Anda di halaman 1dari 11

In The Beginning

(Pembentukan dan Perkembangan


Kelompok Terapi)
A. Tahapan Pembentukan Kelompok
• Merupakan tahap orientasi, yang ditandai
dengan pencarian struktur dan tujuan,
ketergantungan pada leader, batas-batas
kelompok. Kelompok akan mengalami konflik,
yang ditandai oleh dominansi masalah
interpersonal.
• Bila sudah terlewati, kelompok akan
memasuki harmoni dan hubungan yang lebih
akrab -- sudah kohesiv.
• Tahap pertama :
Muncul ketakutan, kegelisahan, rasa tidak
percaya. Perlu diatasi dengan melakukan :
-perkenalan singkat, menjelaskan kegunaan
serta metode yang akan dipakai dalam terapi
kelompok
-menyebutkan aturan-2 dasar yang harus
dipenuhi setiap anggota kelompok
-memberikan pilihan pada anggota untuk
memperkenalkan nama, atau memilih untuk
tetap diam
• Tahap pertama : orientasi, partisipasi (yang ragu-
2), pencarian makna, dependen.

Setiap anggota harus menentukan cara mencapai


tugasnya, yaitu tujuan masuk kelompok, dan
memperhatikan hub.sosialnya, agar tercipta rasa
nyaman dan rasa senang sebagai anggota
kelompok.
Perlu diingat, anggota kelompok yang tdk
mempersiapkan diri, mungkin akan bingung
memahami relevansi terapi dengan tujuan terapi
yang ingin dicapainya secara pribadi.
• Muncul perasaan takut diabaikan, ditolak,
dihormati, apakah akan disukai, para anggota
akan mengukur kekuatannya masing-masing.

Jika diawal terasa membingungkan, meragukan,


kelompok akan cenderung dependen.

Konten dan gaya komunikasi pada tahap ini


cenderung stereotip dan kaku. Permasalahan
‘didekati’ secara rasional. Aspek irasional
disupress.
• Tahap kedua : konflik, dominansi,
‘pembangkangan’.

Pada tahap ini konflik yang muncul adalah konflik


antar anggota kelompok, anggota dengan
terapis. Masing-2 anggota ingin menunjukkan
inisiatif, kekuatannya, sehingga terbentuklah
hirarki kontrol dalam kelompok.
Muncul komentar negatif, kritik antar anggota
menjadi sering terjadi. Anggota merasa berhak
memberikan analisis dan judgement terhadap
anggota lainnya.
• Pada tahap ini anggota merasa bebas
membuat kritik terhadap perilaku atau sikap
anggota lain yang tidak disukainya. Sering
digunakan kata ‘seharusnya’, ‘semestinya’,
anggota memberikan saran bukan sebagai
manifestasi ‘acceptance’ dan ’understanding’.
• Muncul pula sikap hostile terhadap terapis,
ada sikap ambivalensi terhadap terapis, yang
ditunjukkan melalui resistensi dalam self
examination dan self disclosure.
• Tahap ketiga : perkembangan kohesivitas.

Dicirikan :
kesadaran dalam kelompok, kesamaan tujuan
dan semangat kelompok, kerjasama
kelompok, saling mendukung, integrasi
kelompok, kesatuan ‘kekitaan’, terjalinan
keintiman dan saling percaya antar anggota,
peningkatan self disclosure.
Membership Problems
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta
yang dapat menghambat dalam mengembangkan
kelompok dan sering mengancam stabilitas dan
integritas kelompok. Diantaranya :
• Turnover dalam keanggotaan
• Ketidakhadiran
• The group drop out
• Penambahan anggota baru, tergantung pada ‘timing’
(waktu yang favourable, dan unfavourable).
PROSES KELOMPOK DAN PERILAKU
ANGGOTA
• Proses kelompok :
Gambaran tentang interaksi yang terjadi dan
teramati diantara anggota dalam aktivitas
kelompok.
Kohesivitas, partisipasi, interaksi interpersonal
dapat terjadi kalau terbentuk saling percaya,
berkat iklim yang dibangun terapis.
• Proses kelompok dapat menimbulkan kejadian
interaksional yang tidak diharapkan, diantaranya
:
• Konflik (anggota kelompok yang tidak mau
menerima kritik dan umpan balik dari anggota
lain)
• Kecemasan, merasa rendah diri bila harus
berbicara terbuka
• Penarikan diri, tidak berminat melanjutkan
• Transferensi yang negatif, dapat menghambat
proses terapi
• Dominansi

Anda mungkin juga menyukai