Anda di halaman 1dari 9

Yongki Barani Tarihoran

Mohamad Arief Nofiandri

Nandang Arian Kertapati


C2C023019

BAB 11
MELEPASKAN
DAN
MEMPERTAHANKAN
KARYAWAN
Latar Belakang
◦ Setiap organisasi harus memenuhi tantangan dalam mengelola karyawannya, baik
yang memiliki kinerja tinggi maupun berkinerja rendah.
◦ Umumnya, organisasi akan mempertahankan karyawan yang memiliki kinerja tinggi
dimana hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang memberikan bukti bahwa
dengan mempertahankan karyawan (dengan kinerja tinggi) dapat membantu
mempertahankan pelanggan serta mampu meningkatkan penjualan.
◦ Sebuah organisasi yang memiliki tingkat turnover rendah serta karyawan yang puas
(dengan pekerjaannya) cenderung memiliki kinerja lebih baik.
◦ Di sisi lain, organisasi harus bertindak ketika kinerja karyawan tidak melakukan
pekerjaannya secara konsisten.
◦ Pada Bab ini, akan dijelaskan langkah-langkah yang harus diambil ketika berkinerja
tinggi atau rendah.
Mengelola Voluntary dan
Involuntary Turnover
◦ Organisasi harus berusaha memastikan bahwa karyawan berkinerja baik ingin tetap
bersama organisasi dan sebaliknya, karyawan yang memiliki kinerja rendah secara kronis
didorong atau dipaksa untuk keluar.
◦ Voluntary Turnover merupakan pergantian yang diprakarsai oleh karyawan dimana
umumnya, organisasi lebih cenderung ingin mempertahankan karyawan tersebut.
◦ Sedangkan Involuntary Turnover merupakan pergantian yang diprakarsai oleh karyawan
dimana umumnya, karyawan itu sendiri yang memilih ingin bekerja tetap pada organisasi
tersebut.
◦ Baik Voluntary Turnover maupun Involuntary Turnover berisiko pada pengeluaran biaya
yang mahal, dimana ketika voluntary turnover terjadi seperti kebutuhan untuk merekrut,
memperkerjakan, dan melatih pengganti tentunya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Sebaliknya, Ketika involuntary turnover terjadi, dapat mengakibatkan tuntutan hukum atau
bahkan dapat terjadi kekerasan dalam organisasi.
Bagaimana karyawan menentukan apakah
organisasi memperlakukan mereka dengan adil
◦ Karyawan akan menarik kesimpulan terhadap keadilan dalam sebuah organisasi berdasarkan
hasil keputusan mengenai mereka, prosedur yang diterapkan oleh organisasi terhadap karyawan,
serta cara manajer memperlakukan karyawan ketika melaksanakan prosedur tersebut.
◦ Outcome fairness atau hasil keadilan merupakan penilaian bahwa konsekuensi yang diberikan
bersifat adil. Penerapannya bersifat konsisten, dapat diharapkan, serta sebanding dengan
signifikansi perilaku.
◦ Procedural justice atau keadilan prosedural merupakan penilaian bahwa metode yang digunakan
bersifat adil dalam menentukan konsekuensi yang diberikan. Prosedur yang diterapkan harus
bersifat konsisten, tidak bias, berdasarkan informasi yang akurat, dan dapat diperbaiki. Dalam
penerapannya, pertimbangan harus berdasarkan sudut pandang semua orang yang terlibat, serta
konsisten dengan standar etika yang berlaku.
◦ Interactional justice atau keadilan interaksional adalah sebuah penilaian bahwa organisasi
melakukan tindakannya dengan cara yang mengambil perasaan karyawan diperhitungkan —
misalnya, dengan mendengarkan karyawan dan memperlakukan karyawan dengan bermartabat.
Identifikasi persyaratan hukum untuk
karyawan yang disiplin.
◦ Karyawan yang disiplin tidak boleh mengakibatkan pemecatan yang salah, seperti
pemutusan hubungan kerja yang melanggar kontrak tersirat atau kebijakan publik
◦ Disiplin harus diberikan secara adil, tanpa diskriminasi
◦ Disiplin harus menghormati privasi individu karyawan. Pencarian dan pengawasan
harus untuk tujuan bisnis yang sah, dan karyawan harus tahu tentang dan
menyetujui mereka. Alasan di balik tindakan disipliner harus dibagikan hanya
dengan mereka yang perlu mengetahuinya.
◦ Ketika pemutusan hubungan kerja merupakan bagian dari penutupan pabrik,
karyawan harus menerima pemberitahuan yang diwajibkan secara hukum, jika
berlaku.
Cara Organisasi dalam Mendisplinkan
Karyawan Secara Adil
◦ Disiplin harus dilakukan dengan memberi peringatan dan memiliki konsekuensi yang
konsisten, objektif, dan segera.
◦ Suatu sistem yang dapat memenuhi persyaratan ini disebut dengan disiplin progresif
(progressive discipline), di mana aturan ditetapkan dan dikomunikasikan, dimana aturan
diberikan sesuai dengan konsekuensi pada setiap bentuk pelanggaran aturan organisasi.
◦ Umumnya, konsekuensi atau peringatan diberikan dimulai dari peringatan lisan melalui
peringatan tertulis, penangguhan, dan kemudian penghentian. Tindakan ini harus
didokumentasikan secara tertulis.
◦ Organisasi juga dapat menyelesaikan masalah melalui penyelesaian sengketa alternatif,
termasuk kebijakan pintu terbuka (opendoor policy), peer review, mediasi (mediation), dan
arbitrase (arbitration).
Cara Organisasi dalam Mendisplinkan
Karyawan Secara Adil
1. Opendoor Policy
 Berdasarkan harapan bahwa dua orang yang berkonflik pertama-tama harus mencoba untuk mencapai penyelesaian bersama,
organisasi memiliki kebijakan untuk membuat manajer tersedia untuk mendengar keluhan
 Kebijakan ini hanya bekerja sejauh karyawan mempercayai manajemen dan manajer yang mendengar keluhan mendengarkan
dan mampu bertindak.

2. Peer review
 Orang-orang yang berkonflik membawa konflik mereka ke panel yang terdiri dari perwakilan dari organisasi pada tingkat yang
sama dengan orang-orang yang bersengketa. Panel mendengar kasus ini dan mencoba membantu para pihak mencapai
penyelesaian. Untuk membentuk panel untuk mendengar perselisihan yang muncul, organisasi dapat menugaskan manajer ke
posisi di panel dan meminta karyawan memilih anggota panel nonmanajemen.

3. Mediation
 Pihak netral dari luar organisasi mendengar kasus ini dan mencoba membantu orang-orang yang berkonflik mencapai
penyelesaian. Prosesnya tidak mengikat, artinya mediator tidak dapat memaksakan solusi.

4. Arbitration
 Seorang arbiter profesional dari luar organisasi mendengar kasus ini dan menyelesaikannya dengan membuat keputusan.
Sebagian besar seorang arbiter adalah pengacara ketenagakerjaan berpengalaman atau pensiunan hakim. Karyawan dan
manajer sama-sama harus menerima keputusan orang ini.
Ketidakpuasan Kerja mempengaruhi
Perilaku Karyawan.
◦ Keadaan yang melibatkan sifat pekerjaan, supervisor dan rekan kerja, tingkat
gaji, atau disposisi karyawan sendiri dapat menghasilkan ketidakpuasan kerja
◦ Ketika karyawan menjadi tidak puas, mereka mungkin terlibat dalam
penarikan pekerjaan: perubahan perilaku, penarikan pekerjaan fisik, atau
penarikan pekerjaan secara psikologis.
◦ Perubahan perilaku berarti karyawan mencoba untuk membawa perubahan
dalam kebijakan dan personil melalui tindakan orang dalam atau melalui
whistle-blowing atau tuntutan hukum.
Bagaimana organisasi berkontribusi pada
kepuasan kerja karyawan serta kunci
mempertahankan karyawan
◦ Organisasi dapat mencoba mengidentifikasi dan memilih karyawan yang memiliki disposisi
pribadi yang terkait dengan kepuasan kerja.
◦ Mereka dapat membuat pekerjaan lebih kompleks dan bermakna — misalnya, melalui
pengayaan pekerjaan dan rotasi pekerjaan.
◦ Mereka dapat menggunakan metode seperti teknik analisis peran untuk membuat peran jelas
dan tepat.
◦ Mereka dapat memperkuat nilai-nilai bersama dan mendorong dukungan sosial di antara
karyawan
◦ Mereka dapat mencoba menetapkan tingkat gaji yang memuaskan dan berkomunikasi dengan
karyawan tentang struktur gaji dan kenaikan gaji.
◦ Memantau kepuasan kerja membantu organisasi mengidentifikasi tindakan mana yang paling
bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai