SKRIPSI
Implementasi Penerapan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 terhadap Penataan Pedagang Kaki
Lima di Kabupaten Bojonegoro
Ahmad Sulthoni-071711133080
Dosen Penguji :
Gitadi Tegas Supramudyo Drs. M.SI.,
Outline
Pembahasan
• Latar Belakang
• Rumusan Masalah
• Tujuan Penelitian
• Kerangka Konseptual
• Metode Penelitian
Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu sektor informal yang berada di perkotaan,
Latar Belakang
sebagai wujud dari usaha mikro yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada
masyarakat yang membutuhkannya. PKL tumbuh tidak berencana dengan berbagai macam bentuk dan
jenis barang yang diperdagangkan. Pertumbuhan PKL yang demikian pesatnya berdampak pada
keindahan dan kenyamanan kota walaupun disisi lain adanya PKL dapat mengurangi pengangguran ,
dapat melayani kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah kebawah.
Keberadaan PKL senantiasa bertambah seperti halnya di Kabupaten Bojonegoro makin bertambah
dari tahun ketahun dengan jumlah 583 PKL dan tersebar di beberapa titik, salah satunya di alun-alun
Kota Bojonegoro yang mencapai 200 PKL.
Terdapat Permasalahan PKL di Kabupaten Bojonegoro , pada salah titik di Alun-alun Kota Bojonegoro
yaitu :
● Penggunaan ruang public bukan berfungsi untuk berdagang dan dapat membahayakan orang
lain maupun PKL itu sendiri
● Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek
kebersihan, keindahan, dan kerapihan kota.
● Pencemaran lingkungan (ex. Sampah) terhadap konsumen maupun PKL yang sering diabaikan
● Mobilitas pada sebagian PKL itu merupakan sebuah alat survival namun disisi lain akan
menyulitkan upaya pemberdayaan
● PKL menyebabkan kerawanan sosial.
Dari permasalahan tersebut PKL berjualan menggunakan ruang public telah melanggar Peraturan
Daerah (Perda), dilakukannya penertiban PKL di Bojonegoro merujuk pada Peraturan Daerah
(Perda) No 3 Tahun 2006 serta berdasar pada Peraturan Bupati No. 14 Tahun 2008 Tentang
Petunjuk Teknis Penertiban, Pengaturan Tempat Usaha Dan Pembinaan PKL , di mana para
PKL semestinya dilarang berjualan di area alun-alun dan sejumlah jalan protokol di Kota
Bojonegoro
Dalam Peraturan Daerah No 3 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Penertiban, Pengaturan
Tempat Usaha Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kabupaten Bojonegoro terdapat
zona-zona yang tidak sesuai atau tidak boleh digunakan lokasi PKL, yaitu zona merah yang dimana
para PKL dilarang berjualan di 4 zona tertentu, zona kuning yang dimana para PKL hanya
diperbolehkan berjualan pada waktu atau jam tertentu saja daan zona hijau yang dimana para PKL
tersebut bebas berjualan tanpa batasan waktu.
Rumusan Masalah
Dalam proses pengimplementasian sebuah kebijakan itu bisa menjadi sulit jika terjadinya tarik-ulur
Kerangka Konseptual
antar aktor didalam pemerintahan yang memiliki sebuah kepentingan didalam penataan tersebut.
Menurut Grindle (1980) dalam teori implementasi kebijakan terdiri dari konten kebijakan (content
of policy) dan lingkungan kebijakan (content of implementation) dalam menganalisis sebuah
penataan pedagang kaki lima di kota Bojonegoro. Implementasi kebijakan berisi tentang kepentingan
dipengaruhi oleh suatu kebijakan tersebut, sumber kebermanfaatan yang didapatkan, statistika
perubahan yang diinginkan, posisi legislasi kebijakan dan pelaksana sumber. lingkungan
implementasi kebijakan model Grindle adalah sebuah kekuasaan, kepentingan, strategi terhadap
aktor yang terlibat, karakteristik pada institusi dan rezim yang kekuasaannya masih berlangsung,
tingkat kepatuhan serta responsivitas kelompok sasaran.
Model/teori Grindle ini diperjelas oleh Suwitri (2005) yaitu sebuah variable Konten itu terdiri dar1 6 unsur :
● Pihak yang kepentingannya dipengaruhi (interest affected), Theodore Lowi dalam Grindle (1980) yang
mengungkapkan bahwa jenis sebuah kebijakan public yang akan dibuat membawa dampak tertentu terhadap berbagai
macam kegiatan politik.
● Jenis manfaat yang dapat diperoleh (type of benefit), program yang akan memberikan manfaat secara kolektif atau
terhadap banyak orang yang akan lebih mudah memperoleh dukungan dan tingkat kepatuhan yang tinggi dari target
group atau masyarakat banyak.
● Jangkauan terhadap perubahan yang dapat diharapkan (extent of change envisioned), program yang lebih
bersifat jangka panjang dan menuntut perubahan perilaku masyarakat dan tidak secara langsung dapat dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat (target groups), cenderung lebih mengalami kesulitan dalam implementasiannya
● Kedudukan pengambil keputusan (site of decision making), semakin tersebar kedudukan pengambil keputusan
dalam implementasi kebijakan public
● Sumber-sumber yang dapat disediakan (resources committed), tersediannya sumber-sumber secara memadai akan
mendukung keberhasilan implementasi program-program atau kebijakan public.
Kebijakan Publik
Dunn, (2003:132) menjelaskan istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis
Kebijakan Publik bahwa sebuah Kebijakan Publik (Public Policy) adalah sebuah pola
ketergantungan yang sangat kompleks dari berbagai pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung
satu dengan yang lain, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan
atau kantor pemerintah.
Peraturan Daerah
Peraturan daerah dalam sebuah daerah memiliki penyelenggaraan otonomi tiap daerah. Terdapat
2 produk hukum tiap daerah salah satunya adalah Peraturan Daerah, kewenangan dalam pembuatan
Perda ini merupakan wujud dari sebuah pelaksanaan sebuah hak otonomi yang sudah dimiliki oleh
Definisi Konsep
suatu otonimi daerah. Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan oleh DPRD,
dalam menyelenggarakan suatu otonomu khusus tiap provinsi/kabupaten/kota. Menurut Abdullah
(2005: 131-132) Perda merupakan penjabaran dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi yang akan berbeda tiap daerahnya. Perda tersebut dibuat oleh suat daerah yang harus selaras
dengan kepentingan umum dan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.
Pola Penataan
Pola penataan dapat dilihat dari tiga aspek penting tersebut yaitu aspek ekonomi, sosial dan hukum.
Menurut Sutrisno dkk (2007: 166-175) terdapat beberapa konsep pola penataan PKL bertujuan sebagai paduan
kepentingan ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut.
● Relokasi ke suatu tempat bagi PKL yang memiliki spesifikasi produk tertentu.
● Pembentukan/pembuatan zoning (pembentukan kawasan PKL)
● Pembentukan zoning tersebut dengan membangun sebuah kios yang bekerja sama dengan instansi yang
memiliki lahan luas dan setiap keperluannya sangat membutuhkan pelayanan
● Pembuatan Shelter sebagai fasilitas umum atau sesuatu yang paling dibutuhkan untuk berlindung warga dan
saat-saat tertentu supaya dapat digunakan untuk tempat usaha PKL.
● Penggunaan tenda knock down (bongkar pasang) serta gerobak dorong guna menjadi tempat dan sarana
dagang PKL yang menempati daerah-daerah keramaian.
● Pembinaan dan penataan nonfisik dilakukan secara rutin oleh Pemkot atau Pemda dengan tujuan untuk
merubah mental dan perilaku PKL.
● Penertiban dan penegakan Perda dilakukan secara rutin yang bertujuan agar perundang-undangan dan
peraturan bisa dipatuhi bersama, dan PKL yang membandel
Pedagang Kaki lima
Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang mempunyai usaha atau dagangan yang berlokasi di
pinggi jalan ataupun trotoar. Pedagang kaki lim atelah menajdi fenomena yang lazim yang tersebar
di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini mempunyai kewenangan khusus
dalam menyikapi fenomena tersebut. Terdapat karakteristik pedagang kaki lima menurut Kartono
dkk. (1980: 3-7) yakni:
● Pedagang yang merangkap menjadi produsen
● PKL mempunyai 2 cara mencari lokasi untuk berdagang yaitu dengan cara menetap dan
berpindah pindah
● Menjual barang dagangan dengan kondisi bisa bertahan lama
● PKL umumnya bermodalkan sedikit sebagai komisi atas jerih payahnya
● Barang dagangannya berkualitas rendah dan tidak berstandart
● Peredaran uang pada saat melakukan transaksi jual beli tidak seberapa besar
● Terdapat usaha keluarga yang dimana seluruh anggota keluarga ikut membantu
● Tawar-menawar dalam transaksi jula beli sudah menjadi kebiasaan
● PKL muncul karena musiaman dan menjadi salah satu pekerjaan tetap
Tipe Penelitian
Dalam tipe deskriptif ini mempunyai beberapa pertimbangan yaitu menyesuaikan metode deskriptif
akan terasa mudah apabila terkait dengan kenyataan ganda, metode ini secara langsung menyajikan
suatu hubungan antar peneliti dan responden dan metode deskriptif ini lebih menekankan pada kepekaan
dan meyesuaikan diri terhadap pola-pola yang harus dihadapi
Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kawasan alun-alun kota Bojonegoro yang berlokasi di Jl. Mas tumapel I
Kadipaten, Kauman, Kec. Bojonegoro, Kab. Bojonegoro.
Berdasar Paduan Kepentingan Pkl, Warga Masyarakat, Dan Pemerintah Kota Street Vendor
Management In Surakarta Based On Need Combination Of Street Vendors, Wider Community And
Local Government. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 8, No. 2, 2007: 166-175
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 3 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Penertiban,
Pengaturan Tempat Usaha Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kabupaten Bojonegoro
Peraturan Bupati Kabupaten Bojonegoro Nomor 14 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis
Penertiban, Pengaturan Tempat Usaha Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kabupaten
Bojonegoro
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik.