Anda di halaman 1dari 25

SL.V. SSS.

1- SL 2
ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN FISIK
PENYAKIT TELINGA, HIDUNG
DAN TENGGOROKAN
ANAMNESIS THT
PENDAHULUAN
Keterampilan komunikasi Dokter-Pasien untuk penyakit-penyakit
telinga, hidung dan tenggorok.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita
yang palingsignifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada
beberapa pertanyaan yang harus diingat pada komunikasi dokter dan
pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai
dengan yang diharapkan.
ANAMNESIS THT
Pertanyaan tersebut meliputi :
• Onset
• Location(lokasi)
• Duration(durasi)
• Character(karakter)
• Aggravating/Alleviating Factors(Faktor-faktor yang memperparah atau mengurangi
gejala)
• Radiation(penyebaran)
• Timing(waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu :
OLD CARTS
ANAMNESIS THT
Pertanyaan yang lain meliputi :
• Onset
• Palliating/Provokating Factors (Faktor - faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
• Quality(kualitas)
• Radiation(Penyebaran)
• Site(Lokasi)
• Timing(Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST
ANAMNESIS THT
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1.Lokasi. Dimana lokasinya?Apakah menyebar?
2.Kwalitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3.Kwantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4.Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5.Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas,emosi,atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit
6.Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal
yang membuat gejala membaik atau semakin parah
7.Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita
merasakan hal-hal lain yang menyertai serangan?
II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


• Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense
ini, mahasiswa dapat terampil melakukan anamnesis penyakit THT-KL
dengan teknik komunikasi yang benar
II. TUJUAN KEGIATAN
II.2. TUJUAN KHUSUS
• Mahasiswa mampu melakukan kerangka anamnesis pada pasien
• Mahasiswa menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
• Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.
• Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, iklim,
makanan dan obat-obatan.
• Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit keluarga yang mungkin penyakit keturunan
atau keluarga sebagai sumber penularan.
• Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit THT-KL terdahulu yang mungkin berulang atau
penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit THT-KL sekarang.
• Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan berperilaku yang sesuai
dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter-pasien.
• Kebutuhan Alat dan Bahan : -Kertas
-Pulpen
-Meja dan kursi
-Pasien simulasi (mahasiswa)
PEMERIKSAAN THT-KL
I. TUJUAN KEGIATAN
I.1. TUJUAN UMUM
• Melatih mahasiswa untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut,
faring dan laring secara mandiri.
I.2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan :
• Pemeriksaan fisik telinga dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis telinga.
• Pemeriksaan fisik hidung dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis hidung.
• Pemeriksaan fisik rongga mulut dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis
rongga mulut.
• Pemeriksaan fisik faring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis faring.
• Pemeriksaan fisik laring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis laring.
• Mampu melakukan pemeriksaan tes pendengaran garpu tala dengan benar
I. TUJUAN KEGIATAN
Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala - Lampu spiritus
- Garpu Tala 512 Hz
- Otoskop
- Kain Kassa
- Corong telinga
- Korek api
- Spekulum hidung - Baskom berisi air bersih
- Kaca nasofaring dan - Dettol
tangkainya - Kain lap (Handuk good morning)
- Kaca laring dan tangkainya
- Spatula lidah
CARA PEMERIKSAAN FISIK THT-KL
- Pasien duduk didepan
pemeriksa dengan posisi
badan condong sedikit ke
depan dan kepala pasien lebih
tinggi sedikit dari kepala
pemeriksa.
- Lutut kiri pemeriksa
berdempetan dengan lutut kiri
pasien

Gambar 1. Posisi duduk pemeriksaan THT antara


pemeriksa dengan pasien
CARA PEMERIKSAAN FISIK THT-KL
Pasang lampu kepala dan diarahkan ke
daun telinga dan liang telinga.
a. Posisi lampu kepala lebih rendah dari pada pengikatnya
b. Mencari fokus dengan memincingkan mata kiri/kanan, sinar

dijatuhkan pada telapak kiri/kanan pada jarak kurang lebih 30


cm sedangkan tangan yang lain mengatur lebar sinar lampu.
c. Diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm
d. Melakukan pemeriksaan telinga

Gambar 2 Pemasangan Lampu Kepala


CARA PEMERIKSAAN FISIK THT-KL
• Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang
daun telinga (retroaurikuler).
• Memasang spekulum telinga, speculum di masukkan ke liang
telinga, dengan memutar secara gentle sehingga tidak
menimbulkan rasa sakit
Gambar 3. Cara memegang telinga kanan • Telinga kanan ; bagian superior aurikel kanan dipegang dengan
jari 1 dan 2 tangan kiri, jari lainnya pada planum mastoid.
Selanjutnya aurikel ditarik kearah postero superior ( di tarik ke
arah belakang atas )
• Telinga kiri ; bagian superior aurikel kiri dipegang dengan jari 1
dan 2 tangan kiri, jari lainnya menempel di depan telinga ( lihat
gambar 4 )

Gambar 4. Cara memegang telinga kiri


CARA PEMERIKSAAN FISIK THT-KL
• Otoskop digunakan untuk
memeriksa membran timpani.
• Otoskop dipegang dengan tangan
kanan untuk memeriksa membran
timpani kanan dan tangan kiri
untuk memeriksa membran timpani
Gambar 5 . Cara memegang otoskop kiri, dengan posisi jari kelingking
tangan yang memegang otoskop
ditekankan pada pipi pasien yang
diperiksa.
Gambar membran timpani dengan
otoskop

Membran timpani kanan Membran timpani kiri


MELAKUKAN TES PENDENGARAN
SEDERHANA (PENALA)
• Penala yang digunakan dalam klinik adalah 250 dan
500 Hz
• Dilakukan pada pasien usia > 7 tahun
• Pemeriksa terlebih dahulu menginstruksikan apa yang
harus dilakukan pasien saat dilakukan pemeriksaan,
misalnya mengangkat tangan atau langsung
mengatakan bila getaran penala tidak terdengar lagi
• Cara menggetarkan garpu penala:
• Arah getaran kedua kaki garpu tala
• Ketukkan kedua ujung penala ke siku, tumit sepatu yang
lembut, benda keras yang dilapisi bantalan lunak (tidak
boleh ke meja kayu / besi tanpa bantalan) Gambar 11. Cara menggetarkan garpu tala
MELAKUKAN TES PENDENGARAN
SEDERHANA (PENALA)
Cara melakukan tes Rinne:
• Penala 512 Hz yang bergetar, tangkainya diletakkan tegak lurus pada tulang mastoid
pasien
• Minta pasien memberitahu bila getaran penala tidak terdengar lagi
• Setelah tidak terdengar dengan cepat penala diletakkan 1-2 cm di depan liang telinga
• Kemudian ditanyakan apakah penala masih terdengar
• Bila masih terdengar di depan liang telinga disebut rinne (+), bila tidak rinne (-)
• Prinsip tes Rinne: membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang

Normalnya: hantaran udara lebih baik daripada hantaran tulang


Interpretasi tes:
Rinne (+) : Normal atau ggn pendengaran sensorineural. Gambar 12. Pemeriksaan Rinne
Rinne (-) : Ggn pendengaran konduktif
MELAKUKAN TES PENDENGARAN
SEDERHANA (PENALA)
Cara melakukan Tes Weber
• Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya diletakkan tegak lurus
pada garis horizontal di linea mediana, dahi atau di gigi insisivus atas
( kecuali yang memakai gigi palsu).
• Dibandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri, suruh pasien menilai
telinga sebelah kanan atau kiri yang suara terdengar lebih keras. Bila
pasien mendengar lebih kuat ke satu sisi disebut lateralisasi ke arah
telinga tersebut. Jika sama keras atau tidak dengarnya sama berarti tidak
ada lateralisasi.
• Prinsip tes Weber: membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri
Interpretasi tes:
Normal : Tidak ada lateralisasi
Konduktif : Lateralisasi ke arah telinga yang sakit Gambar 13. Tes Weber
Sensorineural : Lateralisasi ke arah telinga yang sehat
MELAKUKAN TES PENDENGARAN
SEDERHANA (PENALA)
Cara melakukan Tes Schwabach
• Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya diletakkan tegak lurus di tulang mastoid pasien,
minta pasien memberitahu bila sudah tidak terdengar, dengan cepat dipindahkan ke tulang
mastoid pemeriksa yang pendengarannya normal atau orang lain yang pendengarannya normal,
kemudian dilakukan sebaliknya dari pemeriksa kemudian dipindahkan ke pasien. Jika pasien
merasa tidak mendengar sementara pembanding yang normal masih mendengar disebut dengan
schwabach memendek, bila pembanding tidak mendengar namun pasien masih mendengar
disebut schwabach memanjang. Bila sama berarti schwabach normal.
• Prinsip Tes Weber : membandingkan hantaran tulang pemeriksa atau orang dengan pendengaran
normal dengan pasien
Interpretasi Tes:
Normal : Sama dengan pemeriksa
Konduktif : Schwabach memanjang
Sensorineural : Schwabach memendek
PEMERIKSAAN HIDUNG
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung (sesuai
gambar 2)
4. Lakukan rinoskopi anterior dengan teknik yang benar sesuai gambar
RINOSKOPI ANTERIOR
• Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri
(gambar 4)
• Spekulum hidung dimasukkan dalam posisi tertutup
penuh, dan dikeluarkan dengan posisi sedikit terbuka Gambar 6. Cara memegang speculum hidung
• Jari telunjuk melakukan fiksasi pada ujung hidung
• Aspek yang dilihat (Gambar 5)
• Vestibulum nasi
• Kavum nasi bagian bawah (dasar kavum nasi , konka
inferior, meatus inferior)
• Kavum nasi bagian atas (meatus media, konka media) Gambar 7. Gambar rinoskopi anterior .
• Septum hidung vestibulum (v) , dasar kavum nasi (F), Konka Inferior ( IT), konka
media (MT ), septum (S), meatus inferior ( MI )
RINOSKOPI POSTERIOR
• Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
• Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
• Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan menempelkannya pada kulit
belakang tangan kiri pemeriksa.
• Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka mulut.
• Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas seperti biasa dan jangan menahan
nafas.
• Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut, melewati bagian bawah uvula hingga ke
orofaring.
• Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
• Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka inferior, media, superior, serta meatus
nasi inferior dan media.
• Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan fossa rosenmuller.
• Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
• Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari rongga mulut.
PEMERIKSAAN FARING DAN
RONGGA MULUT
• Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga mulut
• Nilai keadaan bibir, mukosa ronga mulut, lidah dan
gerakan lidah
• Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
• Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula
lidah
• Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus
faring, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
• Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
• Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai apakah ada
massa tumor, kista,dll
PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN
LARING
• Pasang lampu kepala dan arahkan ke rongga mulut
• Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi
• Pegang kaca laring dengan tangan kanan lalu hangatkan dengan api
lampu spiritus
• Sebelum kaca dimasukkan, suhu kaca ditest dulu dengan menempelkan
pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa
• Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh
mungkin
• Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan memakai kain kasa dan ditarik
keluar dengan hati-hati
• Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan
dengan arah kaca ke bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
• Pasien disuruh menyuarakan ”i...”
• Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh
pasien untuk inspirasi dalam

Anda mungkin juga menyukai