Anda di halaman 1dari 15

Al Hakim, Al Hukmu, Mahkum

Bihi dan Mahkum Alaih


Anggota Kelompok
5

Ghozam Nadine Raissa


Salma Putri
Muliawan Ramadhanti
Lestari
Solihin

Siti Fadilah Vicky Zarin Naira Vanri


Firmansyah
A. Hukum Syar’i
Syariat adalah segala aturan dari Allah yg berkaitan dengan amalan manusia yg harus
dipenuhi oleh manusia itu sendiri. Sedangkan segala hukum/aturan-aturan yg berasal
dan dibangsakan kepada syariat tersebut adalah hukum syar’i.

Ulama ushul fiqh membagi hukum syar’i menjadi 2:

1. Hukum Taklifi
Hukum taklifi ialah syar'i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukalaf) atau yang mengandung pilihan antara yang dikerjakan
dan ditinggalkan.
A) Ijab (Wajib) C) Tahrim (Haram)
Firman yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan Firman yang menuntut untuk tidak melakukan sesuatu
tuntutan pasti. Terdapat dalam firman Allah dalam surat Al- perbuatan dengan tuntutan yang pasti. Terdapat dalam firman
Baqarah (2): 43. Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3.

‫َو َأِقيُم وا الَّصلوَة َوَء اُتوْا الَّز َك وَة َو َأْر َك ُعوْا َم َع الَّر ِكِع يَن‬. ‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ُم اْلَم ْيَتُة َو الَّد ُم َو َلْح ُم اْلِخ نِزيِر‬

Artinya: Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
ruku'lah beserta orang-orang dan daging babi.

B) Nadb (Sunnah) D) Karahah (Makruh)


Firman Allah yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan Firman Allah yg menuntut untuk tidak melakukan sesuatu
perbuatan yang tidak pasti, tetapi hanya berupa anjuran untuk berbuat. perbuatan dengan tuntutan yg tidak pasti, tetapi hanya berupa
Terdapat pada Qs. Al-Baqarah (2): 282. anjuran untuk tidak berbuat. Dalam QS. Al-Maidah ayat 101.
‫يَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِإَذ ا َتَد اَينُتم ِبَد ْيِن ِإَلى َأَج ٍل ُّمَس ًّم ى َفَأْك ُتُبوًة‬
‫اَل َتْسَتُلوا َع ْن َأْش َياَء ِإن ُتْبَد َلُك ْم َتُس ْؤ ُك ْم‬
Artinya: Janganlah kamu menanyakan (kepada nabimu) hal²
Artinya: Hai orang² yg beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak yg jika diterangkan kepadamu niscaya menyusahkanmu.
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu
menuliskannya.

Firman Allah yang memberi kebebasan kepada mukalaf


untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah 235.

E) Ibahah (Mubah) ‫َو اَل ُج َناَح َع َلْيُك ْم ِفيَم ا َع َّرْض ُتم ِبِه ِم ْن ِخ ْطَبِة الِّنَس اِء‬

Artinya: Dan tidak ada dosa bagimu meminang wanita² itu


dengan sindiran.
2. Hukum Wadhi
Kata Wadh berasal dari bahasa Arab wadha`a, yang
dapat diartikan dengan penurunan, penjatuhan,
pukulan, pemalsuan, atau rekayasa, pengarangan
dan peletakan. Jika dilihat dari definisi hukum
syara, kata al wadh berarti peletakan atau diartikan
sebagai sesuatu dasar dalam hukum syara. Hukum
wadh’i adalah perintah Allah yang berkaitan dengan
penetapan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau
penghalang bagi yang lain.
C) Penghalang/Mani’
2. Hukum Wadhi Jenis hukum wadh'i lainnya adalah penghalang
atau mani'. Kendati seseorang dibebankan perkara
syariat, namun karena adanya penghalang, perkara
A) Sebab itu menjadi batal. Contohnya anak yang ingin
menerima tapi ia murtad, jadinya tidak bisa
diterima.
Secara definitif, sebab dalam hukum wadh'i adalah
tanda hingga lahirnya hukum Islam. Tanpa tanda
(sebab) itu, seorang mukalaf tidak dibebani hukum
syariat. Sebagai misal, tanda balig merupakan sebab
bagi kewajiban hukum Islam. D) Azimah
Suatu ibadah dalam kondisi azimah maksudnya
berada dalam hukum asli perkara tersebut. Hukum
B) Syarat asal yang belum berubah. Misalnya, hukum salat
lima waktu adalah wajib bagi seluruh mukalaf.
Suatu ibadah atau perkara syariat lazimnya Saking wajibnya, orang sehat dan sakit pun tetap
mewajibkan adanya syarat harus dipenuhi. Tanpa wajib salat
adanya syarat, perkara itu batal dan tak boleh
dikerjakan. Sebagai misal, saksi adalah syarat
sahnya pernikahan dan niat menjadi syarat sahnya.
E) Rukhsah
Keringanan sebagai pengecualian dari kondisi
azimah. Misal, seseorang haram memakan bangkai
atau daging babi. Namun, jika tidak ditemukan
makanan lain sehingga seseorang terancam mati
kelaparan, ia memperoleh rukhsah boleh memakan
bangkai atau daging babi.

F) Sah dan Batal


Suatu perkara syariat dianggap sah jika sesuai dengan
perintah syariat dan mendatangkan pahala di akhirat.
Apabila ibadah wajib sudah sah dilakukan,
kewajibannya gugur dan mukalaf terbebas dari
tanggung jawabnya. Apabila perkara syariat dianggap
batal, ibadah itu tidak mendatangkan pahala di akhirat.
3. Perbedaan Antara
Hukum Taklifi dengan
Hukum Wadh'i

a. Dari sudut pengertiannya, hukum taklifi adalah hukum Allah


yang berisi tuntutan untuk berbuat atau tidak berbuat suatu
perbuatan. Sedangkan hukum wadh'i tidak mengandung
tuntutan atau memberi pilihan, hanya menerangkan sebab atau
halangan (mani') suatu hukum, sah dan batal.

b. Dari sudut kemampuan mukalaf untuk memikulnya, hukum


taklifi selalu dalam kesanggupan mukalaf, baik dalam
mengerjakan atau meninggalkannya. Sedangkan hukum wadh'i
kadang-kadang dapat dikerjakan (disanggupi) oleh mukalaf dan
kadang-kadang tidak.
Pengertian al Hakim dan al Hukmu
Dalam kajian ushul fikig, pembahasan tentang hukum syara' ini meliuti unsur-unsur pencipta
hukum (al-hakim), hakikat hukum syara' (al-hukmu), objek atau peristiwa hukum (mahkum
fih), subyek hukum (mahkum 'alaih)

1. Al - Hakim
Para ulama sependapat, bahwa sumber hukum syari'at bagi semua perbuatan mukallaf
Allah SWT. Hukum hukum ini diberikan Allah adakalanya secara langsung beruppa
nash-nash yang diberikan kepada Rasul-Nya dan adakalannya dengan perantara
petunjuk yang diberikan kepada ulama' mujtahid untuk mengistimbathkan hukum
terhadap perbuatan mukallaf, dengan bantuan dalil-dalil dan tanda-tanda yang
disyari'atkan
2. Al-Hukmu
Hukum menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu
terhadap sesuatu. Definisi hukum secara istilah
menurut Muhammad Abu Zahra adalah, Hukum itu
adalah tuntutan syar'i (seruan) Allah Swt. Yang
berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baik
sifatnya mengandung perintah maupun larangan,
adanya pilihan atau adanya sesuatu yang dikaitkan
debgan sebab atau hal yang menghalangi adanya
sesuatu
2. Al-Hukmu

Memahami hukum-hukum syara' arakah kewajiban


bagiansetiap muslim. Hal ini karena hukum-hukum
syara' memuat aturan-aturan yang berkaitan dengan
perbuatan dan tingkah laku manusia dalam
kehidupan praktis mereka, baik berkaitan dengan
berbgaai perintah maupun larangan larangan yang
tidak boleh dilanggar.
3. Mahkum Bihi
Mahkum Bihi adalah perbuatan orang mukallaf tang berhubungan dengan hukum 3. Beban hukum (Taklif) tersebut
syara' atau yang dibebani hukum syara'
adalah hal yang mungkin terjadi,
Syarat-syarat Mahkum bihi karena diluar batas kemapuan
manusia
1. Hendaknya tuntutan perbuatan yang
dikenai hukum itu diketahui dengan jelas
dan pasti oleh orang mukallaf, sehingga ia
menunaikannya sesuai yang dituntut
4. Taklif tersebut jelas dan Mukallaf dapat
membedakan antara perbuatan- perbuatan tersebut
dengan yang lainya, supaya ditentukan niat
terhadap perbuatan tersebut bila hendak
2. Perbuatan yang dikenai hukum itu diketahui mengerjakannya.
oleh orang mukallaf bahwa beban hukum tersebut
berasal dari Allah, sehingga dalam
mengerjakannya ada kehendak dan rasa keinginan
untuk ta'at kepada Allah dan semata-mata untuk
mendapat keridhoaNya.
4. Mahkum Alaih

Mahkum Alaih ialah mukallaf yang perbuatannya berhubungan


dengan hukum syar'i. Yang di maksud dengan mahkum 'alaih adalah
mukallaf itu sendiri sedangkan perbuatannya dinamakan mahkum
bihi.

Tuntutan perbuatan tersebut ditujukan kepada orang mukallaf, dan


tidak ditujukan kepada anak kecil atau orang yang mengalami
gangguan jiwa. Tuntutan Allah selalu disesuaikan dengan kemampuan
manusia. Allah berfirman :

‫َال ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًس ا ِااَّل ُو ْس َعَها‬


Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya
Adapun kondisi manusia untuk melaksanakan hukum-
hukum Allah:

1. Tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk berbuat

2. Memiliki kemampuan untuk berbuat tapi belum sempurna

3. Memiliki kemampuan berbuat secara penuh dan sempurna


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai