Anda di halaman 1dari 73

ISLAM POLITIK

POLITIK ISLAM

Oleh Budhy Munawar-Rachman


Dosen STF Driyarkara
AGENDA

• Apa itu Islam politik ? Apa itu Politik Islam

Kedua pertanyaan ini juga menjawab pertanyaan: Apa makna politik


dan sejarahnya serta hakikat dari tujuan politik dalam Islam?
Tujuan politik dalam Islam itu secara implisit terkandung dalam
“Piagam Madinah”. Maka Adakah konsep negara Islam?
AGAMA DAN NEGARA

Pertumbuhan dan perkembangan Islam itu ada bersama dengan


pertumbuhan dan perkembangan sistem politik yang diilhaminya.

Sejak Rasulullah saw melakukan hijrah dari Makkah ke Yatsrib—yang


kemudian diubah namanya menjadi Madinah—hingga saat sekarang
ini dalam wujud sekurang-kurangnya Kerajaan Saudi Arabia dan
Republik Islam Iran, Islam menampilkan dirinya secara terkait sangat
erat dengan masalah kenegaraan. Sesungguhnya, secara umum,
keterkaitan antara agama dan negara, di masa lalu dan pada zaman
sekarang, bukanlah hal yang baru, apalagi hanya khas Islam.
AGAMA DAN NEGARA

Pembicaraan hubungan
antara agama dan negara
dalam Islam selalu terjadi
dalam suasana yang
stigmatis. Ini disebabkan:
pertama, hubungan
agama dan negara dalam
Islam adalah yang paling
mengesankan sepanjang
sejarah umat manusia.
AGAMA DAN NEGARA

Kedua, sepanjang sejarah, hubungan


antara kaum Muslim dan non-Muslim
Barat (Kristen Eropa) adalah hubungan
penuh ketegangan.
Dimulai dengan ekspansi militer-politik
Islam klasik yang sebagian besar memberi
kerugian Kristen (hampir seluruh Timur
Tengah, dulunya adalah kawasan Kristen,
malah pusatnya) dengan kulminasinya
berupa pembebasan Konstantinopel
(ibukota Eropa dan dunia Kristen saat itu).
Kemudian Perang Salib yang kalah-
menang silih berganti namun akhirnya
dimenangkan oleh Islam, lalu berkembang
dalam tatanan dunia yang dikuasai oleh
Barat imperialis-kolonialis dengan Dunia
Islam sebagai yang paling dirugikan.
AGAMA DAN NEGARA

Disebabkan hubungan antara Dunia Islam dan Barat yang traumatik


tersebut, lebih-lebih lagi karena dalam fasenya yang terakhir Dunia
Islam dalam posisi “kalah”, maka pembicaraan tentang Islam
berkenaan dengan pandangannya tentang negara berlangsung dalam
kepahitan menghadapi Barat sebagai “musuh”.

PSIKOLOGI RELASI ISLAM – BARAT


Islam lebih dekat
ke Timur atau Barat?
DUA MODEL: SAUDI ARABIA DAN
IRAN
• Pengalaman Islam zaman modern, yang begitu ironik tentang
hubungan antara agama dan negara dilambangkan sikap saling
menuduh dan menilai lainnya sebagai “kafir” atau “musyrik” antara
kedua pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia dan Republik Islam Iran.
Saudi Arabia, sebagai pelanjut paham Sunni mazhab Hanbali aliran
Wahabi, banyak menggunakan retorika yang keras menghadapi Iran
sebagai pelanjut paham Syi’i yang sepanjang sejarah merupakan
lawan kontroversi dan polemik mereka.
MANA YANG BENAR?

• Iran sendiri, melihat Saudi Arabia sebagai Musyrik karena tunduk


kepada kekuatan-kekuatan Barat yang non-Islam. Semua itu memberi
gambaran betapa problematisnya perkara sumber legitimasi dari
sebuah negara yang mengaku atau menyebut dirinya “negara Islam”.
• Sikap saling membatalkan legitimasi masing-masing antara Saudi
Arabia dan Iran mengandung arti, bahwa tidak mungkin kedua-
duanya benar. Yang mungkin terjadi ialah salah satu dari keduanya
salah dan satunya lagi benar, atau kedua-duanya salah, sedangkan
yang benar ialah sesuatu yang ketiga. Atau mungkin juga masing-
masing dari keduanya itu sama-sama mengandung unsur kebenaran
dan kesalahan.
MADINAH SEBAGAI VISI ISLAM
POLITIK
• Hubungan antara agama dan negara dalam Islam, telah diberikan
teladannya oleh Nabi saw sendiri setelah hijrah dari Makkah ke
Yatsrib, yang kemudian oleh Nabi diubah namanya menjadi Madinah
(al-Madînah, kota par excellence). Dari nama yang dipilih oleh Nabi
saw bagi kota hijrahnya itu, menunjukkan rencana Nabi dalam rangka
mengemban misi sucinya dari Tuhan, yaitu menciptakan masyarakat
berbudaya tinggi, yang kemudian menghasilkan suatu entitas sosial-
politik, yakni sebuah negara.
NEGARA MADINAH

• Robert N. Bellah, seorang ahli sosiologi agama terkemuka, adalah model


bagi hubungan antara agama dan negara dalam Islam.
• Muhammad Arkoun, salah seorang pemikir Islam kontemporer terdepan,
menyebut usaha Nabi saw itu sebagai “Eksperimen Madinah”.
• Menurut Muhammad Arkoun, eksperimen Madinah itu telah menyajikan kepada
umat manusia contoh tatanan sosial-politik yang mengenal pendelegasian
wewenang (artinya, wewenang atau kekuasaan tidak memusat pada tangan satu
orang seperti pada sistem diktatorial, melainkan pada orang banyak melalui
musyawarah) dan kehidupan berkonstitusi (artinya, sumber wewenang dan
kekuasaan tidak pada keinginan dan keputusan lisan pribadi, tapi pada suatu
dokumen tertulis yang prinsip-prinsipnya disepakati bersama). Karena wujud
historis terpenting dari sistem sosial-politik eksperimen Madinah itu ialah dokumen
yang termasyhur, yaitu Mîtsâq al-Madînah (Piagam Madinah), yang dikalangan
para sarjana modern juga menjadi amat terkenal sebagai “Konstitusi Madinah”.
• Piagam Madinah itu selengkapnya telah didokumentasikan para ahli
sejarah Islam seperti Ibn Ishaq (w. 152 H) dan Muhammad ibn Hisyam (w.
218 H).
IDE POKOK ISLAM POLITIK
MADINAH
• Sayyid Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi dari Universitas Islam
Internasional Paris: “yang paling menakjubkan dari semuanya
tentang Konstitusi Madinah itu ialah bahwa dokumen itu memuat,
untuk pertama kalinya dalam sejarah, prinsip-prinsip dan kaedah-
kaedah kenegaraan dan nilai-nilai kemanusiaan yang sebelumnya
tidak pernah dikenal ummat manusia.”

• Ide pokok eksperimen Madinah oleh Nabi, ialah adanya suatu


tatanan sosial-politik yang diperintah tidak oleh kemauan pribadi,
melainkan secara bersama-sama; tidak oleh prinsip-prinsip adhoc
yang dapat berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin,
melainkan oleh prinsip-prinsip yang dilembagakan dalam dokumen
kesepakatan dasar semua anggota masyarakat, yaitu sebuah
konstitusi.
PEMILIHAN PENGGANTI NABI

Khilâfah Râsyidah, Kekhalifahan Yang Bijaksana

• Apa yang terjadi pada kaum Muslim penduduk Madinah selama tiga
hari jenazah Nabi saw terbaring di kamar ‘A’isyah menjadi agak kabur
oleh adanya polemik-polemik yang sengit antara kaum Syi’ah dan
kaum Sunnah. Kaum Sunnah mengklaim bahwa dalam tiga hari itu
memang terjadi musyawarah pengganti Nabi, yang kemudian mereka
bersepakat memilih dan mengangkat Abu Bakr. Kaum Syi’ah,
mengklaim bahwa yang terjadi ialah semacam persekongkolan
kalangan tertentu, dipimpin ‘Umar, untuk merampas hak Ali sebagai
penerus tugas suci Nabi.
PEMILIHAN PENGGANTI NABI

• Klaim adanya hak bagi ‘Ali, menggantikan Nabi didasarkan antara lain
pada makna pidato Nabi dalam peristiwa yang hakikatnya tetap
dipertengkarkan, yaitu semacam rapat umum di suatu tempat
bernama Ghadir Khumm. Peristiwa itu terjadi sekitar dua bulan
sebelum Nabi wafat, ketika beliau dalam perjalanan pulang dari haji
perpisahan (hujjat al-wadâ‘) meminta semua pengikut beliau itu
berkumpul di Ghadir Khumm itu sebelum terpencar ke berbagai arah.
Dalam rapat besar itu beliau berpidato yang sangat mengharukan
(karena memberi isyarat bahwa beliau akan segera berpulang ke
rahmatullah). Menurut kaum Syi’ah, Nabi saw menegaskan wasiat
bahwa ‘Ali adalah calon pengganti sesudah beliau.
PEMILIHAN PENGGANTI NABI

• Tapi kaum Sunni, sementara mengakui adanya rapat besar Ghadir


Khumm itu, dengan berbagai bukti dan argumen menolak klaim
Syi’ah bahwa disitu Nabi saw menegaskan wasiat beliau untuk ‘Ali.
Bahkan yang terjadi ialah pembelaan untuk kebijaksanaan Nabi yang
tidak menunjuk anggota keluarga baliau sendiri sebagai calon
pengganti.
• Ibn Taymiyyah menilai hal itu sebagai bukti nyata bahwa Muhammad
adalah seorang Rasul Allah, bukan seorang yang mempunyai ambisi
kekuasaan atau pun kekayaan yang jika bukan untuk dirinya maka
untuk keluarga dan keturunannya.
TEORI POLITIK IBN TAYMIYYAH

• Jika Muhammad saw adalah seorang hamba sekaligus Rasul, dan


bukannya seorang raja sekaligus Nabi, menurut Ibn Taymiyyah, maka
kewajiban para pengikutnya untuk taat kepada beliau bukanlah
karena beliau memiliki kekuasaan politik (al-mulk), melainkan karena
wewenang suci beliau sebagai utusan Tuhan (risâlah).
TEORI POLITIK IBN TAYMIYYAH

• Menurutnya Nabi Muhammad saw menjalankan kekuasaan tidaklah


atas dasar legitimasi politik seorang imam sperti dalam pengertian
kaum Syi’ah (yang sangat banyak berarti “kepala negara”), melainkan
sebagai seorang Utusan Allah semata. Karena itu ketaatan kepada
Nabi bukanlah berdasarkan kekuasaan politik de facto (syawkah),
melainkan karena beliau berkedudukan sebagai pengemban misi suci
(risâlah) untuk seluruh umat manusia, baik mereka yang hidup di
masa beliau atau pun yang hidup sesudah beliau, sepanjang zaman.
• Nabi tidak menunjuk seorang pengganti atau menunjuk seseorang
yang bukan keluarga sendiri. Kenabian atau nubûwah telah berhenti
dengan wafatnya Rasulullah saw. Karena itu sumber otoritas dan
kewenangan para khalifah adalah berbeda sama sekali dari sumber
otoritas Nabi.
TEORI POLITIK IBN TAYMIYYAH

• Abu Bakr, misalnya, hanyalah seorang Khalîfat al-Rasûl (Pengganti


Rasulullah) dalam hal melanjutkan pelaksanaan ajaran yang
ditinggalkan beliau, bukannya menciptakan tambahan, apalagi hal
baru (bid‘ah), terhadap ajaran itu. Ia tidak bertindak sebagai manusia
biasa.
• Istilah Khalîfah sendiri sebagai nama jabatan yang pertama kali
dipegang oleh Abu Bakr itu, adalah pemberian orang banyak (rakyat),
tidak secara langsung berasal dari Kitab ataupun Sunnah. Karena itu
ia tidak mengandung kesucian dalam dirinya, sebab ia hanya suatu
kreasi sosial-budaya saja.
NASIONALISME-PARTISIPATIF-
EGALITER
• Prinsip-prinsip Islam di atas itu, yang oleh Bellah disebut sebagai
“nasionalisme partisipatif egaliter”, dengan baik sekali dinyatakan
Abu Bakr dalam pidato penerimaan diangkatnya sebagai khalifah.
Pidato itu oleh banyak ahli sejarah dianggap suatu statemen politik
yang amat maju, dan yang pertama sejenisnya dengan semangat
“modern” (partisipatif-egaliter).
• Pidato ini merupakan manifesto politik yang secara singkat dan
padat menggambarkan kontinuitas prinsip-prinsip tatanan
masyarakat yang telah diletakkan Nabi yang memuat prinsip-prinsip:
MANIFESTO POLITIK DARI PIDATO
ABU BAKR
• (1) Pengakuan Abu Bakr sendiri bahwa dia adalah “orang kebanyakan”.
Dan mengharap agar rakyat membantunya jika ia bertindak benar, dan
meluruskannya jika ia berbuat keliru;
• (2) Seruan agar semua pihak menepati etika atau akhlaq kejujuran
sebagai amanat, dan jangan melakukan kecurangan yang disebutnya sebagai
khianat;
• (3) Penegasan atas prinsip persamaan manusia (egalitarianisme) dan
keadilan sosial, di mana terdapat kewajiban yang pasti atas kelompok yang
kuat untuk kelompok yang lemah yang harus diwujudkan oleh pimpinan
masyarakat;
• (4) Seruan untuk tetap memelihara jiwa perjuangan, yaitu sikap hidup
penuh cita-cita luhur dan melihat jauh ke masa depan; persamaan
• (5) Penegasan bahwa kewenangan kekuasaan yang diperolehnya
menuntut ketaatan rakyat tidak karena pertimbangan partikularistik pribadi
pimpinan, tetapi karena nilai universal prinsip-prinsip yang dianut dan
dilaksanakannya.
KONSTITUSIONALISME DALAM
ISLAM
• Dalam istilah modern, kekuasaan Abu Bakr
adalah kekuasaan konstitusional, bukan
kekuasaan mutlak perorangan.
ISLAM POLITIK DAN KEMODERNAN

• Robert Bellah: Unsur-unsur struktural Islam klasik yang relevan


dengan penilaian bahwa sistem sosial Islam klasik itu sangat
modern:

• pertama, paham Tawhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa


(Monoteisme) yang mempercayai adanya Tuhan yang transenden,
yang wujud-Nya mengatasi alam raya (artinya, Tuhan berbeda dari
alam dan tidak berhakikat menyatu dengan alam, dalam ilmu akidah
disebut sifat mukhâlafat al-hawâdîts), yang merupakan Pencipta dan
Hakim segala yang ada. Dasar untuk sekularisasi politik.
• Kedua, seruan kepada adanya tanggung jawab pribadi dan putusan
dari Tuhan menurut konsep tawhîd itu melalui ajaran Nabi-Nya
kepada setiap pribadi manusia.
• Ketiga, adanya devaluasi radikal (penilaian nilai yang mendasar)--
Bellah malah mengatakan dapat secara sah disebut “sekularisasi”--
terhadap semua struktur sosial yang ada, berhadapan dengan
hubungan Tuhan-manusia yang sentral itu.
• Akibat terpenting dari hal ini adalah hilangnya arti penting suku dan
kesukuan yang merupakan titik pusat rasa kesucian pada masyarakat Arab
Jahiliah (pra-Islam). Keempat, adanya konsepsi tentang aturan politik
berdasarkan partisipasi semua mereka yang menerima kebenaran wahyu
Tuhan, dengan etos yang menonjol berupa keterlibatan dalam hidup dunia ini
(tidak menghindari dunia seperti dalam ajaran rahbânîyah, pertapaan), yang
aktif, bermasyarakat dan berpolitik, yang membuat Islam lebih mudah
menerima etos abad modern.
POLITIK ISLAM SUNNI

• Politik Islam (Sunni) melarang memberontak kepada kekuasaan,


betapapun zhalimnya kekuasaan itu, sekalipun mengeritik dan
mengancam kekuasaan yang zalim adalah kewajiban, sejalan dengan
perintah Allah melakukan amar ma‘rûf nahî munkar. Para teoritikus
politik Sunni sangat mendambakan stabilitas dan keamanan, dengan
adagium mereka: “Penguasa yang zalim lebih baik daripada tidak
ada”, dan “Enampuluh tahun bersama pemimpin (imâm) yang jahat
lebih baik daripada satu malam tanpa pemimpin.”
• Karena kebanyakan umat Islam Indonesia adalah Sunni, pandangan
berorientasi kepada status quo itu juga bergema kuat sekali di
kalangan para ‘ulama’ kita.
ISLAM POLITIK POGRESIF

• Islam jelas akan memberi ilham kepada para pemeluknya dalam hal
wawasan tentang masalah sosial-politik, namun sejarah
menunjukkan, agama Islam memberi kelonggaran besar dalam hal
bentuk dan pengaturan teknis masalah sosial-politik itu. Suatu
bentuk formal kenegaraan tidak ada sangkut pautnya dengan
masalah legitimasi politik para penguasanya. Yang penting adalah isi
negara itu dipandang dari sudut beberapa pertimbangan prinsipil
Islam tentang etika sosial.
ISLAM POLITIK PROGRESIF

Kesimpulan
• Apa yang dihendaki Islam tentang tatanan sosial-politik atau negara
dan pemerintah ialah apa yang dikehendaki oleh ide-ide modern
tentang negara dan pemerintah itu, yang pokok pengkalnya ialah--
menurut peristilahan kontemporer: egalitarianisme, demokrasi,
partisipasi, dan keadilan sosial.
ISLAM POLITIK PROGRESIF

• Selanjutnya kita bisa menggali


teologi Islam tentang
egalitarianisme, demokrasi,
partisipasi, dan keadilan sosial, dan
seterusnya tema-tema etika politik
Islam.
• Inilah seharusnya POLITIK ISLAM
dalam arti “High Politics”
• Sekarang kita lihat penerapannya
dalam konteks Filsafat Politik dan
Demokrasi Indonesia Kita
• “Democracy is teleological. It’s a collective effort with
a noble goal: inclusion” – Charles Taylor
Islam politik dan demokrasi
Indonesia kita
TENTANG INDONESIA

• Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke


sama panjangnya dari London sampai Teheran.
• Betapa luasnya dan panjangnya Indonesia.
• Ilustrasi: Dari Kepulauan Tanimbar, lebih dekat ke
Darwin (Australia), daripada ke Ambon, ibukota propinsi.
TENTANG INDONESIA

• Di Indonesia ada 656 suku, lebih dari 500 Bahasa, dan


banyak sekali agama/kepercayaan.
• Bayangkan, Indonesia, satu kawasan dengan begitu
banyak suku, bahasa, dan agama
• Tidak bisa dibandingkan dengan Eropa atau Timur Tengah
yang relative lebih homogen, secara bahasa atau agama,
tapi terpecah dalam banyak negara
• Beberapa waktu lalu ada negara Yugoslavia, atau Uni
Sovyet yang beragam juga, tapi hancur menjadi beberapa
negara merdeka. Mengapa? Karena alasan untuk
bersatu telah hilang, sehingga mereka terpaksa berpisah.
TENTANG INDONESIA

• Bandingkan Indonesia dengan Timur Tengah ini, yang


sekarang banyak kawasannya mengalami konflik:
TENTANG INDONESIA

• Bagaimana dengan Indonesia? Apakah keragaman


yang dimilikinya tanpa masalah dan gejolak?

• Tentu saja Indonesia sering mengalami pergolakan baik


dalam skala kecil maupun luas. Namun kecintaan pada
keragaman ini selalu membawa upaya-upaya dari
para tokoh-tokoh besar Indonesia untuk bertemu
kembali dengan sejarah dan membangun jalan-jalan
baru untuk kehidupan bineka yang kaya.
TENTANG INDONESIA

• Keragaman inilah yang memberi warna pada


kehidupan Indonesia, keragaman ini membuahkan
ceritan tentang toleransi dan kerukunan.

• Misalnya “Pela gandong” di Maluku


• Kurukunan Tionghoa – Melayu (Islam) di Singkawang
• Muslim – Kristiani di Jawa
• Kerukunan etnik di seluruh Indonesia
• Pasti juga dalam cerita menjalankan pemilu
TENTANG INDONESIA

• Kerukunan dan kesatuan


ini sudah hidup sejak
Kongres Pemuda
28 Oktober yang
menyatakan ke-Indonesiaan.
Ini membuktikan bahwa ide
mereka tentang ke-Indonesiaan
ini, bukan sebuah mimpi.

Bayangkan idealisme mereka


ini ada ketika mereka masih
muda.
TENTANG INDONESIA

• Para pemuda ini mengakui pertalian ke Indonesiaan.


Ragam etnis dan bahasa sudah berada di kepulauan
Nusantara sejak berabad-abad lalu, dan berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa Melayu, yang kemudian
menjadi Melayu Tinggi, yang sekarang disebut Bahasa
Indonesia.
TENTANG INDONESIA

• Etnis Tionghoa, Arab, bersilang kehidupan dengan


Banten, Pasai (Aceh), Cirebon, Jayakarta, Ternate,
Banda, Goa (Makassar), Tuban, Lasem dalam rentang
sejarah yang amat panjang.
• Riwayat pertalian ras, etnis dan agama yang indah inilah
yang mendasari kesadaran bahwa Indonesia menemukan
cita-citanya dari sejarah dan budayanya, dan baru
kemudian melalui perjuangan antikolonialisme.
TENTANG INDONESIA

• Kita semua tentu tidak tahu sampai kapan kesatuan


bangsa ini akan bertahan. Yang terjadi hingga saat ini,
masyarakat dan bangsa Indonesia justru semakin
menyadari bahwa lebih baik bersatu dibanding
terpisah-pisah.
• Kita berharap, Indonesia yang beragam ini tetap ada
dalam satu kesatuan. Pemilu adalah proses politik yang
akan memilih pemimpin politik kita, sekaligus yang
mendapat mandat untuk terus mempertahankan dan
mengembangkan mutu demokrasi kita, yang adalah basis
Indonesia modern kita.
KONFLIK DAN DISINTEGRASI

• Sebagai bangsa, negeri ini tentu tidak tanpa konflik,


gejolak dan pemberontakan. Kita mengalami itu dan
tidak sedikit, negeri ini pernah diterpa badai konflik
dan bahaya disintegrasi. Namun, meski masalah
kesatuan bangsa ini tidak selalu tuntas diselesaikan,
sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih untuk
tetap setia pada cita-cita yang lebih besar, menjadi
Indonesia dibanding berpisah sebagai negaranegara
merdeka.
KONFLIK DAN DISINTEGRASI

• Tentu saja, dari pengalaman-pengalaman masa lalu


(termasuk dari konflik-konfliknya), kita belajar untuk
memperbaiki agar kesatuan itu tetap bisa
dipertahankan.

• KITA HARUS TERUS MENJAGA KESATUAN


INDONESIA. DAN KITA MENJAGANYA DENGAN
MELAKSANAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS.
KESATUAN YANG BAGAIMANA?

• Karena itulah kita perlu mengembangkan Kesatuan


Indonesia. Tapi KESATUAN yang bagaimankah yang
harus kita bangun di Indonesia?
• Kita lihat soal IDENTITAS yang dalam Pemilu 2019
lalu sempat menjadi isu besar yang membuat kita
khawatir terhadap dampak pemilu itu terhadap
kesatuan Indonesia. Salah satunya identitas yang
terkait dengan agama. Maka ini isu yang harus terus
bisa kita antisipasi, supaya TIDAK TERJADI LAGI
KESATUAN YANG BAGAIMANA?

• Kata “toleransi” Tentang Toleransi


• berasal dari bahasa Inggris “toleration”. Akar kata itu
diambil dari bahasa Latin “toleratio”. Arti paling klasik
(abad ke-16) kata “toleration” adalah “izin yang diberikan
oleh otoritas atau lisensi.”
• Sementara di abad ke-17 (1689), kata itu memiliki nuansa
hubungan antaragama karena ada
undang-undang/kesepakatan toleransi (the Act of
Toleration).
KESATUAN YANG BAGAIMANA?

• Dalam perkembangannya, kata dan praktik toleransi


mengalami pendalaman. Toleransi bukan hanya
sekadar menerima perbedaan. Michael Walzer
menunjukkan beberapa tingkat makna dan praktik
toleransi dalam sejarah (Walzer, 1997).
TOLERANSI (KERUKUNAN) YANG BAGAIMANA?

• Beberapa tingkat toleransi atau model kerukunan menurut


Michael Walzer:

• Pertama, penerimaan pasif


• Kedua, Kepedualian yang lunak pada perbedaan.
• Ketiga, mengakui adanya perbedaan, tapi juga bersikap
terbuka pada yang lain.
• Keempat, mengakui orang lain memiliki hak-hak dasar
yang tidak bisa dilangkahi meski kita tidak menyetujui isi
pandangan pihak lain itu.
• Kelima, Inklusi Sosial. Menerima yang lain, mendukung,
merawat, dan merayakan perbedaan itu.
TOLERANSI (KERUKUNAN) YANG BAGAIMANA?

• Awalnya toleransi (kerukunan) itu menerima


perbedaan secara pasif.
• Contoh di Eropa di masa lalu itu telah terjadi perang
antara Katolik dan Protestan yang berlangsung lama
sehingga pihak-pihak yang bertikai akhirnya merasa lelah
dan mengajukan damai dengan menerima keberadaan
masing-masing.
• Dalam pandangan saya, pengertian ini belum cukup untuk
memaknai toleransi (kerukunan) yang lebih aktif yang
lebih cocok dengan Indonesia yang beragam.
TOLERANSI (KERUKUNAN) YANG BAGAIMANA?

• Sejarah toleransi (kerukunan) kita sebenarnya sudah di


level lima! (level inklusi sosial) Tapi sekarang terus
menurun, sejalan dengan “intoleransi” yang semakin
dianggap normal.
• Setiap pemilu dan pemilukada sering mengancam
toleransi dalam kehidupan bersama kita sebagai bangsa
Indonesia. Soal ini kita perlu belajar, dan mengingat
Kembali persoalan politik identitas dari Pemilu 2019
INKLUSI SOSIAL MASIH TANTANGAN BESAR

• Indonesia—walaupun konflik antaretnis dan tindakan


kekerasan mengatasnamakan agama masih terjadi—
capaian proses inklusi telah berlangsung lama dan
mampu menyelamatkan keragaman Indonesia dalam satu
komitmen kesatuan yang luar biasa. Bangsa kita
berusaha untuk terus belajar memaknai hidup
bersama dengan tetap dalam keragaman.

• Tetapi inklusi sosial, di Indonesia masih dalam


tantangan!
INDONESIA TERBELAH?

• BELAJAR DARI PEMILU 2019

SURVEY-SURVEY DAN HASIL PILPRES


• Kesimpulannya: Paham agama semakin membelah
kita. APAKAH INI BISA TERJADI DI PEMILU 2024.
Semoga tidak ya…
INDONESIA TERBELAH?

• Jokowi menang telak di provinsi agama


minoritas. Di Bali dan Papua, kemenangan Jokowi
di atas 80 persen. Di NTT dan Sulawesi Utara
kemenangan Jokowi di atas 75 persen. Sebaliknya,
di Aceh dan Sumbar (provinsi yang “kuat Islam”-
nya), Prabowo juga menang telak dalam pilpres
2019. Kemenangan Prabowo di sana di atas 80%.
INDONESIA TERBELAH?

• Kesimpulan Survey2, Quick Count dan Real Count


sementara ada pembelahan yang ekstrem: Pemilih
minoritas ekstrim ke Jokowi. Islam garis FPI dan
Reuni 212 sangat menyolok ke Prabowo.
Muhammadiyah dan yang tak berormas berimbang.
NU lebih banyak ke Jokowi.
INDONESIA TERBELAH?

• Peristiwa memperdalam pembelahan ini:


• Wacana NKRI bersyariah berulang-ulang
digaungkan Habieb Rizieq pada waktu itu.

• Sementara garis Muslim konservatif semakin dalam


berkumpul pada Prabowo didahului dua peristiwa:

• Pertama, dibubarkannya HTI oleh pemerintahan


Jokowi. Sebagai komunitas, HTI yang saat itu
sudah mulai meluas dan mengakar. Karena dilarang,
komunitas HTI dengan sendirinya mengambil jarak
terhadap Jokowi. Tak ada pilihan lain, kelompok ini
berkumpul mengitari Prabowo.
INDONESIA TERBELAH?

• Kedua, peristiwa lain yang penting dimulainya


kasus pidana atas Habieb Rizieq. Beberapa kasus
ditimpakan kepada Rizieq paska pilkada Jakarta. Ini
yang menjadi pemicu Rizieq akhirnya memilih hidup
di Arab Saudi. Di luar, Rizieq semakin lantang
menyuarakan sikapnya yang bersebrangan
dengan Jokowi. Hantamannya kepada Jokowi ini
dipopulerkan dengan istilah kriminalisasi ulama.
Istilah itu sendiri juga kontroversial, bukan istilah
hukum yang tepat untuk kasus Rizieq. Istilah itu
digunakan sebagai labeling yang dianggap
sengaja untuk membuat Jokowi menjadi musuh
bersama pemilih Muslim.
INDONESIA TERBELAH?

• Jokowi pun membaca gelagat. Tidaklah heran,


ketika Jokowi memilih cawapres, ia dahulukan
tokoh dengan latar belakang Islam yang kuat.
Pilihan jatuh kepada KH. Ma’ruf Amin – Karena
paling besar populasi muslim berasal dari NU, jadi
tokoh NU ini yang menjadi pilihan. Ini pula yang
menjadi sebab mendekatnya komunitas NU
kepada Jokowi, yang memberi tambahan suara
yang signifikan.
INDONESIA TERBELAH?

• Dalam pilpres 2019 ini, kita mendapatkan buah dari


semua dinamika Pilpres. Yang mencolok telah
terjadi pembelahan elektoral. Pemilih minoritas,
plus Muslim yang abangan, yang banyak di Jawa
Tengah, yang moderat, yang NU, yang banyak di
Jawa Timur berkumpul di balik Jokowi.

• Sebaliknya. Komunitas Muslim dengan garis FPI,


Reuni 212, HTI dan Muslim konservatif. Plus Muslim
yang belum semua karakternya teridentifikasi, yang
banyak di Jawa Barat, Banten, Aceh, Sumbar,
Riau, berkumpul di belakang Prabowo.
INDONESIA TERBELAH?

Inilah pembelahan politik elektoral Indonesia, yang


terbaca dalam pilpres 2019 yang menarik kita
diskusikan sebagai isu praktis terkait dengan apa
yang harus kita lakukan dan jaga pada
Pemilu/pilpres 2024
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA

Kita tahu dari sejarah bangsa Indonesia, bahwa


adanya kebijakan politik etis oleh Belanda secara
tanpa sengaja (tidak dimaksudkan demikian
pelaksanaannya) menumbuhkan kesadaran
bersama bagi kaum pribumi sebagai bangsa
terjajah.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Kesadaran nasionalisme modern Indonesia baru
mulai bersemi ketika Belanda melaksanakan politik
etis kepada tanah jajahan Hindia-Belanda
(Indonesia) yang dilakukan atas dorongan kaum
sosialis, humanis dan reformis liberal di Eropa.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Mulai tumbuh organisasi-organisasi dari kaum
pribumi, mengemuka pula bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa melayu yang digunakan sebagai
bahasa persatuan. Perjuangannya sudah tidak lagi
sporadis kesukuan, keagamaan, atau kerajaan,
namun sebagai satu kesatuan sebagai bangsa
terjajah.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Inilah kesadaran nasionalisme modern, yang
berbeda dari nasionalisme klasik.
Dari kesadaran nasionalisme modern inilah
tumbuh secara evolusi perkembangan filsafat
politik dan demokrasi Indonesia.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Nasionalisme modern sejatinya adalah sebuah
paham yang memperhatikan kepentingan warga
bangsa secara keseluruhan tanpa kecuali UNTUK
MEWUJUDKAN INKLUSI SOSIAL YANG
KITA BICARAKAN TADI
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Konsep nasionalisme modern yang demikian selaras
dengan konsep masyarakat madani (civil society)
apabila kita bisa melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) secara
konsekuen, yaitu pengelolaan yang baik yang
bertumpu pada kemutlakan adanya transparansi,
partisipasi terbuka, dan pertanggung jawaban
atau accountable dalam semua kegiatan kenegaraan
di setiap jenjang pengelolaan negara, sehingga
terbentuk pemerintahan yang bersih.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Harapan terbentuknya pemerintahan yang bersih kita
dapatkan dari pemilu yang bersih juga. Yang
diharapkan bisa mewujudkan beberapa pokok
penting dari platform kepemimpinan politik (yang
dicapai lewat pemilu) seperti:
KESIMPULAN FILSAFAT
POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Mewujudkan Good Governance pada setiap lapisan
pengelolaan negara, menegakkan supremasi hukum
dengan konsisten dan konsekuen, melaksanakan
rekonsiliasi nasional, merintis reformasi ekonomi
dengan mengutamakan pengembangan kegiatan
produksi dari bawah.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Selanjutnya mengembangkan dan memperkuat
pranata-pranata demokrasi: kebebasan sipil
khususnya pers dan akademik, dan pembagian tugas
yang jelas antara tiga cabang kekuasaan.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional
dengan membangun harkat dan martabat personel
dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai
demokrasi, memelihara keutuhan wilayah negara
melalui pendekatan budaya, peneguhan ke-
bhinneka-an dan ke-eka-an, serta pembangunan
otonomisasi daerah.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di
seluruh Nusantara, mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat sebagai tujuan negara, dan
terakhir mengambil peran aktif dalam usaha
bersama menciptakan perdamaian dunia.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Dengan begitu kita sebagai sebuah bangsa yang
besar ini dapat mengambil pelajaran dari trial and
error yang telah dilakukan para pendahulu, dalam
arti bisa meneruskan apa yang baik dan
mengevaluasi kegagalan.

Pemilu adalah salah satu instrument demokratis


untuk itu.
FILSAFAT POLITIK DAN
DEMOKRASI KITA
Sehingga kita dapat secara bersama-sama
merumuskan kembali pembangunan yang seperti apa
yang paling baik untuk bangsa. Tentunya mulai
dengan pemilu yang terbuka dan transparan, sebagai
sarana demokratis kita memilih pemimpin kita.
Bukan Pemilu yang dilaksanakan dengan Politik
Identitas. Tantangan kita adalah:
TANTANGAN KITA:
PERTUMBUHAN PRO-SYARIAT
ISLAM, TERUS MENAIK!
SURVEI LSI DENNY JA
 Pertanyaan: Jika ada sekelompok orang/golongan di
Indonesia memberikan aspirasi mereka dengan
menyarankan ideologi pancasila diganti dengan syariat
Islam sebagai panduan hukum berbangsa dan bernegara,
seberapa setuju Ibu/Bapak dengan hal tersebut.

 2012: 5.6%
 2017: 9.3%
 2022: 12.5%
AKHIRNYA …

• Perlu transformasi Identitas dari


eksklusif menjadi lebih inklusif
• Dari Politik Islam yang
IDENTITAS
eksklusif (Politik KEMANUSIAAN
Identitas) ke Politik
Islam yang inklusif IDENTITAS-2 SAYA
(EGO)
A
• ISLAM NUSANTARA
YANG BERKEMAJUAN MISALNYA
• KEISLAMAN, AGAMA, DST

KEMODERNAN.
KEINDONESIAAN DAN KEMANUSIAAN

Anda mungkin juga menyukai