Anda di halaman 1dari 34

TEXT BOOK

H A Z Z A R D S G E R I AT R I C
MEDICINE AND
GERONTOLOGY
“DELIRIUM”

Oleh : dr. Stephanie Sugiharto


Pembimbing : dr. Ida Bagus Putu Putrawan, Sp PD, K-Ger
DEFINISI

 Delirium, yang didefinisikan sebagai gangguan akut pada perhatian dan


fungsi kognitif secara global serta merupakan sumber morbiditas dan
mortalitas yang umum, serius, dan berpotensi dapat dicegah bagi orang tua
yang dirawat di rumah sakit.
 Delirium memengaruhi hingga setengah dari populasi manusia yang
berumur di atas 65 tahun yang dirawat di rumah sakit.
KRITERIA DIAGNOSIS DELIRIUM
American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition (DSM-5, 2013)
Didapatkan adanya 5 kriteria :
 (A) gangguan pada perhatian dan kesadaran
 (B) onset akut dan perjalanan yang fluktuatif
 (C) defisit tambahan dalam kognisi (seperti ingatan, orientasi, bahasa, atau kemampuan
visuoperseptual)
 (D) gangguan yang tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh demensia dan tidak terjadi
dalam konteks tingkat kesadaran yang parah atau koma
 (E) bukti etiologi medis yang mendasar atau etiologi ganda.
A L AT D I A G N O S T I K
 Confussion Assesment Methode (CAM), menyediakan algoritma diagnostik
yang singkat dan tervalidasi yang saat ini banyak digunakan untuk
identifikasi delirium.
 Algoritma CAM bergantung pada adanya onset akut dan perjalanan
fluktuatif, ketidaktahuan, dan baik pikiran yang tidak teratur atau perubahan
tingkat kesadaran.
 Algoritma ini memiliki sensitivitas antara 94% hingga 100%, spesifisitas
antara 90% hingga 95%, dan reliabilitas antar penilai yang tinggi.
EPIDEMIOLOGI

 Paling sering melibatkan pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, di mana tingkat
delirium paling tinggi terjadi.
 Studi sebelumnya memperkirakan prevalensi delirium (hadir pada saat masuk rumah sakit)
berkisar antara 18% hingga 35% dan insidensi delirium (kasus baru yang muncul
selama perawatan di rumah sakit) antara 11% hingga 29%.
 Tingkat insidensi delirium di rumah sakit berisiko tinggi, seperti unit perawatan intensif dan
operasi patah pinggul pasca operasi, berkisar antara 19% hingga 82% dan 12% hingga
51%
 Tingkat delirium pada semua orang lanjut usia yang datang ke unit gawat darurat dalam
beberapa penelitian berkisar dari 8% hingga 17%.
PAT O F I S I O L O G I

 Disfungsi di berbagai wilayah otak dan sistem neurotransmitter ->


berakhir dengan gangguan jaringan otak
 Disfungsi fokal yang terlokalisir pada korteks prefrontal, talamus,
ganglia basal, korteks temporoparietal, fusiform, dan lingual dari
korteks non-dominan.
 Gangguan neurotransmitter
peningkatan fungsi dopaminergik otak, penurunan fungsi kolinergik,
atau ketidakseimbangan relatif dari kedua sistem tersebut.
 Neuroinflamasi local (sepsis, respons inflamasi sistemik)
aktivasi endotel, aliran darah terganggu, apoptosis neuron, dan
disfungsi neurotransmitter.
overaktivasi mikroglia, menghasilkan respons neurotoksik dengan
cedera neuron lebih lanjut.
Respons stres yang terkait dengan penyakit medis berat atau operasi
 aktivasi sistem saraf simpatis
 Aktivasi sistem kekebalan,
 peningkatan aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal
 hiperkortisolisme
 pelepasan sitokin serebral yang mengubah sistem neurotransmitter
 Peningkatan sumbu tiroid,
 modifikasi permeabilitas penghalang darah-otak.
ETIOLOGI
DELIRIUM
FA K T O R P R E D I S P O S I S I
FA K T O R P E N C E T U S
DRUG USE AND
DELIRIUM

 Pada 40% atau lebih kasus


delirium, penggunaan satu atau
lebih obat tertentu
berkontribusi pada
perkembangan dari delirium
HUBUNGAN DELIRIUM
DENGAN DEMENSIA

 Demensia adalah faktor risiko utama


untuk delirium, dan sepertiga kasus
delirium terjadi pada pasien dengan
demensia.
 Berberapa penelitian telah menunjukkan bahwa delirium dan
demensia keduanya terkait dengan penurunan metabolisme otak,
kekurangan kolinergik, dan peradangan, mencerminkan
mekanisme klinis, metabolik, dan seluler yang tumpang tindih.
 Delirium dapat mengubah jalannya demensia yang mendasarinya,
dengan memburuknya secara dramatis lintasan penurunan kognitif,
mengakibatkan progresi kehilangan fungsi yang lebih cepat dan
hasil jangka panjang yang lebih buruk.
P R E S E N TA S I K L I N I S

 Tanda cardinal
 Onset akut
 Status mental fluktuatif (dari jam
ke hari)
 Inatensi
 Gangguan kognitif
KLASIFIKASI
DELIRIUM

 Hipoaktif
Letargi dan penurunan aktifitas
psikomotorik -> prognosis buruk
 Hiperaktif
Agitasi, halusinasi, kewaspadaan
yang meningkat
 Mixed
PROGNOSIS
 Delirium selama ini dianggap sebagai kondisi yang dapat dibalikkan dan bersifat sementara
namun, bukti terbaru mengajukan keraguan terhadap pandangan ini. Penelitian terkini tentang
durasi gejala delirium memberikan bukti bahwa delirium mungkin berlangsung lebih lama
daripada yang sebelumnya diakui.
 Sebenarnya, gejala delirium umumnya berlangsung selama sebulan atau lebih; hanya
sekitar 20% pasien yang mencapai pemulihan gejala lengkap pada tindak lanjut 6 bulan.
 Selain itu, pasien yang mengalami gangguan kognitif yang masih berlanjut mungkin
mengalami efek merugikan yang lebih besar dibandingkan dengan pasien yang sebanding
tanpa demensia.
 Efek merugikan kronis ini kemungkinan terkait dengan durasi, keparahan, dan penyebab
mendasar delirium, ditambah dengan kerentanan awal pasien.
DELIRIUM SCREENING TEST
DELIRIUM
SCREENING TEST
PEMERIKSAAN FISIK  Gangguan kognitif

Short Portable Mental Status Questionnaire, Mini-


Cog test, or 3D-CAM assessment
 Inatensi

Forward digit span


 Pemeriksaan fisik lainnya berdasarkan etiologi
faktor predisposisi maupun pencetusnya

TTV, EKG, pemeriksaan fisik paru , jantung,


abdomen, dan lain-lain
SPMSQ
S H O RT P O RTA B L E
M E N TA L S T AT U S
QUESTIONNAIRE
PEMERIKSAAN LAB

 Berdasarkan faktor predisposisi dan faktor


pencetusnya
 complete blood count, chemistries, glucose, renal and
liver function tests, urinalysis, oxygen saturation
 thyroid function tests, B12 level, cortisol level, drug
levels or toxicology screen, syphilis serologies, and
ammonia level
DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS
ALGORITMA
DELIRIUM
PREVENSI
DELIRIUM
Non faramakologi

MANAJEMEN Farmakologi
DELIRIUM

Non farmakologi
sleep protocol
N O N FA R M A K O L O G I

strategi reorientasi dan intervensi perilaku


 memastikan kehadiran anggota keluarga, penggunaan pendamping, dan memindahkan pasien yang mengganggu ke
kamar pribadi atau lebih dekat dengan pos perawat untuk pengawasan yang lebih intensif
 Melatih orientasi pasien dengan meletakkan kalender, jam, dan jadwal harian sebaiknya ditampilkan dengan jelas,
bersama dengan benda-benda pribadi yang dikenal dari lingkungan rumah pasien (seperti foto dan benda-benda religius).
 Kontak personal dan komunikasi sangat penting untuk memperkuat kesadaran pasien dan mendorong partisipasi pasien
sebanyak mungkin. Komunikasi sebaiknya mencakup strategi reorientasi yang berulang, instruksi yang jelas, dan kontak
mata yang sering.
 Koreksi gangguan sensorik (seperti penglihatan dan pendengaran) harus dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan individu
pasien dengan mendorong penggunaan kacamata dan alat bantu dengar selama masa rawat inap di rumah sakit.
 Mobilitas dan kemandirian sebaiknya dipromosikan; pembatasan fisik sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan
penurunan mobilitas, peningkatan kegelisahan, dan risiko cedera serta memburuknya delirium.
 Keterlibatan pasien dalam perawatan diri dan pengambilan keputusan juga sebaiknya didorong.
 Intervensi lingkungan lainnya melibatkan pembatasan perubahan kamar dan staf serta
penyediaan lingkungan perawatan pasien yang tenang dengan pencahayaan rendah pada
malam hari.
 Lingkungan dengan kebisingan yang berkurang untuk periode tidur tanpa gangguan pada
malam hari sangat penting dalam pengelolaan delirium -> perubahan di seluruh unit dalam
koordinasi dan penjadwalan prosedur keperawatan dan medis, termasuk pemberian obat,
pencatatan tanda vital, dan pemberian obat intravena serta perawatan lainnya.
 Perubahan di seluruh rumah sakit mungkin diperlukan untuk memastikan tingkat kebisingan
rendah pada malam hari, termasuk meminimalkan kebisingan di lorong, pengumuman lewat
pengeras suara, dan percakapan staf.
FA R M A K O L O G I

 Antipsikotik

Haloperidol
 0,25 hingga 0,5 mg haloperidol secara oral atau parenteral

 Dosis dapat diulang setiap 30 menit setelah tanda vital telah diperiksa ulang dan hingga sedasi
tercapai (dosis maks 3-5 mg/24 jam)
 Diawali dosis rendah dan tingkatkan perlahan

 Dosis pemeliharaan berikutnya yang terdiri dari separuh dosis pemuatan sebaiknya
diberikan dalam dosis terbagi selama 24 jam berikutnya, dengan dosis dikurangkan selama
48 jam berikutnya seiring meredanya kegelisahan
 Obat lain
 Benzodiazepin (misalnya, lorazepam) tidak direkomendasikan sebagai agen utama delirium -> oversedasi
dan memperburuk perubahan status mental akut. ( tetapi menjadi pilihan pengobatan untuk delirium yang
disebabkan oleh kejang dan sindrom penarikan alkohol dan obat)
 Sementara obat lain telah diusulkan untuk digunakan dalam pengobatan delirium, evaluasi penggunaannya
menghasilkan temuan yang bervariasi, dan tidak ada rekomendasi konsensus untuk penggunaan umum.
 Obat-obatan ini meliputi agen antipsikotik atipikal yang lebih baru, agen prokoliner (seperti donepezil),
antagonis reseptor serotonin (seperti trazodone), agonis α2 (klonidin), dan sedatif (seperti deksmedetomidin).
 Obat antipsikotik atipikal (seperti risperidone, olanzapine, dan quetiapine) memiliki potensi efek sedatif dan
ekstrapiramidal yang lebih sedikit.
 Namun, ada beberapa bukti bahwa pengobatan dengan obat antipsikotik dapat memperpanjang delirium dan
menyebabkan hasil klinis yang buruk;
 Rekomendasi saat ini adalah penggunaannya dibatasi pada pasien dengan kegelisahan berat yang
mengancam keselamatannya.
 Peringatan resmi telah dikeluarkan mengenai peningkatan mortalitas yang terkait dengan
penggunaan antipsikotik atipikal pada pasien demensia.
N O N FA R M A K O L O G I P R O T O C O L T I D U R

 Minum susu hangat atau teh hangat


 Pijatan punggung
 Mendengarkan musik yang merelakskan
THANK YOU

Terima kasih
Matur suksma

Anda mungkin juga menyukai