Relevansi Otto Gusti Madung- STFK LEDALERO Kuliah Philojustice, 13 Februari 2022, Pkl. 20.00- 22.00 1. PENDAHULUAN • OUTLINE: • Pendahuluan: Apa itu keadilan? • Pandangan Rawsl ttg Keadilan Distributif • Gambaran Umum • Keadilan Sosial dan Masyarakat Yang Tertata Secara Baik • Posisi Asali, Kontrak dan Prinsip-Prinsip Keadilan • Diskusi ttg Rawls: • Kritik Libertarian: Robert Nozick • Kritik Komunitarian: Michael Sandel • Rangkuman: Relevansi untuk Indonesia Apa itu keadilan? • Keadilan: “memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya” -to give everybody his own- Ulpianus: “tribuere cuique suum”. • Jadi keadilan mengungkapkan relasi hak dan bukan karitatif. Hak dari dari subjek yang harus mendapatkan keadilan dan kewajiban dari orang atau institusi yang harus memenuhi hak tersebut. Tiga Ciri Keadilan • Pertama, keadilan selalu berkaitan atau terarah kepada orang lain. Persoalan keadilan atau ketidakadilan selalu muncul dalam konteks relasi sosial atau antar-manusia.. Jadi, jika hanya ada satu orang di muka bumi, maka tidak relevan lagi bicara tentang keadilan atau ketidakadilan. • Kedua, keadilan menuntut sebuah keharusan atau imperatif untuk dijalankan. Hal ini berkaitan dengan hak yang menjadi ciri esensial keadilan. Keadilan selalu berkelindan erat dengan hak orang lain yang wajib dipenuhi. Jika keadilan menjadi alasan bagi kita untuk memberi sesuatu kepada orang lain, maka pemberian itu wajib direalisasikan. Misalnya, seorang majikan wajib memberi gaji kepada karyawan sesuai dengan kontrak dan aturan yang berlaku. Sebaliknya, saya boleh memberi makanan kepada seorang pengemis di pinggir jalan, tapi saya tidak punya kewajiban (hukum) untuk memberikannya lagi dalam perjumpaan berikutnya. • Ketiga, keadilan berarti tuntutan akan equality atau persamaan. Keadilan mewajibkan kita untuk tanpa kecuali memberikan kepada setiap orang apa yang berhak didapatknya.
• Dewi Iustitia yang memegang timbangan dalam tangannya,
dalam mitologi Romawi digambarkan juga dengan matanya tertutup dengan kain. Sifat terakhir ini menunjuk kepada ciri ketiga. Keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang, tanpa melihat orangnya siapa. Dewi Iustitia • Keadilan distributif merupakan salah satu dari model teori keadilan di samping teori keadilan legal dan keadilan komutatif. • Keadilan legal bersifat vertikal karena mengatur relasi antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. • Keadilan legal memastikan bahwa semua orang atau kelompok masyarakat mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum atau berdasarkan hukum yang berlaku. Keadilan komutatif • Kalau kedilan legal bersifat vertikal, maka keadilan komutatif bersifat horisontal karena mengatur relasi hak antara warga negara atau antara individu yang satu dengan individu lainnya. • Keadilan komutatif memberikan jaminan agara relasi horisontal antara warga negara tersebut tidak merugikan hak satu sama lain. • Setiap orang wajib menghargai hak orang lain sebagaimana ia mengaharapkan agar haknya juga dihargai. Keadilan distributif • Keadilan distributif berkaitan dengan persoalan distribusi atau pembagian ekonomi. • Prinsip keadilan distributif mewajibkan negara untuk membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. • Di antara hal-hal yang dibagi oleh negara kepada warga adalah hal-hal yang enak kalau didapat dan juga hal-hal yang justru tidak enak kalau kena • Pertanyaan penting dalam keadilan distributif ialah apa yang menjadi kriteria sehingga distribusi barang ekonomis itu dinilai adil? • Persoalan ini sudah dihadapi oleh para pemikir Yunani Kuno seperti Aristoteles. Dalam sistem pemerintahan aristokrasi, kaum bangsawan beranggapan bahwa pembagian adil jika mereka mendapat porsi yang lebih besar, sementara para budak mendapat sedikit. • Dalam sistem oligarki, distribusi itu dipandang adil jika orang- orang kaya mendapat bagian yang lebih banyak dari rakyat kebanyakan yang miskin. Aristoteles • Aristoteles sudah menghadapi persoalan ini dan dia menganggap kriteria di atas tidak adil. Ia menganjurkan kriteria lain yang lebih rasional dan sesuai dengan tujuan negara. • Tujuan negara menurut Aristoteles adalah kehidupan yang baik atau kebahagiaan seluruh warga. • Distribusi ekonomi karena itu dianggap adil jika didasarkan pada jasa atau prestasi warga negara dalam berkontribusi untuk mencapai tujuan negara tersebut. • Karena itu, Aristoteles menerima ketidakadilan ekonomi jika hal itu didasarkan pada prinsip prestasi atau kontribusi setiap orang baik tujuan negara. • Yang menyumbang banyak akan mendapat imbalan yang lebih besar dari yang berkontribusi lebih kecil. Dengan demikian, konsep keadilan distributif Aristoteles tidak membolehkan adanya prinsp sama rata (egalitarianism radikal) dalam pembagian kekayaan ekonomi. • Egalitarianisme berdampak tidak adil terhadap mereka yang bekerja keras serta berprestasi dan karena itu mendapatkan hasil yang banyak, sebab mereka tidak mendapatkan imbalan yang seharusnya. • Pemikiran Aristoteles ini di zaman modern dilanjutkan di dalam tradisi liberalisme. Asumsi liberalisme ialah bahwa manusia adalah makhluk bebas. Karena itu, distribusi hasil ekonomi harus dijalankan atas dasar usaha-usaha bebas dari individu. • Liberalisme menekankan pentingnya prinsip hak, usaha dan prestasi sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang. Akan tetapi pertanyaan kritis yang patut diajukan kepada konsep liberalisme adalah bagaimana dengan orang yang cacat secara fisik atau mental dan kerena itu tidak dapat berprestasi? • Bagaimana dengan orang mau bekerja tapi tidak mendapatkan kesempatan atau menganggur di luar kemauannya? Sosialisme • Salam satu jawaban atas kelemahan dasar liberalisme di atas pernah dirumuskan oleh sosialisme. • Prinsip sosialisme tentang keadilan dirumuskan oleh Karl Marx sebagai berikut: “From each according to his ability, to each according to his needs”. • Artinya pembagian kerja (burdens)dibuat berdasarkan kemampuan setiap orang. Tidak adil bila orang cacat, misalnya, diwajibkan bekerja sama berat seperti orang yang utuh anggota badannya. • Sedangkan distribusi keuntungan (benefits) berlangsung atas dasar kebutuhan. Misalnya, pelayanan medis adalah adil, bila diberikan sesuai dengan kebutuhan orang sakit. • Akan tetapi konsep keadilan sosialisme ini memiliki sejumlah kelemahan. • Pertama, jika kebutuhan dijadikan satu-satunya kriteria untuk melaksanakan keadilan di bidang penggajian, para pekerja tidak akan bermotivasi untuk bekerja keras. • Gaji yang diperoleh sudah dipastikan sebelum orang mulai bekerja, karena kebutuhannya sudah jelas. Bekerja keras atau bermalas-malasan tidak mengubah pendapatannya. Negara- negara komunis menerapkan prinsip ini. • Kedua, menyangkut kemampuan sebagai satu-satunya alasan untuk membagi pekerjaan. • Terutama dalam sosialisme komunistis yang totaliter, prinsip ini mengakibatkan orang yang berkemampuan harus menerima saja, bila negara membagi pekerjaan kepadanya, seperti menjadi pilot misalnya. • Prinsip ini mengabaikan hak seseorang untuk memilih profesinya sendiri. • Teori keadilan distributif John Rawls coba mencari jalan keluar atas jalan buntu yang dihadapi oleh liberalisme dan sosialisme di atas. • Rawls tetap menekankan pentingnya prinsip prestasi/ jasa, namun berusaha untukt tidak mengabaikan kebutuhan orang- orang yang tidak mampu berprestasi (cacat, terpaksa menganggur). • Rawls coba mengembangkan konsep keadilan di dalam masyarakat demokratis di mana kebebasan asasi manusia diharagai tanpa mengabaikan solidaritas sosial. 2. Pandangan Rawls ttg Keadilan Distributif 2.1. Gambaran Umum John Rawls adalah seorang filsuf asal Amerika Serikat dari tradisi liberal yang hidup dari tahun 1921 – 2002. Semasa hidupnya ia bekerja sebagai profesor filsafat di Universitas Princeton, Universitas Cornell, Massachussets Institute of Technology dan akhirnya sejak tahun 1962 mengajar di Universitas Harvard. Bukunya yang terkenal yang akan dibahas dalam tulisan ini berjudul A Theory of Justice ditulis tahun 1971. Rawls dan Hume • Dalam uraiannya tentang teori keadilan, Rawls antara lain berdialog dengan sejumlah filsuf modern seperti David Hume dan Kant serta pemikir klasik terutma Plato dan Aristoteles. • Seperti David Hume, Rawls memahami keadilan sebagai sebuah persoalan institusional. • Namun konsep keadilan Rawls dalam A Theory of Justice berbeda secara radikal dari pandangan Hume dalam buku Traktat űber die menschliche Natur. • Berbeda dengan Hume, Rawls menampilkan sebuah teori normatif tentang tatanan masyarakat. Sebuah teori yang berikhtiar memberikan pendasaran moral atas aturan-aturan dasar keadilan. Aristoteles dan Plato • Dalam perspektif moral ini Rawls merujuk pada tradisi Yunani antik. • Namun Rawls pada saat yang sama meninggalkan Plato dan Aristoteles ketika predikat “adil” dan “tidak adil”tidak lagi menggambarkan disposisi jiwa atau tindakan eksternal individu, tapi mengungkapkan kualitas moral sebuah tatanan sosial atau institusi sosial. • Dengan demikian konsep keadilan direduksi menjadi konsep keadilan sosial. • Hal ini sesuai dengan kecenderungan umum abad ke-20 yang lebih banyak membicarakan keadilan sosial ketimbang keadilan individual. Keadilan politis • Tidak seperti pandangan Plato dan Aristoteles, John Rawls mengabaikan persoalan keadilan individual. • Karena itu John Rawls tidak pernah melihat persoalan keadilan politik sebagai sesuatu yang beridiri sendiri. Baginya menciptakan keadilan berarti membangun sebuah tatanan sosial seperti negara yang adil. • Menurut Rawls konstruksi sebuah tatanan sosial yang adil mengandaikan perwujudan politis dari aturan-aturan dan institusi-institusi tertentu. Karena itu dalam arti luas persoalan keadilan selalu merupakan masalah keadilan politis. • Penekanan pada keadilan politis mendekatkan Rawls pada pemikiran David Hume. • Namun kekhasannya dalam perbandingan dengan David Hume ialah bahwa Rawls kembali merujuk pada persoalan klasik keadilan politik. • Menurut Rawls, pada prinsipnya aturan-aturan fundamental konstitusi politik sebuah masyarakat merupakan norma dasar yang mendefinisikan sebuah tatanan sosial. • Bagi Rawls persoalan keadilan politik dalam arti sempit berkaitan dengan penataan aturan-aturan konstitusional sebuah komunitas politis (berbeda dengan institusi-institus sosial ekonomi) atas dasar prinsip keadilan. • Seperti Aristoteles, Rawls membuat distingsi yang ketat antara pengertian (Begriff) keadilan dan konsepsi (Konzeption) keadilan. • Namun berbeda dari Aristoteles, Rawls tidak berminat pada uraian tentang pengertian (Begriff) keadialan, melainkan pada pertanyaan bagaimana wajah konsep keadilan yang legitim secara universal dan memenuhi syarat-syarat rasional tersebut mewujudkan dirinya? • Rawls dalam seluruh uraiannya mereduksi persoalan keadilan sosial kepada keadilan distributif. • Karena itu pembahasan tentang konsep keadilan kompensatoris atau pertukaran yang adil misalnya tidak akan dijumpai dalam karya Rawls. Buku A Theory of Justice terdiri dari tiga bagian besar yakni teori, institusi dan tujuan. Setiap bagian terdiri dari tiga bab seperti digambarkan berikut ini. A Theory of Justice Bagian Bab
Teori 1. Keadilan dan Fairness
1. Prinsip-Prinsip Keadilan
1. Original Position
Institusi 1. Kebebasan setara untuk semua
1. Distribusi
1. Kewajiban dan Pewajiban
Tujuan-Tujuan 1. Yang baik dan Yang rasional
1. Makna Keadilan
1. Kebaikan dari Keadilan
2.2. Keadilan Sosial dan Masyarakat yang Tertata Secara Baik (well ordered society) • Rawls mengulas alasan mengapa persoalan keadilan itu muncul dengan cara menghubungkan syarat-syarat subjeketif dan objektif hidup manusia. • Salah satu syarat objektif pembicaraan tentang keadilan menurut Rawls adalah keterbatasan ressources yang hanya dapat diminimalisasi namun tidak dapat dihilangkan sama sekali lewat kerja sama. • Sedangkan syarat subjektif persoalan keadilan adalah egoisme. Artinya setiap individu selalu mengutamakan kepentingan dan tujuan-tujan sendiri dan mengabaikan kepentingan dan tujuan dari orang lain. • Sementara di satu sisi, syarat-syarat objektif keadilan menciptakan kemungkinan bagi setiap individu untuk merasa tertarik bekerja sama dengan yang lain, di sisi lain, • syarat-syarat subjektif menciptakan kondisi di mana eksistensi komunitas selalu berada dalam bahaya karena kepentingan- kepentingan individu dalam distribusi benefits dari kerja sama selalu bertabrakan. • Jadi persoalan mendasar dalam pembicaraan tentang keadilan dapat dirumuskan demikian: • individu-individu yang egoistis mengajukan tuntutan- tuntutan yang bertentangan satu sama lain atas hasil yang terbatas namun sangat penting dari proses kerja sama, • di mana setiap individu berkepentingan pada realisasi hasil kerja sama tersebut. Definisi Masyarakat • Rawls mendefinisikan masyarakat sebagai sebuah usaha sistem kerja sama demi mencapai keuntungan timbal balik antar anggota. • Bertolak dari definisi ini, Rawls merumuskan persoalan keadilan sebagai berikut: Di satu sisi setiap individu memiliki kepentingan untuk menjalin kerja sama dengan yang lain. • Artinya, membangun hidup bersama menurut aturan-aturan tertentu, sebab hanya dengan cara itu hasil dari sebuah kerja sama dapat diwujudkan. • Namun di sisi lain, atas dasar kepentingan dan tujuan masing individu, adalah tidak mungkin bagi setiap anggota masyarakat bersepakat tentang jenis aturan hidup bersama. • Alasannya, setiap individu ingin mendapatkan porsi terbesar dari benefits kerja sama tersebut. • Maka konsensus tentang aturan-aturan fundamental sebuah tatanan sosial hanya dapat diciptakan jika aturan-aturan tersebut secara netral dan objektif memperhatikan semua kepentingan dan tujuan setiap individu. • Atau dengan kata lain, jika konsensus tersebut dibangun atas prinsip-prinsip keadilan. • Rawls berpandangan bahwa fungsi dari prinsip-prinsip keadilan tersebut ialah menetapkan hak-hak dan kewajiban- kewajiban dasar warga masyarakat serta kriteria-kriteria distribusi yang fair atas benefits (keuntungan) dan beban (burden) yang ditimbulkan oleh kerja sama sosial. • Sebagaimana David Hume, Rawls melihat persoalan keadilan sebagai sebuah masalah tatanan sosial. • Namun Rawls memilik solusi yang berbada atas persoalan ini. Jika Hume melihat solusi persoalan keadilan pada keutamaan yang dipraktikkan oleh setiap individu dalam relasi pribadinya, • maka Rawls melihat solusinya pada keutamaan (Tugend) yang ditampilkan oleh institusi sosial. Rawls menulis: “Keadilan adalah keutamaan pertama institusi-institusi sosial.” • John Rawls, Eine Theorie der Gerechtigkeit, Frankfurt am Main: Suhrkamp, 1979/1971, hlm. 19 • Menurutnya, mampu tidaknya sebuah institusi sosial untuk mempraktikkan keutamaan keadilan sosial sangat bergantung pada jawaban atas pertanyaan, bagiamana institusi-institusi fundamental masyarakat tersebut mendistribusikan sejumlah resources vital kepada warga masyarakat. • Rawls menamakan kumpulan institusi-institusi fundamental yang menangani masalah keadilan atau ketidakadilan sosial itu “struktur dasar masyarakat” (Grundstruktur der Gesellschaft). • Yang tergolong dalam struktur dasar masyarakat tersebut adalah konstitusi politik serta insitusi-institusi sosial dan ekonomi sebuah negara seperti misalnya regulasi sistem pendidikan dan sistem pajak. The social primary goods • Seperti sudah dikatakan, Rawls mereduksi konsep keadilan sosial kepada persoalan keadilan distributif. • Pengandaian di balik pandangan ini adalah pengakuan akan adanya sejumlah nilai yang di satu sisi memiliki pengaruh luar biasa bagi peluang hidup setiap individu dan • di sisi lain nilai-nilai dasar tersebut harus disediakan oleh struktur dasar masyarakat (konstitusi politik, institusi sosial dan ekonomi). • Rawls menyebut nilai-nilai ini the social primary goods atau nilai- nilai sosial yang primer. • Yang tergolong dalam the social primary goods ini adalah hak- hak dan kebebasan-kebebasan dasar, • kekuasaan dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan- jabatan dan posisi-posisi penuh tanggung jawab, • pendapatan dan milik serta dasar-dasar sosia dari harga -diri. • Setiap nilai sosial primer ini disebut nilai primer karena setiap individu terlepas dari talenta individualnya membutuhkan nilai-nilai sosial primer tersebut dalam jumlah besar. • Dikatakan sosial karena dibandingkan dengan nilai-nilai primer alamiah (seperti kesehatan, kecantikan, kecerdasan) yang merupakan hasil lotre alamiah, pendistribusian nilai-nilai sosial primer sangat bergantung pada aturan-aturan fundamental sebuah tatanan masyarakt. Definisi konsep keadilan • Berdasarkan uraian di atas, konsep keadilan dapat didefinisikan sebagai kumpulan prinsip-prinsip keadilan yang memberikan pembatasan bagi pembentukan institusi-institusi sosial fundamental • dengan cara menyediakan sejumlah kriteria yang menjadi pedoman bagi struktur dasar masyarakat dalam mendistribusikan social primary goods. • Pada posisi paling ekstrim, dapat dikatakan bahwa sebuah konsepsi keadilan dapat saja terdiri dari satu prinsip keadilan. • Dalam kaca mata Rawlsian misalnya, seorang egalitarian radikal dapat memperjuangkan sebuah prinsip keadilan yang menghendaki distribusi yang sama untuk semua social primary goods. • Terlepas dari kenyataan apakah konsep keadilan terdiri dari satu atau beberapa prinsip, satu hal perlu dipegang teguh ialah bahwa definisi di atas hanya memberi ruang bagi prinsip-prinsip keadilan distributif ketika merumuskan konsepsi keadilan. • Lebih jauh harus diingit bahwa Rawls memahami keadilan distributif agak berbeda dari Aristoteles. • Aristoteles berpikir tentang sebuah prinsip dasar yang mengatur secara langsung hasil-hasil distribusi individual, sebab ia mengatur perilaku dari seorang petugas negara yang menjalankan pendistribusian. • Sementara itu Rawls membayangkan sebuah prinsip yang secara tidak langsung mengatur hasil-hasil distribusi individual, sebab prinsip dasar tersebut membatasi penataan institusi-institusi sosial fundamental (misalnya aturan-aturan hidup masyarakat yang memiliki konsekwensi bagi proses distribusi). • Perbedaan ini menjadi lebih jelas lewat contoh pembagian pendapatan dan milik. • Jika kita mengikuti pengertian keadilan distributif Aristotelian, maka negara mendistribusikan pendapatan dan milik indidual menurut satu prinsip tertentu. • Sedangkan dalam perspektif John Rawls, persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara di mana orang menempatkan proses penataan semua institusi sosial fundamental yang mempengaruhi pendapatan dan milik setiap individu (pengaturan sistem pajak misalnya) di bawah satu prinsip keadilan tertentu (atau beberapa prinsip keadilan tertentu). Well ordered society • Rawls juga merujuk pada konsep keadilan Plato. • Seperti Plato, Rawls berikhtiar untuk memberikan pendasaran tentang sebuah komunitas politis yang ideal yang secara niscaya melampaui realitas politik sehari-hari. • Berseberangan dengan Plato, Rawls membayangkan sebuah ideal demokratis tatanan masyarakat yang adil. Hal ini antara lain ditunjukkan lewat konsep sebuah “masyarakat yang tertata dengan baik” (eine wohlgeordnete Gesellschaft). • Masyarakat yang tertata dengan baik mengajukan dua tuntutan minimal untuk sebuah negara yang ideal. Sebuah masyarakat menurut Rawls dapat dipandang “tertata dengan baik” jika semua warganya memiliki pengetahuan yang sama tentang dua hal berikut: • Pertama, semua individu menerima atau mengakui prinsip- prinsip keadilan yang sama, dan • kedua, institusi-institusi masyarakat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang diterima secara umum. • Jadi di dalam sebuah masyarakat yang tertata dengan baik tidak hanya terdapat sebuah konsensus umum tentang sebuah konsep keadilan tertentu yang mendapat legitimasi moral, akan tetapi lebih dari itu, prinsip tersebut dapat direalisasikan secara politis. 2.3. Posisi Asali, Kontrak dan Prinsip-Prinsip Keadilan • Seperti sudah diurikan sebelumnya, pertanyaan tentang keadilan hanya relevan untuk orang-orang yang harus mendistribusikan ressources yang terbatas, mau bekerja sama, namun tidak bersikap altruis atau egois murni, dan mencita- citakan rencana hidup yang berbeda-beda. • Pertanyaan yang perlu dijawab: Atas dasar syarat-syarat ini, bagaimana kita harus merumuskan prinsip-prinsip keadilan? Rawls menawarkan dua cara yakni metode kontrak sosial dan metode filsafat moral. • Model kontrak sosial menuntun kita kepada konsep tentang original position atau posisi asali Posisi asali • Bagi Rawls konsep posisi asali tidak bersifat faktis-historis, tapi fiktif. • Original position tidak sama dengan „original contract“ di mana seperti dijelaskan John Locke sejumlah orang membuat kontrak faktis-historis. • Posisi asali berarti, kita membayangkan situasi tanpa negara, mengkonstruksikan sebuah kondisi di mana orang-orang yang bebas dan setara berdiskusi untuk menata secara adil tatanan hidup bersama. • Konstruksi dalam posisi asali ini menghasilkan prinsip hidup bersama yang fair. • Sebuah catatan singkat tentang term “adil”. Dalam bahasa Indonesia fair berarti adil seperti juga just. Namun keduanya punya perbedaan mendasar, fair lebih berarti keadilan prosedural. Sebuah proses dikatakan adil jika tidak terjadi manipulasi. • Sedangkan just berarti keadilan substansial. Contoh, dalam sebuah undian yang dibuat dengan sangat fair, bisa saja hadiah semuanya jatuh ke tangan orang-orang kaya. Sementara orang-orang miskin tidak mendapat apa-apa. Secara substansial kita dapat mengatakan itu tidak adil (just), tapi secara prosedural tidak terjadi ketidakadilan • Menurut Rawls, para peserta posisi asali memiliki beberapa karakter yang diidealisasikan yakni memiliki rasionalitas strategis, absennya rasa empati dan iri hati satu sama lain, sehat secara jasmani dan rohani, memiliki interesse akan makna keadilan dan mengembangkan konsep pribadinya tentang kebahagiaan. • Para anggota dalam posisi asali memiliki pemahaman tertentu tentang norma-norma dasar alternatif, antara lain konsep tentang keadilan historis seperti utilitarisme dan juga model- model baru termasuk konsep keadilan dari Rawls sendiri. Veil of Ignorance • Dalam posisi asali tersebut orang mengambil keputusan di balik “cadar ketaktahuan” (Schleier des Nichtwissens). • Itu berarti mereka tidak mengetahui posisi sosial dan taraf hidupnya di masa depan, jenis kelamin, identitas asalnya, kepentingan, sikap, talenta, bakat dan lain-lain. • Pilihan yang harus dijatuhkan dari model-model etika yang tersedia dalam posisi asali berorientasi pada aturan dengan memilih sistem norma yang paling menguntungkan dalam kondisi paling sulit. • Bdk. John Rawls, Eine Theorie der, op.cit., p. 38 Dua Prinsip Keadilan: Persamaan dan Perbedaan • Berdasarkan syarat-syarat di atas, demikian Rawls, para peserta dalam posisi asali akan menerima dua macam prinsip keadilan: • Pertama, setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokkan dengan kebebasan-kebebasan yang sejenis untuk semua orang • (“First: each person is to have an equal right to the most extensive basic liberty compatible with a similar liberty tor others”). Bdk. Ibid., p. 77 • Di sini Rawls menganut egalitarianisme. Kebebasan-kebebasan seperti hak berpendapat, hak untuk mengikuti hati nurani, hak berkumpul, dan sebagainya harus tersedia dengan cara yang sama untuk semua orang. • Masyarakat tidak diatur dengan adil, kalau hanya satu kelompok boleh mengemukakan pendapatnya atau semua warga negara dipaksakan untuk memeluk satu agama. • Kebebasan-kebebasan itu harus seluas mungkin, tetapi ada batas juga. Batas bagi kebebasan satu orang adalah kebebasan dari semua orang lain. Sama sekali tidak adil, jika saya begitu bebas, sehingga orang lain tidak bebas lagi. Prinsip Perbedaan • Kedua, ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur sedemikian rupa sehingga: • a) Menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung, dan serentak juga; • b) melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang yang fair • (“Second: social and economic inequalities are to be arranged so that they are both a) reasonably expected to be to everyone’s advantage, and b) attached to positions and offices open to all”). • Prinsip 2 bagian a disebut prinsip perbedaan (difference principle). Supaya masyarakat diatur dengan adil, tidak perlu semua orang mendapat hal-hal yang sama. • Dengan itu Rawls menolak egalitarinanisme radikal. Boleh saja ada perbedaan dalam apa yang dibagi dalam masyarakat. Tetapi perbedaan itu harus sedemikian rupa sehingga harus menguntungkan mereka yang minimal beruntung. • Misalnya, boleh dianggap adil saja, jika negara menyelenggarakan kursus ketrampilan untuk orang miskin atau memberi tunjangan kepada janda dan yatim piatu, sedangkan kepada orang lain yang cukup mampu tidak diberikan apa-apa. • Mengapa hal itu dianggap adil? Karena kita merumuskan prinsip ini ketika kita berada dalam posisi asali. Dengan prinsip perbedaan ini Rawls sebenarnya meletakkan landasan etis untuk Welfare state moderen. • Prinsip 2 bagian b disebut prinsip persamaan peluang yang fair. Adanya jabatan atau posisi penting mengakibatkan juga ketidaksamaan dalam masyarakat. Sudah dari sediakala jabatan-jabatan tinggi sangat didambakan orang bersama fasilitas dan privilegi yang melekat padanya. • Hal ini tidak boleh dianggap kurang adil, asalkan jabatan dan posisi itu pada prinsipnya terbuka untuk semua orang. • Antara prinsip-prinsip di atas terdapat hubungan. Prinsip pertama “kebebasan yang sedapat mungkin sama” harus diberi prioritas mutlak. • Prinsip ini tidak pernah boleh dikalahkan oleh prinsip-prinsip lain. Keuntungan ekonomis tidak dapat dijadikan dasar legitimasi untuk melanggar hak-hak dasar. • Sedangkan prinsip “persamaan peluang yang fair” harus ditempatkan di atas prinsip perbedaan. Pada skala nilai dalam masyarakat adil yang dicita- citakan Rawls, paling atas harus ditempatkan hak-hak kebebasan klasik yang adalah ham. • Lalu harus dijamin peluang yang sama bagi semua warga negara untuk memangku jabatan yang penting. Akhirnya dapat diterima perbedaan sosial-ekonomis tertentu demi peningkatan kesejahteraan orang-orang yang minimal beruntung. • Dengan prinsip pertama Rawls menjawab pertanyaan tentang keadilan politik dalam arti sempit. • Atas dasar prinsip ini kita hanya dapat berbicara tentang sebuah masyarakat yang adil secara sempurna jika konstitusi secara setara menjamin hak-hak dasar setiap individu dan menarik garis demarkasi sajauh mungkin bagi ruang-ruang gerak individu untuk berkembang yang dimungkinkan oleh kebebasan-kebebasan dasar tersebut. • Konsep keadilan khusus tentang penataan konstitusi politik menuntut secara ketat perlakuan yang sama terhadap semua warga masyarakat. • Namun konsep keadilan yang sama memberi ruang posisi yang tidak sama bagi individu-individu dalam penataan institusi- institusi sosial dan ekonomi yang fundamental, dengan alasan bahwa ketidaksamaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip persamaan peluang yang fair dan prinsip perbedaan. Prinsip Persamaan Peluang yang Fair • Prinsip persamaan peluang yang fair di sini menjelaskan bahwa dua individu yang memiliki kompetensi alamiah yang sama serta kesediaan yang sama untuk mengembangkan dan menggunakan kemampuan tersebut, harus memiliki peluang (secara statistis) yang sama pula untuk menempati sebuah posisi sosial (pekerjaan) yang mansyarakatkan kemampuan-kemampuan dimaksud. • Dengan kata lain, peluang seorang individu untuk mendapatkan sebuah posisi sosial yang atraktif (profesor di sebuah universitas misalnya) hanya ditentukan oleh syarat-syarat relevan yang dimiliki oleh individu bersangkutan seperti inteligansia, kreativitas dan disiplin dan bukan karen faktor khusus seperti warna kulit, jenis kelamin atau asal-usul etnis. Prinsip Persamaan Peluang Formal • Dengan prinsip persamaan peluang yang fair John Rawls sudah jauh melampaui tuntutan sebuah persamaan peluang formal yang dianggap sudah cukup terlaksana jika warga sebuah masyarakat sudah memiliki hak untuk mengusahakan posisi sosial yang diinginkannya. • Perbedaan antara dua model perasamaan peluang tersebut menjadi jelas jika kita mengambil contoh kasus seorang gadis dari kelas sosial rendah dan seorang pemuda dari kasta sosial tinggi, di mana kedua-duanya memiliki tingkat inteligensia, kreativitas dan disiplin yang sama. • Persamaan peluang formal sudah tersedia untuk keduanya jika kedua-duanya tidak dilarang secara hukum untuk meniti karier sebagai profesor di perguruan tinggi. • Sebaliknya persamaan peluang yang fair baru menjadi kenyataan jika peluang bagi gadis dari kasta sosial rendah tadi untuk menjadi profesor di universitas sungguh-sungguh sama besarnya dengan peluang pemuda dari kasta sosial tinggi. • Guna menciptakan persamaan peluang yang fair, harus diambil sejumlah kebijakan institusional afirmatif khusus yang melampaui sekedar larangan hukum terhadap praktik diskriminasi sewenang-wenang. • Kebijakan afirmatif ini memungkinkan terwujudnya kondisi bahwa penempatan posisi dan jabatan atraktif tertentu hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang sungguh relevan untuk tugas tersebut. • Tujuan dari kebijakan afirmatif tersebut ialah memberi peluang yang sama bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mewujudkan kompetensi-kompetensi yang relevan guna mendapatkan posisi atau jabatan yang menggiurkan dalam masyarakat. • Seberapa jauh konsekwensi politis dari postulat persamaan peluang yang fair, dapat ditunjukkan lewat contoh berikut. • Kita yakin bahwa dalam kondisi persamaan peluang yang formal peluang substantif gadis tersebut untuk mengembangkan dan mewujudkan talenta dan bakatnya lebih kecil dibandingkan dengan pemuda tadi. • Alasannya, orang tua si gadis tidak memiliki uang cukup untuk membiayai pendidikan. Lebih dari itu dibandingkan dengan si pemuda dari kasta tinggi, si gadis akan banyak kehilangan waktu untuk urusan kehamilan dan memelihara anak. • Politik persamaan peluang yang fair harus mengkompensasi kekurangan dari gadis tadi. • Caranya ialah negara harus memberikan beasiswa kepadanya yang berasal dari kebijakan pajak progresif. • Di samping itu politk juga harus menciptakan kebijakan yang fair sehingga seorang perempuan dalam kompetisi dengan seorang laki-laki yang memiliki kualifikasi yang sama tidak dirugikan karena alasan kehamilan dan mengurus anak. • Komponen paling original dari konsep keadilan khusus adalah prinsip perbedaan. Dengan prinsip ini Rawls merumuska secara lebih tepat maksim distribusi dalam konsep keadilan yang umum. • Dalam kaitan dengan distribusi keuntungan sosial dan ekonomi (kekuasaan, otoritas, pendapatan, kekayaan) prinsip perbedaan hanya membiarkan terjadinya ketidaksamaan jika ketidaksamaan itu memperbaiki posisi warga masyarakat yang minimal beruntung. • Karena itu distribusi barang yang tidak sama selalu dipandang adil jika (lewat pemotongan benefit bagi orang-orang kaya) proses pengurangan ketidaksamaan bardampak pada penataan nilai-nilai primer yang lebih sedikit bagi orang-orang yang minimal beruntung. • Maksim distribusi ini didasarkan pada pandangan bahwa posisi setiap individu mengalami perbaikan jika sebuah masyarakat membiarkan warga masyarakat yang lebih berbakat untuk meraih prestasi dan keuntungan-keuntungan khusus, dengan catatan bahwa mereka membawa keuntungan bagi semua yang lain terutama mereka yang kurang berbakat. • Dalam kaitan dengan distribusi pendapatan, kebijakan ini merangsang orang untuk membayar pajak. • Pada prinsipnya, legitimasi ketidaksamaan ekonomi dan sosial yang berkaitan dengan prinsip perbedaan bersumber dari posisi mereka yang minimal beruntung. • Menurut prinsip ini, pendistribusian barang yang adil secara sempurna baru terwujud jika kesejahteraan dari warga masyarakat yang minimal beruntung tidak lagi ditingkatkan dengan cara mengubah kondisi dari kelas sosial yang lebih sejahtera. • Karena itu prinsip perbedaan menetapkan maksimalisasi kesejahteraan yang ketat bagi mereka yang minimal beruntung. 3. Diskusi tentang Konsep Keadilan Distributif Rawls 3.1. Kritik Kaum Libertarian: Nozick • Kritik Nozick atas konsep keadilan distributive Rawls ditulis dalam buku berjudul Anarchy, State, and Utopia yang ditulisnya pada tahun 1974. Karya ini menggambarkan paradigma politik libertarianisme. Paradigma ini merupakan sebuah model radikal dari liberalisme. • Libertarianisme menghendaki privatisasi dan deregulasi, mengkampanyekan sikap oposisi terhadap welfarestate dan politik keadilan distributif. Libertarianisme berjalan beriringan dengan fenomen individualisme di Amerika Serikat seperti nampak dalam gerakan protes terhadap politik perpajakan. • Menurut Nozick, sistem welfarestate sangat tidak efektif dan terlalu birokratis. Bahkan ia mencapnya sebagai suatu yang amoral. • Salah satu tesis paling kontroversial dari buku ini ialah bahwa pemungutan pajak untuk tujuan pemerataan pendapatan disejajarkan dengan praktik perbudakan. • Negara ideal adalah negara minimalis. Tugas negara ialah melindungi hak-hak setiap warga. Negara tidak pernah boleh memaksa warganya untuk membantu orang lain. • Juga negara tidak diperbolehkan melarang warganya untuk menjadi kaya dan sejahtera. Libertarianisme menentang paternalisme dalam politik. • Nozick berbicara tentang “Entitlement Theory” atau teori landasan hak sebagai basis legitimasi atas hak milik. Teori landasan hak berseberangan dengan teori keadilan John Rawls dan teori-teori keadilan pada umumnya yang berorientasi pada hasil. • Nozick menarik garis demarkasi antara prinsip keadilan historis-genetis dan prinsip hasil atau endresult principles. Teori keadilan John Rawls dikategorikan sebagai teori hasil akhir. Dan hasil akhir tersebut dilegitimasi dengan konstruksi “veil of ignorance” (cadar ketaktahuan). Sementara itu teori landasan hak dipandang sebagai teori kepemilikan historis. • Teori ini memberikan pendasaran atas konsep keadilan dengan menjelaskan bagaimana distribusi itu muncul. Jika distribusi lahir dari landasan hak (entitlement), maka hal itu dianggap adil, dan ini tak bergantung pada hasil akhirnya. • Entitlement-Theory merumuskan tiga lapisan keadilan yakni acquisition – transfer – rectification. Prinsip “acquisition” berarti seseorang memiliki hak atas suatu barang untuk pertama kali dengan cara membuat atau memproduksinya. • Prinsip “transfer” berarti hak seseorang atas sesuatu didasarkan atas pemberian orang atau hadiah. • Prinsip “rectification of injustice”, hak kepemilikan atas suatu barang karena barang tersebut diperoleh kembali dari orang yang mencuri atau merampoknya. • Nozick mengembangkan sebuah teori keadilan yang historis dan menolak ahistorisitas teori keadilan tradisional termasuk teori keadilan John Rawls karena tidak memperhatikan bagaimana distribusi terjadi • Struktur distribusi tidak menjadi minat perhatian Nozick. Menurutnya, struktur distribusi hanya menjadi penting jika barang-barang itu ibarat “mana” yang jatuh dari langit. • Jika demikan maka orang harus berpikir dengan pola mana (kebutuhan, jasa, kegunaan) barang-barang itu harus didistribusikan. • Namun faktanya, barang-barang tersebut bukan mana dari langit, tapi memiliki asal-usul historis tertentu. Barang-barang itu dihasilkan, diproduksi. 3.2. Kritik Komunitarian: Michael Sandel • Jika Robert Nozick secara tegas menolak penerapan prinsip perbedaan Rawls atau konsep welfare state sebagai sebuah praktik perbudakan atau pemaksaan bagi orang kaya, Michael Sandel justru melihat prinsip perbedaan sebagai sebuah jalan yang niscaya ditempuh guna menciptakan keadilan sosial. • Keadilan sosial dirasakan semakin urgen di masa depan, sebab kesenjangan sosial dan kerusakan ekologis lantaran penerapan paradigma pembangunan liberal kapitalistis dewasa ini tidak akan mampu menawarkan solusi untuk masa depan. • Lebih jauh dari itu, kritik atas konsep libertarian Nozick menunjukkan sejumlah kelemahan fundamental libertarianisme yang harus diatasi guna menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang adil. • Pandangan Robert Nozick tentang keadilan memiliki sejumlah cacat fundamental yang harus dikritisi. • Catatan kritis ini pada prinsipnya memperkuat tesis Michael Sandel. • Karena itu sebelum mempresentasikan argumentasi Michael Sandel, saya ingin mengemukakan beberapa catatan kritis terhadap konsep libertarianisme Nozick. • Pertama, asumsi bahwa solusi pasar bebas lebih baik dari solusi yang ditawarkan oleh negara untuk segala persoalan tidak tepat. Negara dapat dan harus menciptakan pelayanan-pelayanan khusus yang sering bertentangan dengan kepentingan modal. • Kantor pos harus tetap bekerja juga kalau tak mendatangkan profit. Kebutuhan-kebutuhan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, perawatan orang lanjut usia dan lain- lain tak dapat dibiarkan berjalan menurut mekanisme pasar bebas. • Nampaknya kepercayaan Nozick kepada pasar besas agak naif. • Kedua, Nozick mengandaikan begitu saja hak-hak individu dan tidak memberi pendasaran. Untuk itu Nozick merujuk pada John Locke. Ha-hak yang diandaikan oleh Nozick adalah hak- hak negatif. • Akan tetapi Nozick lupa kalau pemenuhan hak-hak negatif mengandaikan pengakuan akan hak-hak sosial. Basis-basis sosial dari “prinsip penghargaan terhadap martabat pribadi” seperti diungkapkan oleh John Rawls luput dari perhatian Nozick. • Prinsp penghargaan terhadap pribadi manusia tidak hanya berpijak pada apa yang dipikirkan setiap individu. Ia juga bergantung dari pengakuan orang lain dan basis-basis sosial yang disediakan oleh sebuah komunitas. • Libertarianisme adalah filsafat politik untuk orang-orang kaya, terutama orang-orang kaya di Amerika Serikat. Ia tidak menawarkan sebuah ideal keadilan yang universal. • Michael Sandel menunjukkan dalam argumentasinya bahwa perlindungan dan pemenuhan hak-hak liberal atau negatif yang mendapat perhatian khusus dari Nozick hanya mungkin terwujud jika hak-hak sosial dijamin dan mendapat pengakuan dari orang lain serta basis-basis sosial. • Michael Sandel juga menggarisbawahi urgensi prinsip perbedaan dalam distribusi hak seperti dikemukakan oleh John Rawls. • Akan tetapi menurut Sandel, basis antropologis yang dibangun Rawls untuk memberikan pendasaran atas prinsip perbedaan sangat rapuh dan harus direkonstruksi. • Kritik Sandel atas Rawls sudah dibahas dalam kuliah circles tahun lalu: Bdk. Tirani Meritokrasi dan Krisis Demokrasi- Jurnal Ledalero 4. Penutup: Relevansi untuk Indonesia • Konsep keadilan distributif Rawls sangat relevan untuk konteks Indonesia. Para pendiri bangsa Indonesia menekankan pentingnya perwujudan keadilan sosial sebagai tujuan hidup berbangsa. • Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa dua dari tujuan kehidupan bernegara Indonesia berkaitan dengan usaha mewujudkan keadilan sosial. Pertanyaannya, bagaimana para pendiri negara Indonesia memahami konsep keadilan sosial? • Salah seorang pemikir yang sering dikutip oleh Soekarno ketika bicara tentang keadilan adalah Fritz Adler. • Adler adalah seorang pemikir neomarxis asal Austria dan pernyataan Adler berikut sering dikutib oleh Bung Karno: “Demokrasi yang kita kejar janganlah hanya demokrasi politik saja, tetapi kita harus mengejar pula demokrasi ekonomi”. • Negara Indonesia yang merdeka adalah negara yang demokratis baik secara politik maupun ekonomi. Kemerdekaan berarti emansipasi dari penjajahan politik dan ekonomi sekaligus. • Dengan merujuk pada kedekatan Soekarno dengan pemikir neomarxis di atas, maka keadilan sosial yang dimaksudkan oleh para pendiri bangsa Indonesia adalah konsep keadilan versi sosialisme sebagai kritik terhadap kapitalisme eksploitatif penjajahan Belanda. • Rawls menggarisbawahi pentingnya hak-hak liberal dan sosial dalam konsep keadilannya.