dinyatakan
berakhir (setelah 2 kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan
setelah kasus terakhir).
Langkah-langkah Penanggulangan :

a. Tata laksana kasus


b. Lakukan komunikasi risiko kepada masyarakat dan para
pengambilan keputusan
c. Pelaksanaan Respon Imunisasi segera (Outbreak Response
Immunization/ORI) berdasarkan hasil kajian epidemiologi.

ORI dilakukan untuk menghentikan transmisi campak dan atau rubella


dengan cara meningkatkan kekebalan masyarakat terhadap kedua
penyakit tersebut sehingga KLB dapat ditanggulangi. ORI dilaksanakan
melalui dua strategi yaitu selektif dan massal.
a. ORI Selektif
Dilakukan apabila KLB terjadi di wilayah dengan resiko sedang
yaitu bila cakupan imunisasi >95% atau jumlah balita rentan belum
mendekati jumlah kohort bayi 1 tahun

b. ORI Massal
Dilakukan apabila KLB terjadi pada wilayah resiko tinggi, yaitu
daerah dengan pertimbangan sbb :
- Daerah dg cakupan imunisasi rendah (<95%) atau jumlah balita
rentan telah mendekati jumlah kohort bayi satu tahun
- Mobilitas penduduk tinggi
- Daerah rawan gizi
- Daerah pengungsi maupun daerah padat dan kumuh
Pencegahan
Strategi pencegahan dan pengendalian kanker serviks
meliputi

• Pencegahan primer dengan pemberian vaksinasi HPV


kepada gadis usia 9-13 tahun. Kepada kelompok
gadis dan remaja laki-laki diberikan penyuluhan
tentang bahaya rokok, pendidikan seks dan bagi anak
laki-laki dianjurkan dilakukan sirkumsisi

• Pencegahan sekunder bagi perempuan usia 30-49


tahun dengan pendekatan temukan secara dini dan
obati secara dini, mengingat vaksinasi tidak
melindungi terhadap semua tipe infeksi HPV
penyebab kanker

• Pencegahan tersier, dengan melakukan tindakan


terhadap kanker invasif semua umur.
CAMPAK
No Instansi Jumlah Jumlah
Kasus Sampel
1 Puskesmas Sumberjaya 0 0
2 Puskesmas Kebun Tebu 0 0
3 Puskesmas Gedung 0 0
Surian
4 Puskesmas Air Hitam 1 1
5 Puskesmas Fajar Bulan 1 1
6 Puskesmas Sekincau 4 3
7 Puskesmas Pagar Dewa 0 0
8 Puskesmas Batu Ketulis 2 1
No Instansi Jumlah Jumlah
Kasus Sampel
9 Puskesmas Kenali 1 1
10 Puskesmas Batu Brak 0 0
11 Puskesmas Srimulyo 1 1
12 Puskesmas Bandar 0 0
Negeri Suoh
13 Puskesmas Liwa 55 9
14 Puskesmas Buay 1 1
Nyerupa
15 Puskesmas Lombok 0 0
16 RSUD Alimuddin Umar 20 18

Jumlah Kabupaten 86 36

Anda mungkin juga menyukai