Anda di halaman 1dari 14

MA’RIFATULLAH

SULUK TANAH JAWA


(Mangenal Allah)

SESI KE-1
PENGANTAR
MENJADI MANUSIA
YANG SESUNGGUHNYA (1)
Kita menjadari bahwa sebagai manusia kita diberi
kemampuan untuk berzikir dan berpikir. Dari kedua
kemampuan ini manusia sudah tidak dapat digolong-
kan dalam dunia binatang. Namun, manusia belum
menjadi manusia yang sesung-guhnya bila masih
banyak sifat hewan yang kita sandang dalam hidup ini.
Menurut Syekh Siti Jenar, semua yang ada merupakan
makhluk hidup. Dan, dari semua makhluk hidup,
manusia adalah makhluk yang paling utama. Perhati-
kan Q. 17:70 yang menjelaskan bahwa manusia dicipta-
kan dan dilebihkan daripada kebanyakan makhluk.

2
Q.17:70. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezeki yang baik-baik, dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sem-
purna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.

Ternyata, semua makhluk adalah makhluk hidup, dan


tak ada makhluk (benda) mati. Jadi, semua yang ada
baik pada diri kita maupun yang ada di sekeliling kita
adalah makhluk hidup. Dengan demikian, makhluk
hidup itu ada yang berupa satu atom, satu sel, maupun
yang multisel.

Apa yang disebut makhluk hidup sebenarnya adalah


wujud kehidupan yang terorganisasi.
3
org. lbh lengkap

organisme multisel

organisme eukaryot sel tunggal

organisme prokaryot sel tunggal

protein

asam amino

molekul

atom

4
Nah, apa yang sekarang ini kita anggap makhluk hidup
adalah makhluk yang memiliki ciri-ciri bisa tumbuh dan
berkembang biak. Wujudnya terorganisasi dan terkoor-
dinasi. Antara satu organ dengan yang lainnya bekerja
secara sistem. Lalu, mineral, udara, cahaya, dan
sejenisnya kita sebut sebagai benda mati (non-living
thing), karena tidak tampak sistem organisasinya.

Dari sinilah SSJ menyatakan bahwa hidup kita adalah


hidup yang terperangkap oleh kematian. Artinya, kita
hidup bersandar pada benda-benda yang selama ini
kita anggap sebagai benda mati. Dan, tentunya hidup
yang sejati tak pernah tersentuh oleh kematian.

Kekuatan Hidup-Nya yang mengalir dalam alam kema-


tian ini menjadi makhluk hidup yang bersifat baru.
5
Berdasarkan Q. 67:1–2, diinformasikan bahwa DIA
adalah pemilik semua kerajaan atau kekuatan. Dengan
kekuatan-Nya itu Dia ciptakan kematian dan kehidupan.

67:1. Mahaberkah Allah yang kekuasaan-Nya adalah


segala kerajaan, dan Dia mahakuasa atas segala
sesuatu.
67:2. Dia yang menciptakan mati dan hidup –yang
dengan cara itu– Dia bermaksud “mendidik, melatih
dan mengevaluasi kamu, agar di antara kamu ada yang
lebih baik amalnya. Dan, Dia mahaperkasa serta maha
pengampun (pelindung).
6
Jadi, kita dilahirkan di dunia ini bukan untuk hidup,
tetapi untuk menyempurnakan atau meningkatkan
kualitas hidup. Prosesnya melalui mekanisme hidup
dan mati. We are born to die!

Dengan demikian, mempertahankan eksistensi dengan


cara menguasai atau bahkan membunuh orang lain,
adalah tindakan yang salah.

Pernyataan tersebut seirama dengan Q. 67:1-2. Kita


sebagai manusia ini diberi hak hidup selama periode
tertentu untuk bisa beramal (berkarya/berbuat) yang
lebih baik. Hal inilah yang tidak terdapat pada dunia
binatang. Binatang hidup hanya dengan mewarisi sifat-
sifat bawaan yang ada pada leluhurnya. Sedangkan,
manusia dirancang untuk hidup lebih baik.
7
Dalam prosesnya tentu kita masih tetap melakukan
mekanisme seperti yang ada pada dunia hewan, seperti
kalau haus kita minum, kalau lapar kita makan, dan kita
juga perlu beristirahat, di antaranya dalam bentuk
tidur.

Tidur merupakan perlambang bagi kematian. Yang


membedakan dengan kematian raga adalah dalam
keadaan tidur zat hidup kita masih terperangkap raga.
Di dalam tidur ada mimpi. Menurut sebuah hadis, kita
hidup di bumi ini seperti orang tidur, dengan kata lain
seperti orang yang sedang bermimpi.

Kelanjutan dari hadis itu, manusia baru terjaga setelah


kematiannya. Pada titik inilah SSJ mengukuhkan pan-
dangannya bahwa kita hidup sekarang ini berada di
alam kematian. 8
Di dalam Alquran juga dijelaskan pada Q. 50:22, seperti
di bawah ini.

50:22. Sesungguhnya engkau berada dalam keadaan


lalai dari hal ini, maka Kami singkapkan daripadamu
tutup penglihatanmu, maka penglihatanmu pada hari
itu amat tajam.

Ketika ayat itu diangkat oleh SSJ dalam kehidupan


nyata di bumi ini, banyak orang yang salah dalam
memahami makna “Hidup sekarang ini berada di alam
kematian”. Banyak orang yang memahami pernyataan
itu secara literal (harfiah/leterlik). Sehingga, hidup di
dunia ini dianggap tak bermakna.
9
Pandangan ini jelas keliru! Tentu, SSJ tidak meng-
ajarkan hadis maupun Alquran itu secara negatif atau
keliru. Perhatikan kembali makna “tidur” dan “mati”.
Yang dalam hadis dinyatakan: “Hakikatnya manusia
yang hidup sekarang ini dalam keadaan tidur, dan baru
bangun setelah kematiannya.”

Dari sudut pandang orang yang memperhatikan makna


kehidupan, tentu hidup sekarang ini seperti orang yang
sedang tidur atau mati. Artinya, secara umum setiap
orang yang hidup sekarang ini tidak mengetahui tujuan
hidupnya. Kalau toh kita mengata-kan bahwa tujuan
hidup untuk ini dan itu, sebenarnya kita hanya
melakukan “copy paste” dari orang lain. Atau, kita
mengira-ngira dan menyimpulkan setelah membaca
ayat atau buku filsafat.
10
Secara biologis, tidur diperlukan agar kesehatan kita
tetap prima dan pulih dari keadaan lemah atau sakit.
Demikian pula, hidup di bumi ini diperlukan agar kita
dapat menyempurnakan atau meningkatkan kualitas
hidup kita di masa yang akan datang.

Hal ini disebabkan realitas sekarang ini masih bersifat


maya, dan tidak langgeng. Semua kejadian dan peris-
tiwa yang kita alami hanyalah bersifat lintasan. Ada
kenikmatan dan ada penderitaan, keduanya bersifat
lintasan. Oleh karena itu, terhadap segala peristiwa
yang ada di dunia ini, kita hanya bisa mengenang yang
indah, dan berusaha melupakan semua yang
menyakitkan. Maya tidak berarti tidak ada. Maya itu ada
tetapi selalu bersifat baru!

11
Kita pernah menjadi bayi, balita, remaja, dan akhirnya
menjadi manusia dewasa. Setelah itu kita memasuki
usia tua –bahkan di antara hadirin sudah ada yang tua.
Mekanisme ini akan terjadi terus-menerus ketika
keadaan bumi belum berganti yang baru seperti
disebut pada Q. 14:48.

Pada hari suasana bumi diganti dengan suasana bumi


yang lain dan langit, dan mereka semuanya mengha-
dap ke hadirat Allah yang maha esa lagi mahaperkasa.

Akan ada kondisi sebagaimana yang diinformasikan


dalam Alquran tersebut, entah seperti yang diramalkan
dalam kalender Maya atau jauh setelah itu.
12
Sesuai dengan sifat-sifat yang diamati oleh para ahli
astrofisika, perubahan ke arah yang lebih baik pasti
terjadi. Jadi, menurut SSJ, hidup kita sekarang ini
adalah musim untuk menabung. Yang ditabung adalah
kawruh (pengetahuan tentang hidup) yang sejati.
Dengan demikian, amal kita di dunia ini harus berlan-
daskan kawruh tersebut. Kawruh tersebut sampai hari
ini adalah berzikir, berpikir (akal dan budi), dan
bertafakur.

Amal atau tindakan yang kita lakukan tentu harus ber-


landaskan hal tersebut, agar kita secara perlahan
meninggalkan sifat kehewanan kita, dan berubah
menuju insan kamil. Amal perbuatan kita tentu tidak
berasal dari fotokopi orang lain. Kita belajar menjadi
diri sendiri.
13
Dengan proses zikir, pikir, dan tafakur (hingga menca-
pai tahapan bimbingan Allah), kita bisa berbuat dan
beraksi untuk kebajikan.

Ingat! SSJ tidak mengartikan kebajikan itu sebagai


mengerjakan ritual atau formalitas keagamaan. Ritual
atau formalitas keagamaan itu merupakan kewajiban
sopan-santun dalam pergaulan hidup yang sesuai
dengan agama yang dipeluknya.

Yang pertama-tama menjadi pokok kebajikan adalah


kemandirian hidup. Inilah hidup yang tidak tergantung
pada orang lain. Hidup dengan orang lain hanyalah
jalinan hidup atau interwoven.

14

Anda mungkin juga menyukai