Anda di halaman 1dari 38

Mata Kuliah Kebijakan & Administrasi PPh

SAP 2: Global Taxation dan Schedular Taxation


pada konsep PPh

Dosen Pengajar:
Dr. Ning Rahayu, M.Si
Dr. Maria Rud Tambunan, S.I.A., M.E.
Dr. Prianto Budi Saptono, M.B.A

Kelompok Pembahas: SAP 7


(1) Dinda Chairunissa - 2306308933
(2) Dwi Septya Pratiwi- 2306182654
(3) Nandhita Hayu - 2306183045
(4) Tasya Yora Yolanda -
Content
Kelompok ini sebagai kelompok pembahas yang menambahi konten penjelasan dari kelompok
penyaji.

01 02 03 04 05
Tax Accretion Global Objek dan Penerapan di
Base Concept of Taxation vs Bukan Malaysia dan
Income vs Schedular Objek Pajak Rekomendasi
Source Taxation
Concept of
Income
Section 1.
Tax Base
Tambahan Teori dan Regulasi

Tambahan Tax Base


Menurut PPT Kelompok Penyaji SAP 2: Tax Based/Dasar Pengenaan Pajak
menurut (Waluyo, 2014) adalah diperuntukkan menjadi dasar menghitung pajak yang
terutang, bisa berbentuk harga jual atau nilai impor dan expor atau nilai lain yang
ditetapkan oleh peraturan yang berlaku.
Tambahan dari kelompok pembahas SAP 7:
Menurut Julie Rogers-Glabush dalam bukunya yang berjudul International Tax
Glossary, definisi tax base yaitu:
“The “taxable base” (or “tax base”) is term used for the amount on which the the
tax rate is applied. In fact it is a bottom line amount, taking into consideration all
possible deduction, losses and personal reliefs.”
Tambahan Teori dan Regulasi

Tambahan Tax Base


Tambahan dari kelompok pembahas SAP 7:
1. Dalam pajak penghasilan, tax base terwujud pada penghasilan kena pajak
sebagaimana dijelaskan dalam pasal Pasal 6 dan 9 UU HPP Nomor y Tahun
2021
2. Dalam Pajak Pertambahan Nilai, tax base terwujud pada Dasar Pengenaan
Pajak, yaitu Harga Jual, Penggantian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1
huruf n Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
Konsep Income Based Taxation
► Dalam konsep income based taxation, pajak dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis.
Tambahan kemampuan ekonomis merupakan selisih antara gross income dan tax reliefs.

Penghasilan dibagi dalam beberapa jenis:

Penghasilan dibagi kedalam beberapa jenis, Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas, Penghasilan dari usaha atau kegiatan, Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak
dan tidak bergerak, Penghasilan Lain-lain.
Section 2.
Accretion Concept of Income
VS Source Concept of Income
Tambahan Teori dan Regulasi

Perbaikan Accretion Concept of Tambahan Teori Accretion Concept of


Income dari SAP 2 Income

Realization concept terdapat perbaikan, Tambahan Teori Accretion Concept pada


karena pada Teori Accretion Concept yang Penyaji SAP 2:
dijelaskan oleh kelompok SAP 2 Menurut Dr. Mansury accretion concept di
menjelaskan bahwa tambahan kemampuan Indonesia digunakan dalam Pajak
ekonomis tersebut akan dianggap penghasilan Penghasilan itu bukan accretion concept
jika sudah direalisasi, Padahal, di dalam UU murni, tetapi realized accretion economic
HPP, Natura sudah dianggap menjadi power. Dapat diartikan sebagai tambahan
penghasilan. Sehingga tidak bisa digunakan kemampuan ekonomis yang baru akan
sebagai acuan teori bagi Natura. dikenakan pajak jika telah ada realisasinya.
(Sebelum adanya UU HPP)
Tambahan Teori dan Regulasi

Tambahan Teori The Source Concept of Income

Tambahan Teori Source Concept pada Pembahasan SAP 2:


1. Konsep ini pernah digunakan pada saat ordonansi
pajak pendapatan 1908, 1920, 1922 dan 1944. Menurut
ordonansi pajak pendapatan pasal 2b, pengertian
penghasilan adalah gunggungan penghasilan berasal
dari :
- usaha dan tenaga
- harta tidak bergerak
- harta bergerak
- hak atas pembayaran berkala
Section 3.
Global Taxation Concept
& Schedular Taxation Concept
Tambahan Teori dan Regulasi

Tambahan Penjelasan: Penerapan Global Taxation


Teori Global Income Taxation di Indonesia Tahun 1984

Berdasarkan teori Global Income Taxation Mansury Indonesia menerapkan Pure Global Taxation pada Pajak
(1996) mengartikan bahwa semua penghasilan darimanapun Penghasilan di tahun 1984 atas dasar konsep keadilan
sumber diperoleh, tambahan penghasilan untuk wajib horizontal dan vertikal sebagai konsep yang paling ideal,
pajak yang sama, diperlakukan sebagai satu kumpulan yaitu:
penghasilan dan dikenakan suatu formula tarif.
1. Konsep keadilan horizontal
Yaitu, kemampuan yang dicapai WP Orang/Badan yang
memiliki kemampuan ekonomis yang sama dikenakan
pajak yang sama besar.

2. Konsep keadilan vertikal


Yaitu, kemampuan yang dicapai WP Orang/Badan
memiliki kemampuan yang berbeda dikenakan pajak
yang berbeda pula, semakin tinggi kemampuan
ekonomis maka semakin tinggi pajak.
Tambahan Teori dan Regulasi

Syarat-Syarat Global Taxation Dalam Keadilan Horizontal


Menurut Mansury (1996)

Syarat-syarat keadilan horizontal menurut Mansury (1996):


1. Definisi Penghasilan adalah semua tambahan kemampuan ekonomis
2. Globality, tambahan ukuran seluruh kemampuan untuk membayar pajak
3. Net Income menjadi ability to pay adalah jumlah neto dikurangi dengan semua biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu untuk tidak dapat dipakai lagi untuk
kebutuhan WP.
4. Personal Exemption bahwa pengurangan diberikan kepada WP OP berupa penghasila tidak kena
pajak
5. Equal Treatment untuk perlakuan pajak yang dikenakan sama tanpa membedakan jenis dan
sumber penghasilan.
Tambahan Teori dan Regulasi

Syarat-Syarat Global Taxation dalam Keadilan Vertikal


Menurut Waluyo (2014)

mempunyai tambahan ekonomis yang berbeda diperlukan tidak sama (Waluyo,2014:15):


1. Unequal treatment for the unequals, hal yang membedakan besarnya tarif pajak adalah jumlah
keseluruhan penghasilan atau jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis, bukan karena
perbedaan sumber penghasilan atau perbedaan jenis penghasilan.
2. Progression, apabila jumlah penghasilan seorang WP lebih besar, dia arus
membayar pajak lebih besar dengan merapkan tarif pajak yang persentasinya lebih besar
Tambahan Teori dan Regulasi

Tujuan dari Schedular Taxation di


Tambahan Teori Schedular Taxation
Indonesia

Menurut Chairil Anwar Pohan (2022) Dalam perkembangan perpajakan di Indonesia, PPh
Schedular taxation pada umumnya adalah prosedur 1944 akhirnya menjadi pajak schedular, yaitu atas
yang berbeda dapat diterapkan pada setiap kategori jenis pendapatan tertentu dikenakan pajak dengan
penghasilan untuk memungut, menyetor, dan melapor tarif tertentu.
pajak. Umumnya schedular taxation digunakan
sistem withholding tax, tetapi pajak PPh Final yang Sifat Schedular taxation:
sudah dipotong oleh WP Pemotong tidak dapat Cenderung tidak adil dalam perpajakan karena
dijadikan sebagai kredit pajak bagi wajib pajak yang dikenakan satu tarif aja, yaitu tarif progresif.
dipotong.
Tambahan Teori dan Regulasi

Perbedaan antara Global Taxation and Schedular Taxation


Keterangan Global Taxation Schedular Taxation
Konsep Penghasilan Sistem yang mengenakan Sistem yang mengenakan
penghasilan berdasarkan penghasilan berdasarkan Source
Accretion Concept Concept

Perlakuan Perpajakan atas World Wide Income: Perlakuan perpajakan atas


Penghasilan (Income Tax Semua penghasilan digabungkan penghasilan dibedakan
Treatment) tanpa membedakan asal berdasarkan sumber/jenis
sumber/jenis penghasilan baik dari penghasilan, dimana suatu jenis
dalam/luar negeri penghasilan tertentu berbeda
dari penghasilan lain
Tambahan Teori dan Regulasi

Perbedaan antara Global Taxation and Schedular Taxation


Keterangan Global Taxation Schedular Taxation
Struktur tarif Satu struktur tarif PPh tunggal Memiliki banyak tarif dan tarif
(untuk PPh Badan) dan bersifat pajaknya berbeda-beda,
tarif progresif (untuk PPh OP) tergantung kategori penghasilan.
yang diberlakukan pada total
penghasilan (tarif PPh Pasal 17)

Dasar Pengenaan Pajak (tax base) DPP-nya adalah Net Income, yaitu DPP-nya adalah Gross Income
Global Income dikurangi tax relief atau deemed profit/deemed taxable
income. Tidak ada tax relief
Tambahan Teori dan Regulasi

Perbedaan antara Global Taxation and Schedular Taxation


Keterangan Global Taxation Schedular Taxation
Aspek Keadilan Pajak Mencerminkan prinsip keadilan Kurang mencerminkan keadilan (bagi
ability to pay PPh yang bersifat final). Mudah
diterapkan pada negara sistem
administrasi belum canggih

Sistem Pemungutan Pajak Self-Assessment System atau Umumnya menggunakan Withholding


dikombinasi dengan Withholding System
System

Pajak yang dipotong / tidak Pajak yang dipotong oleh pihak ketiga Pajak yang dipotong oleh pihak ketiga
dijadikan sebagai kredit pajak Withholding system dapat dijadikan (yang bersifat final) tidak dapat
PPh Badan kredit pajak PPh Badan. dikreditkan PPh Badan.
Cth: PPh 23, Jasa pengacara, Cth:PPh final bunga deposito, sewa
Konsultan, dsb. tanah/gedung, dividen, dsb
Section 4.
Konsep Objek Pajak
& Bukan Objek Pajak
Konsep Penghasilan : Source Concept Konsep Penghasilan : Accretion Concept

One-tier system atau dividend-exclusion


system adalah suatu sistem perpajakan, di
mana pajak dibebankan atas laba yang
dihasilkan hanya pada tingkat perusahaan.
Berdasarkan sistem ini, penghasilan perseroan
hanya dikenakan pajak satu kali di tingkat
perseroan. (IBFD International Tax Glossary,
2015).
Pengertian Objek Pajak

Pasal 4 UU PPh :

Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun
Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 (1) UU PPh

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
c. Laba usaha
d Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
● Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
● Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
Objek Pajak Penghasilan

● Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,


pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
● Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada
keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak yang bersangkutan dan
● Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta
dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
Koperasi
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
Objek Pajak Penghasilan

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta


Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala ;
k. Keuntungan karena pembebasan utang , kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan
Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatru mengenai KUP; dan
s. Surplus Bank Indonesia
Objek Pajak Penghasilan Final

Pasal 4 ayat (2) UU PPh

Penghasilan di bawah ini dapat dikenal pajak yang bersifat final:


a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan
di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha, real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya
Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, danf atau minuman bagi seluruh pegawai;
2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;atau
5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung,
dan pembayaran asuransi beasiswa;
Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:


1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b) badan dalam negeri;
2 dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang
diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:
a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
laba setelah pajak; atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut
sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini;
Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu;
i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saharn-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil rnenengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Bukan Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;


m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
o. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu; dana
setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan
dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan
Haji (BPKH); dan
p. sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau
ditempatkan sebagai dana abadi.
Tambahan Penjelasan
Konsep One-Tier System
Konsep Classical System

Classical system (separate entity system; two tier tax) One-tier system atau dividend-exclusion system adalah
adalah suatu sistem perpajakan, di mana pajak dikenakan suatu sistem perpajakan, di mana pajak dibebankan atas
atas laba yang dihasilkan di tingkat perusahaan. laba yang dihasilkan hanya pada tingkat perusahaan.
Kemudian, pajak dikenakan lagi atas laba bersih (income Berdasarkan sistem ini, penghasilan perseroan hanya
after tax) di tingkat pemegang saham orang pribadi. dikenakan pajak satu kali di tingkat perseroan. (IBFD
(IBFD International Tax Glossary, 2015). International Tax Glossary, 2015).

Classical system adalah suatu sistem yang mengenakan


pajak dua kali atas penghasilan yang bersumber dari
perseroan, yaitu pada tingkat perseroan dan pada tingkat
pemegang saham saat dibagikan sebagai dividen. Dengan
demikian, classical system memandang perseroan
sebagai entitas yang terpisah dengan pemiliknya.
(Cnossen,1996)
Tambahan Penjelasan Konsep One-Tier System
Konsep Classical System di Indonesia di Malaysia

Pasal 4(1) huruf g UU PPh ,yang menjadi objek pajak..termasuk: Berdasarkan Lembaga Hasil Dalam Negeri
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, (LHDN) Malaysia (2014), Malaysia
termasuk dividen dari perusahaan asuransi menerapkan one-tier tax system dalam
kepada pemegang polis; mengenakan pajak penghasilan atas dividen.
Sistem tersebut sudah diterapkan sejak 2008.
Berdasarkan peraturan di atas maka Indonesia menerapkan Classical System. Pada one-tier tax system, dividen dibebaskan
Tapi setelah diberlakukan UU HPP maka terjadi perubahan ke one-tier system. pada pemegang saham dan perusahaan tidak
diwajibkan untuk memotong pajak atas
Pasal 4(3) UU PPh ,Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: dividen yang dibayarkan kepada pemegang
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan. saham.

ketika penghasilan perseroan tersebut dibagikan sebagai dividen kepada


pemegang saham orang pribadi, penghasilan dividen ini tidak dikenakan pajak
lagi pada orang pribadi tersebut. Orang pribadi itu tidak membayar pajak lagi
karena ada pengecualian dividen sebagai penghasilan kena pajak pemegang
saham. Ini berbeda dengan classical system.
Section 5.
Penerapan di Malaysia
Tambahan Teori dan Regulasi

Pengenaan Perubahaan Tarif di


Malaysia
Mengenai perubahan tarif PPh Badan di Malaysia telah terjadi
beberapa kali, yakni diawali pada tahun 1989 dimana pada saat itu
tarif PPh Badan sebesar 40% lalu turun menjadi 35%. Selanjutnya,
pada tahun 1993 turun kembali menjadi 33%. Pada saat ini, tarif PPh
Badan Malaysia sebesar 24%. Penetapan tarif 24% terjadi pada
tahun 2016. Adanya kebijakan penurunan tarif PPh Badan, Ministry
of Finance Malaysia memperkirakan akan terjadi pertumbuhan
penerimaan PPh Badan. Berdasarkan penelitian Kasim (2013),
pemerintah Malaysia menawarkan berbagai insentif pajak salah
satunya dengan penurunan tarif PPh Badan untuk mendorong
masuknya investasi asing atau domestik, dijelaskan bahwa besaran
tarif pajak perusahaan merupakan elemen penting dalam mendorong
keputusan investasi multinational corporation (MNC).
Tambahan Informasi Kelompok Pembahas

Tarif PPh Badan di Malaysia


Year Assessment Percentage Year Assessment Percentage
2023 2020-2022

Company with paid up capital not more than RM25 Company with paid up capital not more than RM25
Million and gross business income not more than RM50 Million and gross business income of not more than
million RM50 million

- On First -15% - On First 17%


RM150,000 RM600,000
- RM150,001 to -17% - Subsequent 24%
RM600,000 Balance
- RM600,001 and -24%
Subsequent
Balance

Company other than the 24% Company other than the 24%
above category above category
Penyaji SAP 2 Perbaikan SAP 2

Indonesia: Memiliki struktur tarif progresif dengan Pada penjelasan di Malaysia


beberapa tingkatan, dimana tarif pajak meningkat Pengenaan tarif progresif dan tingkatan tarif yang
seiring dengan peningkatan penghasilan wajib pajak. berbeda (atau bervariasi) hanya dikenakan oleh Wajib
Pajak Pribadi.
Malaysia: Menerapkan sistem tarif yang bervariasi
tergantung jenis penghasilan dan pendapatan, Sedangkan, pengenaan pada Wajib Pajak Badan di
namun jumlah dan tingkatannya bisa berbeda Malaysia dikenakan tarif Tunggal yang sudah sama-
dengan Indonesia. Perbedaan ini mengindikasikan sama ditetapkan bersama dengan Negara-Negara Asean
pendekatan yang berbeda dalam menargetkan segmen lainnya. Tarif tunggal
pendapatan yang berbeda.
PPh Badan di Malaysia dikenakan sebesar 33%.
Objek Pajak Penghasilan di Malaysia

Income Tax Act 1967 Pasal 4 :

Classes of Income in Malaysia


● gains or profits from a business
● gains or profit from an employment
● dividends, interest or discounts;
● rents, royalties or premium;
● pension, annuities or other periodical payments not falling under any of the foregoing classes;
● gains or profits not falling under any of the foregoing classes.
DAFTAR PUSTAKA

Ability to pay”, International Tax Glossary, IBFD, 1996.


Tax, The Encyclopedia Americana, International Editor, Vol. 26, 1977. Taxable Base, International Tax Glossary,
International Bureau of Fiscal Documentation, 1988.
Pohan,Chairil Anwar. (2022) Implementasi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan dan Perencanaan
Perpajakannya Terkini. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mansury. (1996). Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia, Jilid 2. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Kasim, N. and Sanusi, Z.M. (2013) ‘Emerging issues for auditing in Islamic Financial Institutions: Empirical
evidence from Malaysia’, 8(5), pp. 10–17.
Thank-you!
Mata Kuliah Kebijakan & Administrasi PPh

Do you have any question?

Anda mungkin juga menyukai