Anda di halaman 1dari 45

KELOMPOK 3 :

KHULAFA Al-
RASYIDIN PEMIMPIN
YANG AMANAH
ANGGOTA

• HASTA LA VICTORIA SIEMPRE


• Ratu Raisyah Apriliani
• Cindy Amelia Ritonga
• Febri Elianti Sanny Sinaga
Kata pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah, dan inayah-Nya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan PPT .KHULAFA Al-RASYIDIN PEMIMPIN YANG AMANAH. PPT ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan PPT ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan PPT ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki PPT ini. Akhir kata kami berharap semoga PPT KHULAFA Al-RASYIDIN PEMIMPIN YANG
AMANAH. ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
BAB 1: Pendahuluan
Latar Belakang
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata Khilafah dalam bahasa Indonesia disebut
khalaf yang berarti wakil, pengganti dan "kepemimpinan" khalifah islamiyah berarti
penguasa, selanjutnya muncul istilah khalifah kepemimpinan Islam atau sistem
dan bentuk jamkanya khulafah' atau khalaif kepemimpinan Islam, dalam perspektif Umat
yang berarti orang yang menggantikan Islam merupakan sesuatu yang harus ditaati
kedudukan orang lain. Adapun kata al- dan bersifat pasti sebagai bentuk
rasyidun secara harfiah berasal dari kata pemerintahan tertinggi. Pengertian tersebut
rasyada yang artinya cerdas, jujur dan bisa menjadi motivasi seorang penguasa
amanah. Dari kata rasyadah kemudian melakukan apa saja yang di inginkanya.
berubah menjadi kata benda atau kata nama Adapun sosok pemimpin yang memegang
rasyid dan jamaknya raysidun yang berarti pemerintahan disebut Khalifah, istilah
orang-orang yang cerdas, jujur dan amanah. Khalifah mungkin dapat juga disandarkan
Dengan kemudian secara sederhana khulafa kepada kata Khalfah, yang sinonim dengan
al- rasyidin adalah para pemimpin secara kata wara'a berarti dibelakang, berada di
sederahana menggantikan kedudukan belakang /masa kepemimpinanya belakangan
pimpinan sebelumnya dan menunjukkan di belakang tokoh yang diganti. Secara
sikap yang cerdas, jujur dan amanah. terminologi Khalifah adalah jabatan
keagamaan yang dipegang oleh imam azham
atau penguasa tertinggi atau kepala Negara
dalam mengurus beberapa urusan dan
menjalankan syari'at Allah.
Rumusan masalah
1. Jelaskan Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin!
2. Bagaimana Tipe Kepemimpinan Khalifah?
3. Bagaimana Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam ?
Tujuan masalah
1. Mengetahui Perkembangan Peradaban Islam pada masa ke 4 Khulafaur
Rasyidin yaitu : Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Utsman Bin Affan, dan
Ali Bin Abi Thalib.

2. Memahami Tipe Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.


3. Mengenal Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam.
BAB 2: Pembahasan
A. Kalifah abu bakar ash-
shiddiq
1.Biografi Abu Bakar
Abu Bakar As-Shidiq adalah sahabat Nabi Muhammad Saw. yang diberi
nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Ia lahir tahun 573 M dan
meninggal pada tahun 634 M dalam usia 63 tahun, tiga tahun lebih muda
dari Nabi Muhammad saw. Beliau dikenal sebagai "pelopor pagi hari"
karena merupakan orang pertama yang masuk Islam. Gelar "As-Shidiq"
diberikan karena kesetiaannya dalam membenarkan semua hal yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., terutama peristiwa Isra' dan Mi'raj.
Abu Bakar terkenal karena keteguhan pendiriannya, kekuatan iman, dan kebijakan pendapatnya. Ia
pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi Muhammad saw. untuk mendampingi dalam
berunding. Meskipun pekerjaan pokoknya adalah berniaga, ia ditugaskan untuk tugas-tugas
kekhalifahan. Ketika ditegur oleh Umar karena sibuk dengan perniagaannya, Abu Bakar menggaji dirinya
dari baitul mal untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dalam taraf yang amat sederhana. Abu Bakar
berasal dari keluarga bangsawan yang terhormat di Makkah dan dikenal sebagai lambang kesucian,
ketulusan hati, dan kemuliaan akhlaknya sejak kecil. Ketika Nabi Muhammad saw. mengajak orang-orang
untuk memeluk Islam, Abu Bakar menjadi salah satu dari orang pertama yang merespons seruan itu,
sehingga Nabi memberinya gelar "Ash-Siddiq".
2. Pengangkatan Abu Bakar
Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., status sebagai Rasul tidak bisa
digantikan oleh siapapun (khatamial-anbiya'waal-mursalin), tetapi
kepemimpinan dalam komunitas Muslim harus segera diisi. Orang yang
menggantikan Nabi sebagai kepala kaum Muslim dinamakan "khalifah".
Khalifah bertugas memberikan petunjuk ke jalan yang benar, melestarikan
hukum-hukum Agama Islam, dan menegakkan keadilan yang berdiri di atas
kebenaran. Maka setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., pemuka-pemuka
Islam bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah saw.
Sementara jenazah Rasulullah masih terbaring, berita pertemuan di Tsaqifah cepat tersebar dan sampai
kepada Abu Bakar dan Umar, dua tokoh Muhajirin. Keduanya segera berangkat ke tempat pertemuan
tersebut, dan bersama Abu 'Ubaidah, mereka menjadi wakil dari kaum Muhajirin. Di Tsaqifah, mereka
mengadakan musyawarah terbuka dengan kaum Anshar, sehingga terbentuklah dua kelompok
kepentingan di tengah umat Islam: golongan Muhajirin dan Anshar. Perselisihan antara golongan Anshar
dan golongan Muhajirin mengenai siapa yang akan meneruskan kepemimpinan setelah wafatnya Rasul
tidak dapat dihindari. Abu Bakar dan Umar terkejut mendengar hal tersebut dan segera mendatangi
Saqifah bani Sa'idah untuk berdebat. Di sana, golongan Khazraj sepakat bahwa Sa'ad bin Ubaidah
menjadi pemimpin pengganti Rasulullah, tetapi suku Aus belum memberikan jawaban. Dalam
perdebatan, Abu Bakar mengemukakan kelebihan Anshar dan Muhajirin, lalu mengusulkan pemilihan
Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah. Setelah perdebatan sengit, akhirnya sahabat Abu Bakar terpilih
sebagai khalifah.
3. Peran setrategis abu bakar
Abu Bakar menunjukkan kebijaksanaannya sebagai pemimpin melalui
pidatonya saat diangkat menjadi khalifah. Dia menyatakan bahwa meskipun
dia tidak merasa menjadi orang terbaik di antara mereka, dia akan
melaksanakan tugasnya dengan baik. Abu Bakar menekankan prinsip
kebenaran dan keadilan, serta mengajak orang-orang untuk berpegang teguh
pada nilai-nilai Islam, termasuk kewajiban berjihad dan mendirikan shalat.
Di antara kebijaksanaannya ialah

Kebijaksanaan Pengurusan Terhadap Agama: Pada awal pemerintahannya, Abu Bakar dihadapkan
dengan ancaman dari dalam umat Islam sendiri, seperti murtad, penolakan membayar zakat, klaim
kenabian palsu, dan pemberontakan dari beberapa suku. Dia menanggapi dengan tegas dan adil
terhadap para pemberontak serta memastikan kestabilan agama dan pemerintahan

2. Kebijaksanaan Kenegaraan:

• Bidang Eksekutif: Abu Bakar melakukan pendelegasian tugas-tugas pemerintahan di Madinah


dan daerah-daerah, dengan menunjuk pejabat-pejabat seperti Ali, Utsman, Zaid sebagai
sekretaris, dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Dia juga membagi wilayah kekuasaan
menjadi provinsi-provinsi dan menunjuk seorang amir untuk setiap provinsi.
• Pertahanan dan Keamanan: Abu Bakar mengorganisir pasukan untuk mempertahankan
keberadaan agama dan pemerintahan. Pasukan ini disebarkan untuk memelihara stabilitas di
dalam dan di luar negeri
• Yudikatif: Meskipun tidak ada permasalahan besar yang perlu dipecahkan selama
pemerintahannya, Umar bertindak sebagai pemimpin kehakiman dan menyelesaikan masalah
dengan kebijaksanaan dan keadilan.
• Sosial Ekonomi: Abu Bakar mendirikan sebuah lembaga yang mirip dengan Bait Al-Mal, yang
mengelola dana dari zakat, infak, sedekah, ghanimah, dan lain-lain. Dana ini digunakan untuk
membayar gaji pegawai negeri dan memenuhi kebutuhan umat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4. Penyebaran islam pada masa abu
bakar
Pada masa Abu Bakar, penyebaran Islam melalui ekspansi militer dipimpin
oleh panglima seperti Khalid bin Walid untuk menghadapi Persia dan
panglima lainnya untuk menghadapi Romawi. Ini melibatkan penaklukan
wilayah penting di Irak dan Persia, serta pertempuran di front-front melawan
Romawi di Palestina, Damaskus, Hims, dan Yordania. Upaya ini berhasil
menguatkan pengaruh Islam, dan proses pembebasan Jazirah Arab dari
kekuasaan Romawi dan Persia berlanjut hingga masa pemerintahan Umar bin
Khatab.
Keputusan Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan menunjukkan bahwa dia memegang jabatan
panglima tertinggi tentara Islam, menunjukkan penggabungan kekuasaan politik dan militer dalam satu
pemimpin, sebuah model yang juga berlaku pada zaman modern di mana kepala negara atau presiden
sering kali juga menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata.

Kepemimpinan Abu Bakar telah terbukti dalam menghadapi berbagai ancaman dan krisis, baik internal
maupun eksternal, menegaskan kemampuannya dalam membangun tatanan sosial, politik, dan
pertahanan keamanan yang kuat. Ini menunjukkan keberhasilannya dalam memobilisasi sumber daya
untuk menciptakan pertahanan dan keamanan negara Madinah, serta menyatukan umat Islam dan
menyusun Alquran menjadi mushaf yang utuh. Keberhasilan ini didorong oleh kedisiplinan, kepercayaan,
dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap kepemimpinannya.
5. kifrah abu bakar dalam
kepemimpinan nya
Kepemimpinan Abu Bakar dalam memajukan Islam tercermin dalam kebijakan
politik dan pemerintahannya, antara lain:

a. Pemerintahan berdasarkan Musyawarah: Abu Bakar selalu mencari solusi


dalam ajaran Islam dan sunnah Rasulullah dalam menangani masalah. Jika
tidak ada panduan langsung, beliau mengumpulkan para tokoh untuk
bermusyawarah.

b. Amanat Baitul Mal: Abu Bakar menganggap Baitul Mal sebagai amanat
Allah dan umat Muslim, sehingga pengelolaannya harus sesuai dengan prinsip
syariat Islam tanpa memungkinkan penyalahgunaan dana.

c. Konsep Pemerintahan Lillah: Abu Bakar menjelaskan prinsip


pemerintahan yang menekankan keadilan dan kepatuhan pada hukum. Beliau
tidak pernah menempatkan dirinya di atas hukum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, satu pencapaian besar adalah penghimpunan Alquran. Beliau
memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Alquran dari berbagai sumber, menjaga
kelestariannya setelah kehilangan beberapa penghafal Alquran dalam perang Yamamah. Usulan ini
pertama kali diajukan oleh Umar bin Khattab, dan hasilnya adalah penghimpunan pertama Alquran
dalam satu mushaf.

Ketika merasa sakitnya semakin parah dan kematian sudah dekat, Abu Bakar memilih Umar bin Khattab
sebagai penggantinya sebagai khalifah. Setelah mendapat dukungan dari sahabat-sahabat senior, dia
menunjuk Umar secara resmi sebagai penerusnya. Abu Bakar wafat pada tanggal 23 Agustus 634 M, dan
dimakamkan di samping makam Nabi Muhammad saw. Kekhalifahannya selama 2 tahun 3 bulan 11 hari
telah meletakkan dasar bagi kepemimpinan Islam yang kemudian dilanjutkan oleh penerusnya.
B. Khalifah umar bin Khattab
1. Profil umar bin Khattab

Umar Ibn Khattab adalah salah satu tokoh terbesar dalam sejarah Islam
setelah Nabi Muhammad SAW. Beliau lahir dengan nama lengkap Umar bin
Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Rizail
bin 'adi bin Ka'ab bin Lu'ay. Sebagai khalifah kedua yang menggantikan Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar dikenal karena keberhasilannya sebagai negarawan
bijaksana dan mujtahid yang ahli dalam membangun negara yang besar dan
kuat berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Umar terkenal dengan
kebijaksanaan, kreativitas, dan kejeniusannya dalam banyak hal.
Sebelum masuk Islam, Umar Ibn Khattab adalah salah satu tokoh Quraisy yang paling ditakuti oleh umat
Islam. Dia adalah musuh yang sangat gigih dan kejam terhadap Nabi Muhammad SAW. dan para
pengikutnya, bahkan memiliki keinginan besar untuk membunuh mereka. Umar sering menyebarkan
fitnah dan menuduh Nabi Muhammad SAW. sebagai penyair dan tukang tenung.

Peran Umar dalam sejarah Islam sangat menonjol, terutama dalam perluasan wilayah Islam dan
kebijakan politiknya. Futuhat besar-besaran yang terjadi pada masa pemerintahannya diakui
kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, beberapa menyatakan bahwa tanpa ekspansi yang
dilakukan pada masa Umar, Islam tidak akan tersebar sejauh ini seperti sekarang.

Namun, setelah memeluk Islam pada tahun keenam setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW.,
kepribadian Umar berubah secara drastis. Dia menjadi salah satu sahabat yang paling gigih dan setia
dalam membela Islam. Umar menjadi tokoh terkemuka dan sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
setelah masuk Islam
2. pengangkatan umar bin Khattab
Penunjukan Umar Ibn Khattab sebagai pengganti Abu Bakar sebelum meninggal
merupakan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dianggap sebagai
langkah yang wajar oleh Abu Bakar. mengingat beberapa faktor yang
mempengaruhinya.

• Pertama, Abu Bakar khawatir bahwa peristiwa Tsaqifah Bani Sa'idah, yang
hampir membuat umat Islam terpecah belah, dapat terulang jika tidak ada
penggantinya yang ditunjuk dengan jelas.
• Kedua, terdapat klaim dari golongan Anshar dan Muhajirin yang saling
bersaing untuk menjadi khalifah, yang dapat menyebabkan konflik di
• antara
Ketiga,umat
umatIslam.
Islam pada saat itu baru saja melewati perang melawan kaum
murtad dan pemberontak, sementara sebagian besar pasukan mujahidin
sedang berjuang di luar kota Madinah melawan tentara Persia dan Romawi.

Dengan memilih Umar Ibn Khattab sebagai penggantinya, Abu Bakar berharap
dapat menjaga stab
Tindakan Abu Bakar dalam menunjuk Umar sebagai penggantinya saat jatuh sakit adalah contoh dari
pola demokratis Islam. Meskipun merupakan langkah baru, penunjukan itu dilakukan dalam bentuk
rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar melakukan musyawarah
atau konsultasi terbatas dengan beberapa sahabat terpercaya, seperti Abdul Rahman bin Auf, Utsman bin
Affan, dan Asid bin Hadhir. Hasil konsultasi ini menghasilkan persetujuan secara objektif atas pilihan
Umar.
Kemudian, hasil konsultasi tersebut disampaikan kepada kaum muslimin yang berkumpul di Masjid
Nabawi, yang dengan rela menerima dan menyetujui kandidat yang telah dicalonkan oleh Abu Bakar.
Setelah mendapat persetujuan kaum muslimin, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menuliskan
teks pengangkatan Umar (bai'at Umar).

Tindakan Abu Bakar ini merupakan implementasi yang optimal dari prinsip musyawarah atau demokrasi
dalam Islam, yang menunjukkan kebijaksanaan dan keadilan dalam pengambilan keputusan
pemerintahan.
3. Khifarah kepemimpinan khlaifah
umar bin Khattab
Futuhat adalah perluasan dan penyebaran dakwah Islam yang terjadi selama
13 H atau 634 M hingga 23 H atau 644 M, dimana mayoritasnya ditandai oleh
usaha untuk mengembangkan pengaruh Islam di luar wilayah Arab. Selama
masa ini, Umar berhasil membebaskan wilayah-wilayah bekas jajahan
Kekaisaran Romawi dan Persia, dimulai dari masa awal pemerintahannya
bahkan sebelumnya. Tindakan ini tidak hanya berhubungan dengan
kepentingan agama, tetapi juga politik dan keamanan.
Faktor-Faktor yang melatar belakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi dan
Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan perlawanan terhadap Romawi dan
Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi hal tersebut
antara lain:

a. Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam;

b. Romawi dan Persia selalu berusaha mengahancurkan Islam sewaktu Islam masih lemah;

C. Bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal kemakmurannya, tidak berkenan
menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Arab;

d. Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku- suku Badui untuk menentang
pemerintahan Islam dan men- dukung musuh-musuh Islam;

e. Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan
pertahanan Islam.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Umar untuk menghadapi kekuatan Romawi dan Persia adalah
mengutus Saad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan Persia, sementara Abu Ubaidah bin Jarrah ditunjuk
sebagai pengganti Khalid bin Walid sebagai panglima tertinggi yang menghadapi kekuatan Romawi di
Suriah. Saad bin Abi Waqqas memimpin pasukan dari Madinah menuju Irak yang dikuasai Persia,
berhasil menembus pertahanan Persia, dan memenangkan Pertempuran Qadisiyah pada tahun 636 M.
Pasukan Persia mundur dan pada tahun 637 M, terjadi pertempuran di Jalula, di mana pasukan Islam
juga meraih kemenangan, menguasai kota Hulwan.

Di Suriah, pasukan Islam di bawah komando Abu Ubaidah berhasil merebut kota Damaskus pada tahun
635 M, dan menghadapi serangan besar-besaran dari Romawi dalam Pertempuran Yarmuk pada tahun
636 M, di mana pasukan Islam berhasil memenangkan pertempuran tersebut.

Di Mesir, setelah penyerahan Alexandria pada tahun 642 M, Mesir secara keseluruhan berada di bawah
kekuasaan Islam. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab, kekuatan dua
kekaisaran dunia, yaitu Romawi dan Persia, berhasil dirobohkan. Hal ini memiliki dampak besar dalam
sejarah Islam.
4. Umar bin Khattab tauladan
Umar Ibn Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi oleh
rakyatnya karena kepedulian dan tanggung jawabnya yang luar biasa. Salah
satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung secara pribadi
dengan berkeliling kota untuk mengawasi kehidupan rakyatnya. Umar juga
terkenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana, kreatif, bahkan dianggap
sebagai seorang jenius. Keunggulan-keunggulannya membuatnya dihormati di
kalangan masyarakat Arab, diberi gelar "Singa Padang Pasir" oleh kaum
Quraisy, dan dijuluki "Abu Faiz" karena kecepatan dan kecerdasan dalam
berpikir.
Islam menjadi kuat karena membawa kebenaran dan keadilan. Setelah Persia dan Romawi ditaklukkan,
pemerintahan Islam menjadi adikuasa dunia dengan wilayah kekuasaan yang luas, termasuk
Semenanjung Arabia, Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir. Umar Ibn Khattab, yang dikenal sebagai
negarawan yang pandai, memprakarsai berbagai kebijakan pengelolaan wilayah kekuasaan yang luas.
Dia menata struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan Madinah berdasarkan semangat
demokrasi.
Umar membentuk lembaga-lembaga pada masa pemerintahannya, yang dikenal sebagai ahlul hall wal
aqdi, termasuk Majelis Syura (Dewan Penasihat), Al-Katib (Sekretaris Negara), Nidzamul Maly
(Departemen Keuangan), Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), Departemen Kepolisian dan
Penjaga untuk menjaga keamanan dalam negara, serta Departemen Pendidikan dan lain-lain.

Seperti Rasulullah dan Abu Bakar, Umar sangat mendorong semangat demokrasi di kalangan rakyat,
pemuka masyarakat, dan pejabat pemerintahan. Dia sering melakukan musyawarah dengan rakyat untuk
memecahkan masalah umum dan kenegaraan. Umar tidak bertindak sewenang-wenang dan selalu
melibatkan warga negara, baik muslim maupun non-muslim, dalam pengambilan keputusan.
C. Masa khalifah utsman bin
affan
1. biografi utsman bin Affan
Utsman bin Affan, nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin
Umayyah bin Abd Al-Manaf, berasal dari suku Quraisy. Dia lahir pada tahun 576
M, enam tahun setelah penyerangan Ka'bah oleh pasukan bergajah atau enam
tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw. Ibunya adalah Urwy bin Kuraiz
bin Rabi'ah bin Habib bin Abdi Asy-Syams bin Abd Al- Manaf. Utsman masuk
Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar, meskipun ia mengalami
siksaan dari pamannya, Hakam bin Abil Ash, setelah masuk Islam. Ia dikenal
sebagai "Dzun Nurain" karena menikahi dua putri Rasulullah saw secara
berurutan, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kalsum, yang meninggal dunia satu per
satu.
Utsman bin Affan adalah sosok yang sangat solih. Beliau menghabiskan waktu semalaman membaca
Alquran. Kesolihan sosialnya terbukti ketika beliau memberikan telaga milik seorang Yahudi dengan
harga 12.000 dirham kepada kaum Muslimin saat hijrah ke Yastrib. Beliau juga mewakafkan tanah senilai
15.000 dinar untuk perluasan Masjid Nabawi dan menyumbangkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, serta
10.000 dinar untuk keperluan Perang Tabuk. Setiap hari Jumat, Utsman bin Affan membebaskan seorang
budak laki-laki dan seorang budak perempuan, serta menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan
harga murah bahkan membagikannya kepada kaum Muslimin.

Pada zaman Nabi Muhammad saw, Utsman bin Affan turut serta dalam beberapa peperangan, termasuk
Perang Uhud, pembebasan Khaibar, Perang Thaif, Hawazin, dan Tabuk. Namun, beliau tidak ikut serta
dalam Perang Badar karena disuruh oleh Rasulullah saw untuk menunggu istrinya yang sedang sakit
hingga meninggal.
2. Proses pengangkatan khalifah utsman bin
affan
Proses pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan dimulai sebelum wafatnya Khalifah
Umar. Umar telah memanggil tiga calon penggantinya: Utsman, 'Ali, dan Sa'ad bin Abi
Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka, Umar menegaskan agar penggantinya
tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Untuk memilih penggantinya, Umar
membentuk Dewan Formatur yang terdiri dari 6 orang, termasuk Ali, Utsman, Sa'ad
bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidilah. Abdullah bin Umar juga menjadi anggota, tapi tanpa hak suara.

Setelah wafatnya Umar, Abd Ar-Rahman bin Auf meminta pendapat secara terpisah
dari anggota formatur untuk membicarakan calon Khalifah yang tepat. Hasilnya,
muncul dua kandidat Khalifah: Utsman dan Ali. Ketika dilakukan penjajagan suara di
luar sidang formatur yang dilakukan oleh Abd Ar-Rahman, terjadi perbedaan
pendapat. Ali dipilih oleh Utsman, dan Utsman dipilih oleh Ali, sementara Zubair dan
Sa'ad bin Abi Waqqash mendukung Utsman. Abd Ar-Rahman kemudian
bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar di luar anggota formatur,
di mana suara masyarakat terpecah antara kubu Bani Hasyim yang mendukung Ali dan
kubu Banu Umayyah yang mendukung Utsman.
Dewan yang terdiri dari sahabat-sahabat Khalifah Umar tidak memiliki anggota yang menonjol sehingga
proses penentuan pengganti Umar menjadi sulit. Meskipun demikian, akhirnya mereka memutuskan
Utsman bin Affan sebagai Khalifah berdasarkan suara mayoritas.

Utsman kemudian secara resmi dinyatakan sebagai Khalifah melalui sumpah dan baiat seluruh umat
Islam pada bulan Dzul Hijjah tahun 23 H atau 644 M, dilantik pada awal Muharram 24 H atau 644 M.
Meskipun awal masa pemerintahannya penuh dengan prestasi, seperti perluasan pemerintahan Islam ke
Asia dan Afrika, pembangunan infrastruktur, dan perluasan Masjid Nabawi, namun paruh terakhir masa
pemerintahannya diwarnai oleh pemberontakan dan pembangkangan di dalam dan luar negeri.

Di dalam negeri, pemberontakan lebih terkait dengan kebijakan nepotisme, pengelolaan harta umum
yang merugikan, dan sikapnya yang tidak tegas terhadap sahabat utama. Di luar negeri, pemberontakan
berasal dari negara-negara yang ditaklukkan oleh Islam, seperti Romawi dan Pers, serta fitnah yang
disebarkan oleh orang Yahudi dari suku Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba. Pemberontakan ini
akhirnya menyebabkan tewasnya Utsman pada tahun 35 H.
3. Visi misi khalifah utsman bin Affan
Visi dan misi Khalifah Utsman bin Affan dalam menjalankan kekhalifaannya
tercermin dalam pidato-pidatonya saat dilantik atau dibai'at menjadi Khalifah.
Dalam pidatonya, beliau menekankan pentingnya menghayati kenyataan bahwa
kehidupan di dunia ini tidak kekal dan pemerintahan selalu berganti. Beliau
mendorong umat untuk berbuat baik sesuai dengan kemampuan masing-masing
dalam menyongsong akhir waktu. Utsman juga menekankan pentingnya
menjauhkan diri dari kepalsuan dunia dan mengingatkan bahwa dunia ini
sementara, sementara akhirat adalah tempat yang lebih baik.

Selain itu, dalam pidatonya, Utsman mengingatkan umat untuk mengambil


pelajaran dari masa lalu dan bersungguh-sungguh dalam meniti kehidupan.
Beliau menekankan bahwa dunia ini tidak akan melupakan manusia, sehingga
umat harus mengutamakan akhirat yang telah Allah sediakan sebagai tempat
yang lebih baik. Pidato Utsman juga mencerminkan kesadaran akan kekuasaan
Allah atas segala sesuatu, sebagaimana tercantum dalam ayat Al-Quran yang
menggambarkan kehidupan dunia seperti air hujan yang subur namun akhirnya
menjadi kering dan diterbangkan oleh angin.
Dalam politik, Utsman juga mengingatkan pentingnya kesatuan umat dalam menghadapi tantangan
eksternal, seperti peperangan melawan bangsa Romawi dan Persia untuk membebaskan Jazirah Arab,
yang merupakan upaya yang telah dimulai pada masa Khalifah sebelumnya, Umar bin Khattab. Utsman
menegaskan pentingnya kesatuan dan perjuangan dalam politik eksternal untuk mempertahankan
keutuhan wilayah Islam.

Roda pemerintahan pada masa Utsman bin Affan tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Dalam
pidato pembai'atannya, beliau menegaskan bahwa akan meneruskan kebiasaan yang telah dibuat oleh
para pendahulunya. Khalifah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi juga berperan sebagai pemegang
dan pelaksana kekuasaan eksekutif.

Pada tingkat pusat, pelaksanaan tugas eksekutif dibantu oleh sekretaris negara yang dijabat oleh Marwan
bin Hakam, anak paman Khalifah, yang merupakan jabatan strategis dalam negara. Selain itu, seperti
pada masa Umar, Khalifah Utsman juga dibantu oleh pejabat pajak dan keuangan dari Baitul Mal.
Untuk administrasi pemerintahan di daerah, Utsman memercayakannya kepada gubernur untuk setiap
wilayah atau provinsi. Wilayah kekuasaan negara Madinah dibagi menjadi sepuluh provinsi, dan setiap
gubernur adalah wakil Khalifah yang bertanggung jawab melaksanakan tugas administrasi pemerintahan
di daerah tersebut.

Gubernur memiliki peran yang luas, termasuk sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer,
serta sebagai penetap undang-undang dan pemutus perkara. Mereka dibantu oleh sekretaris, pejabat
pajak, pejabat keuangan, dan pejabat kepolisian dalam menjalankan tugas-tugas administratif dan
kepemimpinan di wilayah mereka masing-masing.
4. Peradaban pada masa utsman bin Affan

Karya besar monumental Khalifah Utsman adalah pembukuan mushaf Alquran.


Keputusan ini diambil untuk mengakhiri perbedaan bacaan Alquran yang terjadi di
kalangan umat Islam, yang terungkap saat ekspedisi militer ke Armenia dan
Azerbaijan. Pembukuan ini dilaksanakan oleh sebuah kepanitiaan yang dipimpin
oleh Zaid bin Tsabit.

Selain itu, Utsman juga melakukan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah Islam
yang luas. Ini termasuk pembangunan daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid,
dan wisma tamu. Beliau juga membangun kota-kota baru yang berkembang pesat.
Semua jalan yang menuju ke Madinah dilengkapi dengan fasilitas bagi para
pendatang, menunjukkan perhatian Utsman terhadap kebutuhan umum.

Pembangunan sarana umum ini menunjukkan bahwa Utsman sebagai Khalifah


sangat memperhatikan kemaslahatan publik sebagai bagian dari budaya masyarakat
Islam. Hal ini menggambarkan kepedulian Utsman terhadap kesejahteraan umat dan
keinginannya untuk meningkatkan kondisi kehidupan umat Islam secara
keseluruhan.
D. Masa khalifah ali bin abi
thalib
1. Biografi ali bin Abi thalib
Ali bin Abi Thalib, nama lengkapnya adalah Ali ibn Abu Thalib bin Abdul
Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya adalah Fatimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau lahir di Makkah pada hari Jum'at, tanggal 13
Rajab tahun 570 M, atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw.
Sejak kecil, Ali tinggal bersama Nabi Muhammad saw. dan diasuh
sebagaimana anak sendiri karena kondisi keuangan ayahnya yang miskin.
Beliau mendapat didikan langsung dari Nabi Muhammad saw., yang
membentuknya menjadi sosok yang berbudi tinggi dan berjiwa luhur.
Ali ibn Abi Thalib masuk Islam pada usia tujuh tahun, menjadikannya anak kecil pertama yang memeluk
agama Islam, sebagaimana Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah
budak pertama yang masuk Islam, dan Abu Bakar adalah lelaki pertama yang masuk Islam. Ali mendapat
julukan "Abu Turab" (Bapaknya Tanah) dari Nabi Muhammad saw., yang merupakan panggilan yang
paling disenanginya karena merupakan kenang-kenangan berharga dari Nabi.

Ali adalah sepupu Nabi Muhammad dan kemudian menjadi menantunya setelah menikahi putri Nabi,
Fatimah. Beliau dinikahkan dengan Fatimah Az-Zahra, dan dari pernikahan tersebut lahir dua anak,
Hasan dan Husein. Ali memiliki peranan yang sangat penting, termasuk menggantikan Nabi Muhammad
di tempat tidurnya ketika Nabi hendak hijrah, yang mengakibatkan Ali harus mempertaruhkan nyawanya
karena rumah Nabi telah dikepung oleh musuh Quraisy.
Selain itu, Ali ditugaskan untuk menyelesaikan urusan-urusan terkait amanat Nabi Muhammad, sehingga
beliau beberapa hari tinggal di Makkah sebelum menyusul Nabi ke Madinah. Ali berjalan kaki menuju
Madinah dan bertemu Nabi di Quba.

Ali juga terkenal dengan sikap pemberani dan keberaniannya dalam berperang. Dia melakukan duel satu
lawan satu dengan musuh Quraisy pada Perang Badr dan berhasil membunuhnya. Pada Perang Uhud, dia
juga terlibat dalam duel dengan perwakilan Quraisy. Namun, konflik di dalam umat Islam, terutama
setelah kematian Utsman bin Affan, membuat posisi Ali sebagai Khalifah sulit.

Ali meninggal pada usia 63 tahun karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, seorang dari golongan
Khawarij, saat sedang melaksanakan shalat subuh, pada tanggal 19 Ramadhan, dan menghembuskan
nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H. Dia dikuburkan secara rahasia di Najaf,
meskipun ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
2. pengangkatan khalifah ali bin abi
thalib
Pengangkatan Khalifah Ali ibn Abi Thalib pada tahun 35 H setelah wafatnya
penggantinya, tidak berlangsung semulus pengangkatan tiga Khalifah
sebelumnya. Ali dinobatkan menjadi Khalifah yang keempat, meskipun tidak
mendapat dukungan mayoritas kaum muslimin saat itu. Selain itu, ia juga
dihadapkan pada tantangan dari pihak yang berambisi menjadi Khalifah dan
tuduhan terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman.
Pengukuhan Ali sebagai Khalifah terjadi di tengah suasana berkabung atas meninggalnya Khalifah
Utsman. Kaum pemberontak menuduh Utsman telah mendaulat Ali untuk menjadi Khalifah, dan setelah
kematian Utsman, mereka mendatangi para sahabat senior di Madinah agar bersedia menjadi Khalifah,
termasuk Ali. Namun, Ali menolak dan menginginkan penyelesaian melalui musyawarah dengan
persetujuan para sahabat senior.

Meskipun tidak semua sahabat senior mendukungnya, Ali adalah calon terkuat untuk menjadi Khalifah
karena banyak didukung oleh para sahabat senior, termasuk Abdullah bin Saba. Sa'ad bin Abi Waqas dan
Abdullah bin Umar awalnya tidak mendukungnya, tetapi kemudian Sa'ad kembali mendukung Ali.
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas adalah yang pertama membai'at Ali,
diikuti oleh kalangan Anshar dan Muhajirin.
3. Prestasi khalifah ali bin abi
thalib
Prestasi Khalifah Ali ibn Abi Thalib:

Penggantian Pejabat yang Kurang Cakap: Ali memastikan


pemerintahannya efektif dengan mengganti pejabat yang tidak kompeten.
Membenahi Keuangan Negara: Ali membersihkan Baitul Mal dari
penyalahgunaan, menyita harta yang tidak sah dan mengalokasikannya
untuk kepentingan rakyat.

Pengembangan Bidang Ilmu Bahasa: Ali memajukan penulisan huruf


Arab dengan tanda baca, menghindari kesalahan bacaan Al-Qur'an dan
Hadits dengan memerintahkan pengembangan ilmu nahwa.
Pembangunan Kota Kuffah: Ali membangun Kota Kuffah menjadi pusat
ilmu, termasuk tafsir, hadis, nahwu, dan ilmu pengetahuan lainnya.
4. Akhir hayat ali bin abi thalib

Bermula dari keluarnya kaum Kawarij dari kelompok Ali ibn Abi Thalib, kaum
Khawarij menyusun suatu komplotan untuk membunuh Ali, Muawiyah dan
Amru bin Ash. Akan tetapi komplotan ini hanya berhasil melaksanakan
seorang dari rencana tersebut, yakni, membunuh Ali ibn Abi Thalib.
Pembunuhnya adalah Abdullah Ibnu Muljam, kaum Kwarij lantas memandang
Ibnu Muljam sebagai seorang pahlawan. Perbuatan ini dipandang sebagai
suatu wasilah yang dapat mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menjamin
baginya masuk surga. 1 Dalam riwayat lain diceritakan bahwa kematian
Khalifah Ali diakibatkan oleh pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibnu
Muljam, ketika Khalifah Ali sedang melaksanakan sholat subuh dan Khalifah Ali
ibn Abi Thalib menjadi imam pada sholat subuh tersebut.
Setelah wafatnya Khalifah Ali ibn Abi Thalib pada tanggal 20 Ramadhan 40 H, kedudukan Khalifah
kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan lemah, sementara
Muawiyah Ibn semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat
mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah Ibn Abi
Sufyan. Di sisi lain, perjanjian ini juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam sejarah
Islam sebagai tahun Jama'ah. Dengan demikian berakhirlah yang disebut masa Khulafa Ar- Rasyidin dan
dimulailah kekuasaan Bani Ummayyah dalam sejarah politik Islam.
Kesimpulan

Perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin, khususnya di bawah kepemimpinan Abu Bakar,
Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan, menggambarkan tonggak sejarah penting dalam peradaban
Islam. Mereka menunjukkan kepemimpinan yang bijaksana, berlandaskan nilai-nilai Islam, dan
berkontribusi besar dalam ekspansi dan penguatan wilayah Islam. Kepemimpinan mereka tercermin
dalam kebijakan politik, penyebaran Islam, dan pembentukan institusi-institusi penting. Walau
menghadapi berbagai tantangan dan pemberontakan, kepemimpinan mereka berhasil membangun
fondasi kuat bagi kemajuan dan penyebaran ajaran Islam. Dengan demikian, peran Khulafaur Rasyidin
menjadi landasan penting dalam membentuk peradaban Islam yang kokoh dan berpengaruh hingga
zaman modern.
Daftar pustaka
Aziz, Mursal dan Fatimah, Siti (2018). SEJARAH PERADABAN ISLAM. Medan: FEBI UIN-SU Press
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai