Anda di halaman 1dari 32

ANALISA SITUASI DAN PENGEMBANGAN

PROGRAM UNTUK ELIMINASI TB TAHUN


2030:
PERAN TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT

PROF. DR. CICILIA WIDIYANINGSIH, SKM, M.KES.


OUTLINE PRESENTASI PERAN TENAGA
KESMAS DALAM PROMOSI,
PENCEGAHAN & PENGENDALIAN TBC

1. Situasi TBC di Dunia dan di Indonesia


2. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam Menunjang Keberhasilan
Pengendalian TBC
3. Pengertian TBC, Gejala, Organ yang Terinfeksi, Penularan, Pengobatan <
Pencegahan TBC
4. Penyebab Gagal Obat (Penelitian Sendiri + Penelitian Org Lain). Simpulan
Penyebab
5. Saran Untuk Solusi Penyebab Kegagalan Pengendalian Tbc.
SITUASI TBC DI DUNIA

 WHO melaporkan bahwa estimasi jumlah orang terdiagnosis TBC tahun 2021 secara global sebanyak 10,6
juta kasus atau naik sekitar 600.000 kasus dari tahun 2020 yang diperkirakan 10 juta kasus TBC. Dari 10,6 juta
kasus tersebut, terdapat 6,4 juta (60,3%) orang yang telah dilaporkan dan menjalani pengobatan dan 4,2
juta (39,7%) orang lainnya belum ditemukan/ didiagnosis dan dilaporkan.
 Pada tahun 2021 pula menjadikan TBC sebagai penyakit menular paling mematikan pada urutan kedua (2) di
dunia setelah Covid-19. Dan berada pada urutan ke tiga belas (13) sebagai faktor penyebab utama kematian di
seluruh dunia.
 TBC dapat diderita oleh siapa saja, dari total 10,6 juta kasus di tahun 2021, setidaknya terdapat 6 juta kasus
adalah pria dewasa, kemudian 3,4 juta kasus adalah wanita dewasa dan kasus TBC lainnya adalah anak-
anak, yakni sebanyak 1,2 juta kasus.
 Kematian akibat TBC secara keseluruhan juga terbilang sangat tinggi, setidaknya 1,6 juta orang mati akibat TBC,
angka ini naik dari tahun sebelumnya yakni sekitar 1,3 juta orang. Terdapat pula sebesar 187.000 orang yang
mati akibat TBC dan HIV. TBC termasuk 10 penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia.
SITUASI TBC DI INDONESIA

 Indonesia sendiri berada pada posisi KEDUA (ke-2) dengan jumlah penderita TBC
terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria,
Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo secara berutan. Pada tahun 2020, Indonesia
berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021
jelas tidak lebih baik. Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC
(satu orang setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000
kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya
setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC.
 Angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai 150.000 kasus (satu orang setiap 4
menit), naik 60% dari tahun 2020 yang sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC.
Dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk.
Kompetensi Tenaga Kesehatan Masyarakat

1. Pengkajian dan analisis situasi kesehatan masyarakat berbasis


bukti;
2. Pengkajian dan pengembangan sistem kesehatan (health system);
3. Pengembangan regulasi dan Program Kesehatan Masyarakat;
4. Pendayagunaan budaya setempat dalam implementasi regulasi dan program
kesehatan masyarakat;
Analisa Situasi
5. Komunikasi efektif dan pengembangan kemitraan dalam pengelolaan program
kesehatan masyarakat; & Eliminasi TB
6. Penurunan risiko kebencanaan kesehatan masyarakat (public health disaster Pengembangan tahun 2030
risk reduction); Program
7. Digital Public Health (DiPH);
8. Peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement) dalam
peningkatan kinerja sistem kesehatan dan program kesehatan masyarakat;
9. Kewirausahaan kesehatan masyarakat (public health entrepreneurship);
10. Kepemimpinan strategis (strategic leadership) dan berpikir sistem (system
thinking) dalam kesehatan masyarakat.
Peran Kolaborasi
Tenaga Kesehatan
di Kelompok Kesmas
Mampu mengidentifikasi faktor
risiko TBC; Mencegah dan
Tenaga melindungi masyarakat dari
Epidemiolog
Kesehatan penularan TBC; Mengedukasi
Kesehatan
Masyarakat Masyarakat untuk skrining TBC,
Kepatuhan berobat dan minum obat
s.d. tuntas dan Pemeriksaan TBC; Eliminasi TB
Tenaga Promosi serta Mengembangkan kebijakan tahun 2030
Pembimbing
Kesehatan dan berbasis bukti, sehingga turut
Kesehatan Kerja
Ilmu Perilaku
memajukan pelayanan Promosi,
Pencegahan, dan Pengendalian
Tenaga TBC di Indonesia dengan
Administratif dan mendukung Program TBC
Kebijakan Indonesia, Indonesia Sehat (Mis.
Kesehatan Germas) ataupun dengan inovasi
sendiri yang bermutu.
6 TANGGUNG JAWAB TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT

Respon cepat
terhadap Efek Memastikan
ketersediaan nakes
Promosi & Samping kesmas yang
Pencegahan
Perlindungan Mendorong Pengobatan berkualitas,di
Penyebaran PencegahanTB
masyarakat dari Kepatuhan TBC & Fasyankes untuk
Tuberculosis C melayani promosi,
bahaya TBC Berobat membantu
(TBC) pencegahan
&minum obat masyarakat &pengendalian
dalam tahap TBC.
pengobatan
PENGERTIAN TENTANG TUBERCULOSIS

 TBC atau Tuberculosis adalah penyakit menular yg


disebabkan oleh kuman Tuberculosis
(Mycobacterium Tuberculosis),
Bakteri yang menyerang tubuh manusia
terutama paru.
Penyakit TBC bukan penyakit turunan dan
bukan gender.
 TBC merupakan penyakit menular langsung.
Identifikasi terduga TBC
TBC tulang

TBC
Berdasarkan TBC paru
kelenjar
organ tubuh
yang diserang TBC Extra TBC
Paru selaput otak

TBC kulit

TBCAbdom
en
PENULARAN UHUK ..
UHUK…

TBC
Kuman TBC terhirup oleh
Kuman TBC keluar ke
udara pada saat penderita
TBC batuk, bersin, atau
berbicara.
orang lain melalui saluran
pernafasan menuju paru-
paru dan dapat menyebar
ke bagian tubuh lainnya.

UHUK ..
UHUK .. UHUK…
UHUK…

UHUK ..
UHUK…

Jika daya tahan tubuh lemah,


orang tersebut menjadi sakit TBC Di dalam tubuh, kuman TBC
Jika daya tahan tubuh kuat,
dilawan oleh daya tahan
tubuh. orang tersebut tetap sehat.
- Sifat kuman TBC:
 Ukuran <5 mikron
 Tahan terhadap suhu
rendah
 Peka terhadap suhu panas,
sinar matahari dan
ultraviolet

- Sumber penularan: droplet


nuclei
 Bicara: 0-210 partikel
 Batuk: 0-3500 partikel
 Bersin: 4500-1 jt partikel
Pencegahan TBC
Etika Batuk
Catatan penting:
Bila ditemukan gejala-gejala efek samping berat, pasien harus menghentikan pengobatannya
dan segera bantu pasien rujuk ke petugas kesehatan.
Vaksin BCG atau Bacillus Calmette–Guérin adalah vaksin untuk
mencegah TBCC atau tuberkulosis. TBCC disebabkan oleh
infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Vaksin BCG
merupakan salah satu jenis vaksinasi yang wajib diberikan
kepada anak.

Vaksin BCG berasal dari


bakteri mycobacterium tuberculosis yang telah
dilemahkan. Penyuntikan vaksin BCG ini
akan membantu tubuh mengenal dan
membentuk kekebalan terhadap bakteri ini.
Selain untuk mencegah TBC, vaksin BCG
juga bisa digunakan sebagai imunoterapi
pada kanker kandung kemih.
Dosis dan Jadwal Pemberian Vaksin BCG
Vaksin BCG merupakan salah satu jenis vaksinasi yang wajib diberikan kepada anak.
Sesuai dengan jadwal imunisasi yang dikeluarkan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia), jadwal penyuntikan vaksin BCG bisa dilakukan dari bayi baru lahir sampai
berusia 1 bulan.

Untuk daerah endemis tuberkulosis, bayi yang belum mendapatkan vaksinasi BCG setelah
berusia 3 bulan, disarankan untuk melakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

Dosis yang diresepkan dokter akan disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien, serta tujuan
penggunaan obat. Berikut rincian dosis umum vaksin BCG:

Tujuan: Mencegah tuberkulosis


•Dewasa: 0,2–0,3 ml diberikan melalui suntikan ke kulit.
•Anak usia >1 bulan: 0,2–0,3 ml obat dicampurkan dengan 1 ml air steril yang selanjutnya
disuntikan ke kulit.
•Anak usia <1 bulan: 0,2–0,3 ml obat dicampurkan dengan 2 ml cairan steril yang
selanjutnya disuntikan ke kulit.
FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN PENGOBATAN TBC

 Faktorpertama Pemahaman dan Persepsi terhadap TBC


 Faktor kedua ini berkaitan dengan stigma yang beredar di masyarakat tentang penyakit TBC. Pasien
TBC tidak mengetahui akan resistansi TBCC akibat putus obat. Kemudian, ketakutan pasien TBC terhadap
penyakitnya dan persepsi negatif akan layanan kesehatan bisa membuat pasien TBC enggan berobat.
 Faktor Efek Pengobatan TBC & Kepatuhan Minum Obat
 Perlu diketahui, pengobatan TBC aktif yang relatif lama (6-24 bulan) merupakan tantangan tersendiri
untuk pasien TBC. Selain melawan rasa bosan, pasien TBC kerap mendapatkan efek samping obat yang
dapat mengakibatkan kejadian putus obat.
 Dari 3 faktor tersebut, jelas bahwa fundamentalnya pasien TBC memerlukan dukungan penuh untuk bisa
sembuh dari penyakitnya. Pengobatan yang mempunyai waktu panjang perlu dikawal dengan baik hingga
tuntas Peran Nakes Kesmas sangat penting dlm rangka penguatan Skrining,
penyuluhan/edukasi ,pengobatan, pencegahan dan pengendalian TBC di fasyankes dan di Masyarakat.
LANJUTAN PENYEBAB KEGAGALAN
PENGOBATAN TBC
 Perlu diketahui, angka keberhasilan pengobatan TBCC di Indonesia masih belum mencapai target nasional. Dari 90% target
keberhasilan pengobatan baru tercapai 73% pada tahun 2021 .
https://141.stopTBCindonesia.org/artikel/23/3-Faktor-Penyebab-Terjadinya-Kegagalan-Pengobatan-TBCC.
 Ivan S. Pradipta (dkk) yang dipublikasikan di BMC Public Health :ada 3 faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan
pengobatan TBCC:
Faktor Sosio-Demografi dan Ekonomi
Faktor pertama ini cukup kompleks untuk menjadi salah satu penyebab kegagalan pengobatan TBCC. Hal ini dikarenakan
seperti adanya stigma – sebagai masalah sosial, di mana kebanyakan dari mereka yang gagal karena stigma ini dikarenakan
oleh kurangnya dukungan keluarga.
Stigma yang beredar di masyarakat selama ini penyakit TBC adalah hal yang tabu, sehingga mereka (pasien TBCC) mendapat
diskriminasi sampai dijauhi dan tidak didukung bahkan oleh keluarga sendiri.
Kemudian, soal demografi – pasien TBC yang tinggal di pinggiran kota atau pedalaman desa kerap mengalami kesulitan untuk
mengakses fasilitas kesehatan karena jarak yang jauh.
Ditambah lagi dari sektor ekonomi – walau biaya obat TBCC telah ditanggung pemerintah, pasien TBCC masih perlu uang dari
 Faktor aktifitas hubungan dengan pengaruh dan faktor personal mempengaruhi keberhasilan pengobatan
TBC, untuk itu diperlukan program terstruktur edukasi klien dan program bantuan biaya hidup penderita
TBC untuk mendukung kesuksesan pengobatan tidak tuntas 77.4% 1-8 minggu (periode aktif), 9-16
minggu 25%, 17-24 minggu 0%,≥ 25 minggu 0% Kab. Asmat, Puskesmas Agats (wijar prasetyo.2020)
 Baharudin penyebab gagal obat Pendidikan rendah dan pengetahuan tentang TBC dan pengobatan kurang
paham. Makasar 2019.
 Imelda Liana Ritonga .2022.Medan (Sumut) penyebab kegagalan pengobatan TBC: Efek samping, Tidak
ada PMO, Kurangnya motivasi, Kurangnya Pengetahuan, ketidak patuhan pasien minum obat
 Ninda Wahyuni .2014 . PKM Partusalbi,Medan, Sumut.Gagal obat 6.7% penyebab motivasi tidak baik
6.7%, Dukungan keluarga kurang baik 6.7%
 Fransisca Tahidi Sinaga PKM Kota Bandar Lampung.2018 ada peningkatan gagal obat dari 125 pasien
tahun 2015 menjadi 157 pasien tahun 2018 penyebabnya PMO tidak baik, lingkungan keluarga tidak baik,
perokok. Putus obat 28.6%, Kasus Kambuh 53.96%, gagal pngobatan 17.46%)
 Eneng,Cicilia, Ana: Dukungan psikososial, dukungan keluaraga, dukungan pengelola program, dukungan
tenaga Kesehatan, Jarak fasyankes, Pendidikan, Perkawinan,Pekerjaan Pendapatan. R Square 55%.
Characteristicsof Previous Tuberculosis Treatment History in Patients with
Treatment Failure and the Impact on Acquired Drug-Resistant Tuberculosis.
Soedarsono, et all.2023.
studinya mencakup 171 pasien MDR-TBC yang didapat dari kasus kegagalan
pengobatan. Sebanyak 64 pasien mendapatkan obat TBC terpisah, dan 107 pasien
mendapatkan obat TBC kombinasi dosis tetap (FDC). Sebanyak 21 (32,8%) pasien yang
menerima obat TBC terpisah dan enam (5,6%) pasien yang menerima obat TBC FDC
meminum obatnya dalam dosis terbagi. Selain itu, tiga (4,7%) pasien yang menerima
obat TBC terpisah dan delapan (7,5%) pasien yang menerima obat TBC FDC meminum
obatnya bersama makanan. Sebanyak 132 dari 171 (77,2%) pasien memiliki riwayat
salah pengobatan yang berkembang menjadi MDR-TBC.
Edukasi tentang cara minum obat yang benar baik versi terpisah maupun obat TBC
FDC menurut aspek farmakokinetik penting dilakukan sebelum memulai pengobatan
TBC.
Lost to Follow-Up among Tuberculosis Patients during the Public-Private Mix Era in
Rural Area of Indonesia.Sri R Rahayu, artisipasi faskes dalam pelaporan TBC pada
era PPM di Kota Semarang mencapai 97,6% yang terdiri dari 37 Puskesmas (100%), 8
RS Pemerintah (100%), 19 RS Swasta (90,5%), dan Puskesmas Paru Berbasis
Masyarakat (100%). Analisis regresi mengungkapkan bahwa faktor prediktif LTFU-
TBC selama PPM adalah tahun diagnosis (AOR=1.541; p-value=<0.001; 95% CI=1.228–
1.934), status rujukan (AOR=1.562, p-value=0.007; 95% CI=1.130–2160), kepemilikan
asuransi kesehatan dan jaminan sosial (AOR=1.638; p- value=<0.001; 95% CI=1.263–2.124),
sumber obat (AOR=4.667; p-value=0.035; 95% CI=1.117–19.489).
Factors associated with the unsuccessful TBC treatment outcomes in the northern regions
of Namibia: a mixed methods study
• Mondjila Amkongo,
 Jouli Xiang.2023.Factors associated with loss to follow-up before and after treatment
initiation aaaaamong patients with Tuberculosis: A 5-year observation in China
Tingkat keberhasilan pengobatan keseluruhan wilayah Kunene dan Oshana selama periode peninjauan
masing-masing adalah 50,6% dan 49,4%. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa di wilayah Kunene,
jenis DOT yang digunakan (DOTS berbasis komunitas) (aOR = 0.356, 95% CI: 0.835–2.768, p = 0.006)
secara statistik signifikan dengan hasil pengobatan yang tidak berhasil. Sementara di wilayah Oshana,
kelompok usia 21–30 tahun (aOR = 1.643, 95% CI = 1.005–2.686, p = 0.048), 31–40 tahun (aOR = 1.725,
95% CI = 11.026–2.9, p = 0.040), 41–50 tahun (aOR = 2.003, 95% CI = 1.155–3.476, p = 0.013) dan 51–60
tahun (aOR = 2.106, 95% CI = 1.228–3.61 2, p = 0.007) memiliki hubungan yang signifikan secara statistik
dengan TBC-TO yang buruk. Analisis tematik induktif mengungkapkan bahwa pasien di wilayah Kunene sulit
untuk dijangkau karena gaya hidup nomaden mereka dan luasnya wilayah tersebut, sehingga
mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengamati terapi TBC secara langsung. Di wilayah Oshana,
ditemukan bahwa stigma dan kesadaran TBC yang buruk di antara pasien dewasa, serta pencampuran obat
anti-TBC dengan produk alkohol dan tembakau di antara pasien dewasa, merupakan masalah umum yang
memengaruhi terapi TBC.
Determinan Kinerja Programer TBC dalam Penemuan Kasus Baru TBC melalui Investigasi
Kontak Di UPTD Puskesmas Wilayah Kota Sukabumi
Gayatri Adhasari S.Kep, Ners,M.Kes. Prof. Dr. Cicilia Widiyaningsih, SMIP., SKM, M.Kes,Dr.Widodo SE,Mkes.
Gayatry06adha@gmail.com,sisilwindi@gmail.com

Kota Sukabumi luas wilayah 48.42 Km2, mempunyai 7 kecamatan, 33 kelurahan dikelilingiwilayah Kab.
Sukabumi, jumlah penduduk 358854 jiwa. Seluruh puskesmas di wilayah kota Sukabumi dapat dilalui
kendaraan roda empat maupun kendaraan umum, dan sisanya dapat dilalui kendaraan roda dua dan ojek.
(Pelayanan Pengobatan TBC mudah diakses di Wilayah Kota Sukabumi, Profil Kesehatan Kota Sukabumi
Tahun 2022). Kontribusi Tenaga Kesehatan perawat 12%, Dokter 7%, Tenaga Kesehatan lainya <7%
dampaknya seluruh tenaga kesehatannya mempunyai tugas rangkap. Pada Tahun 2022 terduga menderita
TBC 6023 orang, 5709 (94,79%) telah mendapatkan pemeriksaan untuk diagnosis TBC. ( capaian ini naik
karena tahun 2021 capaiannya 70% ) , sisanya 5,21% belum dieriksa dapat menjadi sumber penularan.
5709 yang diperiksa 2116 (37,06%) dinyatakan positif menderita TBC dan harus menjalani pengobatan
tuntas. Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2022). Di Kota Sukabumi Tahun 2022 , 2116 kasus baru
TBC dibandingkan dengan situasi di Indonesia data Tahun 2022 ada 700 .000 kasus baru artinya 3/1000
kasus baru Indonesia di Kota Sukabumi.
Menurut Perpres no 67 TAhun 2021 tentang Penanggulangan TBC sejumlah strategi yaitu penguatan
komitmen, peningkatan akses layanan TBC, optimalisasi Upaya promosi dan pencegahan TBC, pengobatan
TBC dan pengendalian infeksi hingga pemanfaatan riset dan teknologi.
Lanjutan Faktor Gagal obat –Meninggal dunia

 Ada hubungan antara umur, pekerjaan, pendapatan, riwayat covid19, tipe diagnosis,
komorbid, penyebab kematian, merokok, dan kepadatan terhadap kejadian kematian pada
pasien TBC paru di kota Bekasi (Puspa, Cicilia)
 Gambaran kejadian kematian pada pasien TBC paru di kota bekasi. Mayoritas responden berumur
15-60 tahun sebanyak 93,4%. Berjenis kelamin laki-laki sebanyak 63,2%. Berpendidikan tinggi
sebanyak 81,6%. Mayoritas responden tidak bekerja sebanyak 68,4%. Responden memiliki
pendapatan <UMR sebanyak 81,6%. Sudah menikah sebanyak 76,3%. Mayoritas responden jauh
jarak menuju ke fasyankes 100%. Kepatuhan pengobatan baru sebanyak 94,7%. Lokasi anatomi
responden di paru sebanyak 98,7%. Responden tidak pernah terjangkit Covid19 sebanyak 98,7%.
Mayoritas tipe diagnosis responden bakteriologi sebanyak 71,1%. Tidak memiliki komorbid
sebanyak 76,3%. responden sembuh sebanyak 75%. Responden dengan status gizi malnutrisi –
obesitas sebanyak 80,3%. Tidak merokok sebanyak 78,9%. Kepadatan hunian sebanyak 68,4%.
Serta adanya kontak erat sebanyak 100%.(Puspa.Cicilia)
SIMPULAN PENYEBAB GAGAL PENGOBATAN TBC

FAKTOR HOST
(PENDERITA TBC) FAKTOR LINGKUNGAN FAKTOR AGENT
1.Pemahaman ,dan Persepsi kurang karena 1. Stigma 1. EFEK SAMPING OBAT
Pendidikan dan Pengetahuan TBC Rendah
2. Jarak kefasyankes jauh 2. Pengobatan TBC Aktif 6-24
2. Motivasi untuk patuh dan sembuh rendah,
Bosan Pengobatan Lama 3. Tidak ada PMO Bulan.

3.Mengeluarkan uang sendiri untuk 4. Dukungan Keluarga kurang 3. Komorbid (DM,dll)


transport
5. Dukungan Psikososial kurang 4. Gagal Pengobatan TBC Sumber
4.Perokok Penular TBC
6. Dukungan Pemegang Program
5.Perkawinan
Kurang 5. Good nutrisi TKTP
6.Pekerjaan
7. Dukungan tenaga Kesehatan kurang
7.Pendapatan
8. Peningkatan Incentive Programmer
8.Malnutrisi TBC di Puskesmas
SARAN PENGENDALIAN TBC DI PUSKESMAS,
RUMAH SAKIT, SERTA FASYANKES LAINNYA

1. Diharapkan dapat memberikan pelayanan paripurna, promosi, edukasi dan motivasi yang lebih baik terhadap pasien
dan keluarga.
2. Mendukung Pelaksanakan kegiatan Tracing penderita TBC dan kontak
3. Melengkapi data SITBC pasien
4. Mendukung pemeriksaan/skrining terhadap pemyakit-penyakit komorbid
5. Mendukung dlm Memastikan semua kasus TBC terkonfirmasi memulai pengobatan segera setelah terdiagnosis
6. Pemberi layanan edukasi, pasien safety,analisis data dan program TBC di semua fasyankes dan Masyarakat
termasuk dukungan dlm pengobatan TBC,dukungan psikososial utk menjamin kepatuhan dan keberlangsungan
pengobatan
7. Petugas kesehatan Masyarakat yang berada di fasyankes harus memberikan edukasi betapa pentingnya minum
obat secara rutin serta menjelaskan efek pengobatan jika tidak tuntas pada waktu yang telah ditentukan.
8. Petugas Kesehatan Masyarakat yang berada di fasyankes harus meningkatkan mutu pelayanan kepada Masyarakat
penderita TBC dan memberikan motivasi agar pasien cepat sembuh serta membuat paisen merasa nyaman selama
menjalani pengobatan,.
9. Mengadakan kunjungan ke rumah pasien gagal obat.
SARAN UNTUK TENAGA KESEHATAN
MASYARAKAT DI FASYANKES & DI
MASYARAKAT
1. Diharapkan dapat mendukung dlm meningkatkan sistem monitoring, evaluasi dan supervisi
terhadap pasien-pasien TBC khususnya yang putus berobat dan memiliki komorbid dengan
melakukan pengumpulan data/skrining pada pasien TBC mengenai penyakit Komorbid atau
penyakit lainnya yang kemungkinan pasien idap saat sebelum terkena TBC atau setelah
terkena TBC.
2. Mensosialisasikan informasi terbaru atau Program/Juknis Pengendalian TBC
3. Melakukan kunjungan rumah ke semua pasien TBC khususnya yang putus berobat dan
memiliki komorbid.
4. Untuk Epidemiolog diharapkan dapat melakukan analisis yang memadai dlm meningkatkan
sistem monitoring serta evaluasi terhadap data angka kejadian TBC termasuk kesakitan,
kepatuhan berobat, sembuh, resisten obat kematian.
5. Incentive Programmer TBC ditingkat dan disesuaikan dengan beban kerja tenaga Kesehatan
masyarakat
SARAN BAGI MASYARAKAT

1. Masyarakat penderita TBC mematuhi pengobatan TBC yg membutuhkan waktu lama.


2. Masyarakat rutin Kontrol Ke Puskesmas terdekat sesuai peraturan pengobatan TBC atau
Masyarakat mampu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat.
3. Ada efek samping obat lapor kader terdekat dan Puskesmas (Catat nomor kontak petugas
pelayanan TBC/Dokter untuk melaporkan ada efek samping), segera ke Puskesmas/RS untuk
dilakukan tindak lanjutnya.
4. Menggunakan masker untuk menjaga diri dari polusi dan mencegah penularan TBC mengingat
Indonesia penderita TBC no 2 di dunia.
5. Stigma dari masyarakat perlu dukungan lingkungan keluarga , tetangga, teman, dll untuk
memotivasi patuh minum obat sampai selesai pengobatan cegah stigma dengan memberikan
edukasi TBC bisa sembuh.
SARAN INSTITUSI PENDIDIKAN

1. Penelitian Combi TBC mengingat di Indonesia mempunyai budaya yg beraneka ragam


(epidemiolog, Promkes, pembimbing K3, TKM, Adminkes)
2. Evaluasi Program TBC terbaru tentang tracing penderita dan kontak, patuh, kader Dots, sembuh,
resisten obat, efek samping
3. Pengabdian kepada masyarakat pendampingan mengatasi efek samping obat, kepatuhan berobat,
pemakaian masker & pencegahan K3 makanan tambahan TKTP.
4. Pemberian edukasi oleh promkes dan ilmu perilaku yg berkesinambungan tentang TBC dan
Pengobatan dan Pencegahan penularan TBC
5. Penelitian Pengobatan TBC tidak terlalu lama supaya cakupan pengobatan 100%, dan persentase
kesembuhan Meningkat Syukur 100%.
6. Penelitian tentang mengatasai efek samping pengobatan TBC, dan Kuman TBC (Epidemiolog &
K3)
7. Penelitian tentang Psikososial mengatasai stigma

Anda mungkin juga menyukai