Kelompok Pembahas SAP2 (SAP7 - Dinda, Dwi, Nandhita, Tasya)
Kelompok Pembahas SAP2 (SAP7 - Dinda, Dwi, Nandhita, Tasya)
Dosen Pengajar:
Dr. Ning Rahayu, M.Si
Dr. Maria Rud Tambunan, S.I.A., M.E.
Dr. Prianto Budi Saptono, M.B.A
01 02 03 04 05
Tax Accretion Global Objek dan Penerapan di
Base Concept of Taxation vs Bukan Malaysia dan
Income vs Schedular Objek Pajak Rekomendasi
Source Taxation
Concept of
Income
Section 1.
Tax Base
Tambahan Teori dan Regulasi
Penghasilan dibagi kedalam beberapa jenis, Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas, Penghasilan dari usaha atau kegiatan, Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak
dan tidak bergerak, Penghasilan Lain-lain.
Section 2.
Accretion Concept of Income
VS Source Concept of Income
Tambahan Teori dan Regulasi
Berdasarkan teori Global Income Taxation Mansury Indonesia menerapkan Pure Global Taxation pada Pajak
(1996) mengartikan bahwa semua penghasilan darimanapun Penghasilan di tahun 1984 atas dasar konsep keadilan
sumber diperoleh, tambahan penghasilan untuk wajib horizontal dan vertikal sebagai konsep yang paling ideal,
pajak yang sama, diperlakukan sebagai satu kumpulan yaitu:
penghasilan dan dikenakan suatu formula tarif.
1. Konsep keadilan horizontal
Yaitu, kemampuan yang dicapai WP Orang/Badan yang
memiliki kemampuan ekonomis yang sama dikenakan
pajak yang sama besar.
Menurut Chairil Anwar Pohan (2022) Dalam perkembangan perpajakan di Indonesia, PPh
Schedular taxation pada umumnya adalah prosedur 1944 akhirnya menjadi pajak schedular, yaitu atas
yang berbeda dapat diterapkan pada setiap kategori jenis pendapatan tertentu dikenakan pajak dengan
penghasilan untuk memungut, menyetor, dan melapor tarif tertentu.
pajak. Umumnya schedular taxation digunakan
sistem withholding tax, tetapi pajak PPh Final yang Sifat Schedular taxation:
sudah dipotong oleh WP Pemotong tidak dapat Cenderung tidak adil dalam perpajakan karena
dijadikan sebagai kredit pajak bagi wajib pajak yang dikenakan satu tarif aja, yaitu tarif progresif.
dipotong.
Tambahan Teori dan Regulasi
Dasar Pengenaan Pajak (tax base) DPP-nya adalah Net Income, yaitu DPP-nya adalah Gross Income
Global Income dikurangi tax relief atau deemed profit/deemed taxable
income. Tidak ada tax relief
Tambahan Teori dan Regulasi
Pajak yang dipotong / tidak Pajak yang dipotong oleh pihak ketiga Pajak yang dipotong oleh pihak ketiga
dijadikan sebagai kredit pajak Withholding system dapat dijadikan (yang bersifat final) tidak dapat
PPh Badan kredit pajak PPh Badan. dikreditkan PPh Badan.
Cth: PPh 23, Jasa pengacara, Cth:PPh final bunga deposito, sewa
Konsultan, dsb. tanah/gedung, dividen, dsb
Section 4.
Konsep Objek Pajak
& Bukan Objek Pajak
Konsep Penghasilan : Source Concept Konsep Penghasilan : Accretion Concept
Pasal 4 UU PPh :
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun
Objek Pajak Penghasilan
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
c. Laba usaha
d Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
● Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
● Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
Objek Pajak Penghasilan
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Bukan Objek Pajak Penghasilan
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, danf atau minuman bagi seluruh pegawai;
2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;atau
5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung,
dan pembayaran asuransi beasiswa;
Bukan Objek Pajak Penghasilan
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu;
i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saharn-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil rnenengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Bukan Objek Pajak Penghasilan
Classical system (separate entity system; two tier tax) One-tier system atau dividend-exclusion system adalah
adalah suatu sistem perpajakan, di mana pajak dikenakan suatu sistem perpajakan, di mana pajak dibebankan atas
atas laba yang dihasilkan di tingkat perusahaan. laba yang dihasilkan hanya pada tingkat perusahaan.
Kemudian, pajak dikenakan lagi atas laba bersih (income Berdasarkan sistem ini, penghasilan perseroan hanya
after tax) di tingkat pemegang saham orang pribadi. dikenakan pajak satu kali di tingkat perseroan. (IBFD
(IBFD International Tax Glossary, 2015). International Tax Glossary, 2015).
Pasal 4(1) huruf g UU PPh ,yang menjadi objek pajak..termasuk: Berdasarkan Lembaga Hasil Dalam Negeri
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, (LHDN) Malaysia (2014), Malaysia
termasuk dividen dari perusahaan asuransi menerapkan one-tier tax system dalam
kepada pemegang polis; mengenakan pajak penghasilan atas dividen.
Sistem tersebut sudah diterapkan sejak 2008.
Berdasarkan peraturan di atas maka Indonesia menerapkan Classical System. Pada one-tier tax system, dividen dibebaskan
Tapi setelah diberlakukan UU HPP maka terjadi perubahan ke one-tier system. pada pemegang saham dan perusahaan tidak
diwajibkan untuk memotong pajak atas
Pasal 4(3) UU PPh ,Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: dividen yang dibayarkan kepada pemegang
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan. saham.
Company with paid up capital not more than RM25 Company with paid up capital not more than RM25
Million and gross business income not more than RM50 Million and gross business income of not more than
million RM50 million
Company other than the 24% Company other than the 24%
above category above category
Penyaji SAP 2 Perbaikan SAP 2