(FISHERIES MANAGEMENT) ALTERNATIF STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
Satu-satunya mekanisme yang tersedia untuk mempertahankan
biomassa dan produktivitas suatu sumberdaya pada suatu tingkat yang diinginkan, setidaknya dalam perikanan tangkap di alam bebas, adalah mengendalikan mortalitas penangkapan dengan cara mengatur banyaknya ikan yang ditangkap, kapan ikan ditangkap serta ukuran dan umur saat ikan ditangkap.
Dalam mengatur mortalitas penangkapan ada sejumlah pendekatan
yang dapat digunakan, dan masing-masing mempunyai implikasi dan efisiensi yang berbeda untuk pengaturan mortalitas penangkapan, dampak terhadap para nelayan, kelayakan dari pemantauan, pengendalian dan pengawasan, dan segi lainnya dari pengelolaan perikanan. Dengan pendekatan tersebut ada beberapa alternatif strategi pengelolaan yang mungkin dapat diterapkan pada perikanan tangkap di perairan laut Indonesia. Pada wilayah pengelolaan perikanan yang tidak terlalu luas, sering kali memungkinkan mengintensifkan atau memperluas produksi perikanan. Upaya ini dapat dicapai, umpamanya, dengan cara penebaran yang tepat dan bertanggung jawab terhadap suatu perairan dengan hewan-hewan tambahan dari jenis spesies yang sudah ada, penyuburan tambahan untuk meningkatkan produksi primer dan sekunder tanpa mengubah ekosistem serta keanekaragaman hayati dan pemusnahan spesies pemangsa atau hama.
Upaya ini merupakan tahap dari suatu perkembangan yang
berawal dari alam perikanan tangkap berubah secara bertahap menjadi perikanan berbasis budidaya yang sederhana. Dalam kasus suatu stok ditangkap di kawasan yang berada di bawah yurisdiksi lebih dari satu otoritas pengelolaan, seperti halnya stok ikan pelintas batas atau stok ikan peruaya jauh, harus dilakukan upaya-upaya untuk memastikan agar langkah pengelolaan sesuai di antara yurisdiksi yang berlainan. Kelalaian mematuhi hal ini mungkin menghambat satu atau beberapa otoritas pengelolaan atau para pengguna dalam pencapaian tujuan mereka.
Jumlah total atau massa ikan yang ditangkap dalam suatu
periode yang ditetapkan akan tergantung pada konsentrasi ikan di kawasan penangkapan, banyaknya upaya penangkapan yang dikerahkan selama periode tersebut dan efisiensi penangkapan dari alat tangkap yang digunakan. Hubungan ini menunjukkan bahwa ada sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatur tangkapan total, yang artinya mengatur mortalitas penangkapan yang dibebankan terhadap suatu stok. Langkah teknis, yang berupa pembatas atau kendali untuk mengatur keluaran yang dapat dicapai dari sejumlah upaya tertentu, umpamanya pembatasan alat tangkap, penutupan penangkapan pada musim dan kawasan tertentu. Dalam bentuk peraturan tersebut di atas, langkah ini umumnya berupaya mempengaruhi efisiensi dari alat penangkapan ikan.
Pengendalian masukan, yang secara langsung mengatur jumlah
upaya yang dapat dimasukkan ke dalam suatu perikanan. Pada umumnya, pengendalian masukan lebih mudah dipantau dibandingkan pengendalian keluaran.
Pengendalian keluaran, secara langsung mengatur tangkapan yang
dapat diambil dari suatu perikanan dan dapat dipandang sebagai suatu cara untuk menghindari permasalahan yang berkaitan dengan penetapan dan pemberdayaan langkah teknis dan pengaturan upaya tangkap, dengan membatasi langsung faktor yang merupakan perhatian utama, yaitu tangkapan total. Bagaimanapun juga, pengendalian tangkapan juga mempunyai masalah, sebagian besar berkaitan dengan pemantauan dan pengawasan. Dalam banyak kejadian, perikanan diatur oleh suatu kombinasi yang terdiri atas lebih dari satu langkah pengendalian di atas. Suatu patokan pertimbangan, apapun kombinasi langkah pengelolaan yang digunakan, merupakan keputusan yang membuka atau membatasi akses ke sumberdaya tersebut.
Upaya dan kapasitas armada yang berlebihan harus
dihindarkan dalam suatu perikanan, karena fakta menunjukkan bahwa kapasitas penangkapan yang berlebihan dibandingkan dengan yang diperlukan dalam suatu WPP, mengakibatkan terjadinya tangkap lebih di WPP tersebut. Dengan demikian pembatasan terhadap upaya total yang mempunyai akses ke suatu WPP harus dilakukan. Langkah Teknis
Pembatasan alat tangkap bermakna pengendalian tipe, ciri, dan
operasi dari suatu alat tangkap.
Pembatasan alat tangkap dilakukan untuk :
(i) menghindarkan peningkatan kapasitas penangkapan akibat
peningkatan efisiensi alat tangkap yang bersangkutan. (ii) menghindari suatu dampak yang tak dikehendaki yang berkaitan dengan ukuran ikan, spesies bukan komersial atau habitat kritis,. (iii) menghindari pemasukan suatu teknologi baru yang kiranya dapat memodifikasi secara bermakna distribusi hak pengusahaan yang ada, teristimewa jika hal ini melibatkan para peserta baru Pengaturan ciri alat tangkap seperti misalnya ukuran mata jaring minimum atau dimensi bukaan mulut jaring atau bubu, umumnya dilakukan untuk mengendalikan mortalitas penangkapan terhadap suatu komponen tertentu dari sumberdaya, seperti individu berukuran lebih kecil (juwana) dari spesies target atau spesies hasil sampingan. Pembatasan alat tangkap bisa pula dirancang guna mengurangi tangkapan total dengan cara mengurangi efisiensi potensial dari nelayan.
Pembatasan alat tangkap mempunyai peran yang penting dalam
mengupayakan pemanfaatan optimal suatu stok atau suatu sumberdaya. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa pembatasan alat tangkap saja tidak dapat digunakan untuk menjamin konservasi. Sebagai tambahan, peningkatan efisiensi suatu armada sering menaikkan biaya penangkapan relatif pada armada lain dan karena itu mungkin menjurus kepada tekanan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih tinggi untuk mempertahankan tingkat pendapatan. Pembatasan alat tangkap cenderung bersifat untuk spesies khusus, umpamanya suatu ukuran mata jaring yang dimaksudkan untuk menangkap individu matang dari suatu spesies yang berukuran lebih kecil dan hal ini mungkin masih akan menangkap individu belum matang dari spesies berukuran lebih besar yang berada pada lokasi yang sama.
Penggunaan perangkat tambahan seperti perangkat
pengurangan tangkapan sampingan, piranti pencegahan masuknya penyu dan kisi-kisi, dapat merupakan bagian terpadu dari pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Cara ini dapat menghindarkan hasil tangkapan yang berlebihan dari spesies bukan target atau spesies yang terancam punah, dan harus digunakan oleh otoritas pengelolaan perikanan apabila diperlukan. Pembatasan kawasan dan waktu dapat digunakan untuk melindungi suatu komponen dari suatu stok atau komunitas seperti misalnya komponen dewasa yang akan memijah atau komponen juwana. Pembatasan kawasan dan waktu dapat digunakan untuk mengatur mortalitas penangkapan total pada suatu sumberdaya. Namun demikian, otoritas pengelolaan perikanan harus memantau upaya yang tersedia, dan pemindahan upaya tangkap dari kawasan tertutup atau musim tertutup ke daerah dan musim terbuka yang tidak melampaui tingkat lestari sumberdaya di daerah terbuka tersebut.
Pembatasan beberapa daerah waktu-ruang, tidak sama sekali
menjurus pada pemindahan tingkat upaya yang kelebihan ke kawasan lain yang tingkat upayanya lebih dari pada yang diinginkan. Kebijakan yang tidak cermat akan menimbulkan permasalahan sosial dan ekonomi yang sama dengan sistem akses terbuka. Pembatasan kawasan dapat memainkan peran yang diperlukan dalam penangkapan yang lestari. Teristimewa untuk spesies teritorial atau spesies yang hidupnya relatif menetap. Kawasan laut yang tertutup dan dilindungi dapat digunakan untuk cadangan biomasa pemijah di atas batas ambang (didasarkan pada rujukan biologi) yang diperlukan untuk memastikan rekrutmen yang terus berkelanjutan.
Kawasan laut yang dilindungi dapat pula berperan penting
dalam mencadangkan habitat kritis atau tahap-tahap hidup yang peka dari suatu spesies. Otoritas pengelolaan perikanan perlu menjamin bahwa lokasi dan perluasan kawasan laut yang dilindungi berdasarkan pada tujuan yang jelas, dan diikuti dengan pemantauan dan pengendalian. Sebagai tambahan dari perannya dalam melestarikan sumberdaya, pembatasan kawasan dan waktu dapat digunakan untuk mengurangi atau menghapus sengketa antara komponen yang berbeda dari sistem perikanan (armada artisanal, industri, dan asing) atau antara mereka dan para pengguna lainnya.
Dengan memilah-milah para nelayan atau kelompok lain yang
berkepentingan ke dalam penempatan waktu dan ruang yang tepat sesuai dengan sifat penggunaan atau praktek penangkapan mereka, pertemuan antara mereka dapat dikurangi, dengan demikian juga mengurangi besarnya kemungkinan sengketa. Akan tetapi, pemilahan semacam itu menjurus pada alokasi yang harus dipatuhi, dan sengketa bisa timbul jika alokasi semacam itu tidak mempertimbangkan pemerataan dan keadilan. Baik pengkhususan alat tangkap maupun pembatasan kawasan dan waktu dapat menjurus kepada ketidakefisienan dan penyimpangan ekonomi, karena bisa mengurangi secara efektif tingkat hasil tangkapan per upaya, di bawah tingkat yang dapat dicapai jika tak ada pembatasan.
Oleh karena itu, langkah ini perlu digunakan sebagai bagian
dari suatu strategi menyeluruh yang dikembangkan secara berkonsultasi dengan kelompok yang berkepentingan.
Informasi ilmiah hasil pengkajian stok dan studi sosial serta
ekonomi dan proyeksi yang tepat harus digunakan untuk mengarahkan pilihan yang tepat dari langkah teknis misalnya analisis hasil per rekrut, bila sesuai hendaklah dipertimbangkan secara khusus. Pembatasan ukuran minimum dan kematangan dapat pula digunakan untuk mengurangi mortalitas penangkapan pada tahap kehidupan stok yang dianggap memerlukan perlindungan khusus.
Bilamana pelaksanaan peraturan ini, seperti
ukuran minimum yang diizinkan pada pendaratan, mengharuskan pengembalian individu yang tertangkap ke dalam perairan, otoritas pengelolaan harus mengkaji tingkat kelangsungan hidup dari individu-individu yang dikembalikan untuk memastikan keberhasilan dari langkah tersebut. Pengendalian Masukan Pengendalian masukan (upaya), meliputi pembatasan jumlah unit penangkapan melalui izin yang diterbitkan, pembatasan jumlah unit waktu melakukan penangkapan (kuota upaya individu), dan pembatasan ukuran kapal dan/atau alat tangkap. Penetapan suatu batas upaya yang tepat menanyangkut penetapan mortalitas penangkapan sangat penting dalam perikanan yang bertanggung jawab. Beberapa tingkat pembatasan upaya oleh otoritas pengelolaan merupakan suatu prasyarat untuk perikanan yang bertanggung jawab, apapun langkah pengendalian yang digunakan.
Pengalaman menunjukkan bahwa ketiadaan batas terhadap kapasitas
armada perikanan mengakibatkan upaya yang dikeluarkan oleh industri perikanan tidak dapat dikendalikan secara efektif. Akan teapi jika hak-hak akses yang tepat dijamin diizinkan sesuai dengan potensi lestari, maka para pemegang hak akan berhasrat untuk mengatur masukan mereka (dalam bentuk kapasitas dan upaya) ke tingkat yang tepat bagi kepentingan ekonomi mereka. Kapasitas yang berlebih, umumnya terkait dengan perikanan akses terbuka dan Permasalahan terbesar dalam penggunaaan pengendalian masukan saja untuk mengatur perikanan terkait dengan permasalahan untuk menetapkan berapa besar upaya sesungguhnya yang diwakili oleh masing-masing unit penangkapan. Bahkan armada yang berciri tersendiri di dalam suatu perikanan dicirikan oleh variasi yang besar dalam ukuran kapal (jika kapal-kapal dilibatkan), sifat dari alat tangkap dan bantuan teknis dan teknologi yang digunakan, mutu perawatan kapal dan alat tangkap, keterampilan dan strategi nahkoda dan faktor lainnya. Perbedaan ini menyebabkan sangat sukar melakukan pengkajian upaya efektif dalam suatu perikanan.
Secara teoritis, jika data cukup tersedia, maka memungkinkan
menetapkan efisiensi relatif dari tiap kapal dan armada dengan cara membandingkan hasil tangkapan historis per satuan upaya dalam suatu basis data armada. Dalam prakteknya, peningkatan efisiensi, menyebabkan kalibrasi tersebut sukar dilakukan. Hal ini menekankan pentingnya bagi otoritas pengelolaan menyangkut pengumpulan data yang tepat guna tentang hasil tangkapan dan upaya. Melakukan percobaan, khususnya meliputi skala ruang dan waktu yang singkat, untuk membandingkan efisiensi alat tangkap melalui kerjasama dengan industri perikanan dapat menolong dalam membandingkan unit upaya. Jika permasalahan penetapan jumlah upaya yang tepat pada suatu sumberdaya dan perubahan upaya efektif dapat diatasi, maka terdapat beberapa keuntungan dari pendekatan pengendalian upaya dibandingkan dengan cara pengendalian keluaran (tangkapan).
Pengendalian upaya mungkin pula diperlukan untuk menghindari
permasalahan kapasitas yang berlebih, walaupun telah terdapat pengendalian keluaran.
Pengendalian masukan lebih mudah dan murah dipantau dan
dilaksanakan dibandingkan pengendalian keluaran, khususnya dalam perikanan multispesies yang mungkin membutuhkan banyak pengendalian keluaran (yaitu kuota khusus) untuk mengendalikan upaya penangkapan.
Pelaporan yang salah tentang hasil tangkapan tidak
merupakan faktor serius dalam pengendalian masukan, karena hanya sedikit atau tidak ada insentif bagi nelayan memberikan statistik tangkapan yang tidak benar. Pengendalian Keluaran
Pengendalian keluaran (tangkapan) adalah suatu langkah
pengelolaan populer bagi perikanan, khususnya untuk perikanan skala besar.
Pengendalian keluaran, secara teoritis, memungkinkan
perkiraan dan pelaksanaan tangkapan optimal yang akan diambil dari suatu stok dengan suatu strategi permanen yang ditentukan. Adanya informasi yang baik mengenai hasil tangkapan yang sebenarnya dapat mendukung pencapaian tujuan yang diinginkan.
Pengendalian tangkapan biasanya meliputi penetapan suatu
jumlah tangkapan yang diperbolehkan, yang kemudian dilakukan pembagian ke dalam kuota individu menurut armada, perusahaan penangkapan, atau nelayan . (i) Secara teoritis, pengendalian tangkapan menghapus keperluan untuk pengendalian, yang menyangkut perkiraan efisiensi penangkapan semua unit dalam perikanan tersebut, dan yang menyangkut pemantauan serta menyikapi perubahan dalam efisiensi penangkapan, yang merupakan ciri penting dari pengendalian upaya.
Namun demikian pengkajian semacam itu akan tetap diperlukan
dari waktu ke waktu untuk memberikan kemudahan penyesuaian dari kapasitas armada menyeluruh dengan memperhitungkan peningkatan teknologi. Tanpa penyesuaian tersebut, peningkatan yang tidak diatur dalam kapasitas akan meningkatkan insentif untuk penangkapan berlebih dan pelaporan yang tidak sebenarnya. (ii) Pengendalian tangkapan juga mempunyai permasalahan dalam pelaksanaannya.
• Saat pengendalian tangkapan bisa melindungi sumberdaya,
dengan entri terbatas dan kuota individu, pengendalian tangkapan tidak mengurangi distorsi sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh para nelayan yang berpacu dalam persaingan untuk memperolah bagian yang sebesar mungkin selama jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) belum terpenuhi.
• Masalah terbesar yang berkaitan dengan pengendalian
keluaran adalah pemantauan keluaran, yakni hasil tangkapan. Insentif para nelayan untuk mengaburkan laporan hasil tangkapan mereka adalah tinggi ketika hal ini merupakan faktor yang digunakan untuk mengatur hak mereka sendiri untuk menangkap. Oleh karena itu, otoritas pengelolaan harus memantau ketat tangkapan per pengguna dan total tangkapan, untuk memastikan JTB, dan kuota individu tidak dilampaui. Hal ini mengarah pada keperluan akan suatu sistem pemantauan yang luas, seksama dan karenanya mahal. • JTB dan kuota individu secara normal ditetapkan dan diterbitkan untuk stok tunggal. Dalam perikanan multi- spesies hal ini menjurus ke masalah pembuangan dan seleksi ketat mutu tangkapan, karena JTB dan kuota untuk spesies yang berada bersama akan dipenuhi pada tingkat yang berbeda.
Para nelayan yang sudah melengkapi kuota atau JTB suatu
spesies yang ditentukan, akan terus menangkapi spesies lain. Mereka akan dihadapkan pada pilihan selain dari membuang atau mendaratkan hasil tangkapan spesies ilegal dimana kuotanya telah dipenuhi.
Ini berarti perlunya suatu sistem pemantauan dan
pengendalian yang efektif dan biasanya mahal yang melekat pada otoritas pengelolaan untuk mengatur penangkapan. Pengaturan pertukaran kuota dan pengalihan kuota atau tangkapan dari satu tahun ke tahun berikutnya sampai tingkat tertentu mungkin dapat menghapus masalah ini.