Anda di halaman 1dari 46

Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Pertanyaan yang Sering Muncul di Bulan Ramadhan


"Bagaimana hukumnya seorang Muslimah yang minum obat penunda haidh agar tidak tertinggal puasa Ramadhan? Jika seseorang makan dan minum di bulan Ramadhan karena lupa, apakah puasanya batal? Bolehkah melakukan tranfusi darah ketika sedang berpuasa? Batalkah puasa orang yang berdusta di bulan Ramadhan?" Pertanyaan-pertanyaan seperti itu hampir selalu muncul di setiap bulan Ramadhan, khususnya pada acara dialog Ramadhan di radio dan televisi. Biasanya pertanyaan demikian sudah dijawab oleh ustadz penyampai materi pada acara bersangkutan. Namun pada tahun berikutnya biasanya akan selalu muncul kembali. Mungkin ada sebagian khalayak yang masih belum mengerti atau lupa atas penjelasan terdahulu, sehingga terpaksa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Pada tahun ini bukan tak mungkin hal yang sama kembali ditanyakan orang. Untuk itu Sahid mencoba merangkum berbagai tanya-jawab tentang masalah-masalah tersebut dengan bersumber dari fatwa-fatwa ulama faqih. Semoga berguna. Apa hukumnya makan sahur, wajib atau sunnah? Syarat sah puasa atau bukan? Isyarat tentang makan sahur terdapat dalam al-Quran dan Hadits berikut ini. "Dan makan serta minumlah kamu sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." (Al-Baqarah: 187). "Bersahurlah, karena dalam sahur itu ada berkah!" (Muttafaq alaihi dari Anas). Kedua nash tersebut secara jelas menunjukkan perintah untuk makan sahur. Tapi berdasarkan praktek yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya para ulama mujtahid (yang berijtihad menentukan hukum) sepakat bahwa perintah tersebut kadarnya sunnah, bukan wajib. Hal ini juga didukung oleh banyaknya hadits lain yang menerangkan berbagai keutamaan ibadah makan sahur antara lain membawa berkah dan mengundang rahmat Allah Swt, didoakan para malaikat serta menguatkan tubuh. Dengan demikian, ia bukan merupakan syarat sahnya puasa, karena tidak melaksanakannya pun tidak apa-apa.

Seseorang terlambat sahur karena kesiangan. Ketika sedang makan tiba-tiba terdengar adzan Shubuh. Apakah ia harus menghentikan makannya atau terus? Apabila jelas dan tegas bahwa adzan fajar itu dilakukan tepat pada waktunya, sesuai dengan kalender negeri tempat orang tersebut berpuasa, maka wajib atasnya meninggalkan makan dan minum seketika ia mendengar adzan. Adapun jika ia mengetahui bahwa adzan itu dikumandangkan sebelum masuk waktunya selama beberapa menit, atau setidak-tidaknya masih diragukan, maka ia boleh makan atau minum sehingga ia yakin akan terbitnya fajar. Pada masa sekarang hal ini mudah diketahui dengan adanya kalender (jadwal imsakiyah) dan jam yang terdapat hampir pada setiap rumah. Pernah ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas, "Saya makan sahur, maka apabila saya ragu-ragu saya berhenti." Ibnu Abbas menjawab, "Makanlah selama engkau ragu-ragu, sehingga engkau tidak ragu-ragu lagi." Jika seseorang makan dan minum di bulan Ramadhan karena terlupa, apakah ibadah puasanya menjadi batal? Apabila makan dan minumnya karena terlupa, puasanya tidaklah batal. Makanan yang ia telan boleh dikatakan rizki dari Allah. Namun setelah teringat bahwa ia sedang berpuasa, maka orang tersebut harus melanjutkan puasanya pada hari itu hingga saat berbuka. Hal ini telah dijelaskan dalam Haditas yang disampaikan Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: "Barangsiapa lupa bahwa ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya (pada waktu itu) Allah memberinya makan dan minum." (HR Bukhari dan Muslim). Di dalam lafal Daruquthni dengan sanad shahih diriwayatkan: "Sebenarnya itu adalah rizki yang diberikan Allah kepadanya, dan tidak ada kewajian qadha atasnya." (HR Daruquthni). Dan dalam lafal lain menurut riwayat Daruquthni, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim disebutkan: "Barangsiapa yang berbuka puasa Ramadhan karena lupa, maka tidak wajib qadha atasnya dan tidak pula wajib membayar kafarat." Apakah mimpi dan mengeluarkan sperma serta mandi junub di siang hari Ramadhan membatalkan puasa ? Sesungguhnya bermimpi basah (mimpi yang disertai mengeluarkan sperma) tidak membatalkan puasa. Sebab hal itu di luar kemampuan dan kesadaran manusia atau merupakan perbuatan yang tidak disengaja. Begitu pula mandi jinabat tidak membatalkan puasa. Bagaimana hukumnya manji junub setelah terbit fajar?

Orang-orang yang akan berpuasa diperbolehkan makan dan minum dan atau bersenggama (jima') pada malam hari sampai terbit fajar atau sebelum masuk waktu shalat Shubuh. Sebagaimana diatur dalam Surat Al-Baqarah ayat 187, sesudah waktu tersebut seseorang diperintahkan untuk tetap berpuasa. Dalam hal ini jika seseorang baru selesai bersenggama pada saat terbit fajar, tentu mandi junubnya hanya dapat dilakukan setelah terbit fajar atau setelah lewat waktu Shubuh. Sesuai dengan isyarat dalam ayat di atas, maka ia tetap diwajibkan berpuasa. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa diperbolehkan mandi junub setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah. Hukum ini diperkuat dengan sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim Ibnu Hiban dan Ibnu Khuzaimah dari 'Aisyah bahwa suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasul dan bertanya tentang mandi junub setelah fajar, sementara 'Aisyah mendengarkan dari balik tirai. Kemudian Rasul menjawab bahwa beliau juga pernah mengalami hal serupa untuk menunjukkan bahwa puasa orang itu tetap sah. Ada lagi satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah dan Ummu Salmah yakni: "Sesungguhnya Nabi Saw ketika masuk Shubuh dalam keadaan junub setelah jima' kemudian mandi dan berpuasa." Bagaimana hukum puasa bagi orang yang lemah fisiknya, seperti orang lanjut usia, orang sakit, musafir, wanita hamil dan menyusui serta pekerja berat ? Orang lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan, jika merasa berat (tidak mampu) berpuasa, mereka boleh tidak berpuasa. Sabda Rasululllah : "Diberi rukhshah (keringanan) bagi orang lanjut usia untuk berbuka puasa dan memberi makan orang miskin setiap harinya, serta tidak ada kewajiban qadha' atasnya. (HR Daruquthni dan Hakim. Keduanya mensahihkan). Orang yang sakit di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa, namun wajib mengganti (qadha') di luar bulan Ramadhan, sebanyak hari yang ditinggalkan. Firman Allah swt: "dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka) maka wajib baginya puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" (QS. Al Baqarah: 185). Adapun musafir (orang yang melakukan perjalanan), mereka adalah orang yang oleh Allah diberi keringanan untuk meninggalkan puasa sebagaimana diatur dalam ayat al-Quran di atas dan Hadits berikut : "Sesungguhanya Allah menggugurkan puasa dari musafir dan separuh shalatnya, menggugurkan puasa dari wanita hamil dan menyusui. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Dalam hadits tersebut juga tertera dalil bagi wanita hamil dan menyusui. Seperti musafir mereka juga merupakan golongan orang-orang yang berhak menerima rukhsah (keringanan) untuk meninggalkan puasa. Di sini tidak dibedakan antara yang hamil tua atau muda, sebab umumnya kondisi mereka lemah. Begitu pula wanita menyusui. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip

Syariat Islam yang luwes dan bijaksana ini mereka diperbolehkan berbuka atau meninggalkan puasa. Tentang penggantian puasanya, apabila puasa itu mengkhawatirkan keselamatan dirinya saja maka mayoritas ulama membolehkan mereka tidak puasa tapi wajib mengqadhanya saja tanpa membayar fidyah. Dalam hal ini kedudukan mereka sama dengan orang sakit. Kalau puasa itu mengkhawatirkan anaknya maka mereka boleh tidak puasa tapi ulama berbeda pendapat tentang penggantiannya. Apakah mereka hanya wajib qadha atau bayar fidyah saja, atau kedua-duanya. Dr. Yusuf Qardhawi cenderung untuk memfatwakan bahwa mereka cukup membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin saja dan tidak usah mengqadha. Tapi keringanan ini lebih ditujukan bagi wanita yang setap tahun hamil atau menyusui sehingga tidak sempat mengqadha. Misalnya pada bulan puasa tahun ini ia hamil, tahun depan menyusui. Kemudian tahun depannya hamil dan menyusui lagi. Kalau wanita seperti ini diwajibkan untuk mengqadha puasa berarti harus bepuasa secara terus-menerus. Hal ini tentu saja menyulitkan, padahal Allah sendiri menghendaki kemudahan. Adapun bagi pekerja berat, mereka dapat diklasifikasikan dalam dua bagian. Pertama, pekerja berat yang sifatnya kontinyu sehigga tidak mempunyai waktu luang untuk mengqadha lantaran sehari-hari pekerjaannya keras dan kasar. Sebagai gantinya mereka harus membayar fidyah sebagaimana firman Allah: "dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (Al-Baqarah:184). Kedua pekerja berat yang sifatnya temporer yang masih memiliki waktu luang untuk melakukan qadha. Karenanya mereka ini wajib mengqadha puasanya sebagaimana orang sakit yang masih diharapkan sembuh dan musafir. Bagaimana hukumnya orang berpuasa tapi tidak shalat? Apakah ibadahibadah itu saling berkaitan sehingga yang satu tidak diterima bila yang lain ditinggalkan ? Mengenai masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat kafir terhadap orang yang meninggalkan salah satunya, ada yang menganggap kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat dan tidak mengeluarkan zakat, dan ada pula yang menganggap kafir terhadap orang yang meninggalkan shalat saja mengingat kedudukannya yang sangat penting dalam agama, selain juga didasarkan pada hadits Rasulullah Saw: "(Hal yang membedakan) antara seseorang dengan kekafiran ialah meninggalkan shalat." (HR Muslim) Apa hukumnya orang yang membatalkan puasa dengan sengaja? Menahan lapar, haus, dorongan seks, tidak merokok dan segala yang membatalkan puasa pada bulan Ramadhan adalah pekerjaan yang sangat berat bagi orang yang tidak memiliki iman dan tidak menyadari manfaat puasa serta kerugian meninggalkannya. Satu hari dari bulan Ramadhan tidak dapat

digantikan kecuali oleh satu hari dari bulan Ramadhan yang lain. Sedangkan pada setiap bulan Ramadhan seorang Muslim senantiasa mempunyai kewajiban berpuasa, dan kewajiban ini tidak mungkin dapat dihindarkan. Oleh karena itulah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud mengatakan : "Barangsiapa yang tidak berpuasa selama satu hari dari bulan Ramadhan tanpa ada rukhshokh untuknya, maka tidaklah ia dapat menggantinya meskipun dengan puasa setahun. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Begitulah gambaran puasa yang jika ditinggalkan dengan sengaja tanpa alasan yang dibolehkan agama akan berakibat buruk bagi pelakunya. Sampai ditebus dengan puasa seumur hidup pun tidak bisa karena begitu besar dosanya. Benarkah berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam berwudlu mempengaruhi keabsahan puasa ? Berkumur-kumur atau beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam berwudlu itu ada yang mengatakan sunnah sebagaimana madzhab 3 orang imam, yitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi'i. Ada juga yang berpendapat fardhu sebagaimana Imam Ahmad yang menganggapnya sebagai bagian dari membasuh muka. Terlepas apakah hal ini sunnah atau wajib, maka seyogyanya berkumur dan beristinsyaq dalam berwudlu janganlah ditinggalkan, baik saat puasa ataupun tidak. Hanya saja, pada waktu berpuasa janganlah memasukkkan air terlalu dalam ke rongga hidung seperti halnya ketika tidak berpuasa. "Apabila engkau beristinsyaq, maka bersungguh-sungguhlah kecuali jika engkau sedang berpuasa." (HR Syafi'I, Ahmad, Imam yang empat dan Baihaqi). Orang yang berkumur-kumur dan melakukan istinsyaq saat berwudlu kemudian secara tidak sengaja ada air yang masuk ke tenggorokannya maka puasanya tetap sah. Hal ini juga sama jika tanpa sengaja kemasukan debu, tepung, ataupun lalat yang masuk ke tenggorokannya. Kesemua itu merupakan ketidaksengajaan yang dimaafkan, meskipun ada sebagian ulama' yang menentang pendapat ini. Begitu pula berkumur-kumur di luar wudhu juga tidak mempengaruhi kesahihan puasa asalkan airnya tidak masuk ke perut (karena sengaja dan berlebihan). Bagaimana dengan wanita yang haidhnya melebihi masa normal haidh ? Pada dasarnya yang melebihi dari batasan tertentu masa haidh itu adalah darah istihadhah (darah kotor). Dalam masalah ini, harus diperhatikan saat mana wajib meninggalkan puasa serta mengqadha'nya karena darah haidh, dan saat mana tetap wajib berpuasa karena darah istihadhah. Dan lantaran ada berbagai alternatif, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Pertama : Jika lama haidh wanita itu dapat ditentukan setiap bulan

sebelumnya, misal 6 hari, maka darah yang keluar selebihnya dari waktu tersebut dapat dinyatakan sebagai darah istihadhah, sehingga setelah 6 hari itu tetap wajib berpuasa sebagaimana biasa. Kedua : Jika lama haidh wanita itu tidak dapat ditentukan setiap bulan sebelumnya, atau bahkan belum pernah haidh. Maka darah yang keluar harus dapat dibedakan antara darah haidh dan istihadhah dengan ciri masingmasing. Darah haidh bercirikan pada warna yang agak kehitaman, kental dan baunya menyeruak tajam. Sedangkan darah istihadhah agak kekuningan, lebih cair dan baunya sebagaimana darah biasa. Ketika darah yang keluar itu telah bercirikan darah istihadhah, maka wanita itu telah wajib berpuasa. Ketiga : Jika lama haidh wanita itu tidak dapat ditentukan setiap bulan sebelumnya, atau belum pernah haidh, sedangkan darahnya sendiri tidak dapat dibedakan. Maka yang dinyatakan sebagai darah haidh diperkirakan sebanyak hari yang menjadi kebiasaan wanita pada umumnya, yakni 6 atau 7 hari. Sehingga selebihnya dinyatakan sebagai darah istihadhah, yang berarti sesudah masa 6-7 hari itu ia wajib berpuasa. Bolehkah seorang Muslimah meminum obat penunda haidh agar tidak tertinggal puasa Ramadhannya ? Muslimah yang kedatangan haidh pada bulan Ramadhan adalah tidak wajib untuk melaksanakan puasa pada bulan itu dan wajib mengqadhanya pada bulan yang lain. Hal ini merupakan suatu kemurahan dari Allah dan rahmat-Nya kepada wanita yang sedang haidh, karena pada waktu itu kondisi badan seorang wanita sedang lelah dan urat-uratnya lemah. Oleh sebab itu, dengan sungguh-sungguh Allah mewajibkannya agar berbuka, bukan sekedar membolehkan. Apabila ia berpuasa, maka puasanya tidak akan diterima dan tidak dipandang mencukupi. Dia tetap wajib mengqadhanya pada hari-hari lain sebanyak hari-hari ia tidak berpuasa, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah r.a., ia berkata : "Kami diperintah mengqadha puasa dan tidak diperintah mengqadha shalat." (HR Bukhari). Sesungguhnya keluarnya darah haidh merupakan perkara thabi'i (kebiasaan) dan fitrah bagi setiap wanita, karena itu hendaklah dibiarkan berjalan sesuai dengan fitrahnya sebagaimana ia diciptakan oleh Allah. Namun demikian, jika ada wanita Muslimah menggunakan pil untuk mengatur (menunda) waktu haidnya sehingga ia dapat terus berpuasa pada bulan Ramadhan, hal ini tidak terlarang, dengan syarat pil tersebut dapat dipertanggungjawabkan tidak akan menimbulkan mudharat baginya. Untuk mengetahui hal ini, sudah tentu harus dikonsultasikan dulu dengan dokter ahli kandungan/kebidanan. Apabila dokter menyatakan bahwa bahwa penggunaan pil tersebut tidak membahayakan terhadap dirinya, maka ia boleh menggunakannya.

Bagaimana jika berbuat dosa, misalnya berdusta, ketika sedang berpuasa ? Secara syar'i sesuatu ibadah itu dipandang sah jika telah terpenuhi syarat dan rukunnya serta terhindar dari segala yang membatalkannya. Menahan diri dari perbuatan dosa bukan syarat dan rukun puasa. Maka perbuatan dosa bukanlah sesuatu yang membatalkan puasa. Puasanya itu sendiri tetap sah, walaupun demikian pahalanya berkurang atau gugur. Sah di sini adalah dalam pengertian, cukup untuk menuhi kewajiban dan tidak wajib mengqadhanya pada hari yang lain. Sabda Rasul Saw : "Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan batil, maka di sisi Allah tidaklah ia berguna meninggalkan makan dan minumnya (puasanya)." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). "Banyak orang yang berpuasa, namun tiada baginya dari puasa itu melainkan lapar. (HR. Nasai dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Kedua hadits itu telah mengisyaratkan bahwa Allah tidak akan memberikan pahala kepada orang yang berpuasa jika ia selalu berbuat dosa. Logikanya, pahala orang yang berpuasa itu akan berkurang oleh perbuatan dosa yang dilakukannya. Maka, walaupun sekali berbuat dosa puasanya akan tetap berkuarang pahalanya. Jika berulang kali dosanya, maka akan habis semua pahalanya. Bagaimanakah hukum melafazkan niat puasa ? Segala sesuatu yang berhubungan dengan niat, selalu ada dalam hati, atau selalu dengan hati. Oleh sebab itu, melafazkan atau mengucapkan niat tidaklah wajib hukumnya. Namun demikian, tidak pula berarti suatu bid'ah yang dosa dan sesat. Meskipun hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Pengucapan niat pada hakikatnya dimaksudkan untuk memasukkan isi lafaz niat tersebut ke dalam hati yang oleh sebab itu menurut suatu madzhab dipandang sunnah hukumnya, lantaran diyakini akan menjadi pendorong bagi tercapainya sesuatu yang wajib. Hanya satu hal yang perlu diperhatikan, yakni wajibnya sebuah niat, tidak akan pernah dapat terpenuhi hanya dengan ucapan lisan tanpa ada dalam hati. Apakah sah puasa satu bulan Ramadhan dengan niat satu kali saja ? Puasa Ramadhan adalah ibadah, dan setiap ibadah wajib disertai dengan niat, sebagaimana dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari 'Umar bin Khathab ra, yang dapat disimpulkan bahwa sebuah niat tidak dapat digunakan untuk dua kali ibadah atau lebih. Hari-hari puasa Ramadhan merupakan suatu bentuk ibadah tersendiri yang sama sekali tak terkait dengan puasa hari sebelum dan sesudahnya. Oleh sebab itu, setiap hari puasa Ramadhan membutuhkan niat tersendiri. Namun demikian, sebagian dari para fuqoha ada pula yang berpendapat lain yakni bahwa; "puasa sebulan Ramadhan itu, cukup hanya dengan berniat satu

kali saja pada hari pertama". Pendapat ini didasarkan bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatu gabungan ibadah puasa. Bagaimana hukum qadha yang tertunda sampai Ramadhan berikutnya ? Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha (mengganti) puasa Ramadhan adalah lebih dari cukup yakni sampai bulan Ramadhan berikutnya. Namun demikian, tidak mustahil ada orang-orang dengan alasan tertentu belum juga melaksanakan qadha puasa itu sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya. Kejadian seperti ini, dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik yang positif maupun negatif seperti, selalu ada halangan, sering sakit, bersikap apatis, gegabah, mengabaikannya dan lain-lain. Sehingga pelaksanaan qadha itu tertunda sampai Ramadhan berikutnya. Penangguhan qadha puasa Ramadhan sampai tiba Ramadhan berikutnya tanpa halangan yang sah maka hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika penagguhan itu disebabkan oleh udzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa. Adapun mengenai kewajiban fidyah yang dikaitkan dengan adanya penangguhan qadha itu, diantara para fuqaha ada dua pendapat. Pertama, penangguhan qadha puasa Ramadhan sampai tiba Ramadhan berikutnya, tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah, baik penangguhan itu karena udzur atau tidak. Kedua, penangguhan itu ada tafshil (rincian) hukumnya yakni, jika penangguhan itu karena udzur, maka tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Sedangkan jika penangguhan itu tanpa udzur maka menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Apakah qadha puasa harus dilakukan secara berurutan ? Qadha puasa Ramadhan, wajib dilaksanakan sebanyak hari yang ditinggalkan, sebagaimana termaktub dalam Al-Baqarah ayat 184. Tidak ada ketentuan mengenai tatacara qadha selain dalam ayat tersebut. Dan tidak ada pula dalil yang menunjukkan bahwa qadha itu harus dilakukan secara berurutan. Malah sebuah hadits sharih (tegas dan jelas) yang diriwayatkan Daruquthni dari Ibnu Umar menyataan : "Qadha puasa Ramadhan itu, jika ia berkehendak maka ia boleh melakukannya secara terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya secara berurutan." Bagaimana jika wafat sebelum melaksanakan qadha ? Memenuhi kewajiban membayar hutang adalah sesuatu yang mutlak baik

yang berhubungan dengan manusia, apalagi yang berhubungan dengan Allah. Sehingga orang yang wafat sebelum memenuhi kewajiban qadha puasa Ramadhan sama artinya dengan mempunyai tunggakan hutang kepada Allah. Oleh sebab itu, pihak keluarga wajib memenuhinya. Adapun dalam prakteknya ada dua pendapat. Pertama yang menyatakan pelaksanakan qadha orang yang wafat tersebut dapat diganti dengan fidyah. Sebagaimana diatur dalam hadits : Siapa saja wafat dan mempunyai kewajiban puasa maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya. (HR Tirmidzi dari Ibnu Umar) Pendapat kedua mengatakan bahwa pihak keluarganya yang wajib melaksanakan qadha puasa tersebut sebagai gantinya dan tidak boleh dengan fidyah. Dalam prakteknya qadha itu boleh dilakukan orang lain dengan seidzin atau atas perintah keluarganya. Ini didasarkan oleh sebuah hadits : Siapa saja yang wafat dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya berpuasa untuk menggantikannya. (HR. Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah) Pendapat kedua ini lebih kuat karena landasan haditsnya lebih shahih. Sedangkan pendapat pertama haditsnya kurang kuat. Bagaimana jika lupa jumlah hari puasa yang harus diqadha ? Dalam keadaan seperti ini lebih baik jika ditentukan saja jumlah hari yang paling maksimum. Kelebihan hari qadha lebih baik dari pada kurang karena kelebihan itu akan menjadi ibadah sunnah yang memiliki nilai tersendiri. Batalkah puasa karena operasi bedah, transfusi darah, injeksi, infus, mengobati mata, menghirup minyak angin dan minyak wangi ? Pembedahan dalam operasi tidak menjadi sebab batalnya puasa. Yang menjadi sebab pembatalannya adalah pembiusan sebelum operasi itu dilakukan. Pembiusan itu akan mengakibatkan seseorang kehilangan kesadarannya. Ketidaksadaran itu sama halnya dengan orang yang pingsan atau hilang akal yang menyebabkan batal puasa. Tentang transfusi darah, mengambil atau memasukkan darah dengan alat tertentu, pada zaman Rasul tidak dikenal. Agak sulit untuk menentukan bataltidaknya puasa akibat tranfusi darah ini. Para fuqaha sepakat bahwa segala tindakan yang akan melemahkan tenaga maka hukumnya makruh bahkan haram jika tindakan itu kemudian akan menyebabkan seseorang tidak mampu lagi melanjutkan puasanya. Namun jika tindakan itu merupakan suatu langkah darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang, tranfusi darah diperbolehkan. Seperti sudah diketahui secara umum orang yang diambil darahnya biasanya selalu diberi susu atau makanan yang berfungsi untuk menguatkan keadaan tubuhnya yang lemah. Karena itu orang yang memberikan darah dalam keadaan berpuasa sebaiknya membatalkan puasanya, dengan alasan menghindari diri

dari kemudharatan. Sebaliknya orang yang menerima transfusi karena sudah pasti dia adalah orang yang sedang sakit parah, bahkan bisa jadi tidak sadarkan diri, maka puasanya batal. Tentang injeksi atau memasukkan cairan obat lewat jarum suntik pada tubuh seseorang, pada zaman Nabi tidak dikenal. Untuk itu, dalam menentukan hukumnya bagi orang yang sedang berpuasa para ahli fiqh mengaitakannya dengan hukum dasar puasa. Salah satu sebab yang membatalkan puasa adalah masuknya makanan atau minuman ke dalam perut atau usus melalui kerongkongan (jalan masuk makanan dan atau minuman). Injeksi tidak berhubungan dengan dengan kerongkongan, sehingga ahli fiqh sepakat bahwa cairan yang masuk ke tubuh itu tidak membatalkan puasa karena tidak bertujuan untuk memasukkan makanan. Persoalan yang mirip dengan injeksi adalah infus. Alat yang digunakan sama yakni jarum. Tapi cairan yang digunakan dalam infus sudah dimaklumi merupakan sari zat makanan. Tentang hal ini para ulama bebeda pendapat. Ada yang menyatakan puasa itu tidak batal karena bagaimana pun masuknya cairan itu tidak melalui kerongkongan yang menjadi sebab batalnya puasa. Pendapat yang lain mengatakan batal karena sekalipun masuknya cairan itu tidak melalui kerongkongan melainkan ke pembuluh darah, tapi dampaknya bisa menguatkan tubuh sebagaimana makanan yang masuk lewat kerongkongan pun pada akhirnya akan masuk ke darah pula. Dr. Yusuf Qardhawi menilai bahwa hukum infus dan injeksi tidak membatalkan puasa. Tapi ulama besar itu menyarankan agar dalam menggunakan fasilitas-fasilitas itu sebaiknya tidak dilakukan pada siang hari bulan Ramadhan, karena bagaimanapun zat-zat yang dimasukkan lewat jarum infus itu akan mempengaruhi kekuatan tubuh. Padahal dengan puasa Allah menghendaki agar manusia merasakan lapar dan dahaganya supaya ia mengetahui kadar nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya. Tentang pengobatan mata dan telinga dengan memasukkan cairan para ahli fiqh serta penggunaan celak mata umumnya sependapat karena ia tidak berhubungan sama sekali dengan perut dan kerongkongan maka hukumnya tidak membatalkan puasa. Ulama besar yang memfatwakan hukum ini antara lain Ibnu Taimiyah dan Yusuf Qardhawi. Menghirup bau obat seperti minyak angin untuk penyembuhan, sekalipun masuk ke dalam tubuh melalu rongga kerongkongan dan bisa menyegarkan tubuh tidak membatalkan puasa. Lantaran yang dihirup itu adalah bukan benda yang berwujud. Jadi sama halnya dengan hukum mencium dan menghirup aroma masakan yang tidak membatalkan puasa. Alasannya dalam kehidupan sehari-hari manusia, baik sengaja atau tidak akan selalu mencium berbagai aroma. Bagaimana Hukum Mencium Isteri Ketika Sedang Berpuasa ? Mencium isteri pada dasarnya tidak membatalkan puasa terkecuali bila kemudian mengakibatkan keluarnya sperma. Jika demikian yang terjadi maka

membatalkan puasanya. Dalam kaitan mencium isteri yang dikaitkan dengan ibadah puasa digolongkan dalam tiga pembahasan : Mubah, yakni boleh mencium isteri jika tidak disertai syahwat. Misalnya, ciuman yang dilakukan sebagai ekspresi kasih sayang, melepas rindu setelah lama berpisah dan lain sebagainya. Singkatnya boleh, boleh mencium isteri walaupun sedang dalam berpuasa, selagi mampu menahan syahwat. "Nabi Saw mencium (isterinya), padahal sedang berpuasa. Dan beliau bersentuhan kulit, padahal sedang dalam berpuasa. Rasulullah Saw lebih mampu dari kamu dalam menahan syahwatnya." (HR Buhari, Muslim dari Aisyah). Makruh, Yakni jika mencium isteri disertai dengan syahwat, walaupun tanpa disertai keluarnya sperma. Haram, selain juga membatalkan puasa. Yakni mencium isteri disertai dengan syahwat yangmenyebabkan keluarnya sperma. Batalkah Puasa Lantaran Mencicipi Masakan ? Mencicipi masakan bagi para ibu-ibu yang sedang memasak merupakan hal yang lumrah dengan lidah, lantas dikeluarkan kembali, tidak membatalkan puasa. Dan tidak makruh pula hukumnya, meskipun dalam sekejap nikmatnya dapat dirasakan. Namun demikian, jika makanan atau minuman yang dicicip tadi sengaja ditelan ? walaupun relatif sedikit maka puasanya batal, sebagaimana batalnya puasa karena masuknya makanan atau minuman. Bolehkah menyelam dalam air ketika berpuasa ? Menyelam dalam air, jika dihubungkan dengan orang berpuasa, maka akan menimbulkan masalah. Dalam hal ini ada dua kemungkinan masalah yang akan menyertainya : Pertama, menyelam dalam air dengan tujuan menyegarkan badan. Kedua, menyelam dalam air yang menyebabkan batalnya puasa. Untuk masalah pertama ada dua pendapat lagi, pertama yang menilai makruh dengan alasan bahwa sudah menjadi konsekuensi orang yang berpuasa harus bisa menahan kondisi yang timbul akibat puasa seperti lapar, haus, lemas, panas, letih dan lain-lain. Pendapat kedua merujuk pada riwayat Abu Bakar bin Abdurrahman yang menjelaskan bahwa suatu ketika para sahabat melihat Rasulullah menuangkan air ke atas kepalanya lantaran haus dan panas padahal beliau sedang berpuasa. Riwayat ini mengisyaratkan bahwa menyegarkan badan bagi orang yang berpuasa sama sekali tidak makruh. Masalah kedua, tindakan menyelam dalam air yang bisa membatalkan puasa lantaran dikhawatirkan air akan tertelan baik melalui mulut ataupun hidung. Bolehkah menggosok gigi ketika sedang berpuasa ?

Syari'at Islam sangat memperhatikan akan kebersihan dan kesehatan manusia. Dimana salah satu bukti tentang hal ini adalah disunnahkannya menggosok gigi ketika akan melaksanakan ibadah sholat. Tentang dasar adanya anjuran ataupun larangan menggosok gigi pada saat berpuasa tidak ada nash yang secara terang menjelaskan. Tetapi ada hal yang menjadi pedoman bagi hal ini, yaitu jika rasa pasta gigi yang digunakan dibiarkan tertelan bersama air liur. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, yaitu tidak makruh dan sama sekali tidak membatalkan puasa bila menggosok gigi pada saat berpuasa, asalkan pasta gigi yang digunakan tidak ditelannya secara sengaja. Batalkah puasa seseorang karena muntah ? Muntah yang dikaitkan dengan dengan batal atau tidaknya puasa seseorang ada dua pendapat di kalangan para fuqaha. Pendapat pertama, muntah yang disengaja membatalkan puasa. Sedang muntah yang tanpa sengaja tidak membatlkan puasa. Hal ini disandarkan pada sabda nabi : "Siapa saja terdesak muntah, ia tidak wajib qadha'. Dan siapa saja yang berupaya untuk muntah maka wajib meng-qadha'nya. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah). Pendapat Kedua, Muntah bagi orang yang puasa, disengaja atau tidak sama sekali tidak membatalkan puasa. Pendapat ini didasarkan pada hadits nabi : "Perkara yang tidak membatalkan puasa; muntah, berbekam dan mimpi keluar sperma. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi). Namun hadits ini adalah dlaif dari segi sanad. Mengapa Merokok Membatalkan Puasa ? Bagi orang yang berpuasa, memang tidak dijelaskan larangan merokok, baik dalam Al Qur'an maupun As-Sunnah. Akan tetapi hendaknya dimaklumi bahwa asap rokok yang mengandung nikotin itu merupakan benda yang berujud nyata. Sehingga, jika sengaja dihisap dan masuk dalam rongga badan (paru-paru, jantung dan usus besar), maka tidak disangsikan lagi bahwa hal tersebut membatalkan puasa sebagaimana makan atau minum. Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 46/VI, 01 Ramadhan 1417, 10 Januari 1997.

Marhaban Ya Ramadhan
Marhaban barasal dari kata rahb yang berarti luas atau lapang. Marhaban menggambarkan suasana penerimaan tamu yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh kegembiraan. Marhaban ya Ramadha (selamat datang Ramadhan), mengandung arti bahwa kita menyambut

Ramadhan dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan menggerutu. Rasulullah sendiri senantiasa menyambut gembira setiap datangnya Ramadhan. Dan berita gembira itu disampaikan pula kepada para sahabatnya seraya bersabda: "Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkatan. Allah telah memfardlukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadhan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telahl dijauhkan dari kebajikan" (Hr. Ahmad). Marhaban Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah swt. Perjalanan menuju Allah swt itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan yang banyak ujian dan tantangan. Ada gunung yang harus ditelusuri, itulah nafsu. Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat yang indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya. Untuk sampai pada tujuan tentu dibutuhkan bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur dilahan jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama. Spiritualisme dan Materialisme Puasa Ramadhan hakekatnya adalah melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini. Dalam sejarah manusia didapatkan dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientasi pada materi saja, dan falsafah spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja. Orang-orang yang berorientasi materi - terdiri dari orang-orang atheis, komunis dan animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kendali nalurinya dan tak pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul keinginan baru begitu seterusnya. Sahwat manusia bila

sudah terbakar maka akan merembet dari sedikit ke yang banyak, dari banyak ke yang terbanyak. Allah mengecam orang-orang seperti ini: "Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh anganangan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(QS Al Hijr 3). Ayat lain: "Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(QS Muhammad 12). Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, menghalalkan segala cara, dan dihari kiamat nanati mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(QS Ghofir 75). Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa pengabdian kepada Tuhan harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya yang juga dibarengi dengan mengurangi makan. Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan jasad manusiawinya. Filsafat ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala. Orang-orang Barat dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka menggunakan waktu dan harta kekayaannya untuk memenuhi sahwat jasmaninya. Filsafat spiritualismenya telah lenyap, bahkan gereja-gereja sudah tiada lagi pengunjungnya walaupun pada hari Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya sekelompok minoritas yang hidup di dunia Islam. Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asal dalam lingkup keutamaan, ketaatan, kehormatan. Ia membolehkan manusia makan dengan catatan dalam batas kewajaran dan kehormatan. "Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan tidak dibarengi kesombongan".(HR Bikhari). Islam menyeimbangkan antara ruhani dan jasmani. "Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk- buruk tidur adalah dalam keadaan lapar. Dan aku berlindung kepadamu dari khianat, karena itu adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan".(HR Abu Daud). Islam memperhatikan kehidupan dunia dan akherat, "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan? mereka berkata: 'Keberuntungan bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini dan akherat lebih baik, dan sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa". (QS An-Nahl 30). Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat derajatnya, ia mensucikan fisiknya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku' dan sujud. Islam adalah jasmani dan ruhani, dunia dan akherat dengan filsafat puasa. Islam menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Nilai manusia tidak terletak pada jasadnya, akan tetapi terletak pada ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani inilah, Allah memerintahkan pada malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena ruhani datangnya dari Allah swt. Firman Allah: "Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat: "Aku menciptakan manusia dari tanah, dan setelah aku

sempurnakan aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya".(QS ShAd 71-72). Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan ruh kepadanya dan yang memulyakannya atas seluruh makhluknya. Mereka itu akan bersyukkur kepada pemberi nikmat, sementara ada manusia-manusia yang melupakan Tuhannya, melupakan kepada dzat yang meniupkan ruh kepadanya. Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang kendali alam sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia ini tidak memiliki kebudayaan yang mengakui ruhani dan jasmani, berorientasi dunia dan akherat dan menentukan hak-hak manusia disamping hak-hak Allah -kebudayaan Islam-. Puasa Ramadhan sebagaimana Rasulullah jelaskan dapat mengangkat derajat pelakunya menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku yang indah ditengah-tengah masyarakat. "Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara buruk dan aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah, 'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori). Dalam bulan Ramadhan terdapat filsafat Islam yang mengaitkan dunia dengan akhirat, mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan kitab yang menerangi jalannya dan menetukan tujuannya. Khutbah Nabi Menyambut Ramadhan "Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu'." "Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain." "Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan (syahrul muwasah) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya." "Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang." Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, "Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu." "Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari

budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah, red) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka." "Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya." "Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara yang kamu sangat membutuhkannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka." "Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga." (HR. Ibnu Huzaimah).

Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Menyongsong Ramadhan untuk Keluarga


Penting untuk menyamakan hati dan menciptakan lingkungan rumah yang mendukung. Mengapa Allah memilih Ramadhan untuk dijadikan momen wajib berpuasa bagi seluruh ummat manusia? Mengapa tidak dibiarkan-Nya kita memilih waktu sendiri-sendiri, asal jumlahnya 29 hari atau sebulan ? Salah satu hikmahnya adalah, ketentuan Allah itu justru menguntungkan kita. Berpuasa secara bersama-sama, ternyata jauh lebih mudah daripada harus berpuasa sendiri. Godaan berkurang, sementara motivasi pun terpacu. Begitu juga di dalam sebuah keluarga, akan lebih baik jika menyatukan hati, jiwa dan langkah bersama dalam rangka saling memberikan dorongan untuk sukses berpuasa. Melalui beberapa tips di bawah ini, Anda bisa lakukan dalam keluarga, untuk melayani kedatangan tamu agung dan mulia si Ramadhan ini, agar kita memperoleh barakahnya. Mempersiapkan Hati Menyambut tamu dengan lapang dada itu penting. Jangan sampai ada anggota keluarga tidak ikhlas menerima Sang Tamu. Ketika nenek memberi kabar bahwa akan menginap sebulan di rumah kita, bagaimana jika reaksi salah seorang anak Anda setengah hati menyambutnya? Dia merasa akan terganggu dengan keberadaan nenek di rumah, dan merasa keberadaan nenek selama sebulan bersama keluarga mereka, itu terlalu lama! Nah, jika masih ada anggota keluarga Anda belum bisa menyambut kedatangan Ramadhan dengan sepenuh hati, hal itu akan mengganggu

perjalanan Ramadhan keluarga Anda. Bagaimana mempersiapkan hati anggota keluarga dalam menyambut Ramadhan, perlu Anda luangkan waktu bersama bagi seluruh anggota keluarag untuk menyelenggarakan semacam renungan. Lebih baik, jika pilihan waktu ditetapkan sebelum datangnya bulan Ramadhan ini. Renungan keluarga menyambut Ramadhan ini baik jika diisi dengan menggali keutamaan-keutamaannya, dan janji-janji Allah berupa balasan bagi mereka yang mau menerima dan melayani sebaik-baiknya kedatangan tamu itu. Sampaikanlah ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan puasa, begitu juga hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Utamakan hadis-hadis yang membawakan kabar gembira tentang pahala dan keutamaan yang dijanjikan Allah swt. Kepada putra-putri yang masih kecil, Anda bisa sampaikan kisah-kisah keberhasilan para sahabat dalam berpuasa. Lingkungan Rumah Mendukung Godaan puasa bisa datang dari mana saja, termasuk dari rumah Anda sendiri. Itu sebabnya penting untuk membuat suasana rumah yang mendukung. Ada beberapa hal yang perlu diingat, terutama bahwa godaan puasa bisa datang melalui panca indra, baik melalui mata, telinga, hidung, juga anggota badan. Supaya mata tak tergoda, sembunyikan makanan dan minuman yang ada di rumah dari pandangan mata. Kunci kulkas supaya tak timbul keinginan untuk membukanya. Supaya mata tak tergoda, jangan biarkan ada gambar-gambar makanan dan minuman segar yang merangsang air liur. Mengurangi godaan yang masuk lewat hidung, dengan tidak membiarkan bau nikmatnya makanan menggoda hidung sebelum waktunya. Itu sebabnya, lebih baik jika ibu memasak makanan menjelang waktu berbuka, sehingga baunya tidak terlalu berat menggoda. Telinga pun bisa ikut andil memasukkan suara-suara yang menggoda ke dalam jiwa kita. Untuk menghindarinya, Anda harus mengupayakan mengurangi lagu-lagu bernada asmara, cinta, yang semula senantiasa menghibur telinga di rumah, diganti dengan lagu-lagu bernuansa Islam. Anda pun bisa membuat lomba bagi anak-anak, siapa yang paling sering mengucapkan dzikir sehari-hari? Siapa yang paling rajin mengucap salam? Televisi, radio, VCD, semuanya pun bisa menjadi penggoda utama. Bukan hanya menggoda agar puasa menjadi batal, tetapi juga menggoda hawa nafsu sehingga mengurangi pahala puasa. Itu sebabnya, semuanya perlu dikontrol dan dikendalikan. Jadwal Bersama Membuat jadwal Ramadhan keluarga, sangat penting dilakukan. Banyak kegiatan yang akan lebih mudah dan menyenangkan jika dikerjakan bersama keluarga. Itu sebabnya, perlu diluangkan jadwal-jadwal rutin Ramadhan keluarga. Beberapa contohnya, Anda bisa merancang jadwal berbuka rekreatif dua kali dalam sebulan. Berbuka sembari menikmati tadabbur alam, sembari silaturahmi

ke rumah saudara, atau sambil rihlah dari masjid ke masjid, dan akhirnya ikut berbuka bersama di salah satu masjid bersama kaum dhu'afa. Anda juga perlu merancang jadwal tadarus bersama keluarga. Atau jadwal pembacaan hadis dan kisah-kisah Ramadhan untuk putra-putri tercinta. Bisa juga sesekali tarawih berjamaah di rumah. Dan, ada banyak ide lain untuk merancang jadwal Ramadhan untuk keluarga Anda. Marhaban ya Ramadhan !

Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Ramadhan dan 11 Bulan Sesudahnya


Ramadhan dijelaskan oleh Rasulullah saw sebagai syahrul azhim mubarak, yakni bulan yang sangat agung dan berlimpah keberkahan serta kebaikan. Bulan yang pada sepuluh hari pertamanya tercurah rahmat, sepuluh hari keduanya berlimpah maghfirah (ampunan) dan sepuluh hari terakhirnya pembebasan dari api neraka. Masih banyak lagi keutamaan yang menghampar di bulan Ramadhan. Tapi semua itu tidak mungkin bisa diraih tanpa ada persiapan-persiapan yang serius. Di sinilah peran para dai, ustadz, ulama dan lembaga-lembaga Islam sangat dibutuhkan untuk meniyah Ramadhan, yakni penyuluhan dan penyadaran kepada masyarakat tentang Ramadhan dengan segala keutamaannya serta bagaimana menyikapi dan mengisinya. Kampanye penyadaran dan pembekalan itu harus dilakukan jauh-jauh hari sebelum memasuki Ramadhan, agar nantinya ketika masuk pada bulan Ramadhan masyarakat mengerti betul bagaimana mengisi Ramadhan dengan kesadaran yang tinggi, sehingga ibadah mereka optimal. Begitu pentingnya pembekalan ini sehingga para sahabat Rasulullah yang keimanannya sudah mantap, masih saja diberi taujihat (pengarahanpengarahan) oleh beliau ketika akan memasuki Ramadhan. Bekal Utama Secara pribadi, setiap muslim wajib membekali dirinya dengan persiapan optimal yang berkaitan dengan ibadah Ramadhan agar secara internal siap memasuki Ramadhan. Ada dua persiapan penting yang harus dilakukan dalam rangka tau'iyah Ramadhan, yakni mempersiapkan pribadi setiap muslim (i'dadun nafsi) dan mempersiapan bi'ah (lingkungan) yang kondusif. Persiapan pribadi itu terdiri dari empat hal : Pertama, I'dad Ruhi Imani, yakni persiapan ruh keimanan. Shalafus Shaleh biasa melakukan persiapan ini jauh hari sebelum datang Ramadhan.

Bahkan mereka sudah merindukan kedatangannya sejak bulan Rajab dan Sya'ban. Ini bisa dilihat dari doa mereka, "Ya Allah berikanlah kepada kami keberkahan pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami kepada Ramadhan." Dalam rangka persiapan ruh keimanan itu, di surah At-Taubah Allah melarang kita melakukan berbagai maksiat dan kedzaliman sejak bulan Rajab. Tapi bukan berarti di bulan lain dibolehkan. Hal ini dimaksudkan agar sudah sejak bulan Rajab iman kita sudah meningkat. Bisa dikiaskan, bulan Rajab dan Sya'ban adalah masa pemanasan (warming up) sehingga ketika memulai start memasuki Ramadhan kita sudah bisa langsung lari kencang. Kedua, adalah I'dad Jasadi, yakni persiapan fisik. Untuk memasuki Ramadhan, secara fisik kita pun sudah harus lebih sehat dari biasanya. Sebab, jika fisik lemah, kemuliaan-kemuliaan yang dilimpahkan Allah di bulan Ramadhan pun tidak bisa optimal kita raih. Makanya, pada bulan Rajab Rasulullah dan para sahabat membiasakan diri melatih fisik dan mental dengan melakukan puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun malam (qiyamul-lail) dan meningkatkan kepedulian sosial. Ketiga, adalah I'dad Maliyah, yakni persiapan harta. Jangan salah duga, persiapan harta bukan untuk membeli kebutuhan logistik buka puasa atau kuekue lebaran sebagaimana yang menjadi tradisi kita selam ini, tapi untuk melipatgandakan shadaqah, karena Ramadhan merupakan bulan kepedulian sosial. Pahala bershadaqah pada bulan ini berlipat ganda dibanding bulan biasa. Keempat, adalah I'dad Fikri wa Ilmi, yakni persiapan fikiran dan ilmu. Agar ibadah Ramadhan bisa optimal diperlukan bekal wawasan dan tashawur (persepsi) yang benar tentang Ramadhan. Caranya dengan membaca berbagai literatur tentang Ramadhan yang bisa membimbing kita beribadah Ramadhan dengan benar sesuai tuntunan Rasulullah. Menghafal ayat-ayat dan doa-doa yang terkait dengannya, menguasai berbagai masalah dalam fiqh puasa dan lain-lain juga penting dilakukan. Selain persiapan-persiapan individual tersebut, persiapan sosial juga sangat vital dalam mewujudkan Ramadhan yang sukses, karena betapapun semangatnya para pribadi menyambut Ramadhan, tetapi kalau lingkungannya tidak mendukung, maka pribadi tersebut akan terkena imbasnya. Pengkondisian lingkungan itu harus dilakukan di mana saja. Di rumah misalnya, sebaiknya memberi semangat anak-anak dengan nasehat tentang puasa, dibelikan mukena, kain sajadah atau mushaf Al-Quran yang baru. Gambar-gambar seronok dienyahkan. Di luar rumah dipasang berbagai publikasi seperti spanduk, stiker, brosur untuk mengingatkan masyarakat tentang Ramadhan dan keutamaannya. Tak kalah pentingnya, masjid dan mushalla hendaknya ditata lebih indah, bersih dan nyaman. Sehingga, orang yang berada di dalamnya merasa betah dan tenteram. Begitu pula dengan kegiatannya harus beraneka-ragam dan berbobot. Jangan cuma tarawih dan buka puasa bersama (ifthar jama'i) saja tapi buat halaqah Qur'an, tadarus bersama, kajian tafsir dan fiqih dan lain-lain. Sebanyak-banyaknya masyarakat harus bisa tersedot ke dalam warna Islami agar terbiasa juga hidup Islami di luar bulan Ramadhan.

Puasa yang Sukses Ibadah Ramadhan yang sukses adalah yang dapat berhasil meraih ketaqwaan dan bisa mempertahankannya untuk selama sebelas bulan berikutnya. Untuk mencapai kesuksesan ini ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, meningkatkan kualitas puasa yang tidak hanya makan dan minum tetapi juga melatih jiwa untuk bisa berfikir dan berperilaku hidup Islami. Kedua, meningkatkan interaksi dengan al-Qur'an. Inilah hikmahnya AlQur'an diturukan pada bulan Ramadhan agar kita bisa lebih intens membaca, memahami dan mengikuti tuntunannya. Mustahil orang akan bertaqwa kalau tidak mengkaji Al-Qur'an. Ketiga, memperhatikan aturan-aturan Allah dan tidak dilanggar agar terbentuk kedisiplinan diri untuk tidak menyeleweng dari garis ketentuan Allah. Keempat, beri'tikaf di masjid pada 10 hari terakhir yang menandakan dekatnya hubungan kita dengan Allah karena selalu berada di dalam masjid, dengan jalan dzikir, ibadah dan tafakur. Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

15 Alasan Merindukan Ramadhan


Seperti seorang kekasih, selalu diharap-harap kedatangannya. Rasanya tak ingin berpisah sekalipun cuma sedetik. Begitulah Ramadhan seperti digambarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, "Andaikan tiap hamba mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun itu puasa terus." Sesungguhnya, ada apanya di dalam Ramadhan itu, ikutilah berikut ini: 1. Gelar Taqwa Taqwa adalah gelar tertinggi yang dapat diraih manusia sebagai hamba Allah. Tidak ada gelar yang lebih mulia dan tinggi dari itu. Maka setiap hamba yang telah mampu meraih gelar taqwa, ia dijamin hidupnya di surga dan diberi kemudahan-kemudahan di dunia. Dan puasa adalah sarana untuk mendapatkan gelar taqwa itu. "Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS al-Baqarah: 183) Kemudahan-kemudahan yang diberikan Allah kepada hambanya yang taqwa, antara lain: a. Jalan keluar dari semua masalah Kemampuan manusia amat terbatas, sementara persoalan yang dihadapi

begitu banyak. Mulai dari masalah dirinya, anak, istri, saudara, orang tua, kantor dan sebagainya. Tapi bila orang itu taqwa, Allah akan menunjukkan jalan berbagai persoalan itu. Bagi Allah tidak ada yang sulit, karena Dialah pemilik kehidupan ini. "...Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. Ath Thalaaq: 2). "...Dan barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS. Ath Thalaaq: 4). b. Dicukupi kebutuhannya "Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya...." (QS. Ath Thalaaq: 3). c. Ketenangan jiwa, tidak khawatir dan sedih hati Bagaimana bisa bersedih hati, bila di dalam dadanya tersimpan Allah. Ia telah menggantungkan segala hidupnya kepada Pemilik kehidupan itu sendiri. Maka orang yang selalu mengingat-ingat Allah, ia bakal memperoleh ketenangan. "Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-KU, maka barangsiapa bertaqwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. al-A'raaf: 35). 2. Bulan Pengampunan Tidak ada manusia tanpa dosa, sebaik apapun dia. Sebaik-baik manusia bukanlah yang tanpa dosa, sebab itu tidak mungkin. Manusia yang baik adalah yang paling sedikit dosanya, lalu bertobat dan bernjanji tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Karena dosa manusia itu setumpuk, maka Allah telah menyediakan alat penghapus yang canggih. Itulah puasa pada bulan Ramadhan. Beberapa hadis menyatakan demikian, salah satunya diriwayatkan Bukhari Muslim dan Abu Dawud, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanannya dan karena mengharap ridha Allah, maka dosa-dosa sebelumnya diampuni." 3. Pahalanya Dilipatgandakan Tidak hanya pengampunan dosa, Allah juga telah menyediakan bonus pahala berlipat-lipat kepada siapapun yang berbuat baik pada bulan mulia ini. Rasulullah bersabda, "Setiap amal anak keturunan Adam dilipatgandakan. Tiap satu kebaikan sepuluh lipad gandanya hingga tujuh ratus lipat gandanya." (HR. Bukhari Muslim). Bahkan amalan-amalan sunnah yang dikerjakan pada Ramadhan, pahalanya dianggap sama dengan mengerjakana amalan wajib (HR. Bahaiqi dan Ibnu Khuzaimah). Maka perbanyaklah amal dan ibadah, mumpung Allah menggelar obral pahala. 4. Pintu Surga Dibuka dan Neraka Ditutup "Kalau datang bulan Ramadhan terbuka pintu surga, tertutup pintu neraka, dan setan-setan terbelenggu." (HR Muslim)

Kenapa pintu surga terbuka ? Karena sedikit saja amal perbuatan yang dilakukan, bisa mengantar seseorang ke surga. Boleh diibaratkan, bulan puasa itu bulan obral. Orang yang tidak membeli akan merugi. Amal sedikit saja dilipatgandakan ganjarannya sedemikian banyak. Obral ganjaran itu untuk mendorong orang melakukan amal-amal kebaikan di bulan Ramadhan. Dengan demikian otomatis pintu neraka tertutup dan tidak ada lagi kesempatan buat setan menggoda manusia. 5. Ibadah Istimewa Keistimewaan puasa ini dikatakan Allah lewat hadis qudsinya, "Setiap amalan anak Adam itu untuk dirinya, kecuali puasa. Itu milik-Ku dan Aku yang membalasnya karena ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku." (HR Bukhari Muslim). Menurut Quraish Shihab, ahli tafsir kondang dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, puasa dikatakan untuk Allah dalam arti untuk meneladani sifatsifat Allah. Itulah subtansi puasa. Misalnya, dalam bidang jasmani, kita tahu Tuhan tidak beristri. Jadi ketika berpuasa dia tidak boleh melakukan hubungan seks. Allah tidak makan, tapi memberi makan. Itu diteladani, maka ketika berpuasa kita tidak makan, tapi kita memberi makan. Kita dianjurkan untuk mengajak orang berbuka puasa. Ini tahap dasar meneladani Allah. Masih ada tahap lain yang lebih tinggi dari sekedar itu. Maha Pemurah adalah salah satu sifat Tuhan yang seharusnya juga kita teladani. Maka dalam berpuasa, kita dianjurkan banyak bersedekah dan berbuat kebaikan. Tuhan Maha Mengetahui. Maka dalam berpuasa, kita harus banyak belajar. Belajar bisa lewat membaca al-Qur'an, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, meningkatkan pengetahuan ilmiah. Allah swt setiap saat sibuk mengurus makhluk-Nya. Dia bukan hanya mengurus manusia. Dia juga mengurus binatang. Dia mengurus semut. Dia mengurus rumput-rumput yang bergoyang. Manusia yang berpuasa meneladani Tuhan dalam sifat-sifat ini, sehingga dia harus selalu dalam kesibukan. Perlu ditekankan meneladani Tuhan itu sesuai dengan kemampuan kita sebagai manusia. Kita tidak mampu untuk tidak tidur sepanjang malam, tidurlah secukupnya. Kita tidak mampu untuk terus-menerus tidak makan dan tidak minum. Kalau begitu, tidak makan dan tidak minum cukup sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari saja. 6. Dicintai Allah Nah, sesesorang yang meneladani Allah sehingga dia dekat kepada-Nya. Bila sudah dekat, minta apa saja akan mudah dikabulkan. Bila Allah telah mencintai hambanya, dilukiskan dalam satu hadis Qudsi, "Kalau Aku telah mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah untuk kakinya." (HR Bukhari). 7. Do'a Dikabulkan

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdo'a apabila dia berdo'a, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku." (QS. al-Baqarah: 186) Memperhatikan redaksi kalimat ayat di atas, berarti ada orang berdo'a tapi sebenarnya tidak berdo'a. Yaitu do'anya orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Apa syaratnya? "maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku." Benar, berdo'a pada Ramadhan punya tempat khusus, seperti dikatakan Nabi saw, "Tiga do'a yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka puasa, pemimpin yang adil dan do'anya orang teraniaya. Allah mengangkat do'anya ke awan dan membukakan pintu-pintu langit. 'Demi kebesaranKu, engkau pasti Aku tolong meski tidak sekarang." (HR Ahmad dan Tirmidzi). Namun harus diingat bahwa segala makanan yang kita makan, kecucian pakaian, kesucian tempat, itu punya hubungan yang erat dengan pengabulan do'a. Nabi pernah bersabda, ada seorang yang sudah kumuh pakaiannya, kusut rambutnya berdo'a kepada Tuhan. Sebenarnya keadaannya yang kumuh itu bisa mengantarkan do'anya dia diterima. Tapi kalau makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya yang dipakainya terambil dari barang yang haram, bagaimana bisa dikabulkan doa'nya? Jadi do'a itu berkaitan erat dengan kesucian jiwa, pakaian dan makanan. Di bulan Ramadhan jiwa kita diasah hingga bersih. Semakin bersih jiwa kita, semakin tulus kita, semakin bersih tempat, pakaian dan makanan, semakin besar kemungkinan untuk dikabulkan do'a. 8. Turunnya Lailatul Qodar Pada bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang sangat mulia. Saking mulianya Allah menggambarkan malam itu nilainya lebih dari seribu bulan (QS. al-Qadr). Dikatakan mulia, pertama lantaran malam itulah awal al-Qur'an diturunkan. Kedua, begitu banyak anugerah Allah dijatuhkan pada malam itu. Beberapa hadits shahih meriwayatkan malam laulatul qodar itu jatuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Seperti dirawikan Imam Ahmad, "Lailatul qadar adalah di akhir bulan Ramadhan tepatnya di sepuluhb terakhir, malam keduapuluh satu atau duapuluh tiga atau duapuluh lima atau duapuluh tujuh atau duapuluh sembilan atau akhir malam Ramadhan. Barangsiapa mengerjakan qiyamullail (shalat malam) pada malam tersebut karena mengharap ridha-Ku, maka diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang." Mengapa ditaruh diakhir Ramadhan, bukan pada awal Ramadhan? Rupanya karena dua puluh malam sebelumnya kita mengasah dan mengasuh jiwa kita. Itu adalah suatu persiapan untuk menyambut lailatul qodar. Ada dua tanda lailatul qadar. Al Qur'an menyatakan, "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat JIbril dengan izin Tuhan mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)

kesejahteraan/kedamaian sampai terbit fajar. (QS al-Qadr: 4-5) Malaikat bersifat gaib, kecuali bila berubah bentuk menjadi manusia. Tapi kehadiran malaikat dapat dirasakan. Syekh Muhammad Abduh menggambarkan, "Kalau Anda menemukan sesuatu yang sangat berharga, di dalam hati Anda akan tercetus suatu bisikan, 'Ambil barang itu!' Ada bisikan lain berkata, 'Jangan ambil, itu bukan milikmu!' Bisikan pertama adalah bisikan setan. Bisikan kedua adalah bisikan malaikat." Dengan demikian, bisikan malaikat selalu mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal positif. Jadi kalau ada seseorang yang dari hari demi hari sisi kebajikan dan positifnya terus bertambah, maka yakinlah bahwa ia telah bertemu dengan lailatul qodar. 9. Meningkatkan Kesehatan Sudah banyak terbukti bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, dengan puasa maka organ-organ pencernaan dapat istirahat. Pada hari biasa alat-alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras. Setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh memerlukan proses pencernaan kurang lebih delapan jam. Empat jam diproses di dalam lambung dan empat jam di usus kecil (ileum). Jika malam sahur dilakukan pada pukul 04.00 pagi, berarti pukul 12 siang alat pencernaan selesai bekerja. Dari pukul 12 siang sampai waktu berbuka, kurang lebih selama enam jam, alat pencernaan mengalami istirahat total. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli kesehatan, ternyata dengan berpuasa sel darah putih meningkat dengan pesat sekali. Penambahan jumlah sel darah putih secara otomatis akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menghambat perkembangan atau pertumbuhan bakteri, virus dan sel kanker. Dalam tubuh manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang makan dan minum. Dengan menghentikan pemasukan makanan, maka kumankuman penyakit seperti bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup. Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan toksin. Manfaat puasa yang lain adalah membersihkan tubuh dari racun kotoran dan ampas, mempercepat regenasi kulit, menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam lambung, memperbaiki fungsi hormon, meningkatkan fungsi organ reproduksi, meremajakan atau mempercepat regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan fungsi fisiologis organ tubuh, dan meningkatkan fungsi susunan syaraf. 10. Penuh Harapan Saat berpuasa, ada sesuatu yang diharap-harap. Harapan itu kian besar menjelang sore. Sehari penuh menahan lapar dan minum, lalu datang waktu buka, wah... rasanya lega sekali. Alhamdulillah. Itulah harapan yang terkabul. Apalagi harapan bertemu Tuhan, masya' Allah, menjadikan hidup lebih bermakna. "Setiap orang berpuasa selalu mendapat dua kegembiraan, yaitu tatkala berbuka puasa dan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari).

11. Masuk Surga Melalui Pintu Khusus, Rayyaan "Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut rayyan yang akan dilewati oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, tidak diperbolehkan seseorang melewatinya selain mereka. Ketika mereka dipanggil, mereka akan segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup." (HR. Bukhari) 12. Minum Air Telaganya Rasulullah Saw "Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, dan mendapat pahala yang sama tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang lain. Mereka (para sahabat) berkata, 'Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai makanan untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.' Beliau berkata, 'Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu...Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum seteguk dari telagak dimana ia tidak akan haus hingga masuk surga." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi) 13. Berkumpul dengan Sanak Keluarga Pada tanggal 1 Syawal ummat Islam merayakan Hari Raya Idhul Fitri. Inilah hari kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu dan syetan selama bulan Ramadhan. Di Indonesia punya tradisi khusus untuk merayakan hari bahagia itu yang disebut Lebaran. Saat itu orang ramai melakukan silahtuhrahim dan saling memaafkan satu dengan yang lain. Termasuk kerabat-kerabat jauh datang berkumpul. Orang-orang yang bekerja di kotakota pulang untuk merayakan lebaran di kampung bersama kedua orang tuanya. Maka setiap hari Raya selalu terjadi pemandangan khas, yaitu orang berduyun-duyun dan berjubel-jubel naik kendaraan mudik ke kampung halaman. Silahturahim dan saling memaafkan itu menurut ajaran Islam bisa berlangsung kapan saja. Tidak mesti pada Hari Raya. Tetapi itu juga tidak dilarang. Justru itu momentum bagus. Mungkin, pada hari biasa kita sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga tidak sempat lagi menjalin hubungan dengan tetangga dan saudara yang lain. Padahal silahturahim itu dianjurkan Islam, sebagaimana dinyatakan hadis, "Siapa yang ingin rezekinya dibanyakkan dan umurnya dipanjangkan, hendaklah ia menghubungkan tali silaturahmi!" (HR. Bukhari) 14. Qaulan Tsaqiilaa Pada malam Ramadhan ditekankan (disunnahkan) untuk melakukan shalat malam dan tadarus al-Qur'an. Waktu paling baik menunaikan shalat malam sesungguhnya seperdua atau sepertiga malam terakhir (QS Al Muzzammil: 3). Tetapi demi kesemarakan syiar Islam pada Ramadhan ulama

membolehkan melakukan terawih pada awal malam setelah shalat isya' dengan berjamaah di masjid. Shalat ini populer disebut shalat tarawih. Shalat malam itu merupakan peneguhan jiwa, setelah siangnya sang jiwa dibersihkan dari nafsu-nafsu kotor lainnya. Ditekankan pula usai shalat malam untuk membaca Kitab Suci al-Qur'an secara tartil (memahami maknanya). Dengan membaca Kitab Suci itu seseorang bakal mendapat wawasanwawasan yang luas dan mendalam, karena al-Qur'an memang sumber pengetahuan dan ilham. Dengan keteguhan jiwa dan wawasan yang luas itulah Allah kemudian mengaruniai qaulan tsaqiilaa (perkataan yang berat). Perkataan-perkataan yang berbobot dan berwibawa. Ucapan-ucapannya selalu berisi kebenaran. Maka orang-orang yang suka melakukan shalat malam wajahnya bakal memancarkan kewibawaan. 15. Hartanya Tersucikan Setiap Muslim yang mampu pada setiap Ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat. Ada dua zakat, yaitu fitrah dan maal. Zakat fitrah besarnya 2,5 kilogram per orang berupa bahan-bahan makanan pokok. Sedangkan zakat maal besarnya 2,5 persen dari seluruh kekayaannya bila sudah mencapai batas nisab dan waktunya. Zakat disamping dimaksudkan untuk menolong fakir miskin, juga guna mensucikan hartanya. Harta yang telah disucikan bakal mendatangkan barakah dan menghindarkan pemiliknya dari siksa api neraka. Harta yang barakah akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan. Sebaliknya, harta yang tidak barakah akan mengundang kekhawatiran dan ketidaksejahteraan. Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 49/VI, 22 Ramadhan 1417, 31 Januari 1997

Di Mana Memburu Malam Qadar?


Di akhir Ramadhan ini, yang paling ramai dibicarakan biasanya adalah 'perburuan' Lailatul-Qadr. Apakah ia hadir pada hari tertentu dan hanya untuk orang-orang tertentu? Nabi saw menganjurkan ummatnya untuk meningkatkan secara sungguhsungguh gerak dan semangat ibadah dalam mengakhiri bulan Ramadhan. Anjuran itu bahkan bukan berhenti sebagai 'perintah' saja, melainkan dicontohkan langsung. Rasul biasa tidak pulang pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, kecuali untuk keperluan-keperluan mendesak. Kegiatan beliau terpusat di masjid, siang ataupun malam. I'tikaf seperti yang dicontohkan beliau itu kini juga sudah banyak diikuti ummatnya. Ada kalangan yang sengaja meliburkan semua kegiatannya di akhir Ramadhan, diganti dengan i'tikaf. Di antara semangat i'tikaf itu ialah untuk mendapatkan kesempatan berjumpa dengan satu malam paling mulia,

malam Qadar. Bahwa malam Qadar memiliki keutamaan yang luar biasa, sudah samasama kita ketahui. Bahkan Allah telah memberikan nama terhadap salah satu surah dalam al-Qur'an dengan nama malam itu, yakni Surah al-Qadr: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur'an pada malam Qadar. Dan tahukah kamu, apakah malam Qadar itu? Itulah malam yang yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu para malaikat dan Malaikat Jibril turun dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar." Ada yang menghitung seribu bulan dengan 83 tahun lebih, sehingga begitu menggebu untuk mendapatkannya. Tetapi ada pula yang lebih memahami kata 'seribu bulan' itu sebagai kiasan bahwa tingkat kemuliaan malam itu memang tiada bandingnya. Umur rata-rata manusia saja tidak sampai 83 tahun, sehingga bila ia mendapati malam itu, berarti sepanjang hidupnya akan penuh dengan kemuliaan. Tetapi benarkah gampang mendapatkan janji Allah itu? Bagaimanakan sosok dan cara menjumpainya yang memiliki dampak secara nyata? Apakah mungkin mendapatkannya secara kebetulan, ibarat mendapat lotre? Allah memang Maha Berkehendak. Kalau Ia mau, gampang saja menakdirkan si A atau si B untuk mendapatkannya. Tetapi ada yang namanya sunnatullah, sebagai 'cara' Allah menetapkan sesuatu yang bisa dipahami oleh hamba-Nya. Sunnatullah itu berlaku universal, penuh keadilan, dan logis, sehingga tidak mungkin mengundang protes. Itulah pula yang berlaku dalam penentuan 'nasib' manusia. Allah telah berfirman, "Sesungguhnya keadaan-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanya berkata, 'Jadilah', maka ia jadi." (QS. Yaasin: 82). Tetapi dalam 'kun' (jadilah) itu sendiri terkandung ketentuan-Nya yang berupa sunnatullah. Dr. Quraish Shihab menulis dalam salah satu tafsirnya, bahwa 'kun' itu tetaplah melalui suatu proses. Hal ini sama sekali bukan dimaksudkan mengurangi kekuasaan Allah, tetapi dalam hubungan dengan hamba-Nya, Allah tetap memberlakukan cara yang bisa dipahami oleh hamba itu. Karena bila tidak demikian maka bagaimana manusia bisa yakin terhadap janji-janji dan ancaman-Nya? Manusia bisa berdalih, 'Bila Allah menghendaki saya baik, maka saya akan baik dengan sendirinya.' Dan bila ternyata tidak, mereka akan menimpakan 'kesalahan' itu kepada yang menentukan 'takdir'. Karena itu tetap ada keterkaitan antara masuk surganya seseorang dengan amal dia selama di dunia. Sementara untuk bisa beramal yang baik, ia tentu juga harus melakukan upaya sebelumnya. Artinya, hidayah Allah yang menuntunnya kepada kebaikan itu tidak datang dengan begitu saja. Ada proses yang mendahuluinya, yang bersifat subyektif. Mereka yang tidak pernah berbuat baik kepada orang lain -- dan karenanya tidak layak masuk surga-- tentu saja juga sulit untuk mendapatkan hidayah semasa di dunia, kecuali ada proses taubat terlebih dahulu. Mereka yang terbiasa makan barang haram, juga tidak bisa berharap terjadi keajaiban lalu tiba-tiba mendapatkan petunjuk Allah lantas mengakhiri hidupnya dengan

husnul-khatimah. Demikianlah pula halnya dengan anugerah Lailatul-Qadr. Malam penuh kemuliaan yang bisa menjamin seseorang hidup mulai sepanjang hayat itu tidak akan turun kepada sembarang orang. Jangan mimpi, mereka yang tidak peduli terhadap malam Ramadhan yang lain, lantas 'menghadang' Malam Qadar di akhir Ramadhan. Jangan pula berkhayal bisa mendapatkannya bila kehidupan sehari-hari sebelumnya penuh dengan kesia-siaan dan kemasiatan. Allah tidaklah bodoh dengan memberikan anugerah ke tangan yang salah. Sebuah karunia --yang bisa disetarakan dengan hadiah atau penghargaan-senantiasa hanya akan diberikan kepada mereka yang layak untuk mendapatkannya. Allah memang bersifat Rahman, yang berarti selalu memberikan kasih sayang kepada semua makhluk tanpa pandang bulu. Tetapi kasih sayang berupa rezeki itu sebenarnya tidak selalu membawa penerimanya kepada kondisi yang lebih baik. Tergantung bagaimana mereka menyikapi dan menggunakannya. Hamba yang tidak mendapatkan karunia, tidak akan bisa memanfaatkan rezeki itu untuk sesuatu yang bermanfaat dunia akhirat. Justru fasilitas dari Allah itu dipergunakannya untuk melicinkan jalan kemaksiatan. Orang demikian, layaknya adalah mendapatkan hukuman, bukan penghargaan. Karena itu, tiada jalan lain untuk mendapat karunia besar Allah berupa Malam Qadar kecuali dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas semua unsur peribadatan. Prosesnyapun tidak bisa sebentar. Bila tahun ini tak tertangkap, mungkin tahun depan. Bahkan mungkin bertahun-tahun. Setelah Allah melihat tingkat keistiqamahan, melihat kesungguhannya, melihat pengorbanannya, melihat jihad dan hijrahnya, dan lain-lainnya, barulah 'pengakuan' diberikan. Caranya bisa bermacam-macam, salah satunya dengan dipertemukan dengan Malam Qadar. Apakah bila demikian, kemudian kita yang merasa diri belum cukup baik ini tak perlu melakukan sesuatu untuk menyongsong Malam Ramadhan? Tentunya juga tidak. Malam-malam di bulan Ramadhan, pada hari keberapapun, tetap perlu untuk dihidupkan sebagaimana anjuran Nab saw. Kita meningkatkan volume dan kualitas ibadah di akhir Ramadhan pun sebenarnya dalam rangka memenuhi perintah Nabi saw. Adapun tentang menjumpai Malam Qadar, itu akan terjadi secara otomatis bila setiap malam kita sudah aktif. Sungguh wajar, orang yang biasa melek malam akan menyaksikan sesuatu yang terjadi pada malam hari. Bila meleknya diisi dengan main kartu di gardu, maka yang disaksikannya paling-paling adalah kejar-kejaran anjing dengan kucing, misalnya. Tetapi mereka yang terbiasa mengisi malam harinya dengan sesuatu yang bermanffat, mengisi hari sesuai anjuran Nabi, maka mereka akan mendapatkan lebih banyak jalan untuk berbuat baik. Malam Qadar ibarat sebuah 'pengakuan' dari Allah, sekaligus pengumuman kepada khalayak bahwa sang penerima layak mendapatkan predikat yang mulia. Idul Fitri dan Parcel Setelah parcel membudaya sebagai salah satu pelengkap ucapan selamat, ummat Islam seperti tak mau ketinggalan, mengirimkan parcel untuk ucapan

Selamat Idul Fitri. Cara ini boleh-boleh saja, sekalipun semula bukan budaya Islam. Cara penghormatan dengan mengirimkan sesuatu tetap saja ada nilai tambahnya sebagai penyambung silaturrahim, apalagi ada kalangan yang sulit untuk saling bertemu langsung. Tetapi karena harga parcel ini tidaklah selalu terjangkau semua kalangan, merupakan hal penting untuk bisa menjaga diri bagi yang mengirimnya. Misalnya untuk tetap menjaga jangan sampai terjadi semacam kesenjangan atau terbentuk jarak dengan mereka yang tak bisa mengirimkannya. Bagi yang menerimapun, hendaknya bisa juga tenggang rasa. Kalau di kantor, tak usah segan-segan untuk bagi-bagi hadiah, toh kehadiran kiriman itu juga biasanya atas nama lembaga. Dan yang lebih penting lagi, isi dari kiriman itupun hendaknya disesuaikan dengan keberadaan kita sebagai ummat Islam. Kalau untuk kalangan lain di antara barangnya kadang terselip makanan atau minuman haram, maka bagi ummat Islam bisa diganti dengan yang lain. Kalau perlu bukan selalu berupa barang konsumsi, tetapi juga bisa buku bacaan atau kaset yang bermanfaat.

Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 48/VI, 15 Ramadhan 1417, 24 Januari 1997.

Berguru Kepada Ramadhan


"Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)." Bulan yang paling bernasib baik adalah Ramadhan. Ia mendapatkan kehormatan sebagai tuan rumah kehadiran tamu mulia yang bernama al-Qur'an. Seakan al-Qur'an tak berkenan turun di sembarang bulan. Untuk turun secara keseluruhan dalam satu kitab atau turun pertama kalinya dalam lima ayat Surat al-'Alaq --yang pertama disebut lailatul qadri, dan kedua nuzulul Qur'an-- bulan Ramadhanlah yang terpilih sehingga di dalamnya menjadi mulia, barakah, dan benih rahmat. Soal pilih memilih itu tidak ada hubungannya dengan prestasi atau amal shalih yang pernah dilakukan oleh bulan Ramadhan. Semua itu semata-mata atas kehendak Allah swt. Ramadhan memang bernasib baik. Kita ingin bernasib seperti itu, yakni dipilih Allah sebagai tempat turun wahyu al-Qur'an. Kita ingin al-Qur'an turun kepada kita dalam bentuk hidayah dan taufiq. Bukan sebatas dalam bentuk bacaan, hafalan, dan pemahaman, sekalipun ketiganya sebenarnya penting dalam rangka meraih hidayatullah (petunjuk-Nya). Hanya saja jika ketiga hal itu mandeg di tengah jalan tanpa melangkah pada jalan Allah, tingkat kemunafikan kita semakin berbobot dan sulit beralih menjadi muslim kaffah.

Oleh karena itu sesungguhnya kita mesti banyak berguru kepada bulan Ramadhan. Berada di bulan itu anggap saja kita berada di sebuah perguruan tinggi, Universitas Ramadhan. Selama sebulan penuh kaum muslimim menjalankan masa pendidikan di 'fakultasnya' masing-masing sesuai bakat, kemampuan, dan peran yang diemban. Kita memang sama beriman, tetapi tugas dan kualitas tentu berbeda. Yang sama adalah semangat dan ambisi kita untuk diwisuda oleh Allah dengan gelar muttaqin. Lantas kita rayakan kemenangan itu di hari Lebaran, ber-'Idul Fitri. Sembilan kali Rasulullah dan segenap ummat Islam zaman itu merayakan hari raya 'Idul Fitri. Dari hari raya ke sembilan, Rasulullah dan kaum muslimin merasakan puncak kemenangan lahir dan batin. Menang bukan hanya dalam pengertian individual berupa tunduknya hawa nafsu dalam kekuasaan dirinya yang fitrah, tetapi juga kemenangan komunal di kota Makkah berupa tunduknya orang-orang kafir di pusat kekuasaan mereka sendiri. Kemenangan itu amat mulus dan indah tanpa sepercik darah pun menetes. Sudah sejak lama kita merindukan kemenangan 'Idul Fitri sebagaimana yang pernah dialami ummat Islam di zaman Rasul itu. Selama ini kedukaan senantiasa mengiringi saat-saat kita ber-'Idul Fitri. Ummat Islam telah menjadi bulan-bulanan dan maf'ul bih (obyek) bagi kaum kafirin. Dalam pengertian individual, bisa saja seseorang merayakan 'Idul Fitri dengan perasaan bahagia tanpa terselip duka. Hal itu agaknya layak, karena sebulan suntuk sebelumnya ia telah mati-matian bertarung melawan nafsu iblisiyah, dan bersyukurlah bisa menang. Yang menjadikannya merasa belum puas adalah, karena ia sebenarnya masih terus berfikir tentang nasib ummat Islam secara keseluruhan yang belum menggembirakan. Orang-orang kafir masih leluasa mempermainkan kaum muslimin sesuka hati. Mentang-mentang mereka sedang unggul di banyak hal, aspek ekonomi, sosial politik, budaya, dan iptek. Dari Somalia hingga Bosnia, dari India hingga Afghanistan, ummat Islam sedang berada dalam cobaan. Menyaksikan kebiadaban anak buah Qabil dan kehinaan orang Islam menghadapinya, kita bisa menjadi marah luar biasa. Kemarahan dan kebencian bagitu memuncak, sampai-sampai kita jadi lupa tentang masalah mendasar yang sebenarnya. Benarkah derita ummat Islam selama ini diakibatkan oleh polah tingkah ummat kafirin? Jangan-jangan kejahatan dan kebejatan orang kafir terhadap orang Islam itu hanya akibat saja dari ulah perilaku ummat kita sendiri. Kita sendirilah yang menyebabkan keadaan layak-hina itu. Justru bila pujian dan keseganan yang kita peroleh dari kaum kafirin, kita akan merasa mendapatkan ejekan yang lebih menyakitkan. Sementara harapan Allah sebenarnya begitu besar kepada ummat Islam yang hidup dengan membawa nama-Nya. Tentu seharusnya ummat Islam tampil baik, karena melangkah di jalan Allah dan dalam petunjuk-Nya. Ya, semestinyalah penampilan ummat Islam mencerminkan pribadi sebagai orang yang bertaqwa, sebagai muttaqin. Harapan itulah yang hendak dicapai dengan puasa di bulan Ramadhan sebagaimana sering dititipkan khatib pada setiap khutbah Jum'at. Jika gelar taqwa teraih, niscaya Allah akan memuliakan jama'ah muslimin:

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (Al- Hujurat: 13) Jika Allah memuliakan hamba-Nya tak akan mungkin orang-orang kafir melecehkan. Itulah yang terjadi pada jaman Nabi dan para sahabat. Bukan saja Allah memuliakan mereka, orang kafir pun dibuat segan. Padahal ummat Islam saat itu masih ketinggalan di bidang ekonomi dan teknologi. Tetapi karena memiliki kekayaan di bidang aqidah, istiqamah, dan jihad, keunggulan pun mereka dapatkan. Sekarang kekayaan apakah yang bisa membuat kita berwibawa dan tidak hina di hadapan Allah dan orang-orang kafir? Jawabannya, al Qur'an. Tapi apakah arti al-Qur'an di depan orang-orang yang tidak yakin akan kemukjizatannya? Ibarat Musa yang menggenggam tongkat mukjizat, tapi ia sendiri masih ragu-ragu akan khasiatnya. Maka tongkat itu tak bermanfaat apaapa dalam menghadapi ular-ular tukang sihir. Orang yang yakin kebenaran al-Qur'an akan menampilkan bukti berupa membaca, mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkannya sesuai contoh perjalanan Nabi Muhammad saw. Berguru kepada bulan Ramadhan berarti berguru kepada al- Qur'an. Akrab dan bercumbu dengan Ramadhan berarti cinta kepada al-Qur'an. Karena al-Qur'an turun di bulan suci itu sebagaimana dikisahkan dalam surah alBaqarah 185 yang telah dikutip di atas.

Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Melatih Anak Berpuasa


Kerap kita dengar celetukan ketus kaum ibu, tentang apa gunanya bersusahsusah mengajar anak melaksanakan shaum (puasa). "Toh mereka masih kecil. Masih waktunya bermain. Mengapa juga kita paksa-paksa nahan lapar. Kan kasihan." Kasihan, justru kasihan kepada mereka yang tak memahami pentingnya puasa bagi anak-anak. Karena justru di usia anak-anaklah, sedang berproses sebuah fase perubahan besar, yaitu pengurangan egosentrisme. Dan, ini akan bisa diperlancar dengan terapi latihan menahan keinginan. Bagi anak yang terbiasa jajan, karena orang tua senantiasa menuruti keinginannya, maka penjual apapun yang lewat di depan rumah nampak menggugah selera mereka. Ketika penjual es lewat, tenggorokan mereka terasa haus. Begitu penjual roti lewat, perut mereka pun terasa lapar. Sebentar kemudian penjual susu murni, dilanjutkan baso, dan terakhir mainan. Betul, bahwa setiap bayi terlahir dengan dibekali egosentrisme sangat kuat, bahwa bagi mereka yang terpenting adalah kesenangan buat dirinya sendiri. Seiring dengan bertambahnya usia, sifat ini akan terkikis perlahan hingga habis ketika dewasa nanti. Dalam fase perkembangannya, orang tua bisa proaktif

mempercepat pengikisan egosentrisme ini, salah satunya dengan cara latihan menahan keinginan. Manakala Anda selalu menuruti keinginan anak, karena Anda memiliki uang untuk mengabulkan permintaan mereka, maka anak Anda tidak belajar untuk menghapus egosentrisme dalam dirinya. Anak seperti ini kerap tumbuh menjadi manja. Dengan latihan puasa, anak belajar bahwa ada kalanya ia harus menahan lapar, walaupun ada makanan di dapur. Ia pun dilarang minum walau ada air mineral berbotol-botol. Ia akan belajar sedikit demi sedikit menahan keinginannya. Sungguh, latihan selama sebulan untuk menahan keinginan, merupakan terapi luar biasa untuk mempercepat kedewasaan anak.

Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Membangunkan Anak Sahur


Biasanya anak-anak malas bangun malam, apalagi di suruh makan. Apa kiatnya ? Sahuuuur... sahuuur...! Bunyi kentongan yang ditabuh ribut para pemuda kampung, bisa jadi cukup efektif membangunkan anak untuk sahur di hari-hari pertama Ramadhan. Tetapi, belum tentu kiat ini efektif untuk hari-hari berikutnya selama sebulan yang tiga puluh hari itu. Perlu ada beragam variasi cara untuk membangunkan anak agar bersemangat makan sahur. Sentuhan bisa diberikan pada penyusunan menu makanan dan minuman yang menarik dan membangkitkan selera makan anak. Sentuhan penunjang pun bisa diberikan dengan menciptakan suasana menggembirakan yang juga membantu menyegarkan badan anak. Tentu saja, kreatifitas ibu sangat diperlukan untuk menemukan cara menarik yang beragam dan bervariasi dari pagi ke pagi berikutnya. Mau tahu kiat-kiatnya? Mengusir Kantuk Sebelum merancang kiatnya, perlu diketahui dulu kendalanya. Pertama dan utama, adalah rasa kantuk. Untuk melawan kendala ini, harus dipastikan bahwa jatah tidur anak setiap harinya tetap terpenuhi, tidak berkurang lamanya. Jika di luar bulan Puasa mereka tidur dalam sehari selama 10 jam, maka sejumlah itu pulalah mereka perlu tidur di bulan Suci Ramadhan. Jumlah jam tetap sama, hanya pemilihan waktunya yang bisa divariasi dan disesuaikan dengan jadwal kegiatan Ramadhan anak secara keseluruhan. Ada anak-anak yang memiliki banyak teman bermain di sekitar rumah, sehingga memilih untuk menghabiskan waktu siang dan sore hari untuk bermain. Maka anak ini harus segera tidur seusai shalat tarawih, agar bisa bangun ketika sahur. Namun jika jumlah tidur di malam hari ini pun belum mencukupi jumlahnya,

ijinkan mereka tidur barang satu hingga dua jam usai shalat subuh untuk mengganti jam tidurnya. Anak yang tak memiliki teman bermain, mungkin lebih memilih tidur siang, sehingga di malam hari ia masih bisa meluangkan waktu menonton televisi acara khusus Ramadhan, bersama ayah ibu seusai tarawih. Mengusir Rasa Malas Kendala kedua adalah rasa malas, karena tubuh masih lemas setelah tidur berjam-jam lamanya. Aliran darah belum bisa tersalur lancar ke seluruh bagian tubuh, sehingga banyak bagian badan anak yang terasa lemas dan susah bergerak. Secara alami, tubuh anak akan mengatasi kendala ini dengan gerakan mulet (merenggang). Secara refleks tangan dan kaki ditarik-tarik, supaya otot tergerak dan darah bisa mengalir lebih lancar. Tulang-tulang pun digerak-gerakkan supaya tidak terasa kaku. Ibarat sebuah senam, maka gerakan-gerakan ringan anggota badan saat bersenam akan memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh dan membuat badan segar untuk segera melakukan aktivitas lain. Begitu pula untuk membuat tubuh anak terasa segar segera setelah bangun tidur, pancing anak agar melakukan gerakan-gerakan ringan yang akan meningkatkan kesegaran tubuhnya sedikit demi sedikit. Ajak anak untuk segera duduk setelah ia membuka mata. Biarkan beberapa saat, baru kemudian ajak mereka untuk turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Jangan terlalu tergesa memaksa anak untuk segera berada di depan meja makan. Kalau perlu, Anda bisa bawakan minuman hangat ke tempat tidur mereka dan menyuruh anak meminumnya sembari duduk, untuk lebih cepat menyegarkan badan. Baru kemudian menuntun mereka menuju tempat makan. Bisa jadi anak sudah duduk di depan meja makan, namun masih juga badannya lemas dan tak bersemangat. Kiat lain bisa dicoba, yaitu dengan mengajak anak keluar rumah. Duduk-duduk di teras rumah sambil memandangi bintang-bintang di langit. Atau berjalan-jalan barang lima menit di halaman bersama ibu sambil menceritakan kisah binatang-binatang yang segera pergi mencari makan setelah bangun tidur. Dinginnya udara pagi akan membantu menyentakkan otot tubuh agar bereaksi mendorong kelancaran peredaran darah. Bahkan sesekali bolehlah ibu menemani anak menghabiskan makan sahurnya di kursi taman, sambil menikmati daun dan bunga-bunga di taman depan rumah yang bergoyang-goyang ditiup angin. Atau menemani anak makan sahur di teras sembari menikmati indahnya kembang api yang mereka mainkan! Menyegarkan Mata Selain menyegarkan tubuh dengan beragam gerakan-gerakan ringan, mata anak pun segera disegarkan kembali. Apa kira-kira yang bisa merangsang mata anak agar bisa terbuka dengan penuh semangat ? Ya, benar sekali. Televisi, merupakan cara terbaik untuk merangsang mata anak agar terbuka. Jika ada acara televisi yang cocok untuk menemani

anak makan sahur, mengapa tidak? Lagu-lagu Ramadhan untuk anak, cerita boneka, atau kisah nabi-nabi, akan cukup menyenangkan sebagai teman sahur bagi anak. Anda pun bisa menyediakan buku-buku bacaan bergambar yang menarik. Bagi anak yang terbiasa membaca buku cerita, akan cukup efektif membangunkan mereka, jika Anda memberikan beberapa buku bacaan baru yang menarik, kemudian membuat peraturan bahwa buku-buku tersebut hanya boleh dibaca saat makan sahur, atau sesudahnya. Di luar waktu-waktu itu Anda berhak menyimpannya! Menyegarkan telinga dengan irama musik Nah, telinga pun perlu diberi konsumsi, untuk memberi dukungan kekuatan bagi anak untuk bisa segera bangun dan makan sahur. Ramaikan suasana makan sahur bersama putra-putri Anda dengan lagu-lagu ceria yang mereka gemari! Secara refleks, saraf anak akan bereaksi menggerak-gerakakn otot badannya sedikit demi sedikit mengikuti irama lagu kegemaran mereka. Ketika anak telah benar-benar duduk dan berselera makan, telinga pun telah cukup puas dengan konsumsi lagu-lagu yang menyenangkan hati anak, maka Anda bisa mengubahnya dengan alunan ayat-ayat suci al-Qur'an. Model konsumsi telinga yang kedua ini tidak lagi berfungsi membangunkan dan menyegarkan anak, tetapi berfungsi memberi nuansa warna Islami dalam sanubari anak. Menyegarkan hidung dan lidah Akhirnya, tujuan akhir membangunkan anak di pagi dini hari adalah agar mereka menghabiskan santap sahurnya. Dalam hal ini, lidah dan hidung memiliki peran yang sangat besar. Jika kedua indra ini sudah terangsang, anak akan menghabiskan hidangan sahur dengan penuh semangat. Merangsang hidung ? Anda bisa pilih menu-menu makanan yang beraroma harum. Opor, soto, maupun rawon yang terhidang hangat, baunya cukup nikmat untuk menyegarkan hidung. Upayakan untuk menghidangkan lauk pauk dalam keadaan hangat, supaya memiliki aroma yang sedap. Tiap anak memiliki kegemaran aroma yang berbeda-beda, dan Andalah yang seharusnya paling mengenali kegemaran anak-anak itu. Merangsang lidah ? Pilih menu-menu ringan kesukaan anak-anak. Jangan memaksakan diri untuk menyediakan masakan-masakan baru yang harus Anda masak di tengah malam, karena ini akan sangat menguras tenaga ibu. Memilih menu makanan yang sudah dimasak semenjak sore dan tinggal menghangatkan ketika hendak sahur akan menjadi pilihan lebih bijaksana. Kehangatan makanan dan minuman yang menyentuh lidah dan tenggorokan pun akan sangat meembantu menumbuhkan selera makan. Susu hangat, atau sereal kegemaran anak, mengapa tidak?

Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 47/VI, 08 Ramadhan 1417, 17 Januari 1997.

Ramadhan, Mengasah Diri Besar-besaran


Bulan ini kita mengikuti penataran akbar. Dikatakan akbar karena pesertanya terdiri dari semua muslim yang telah memenuhi syarat. Segalanya terpusat. Instrukturnya satu, pengawas dan pengujinya juga satu. Dia adalah Allah swt. Apa yang ditatarkan? Pengendalian hawa nafsu. Apa targetnya? Kualitas taqwa. Bentuk kegiatannya? Puasa. Menahan diri dari makan, minum dan berkumpul dengan isteri di siang hari. Tes awal sebelum didaftar sebagai peserta penataran massal ini adalah iman. Mereka yang beriman dapat segera mendaftarkan niat, baik dilakukan secara global di awal Ramadhan atau pada setiap malam sebelumnya. "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya." Ada orang yang seperti puasa, padahal niatnya hanya diet saja. Ada lagi yang hanya sekedar menjaga kesehatan. Tentu saja orang-orang ini tidak akan mendapat imbalan puasa. Mereka hanya mendapatkan yang diniatkan saja, yaitu penurunan berat badan, dan kesehatan. Lain halnya mereka yang berpuasa atas dasar iman dan dengan perhitungan serta target-target tertentu, mereka pasti mendapatkan imbalan yang sangat banyak. Masa lalunya direhabilitasi, dosanya diputihkan. "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan penuh perhitungan, niscaya akan diampuni dosa-dosa masa lalunya." Bila iman sebagai persyaratan awal sudah terpenuhi, sudah mendaftarkan diri dengan niat yang betul, maka selanjutnya adalah melaksanakan seluruh instruksi atau aturan-aturan selama pelaksanaan penataran. Semua peserta dilarang makan, minum, dan berkumpul dengan isteri di siang hari. Apa hanya itu? Tidak. Rambu-rambunya masih banyak. Ibarat ramburambu lalu lintas, yang disebutkan tadi baru lampu merah. Ada larangan parkir, larangan berhenti, larangan belok kiri atau kanan, ada juga larangan mendahului. Mulut tidak hanya dijaga dari makan dan minum, tapi juga dijaga agar tidak berkata bohong, kotor, memfitnah dan membicarakan orang, juga mengadu domba. "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan perbuatan curang, maka Allah tidak butuh puasanya, meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari dan Abu Daud). Meski tidak sampai membatalkan semua amal puasanya, tapi paling tidak akan terkena sanksi juga. Ibarat orang yang mengendarai mobil, SIM-nya tidak dibatalkan, tapi terkena tilang. Di pengadilan akan diperhitungkan. Kalau imbalannya sedikit sementara sanksinya banyak, tentu ia akan nombok. Karenanya pasti menyesal dan merugi. Makan, minum dan berkumpul dengan isteri sebenarnya hanya simbol, yang artinya segala sesuatu yang berpusat dari sana hendaknya bisa ditahan dan dikendalikan. Jelasnya, segala sesuatu yang bersumber dan berpusat dari perut dan yang di bawah perut itu hendaknya dicegah. Apa yang bersumber dari

sana ? Tiada lain adalah nafsu. Dengan demikian puasa adalah usaha manusia untuk mengendalikan hawa nafsunya. Ramadhan adalah bulan training, penataran dan pelatihan. Di bulan itu umat Islam ditatar, dilatih dan digembleng agar mampu menguasai nafsunya, yang selama ini telah menguasai dirinya. Allah tahu persis hamba-Nya banyak yang telah dikuasai oleh nafsunya sendiri. Mereka dikendalikan, diombang-ambingkan, bahkan dibikin mabuk. Nafsunya selalu berada di depan mengawal segala amal perbuatan. Nafsunya juga menjadi motor penggerak, sekaligus pengendali. Dalam bulan ini kita hendak membebaskan diri. Kita menjadi manusia merdeka yang terlepas dari belenggu penjajahan nafsu. Kita ingin menjadi manusia sejati, yang normal, tidak gila. Apa tidak disebut gila, orang yang meletakkan perut dan bagian bawah perut itu di atas, sementara kepala dan dadanya diletakkan di bawah? Itulah gambaran manusia sekarang. Mereka lebih mementingkan kepuasan hawa nafsunya dibanding kepuasan batin. lebih mengutamakan tuntutan nafsu, ketimbang tuntutan ruhani. Ruhaninya dibiarkan haus, sementara nafsunya kenyang dengan fatamorgana. Memang selamanya menjadi pertarungan yang hebat antara nafsu dan ruhani. Kebutuhannya tidak sama, sementara manusia hanya dapat memenuhi salah satunya. Mereka hanya dapat memilih antara memenuhi hawa nafsunya atau memenuhi tuntutan ruhaninya. Perang ini berlangsung seumur hidup. Selama hayat masih di kandung badan, perang ini tak akan usai. Allah rupanya telah membekali manusia dengan dua kekuatan ini. masing-masing punya potensi. Yang satu potensi berbuat dekaden, yang lainnya potensi membangun. Yang pertama negatif, yang kedua positif. Karenanya bila orang masih dikuasai oleh hawa nafsunya mengklaim bahwa dirinya membangun, jangan dipercaya. Mereka tidak membangun, kecuali membuat bom waktu. Sewaktu-waktu bom itu akan meledak menjadi mala petaka. "Dan bila dikatakan kepada mereka, jangan membikin kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami adalah pembangun.'" (QS. al-Baqarah: 11). kaum 'Aad dan kaum Tsamud adalah contoh konkritnya. Mereka bisa membangun negerinya dengan istana-istana. Mereka pindahkan gunung-gunung untuk rumah, jalan, dan benteng. Tapi apa yang terjadi kemudian? Allah menghancurleburkan negeri itu rata dengan tanah. Mereka di adzab, karena melupakan hakekat kehidupannya. Mereka membangun negerinya karena dorongan nafsu. Mereka membangun juga untuk memenuhi selera nafsu. Perjuangannya tiada lain, kecuali memenuhi kepuasan hawa nafsu. Padahal Allah telah mengingatkan, "Dan aku (Yusuf) tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), sesungguhnya nafsu itu hanya mengajak kepada keburukan." (Qs. Yusuf: 53). Nafsu itulah yang akan digempur habis-habisan dalam ibadah ini. Bulan ini bulan peperangan total menghadapi hawa nafsu. Yang menang akan kembali pada fitrahnya, sementara yang gagal akan tetap 'gila'. Mengalahkan nafsu itu tidak gampang, karenanya Nabi menamai perang besar, lebih besar dari perang dunia pertama dan kedua. Berat, karena rangsangannya luar biasa. Apalagi sekarang, nyaris semua alat pemuas nafsu dibuka lebar-lebar. Tinggallah kini

hati nurani, fitrah insani, dan tuntunan Ilahi. Kalau instrumen ini bisa diaktifkan, memang tidak terlalu sulit mengalahkan nafsu.Tapi seringkali alat ini tumpul, lantaran tak pernah diasah sekian lama. Akibatnya, ketika saatnya dipergunakan untuk memotong kemauan nafsu, tak bisa lagi berfungsi. Kemauan kadang ada, tapi kemampuan tidak punya. Begitulah yang terjadi pada hampir setiap orang. Ingin berbuat baik dan menolak serta membenci yang tidak benar, tapi tak sanggup melakukannya. Bagaikan pisau yang sudah karatan, ruhaninya tak bisa lagi mengiris-iris selera nafsu. Mereka membenci penipu, pendusta dan orangorang sombong, tapi mereka juga tak bisa menolak, bahkan ikut melakukannya. Menipu sudah menjadi kebiasaannya, berdusta sudah wataknya, dan sombong sudah merupakan pakaian sehari-hari. Ramadhan ingin melepaskan semua predikat itu, dengan menanggalkan semua pakaian kotor yang menyelimuti. Di bulan ini manusia dimandikan, dicuci bersih dan dihanduki. Pakaian kotornya diganti pakaian bersih. Pakaian itu adalah baju taqwa. "Dan pakaian taqwa, itulah yang paling baik." (QS. al-A'raf: 26). Bagaikan pada kepompong, puasa adalah pembersih. Ulat, semula binatang yang menjijikkan. Postur tubuh dan bulunya sungguh sangat tidak indah dipandang. Wanita bisa histeris disodori ulat. Selain itu, rakusnya luar biasa. Memakan daun apa saja, tak peduli. Daun yang indah bila dihinggapi bisa berlubang, kemudia layu dan mengering. Tetapi setelah berpuasa, menjadi kepompong, dan akhirnya menjelma menjadi kupu-kupu, keadaan berbalik total. Semua orang suka kepadanya, lebih-lebih wanita. Enak dipandang dan menyenangkan. Makanannya kini juga tidak sembarangan, hanya mau yang baik-baik saja. Bunga-bunga yang dihinggapi tidak rusak, tapi malah berkembang biak. Kedatangannya tidak membawa laknat, tapi membawa rahmat. Barangkali itulah gambaran orang yang berpuasa. Di saat nafsunya belum terkendali, kerjanya hanya merusak, kehadirannya selalu bikin onar, dan kelakuannya selalu mendatangkan bencana. Tapi setelah berpuasa, setelah nafsunya dikalahkan, ia tampil sangat mempesona. Semua orang menyenanginya. Kehadirannya selalu ditunggu, karena selalu memberi manfaat yang tidak terhitung banyaknya. Semoga puasa kita mengantarkan kita menjadi manusia-manusia taqwa, dengan pakaian seperti itu. Majalah Suara Hidayatullah Edisi Khusus Ramadhan/November 2001

Ramadhan Nabi dan Para Sahabatnya


"Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan Ramadhan tetapi tidak sampai terampuni dosa-dosanya.." Rasulullah menaiki mimbar (untuk berkhutbah), menginjak anak tangga pertama beliau mengucapkan "aamin", begitu pula pada anak tangga kedua dan ketiga. Seusai shalat para sahabat bertanya, mengapa Rasulullah mengucapkan

'aamin? Lalu beliau menjawab, malaikat Jibril datang dan berkata: Kecewa dan merugi seseorang yang bila namamu disebut dan dia tidak mengucapkan shalawat atasmu, lalu aku berucap aamin. Kemudian malaikat berkata lagi, kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orang tuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk surga, lalu aku mengucapkan aamin. Kemudian katanya lagi, kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan Ramadhan tetapi tidak sampai terampuni dosa-dosanya, lalu aku mengucapkan aamin. Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ramadhan adalah nama salah satu bulan dari dua belas bulan Hijriyah, sama dengan Jum'at yang merupakan nama hari dari tujuh hari yang terus berputar. Tidak ada perbedaan antara hari Jum'at dengan hari Senin, demikian juga tidak ada bedanya antara Ramadhan dengan bulan lainnya. Secara fisik, semua bulan dan hari itu sama saja. Perbedaannya sesungguhnya terletak pada pemaknaan atasnya. Pemaknaan itu bisa terkait dengan momentum sejarah, bisa juga karena secara sengaja telah ditetapkan oleh Sang Pencipta hari dan bulan untuk memuliakannya. Ramadhan telah memenuhi kedua alasan di atas, selain disengaja oleh Allah untuk disucikan dan dimuliakan, di dalamnya terdapat juga berbagai peristiwa sejarah yang sangat monumental. Sejarah itu tidak saja terjadi pada Rasulullah Salallaahu 'alaihi wa sallam, tapi juga terjadi pada masa-masa kenabian jauh sebelumnya. Dalam beberapa hadits dan keterangan yang lain disebutkan semua kitab suci diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan. Nabi Ibrahim 'Alaihis salaam menerima kitab pada hari pertama atau ketiga pada bulan Ramadhan. Nabi Daud As juga menerima kitab Zabur pada hari kedua belas atau delapan belas bulan yang sama. Demikian juga nabi Musa As dan Isa As, masing masing telah menerima kitab Taurat dan Injil pada bulan Ramadhan. Nabi Muhammad Saw, sebagai nabi pamungkas menerima kitab al-Qur'an pada tanggal 17 bulan Ramadhan. Adalah desain dari "atas", jika semua kitab suci diturunkan pada bulan Ramadhan. Kesengajaan itu semata-mata ditujukan untuk mensucikan dan memuliakannya. Memang ada empat bulan lainnya yang dimuliakan Allah, tapi Ramadhan tetap menempati urutan teratas. Bukan hanya karena momentumnya, tapi terlebih karena Allah Swt menjanjikan berbagai bonus dan diskon istimewa. Karena alasan itulah, jauh sebelum bulan Ramadhan tiba, Rasulullah saw telah menyambutnya. Sejak bulan Sya'ban, Rasulullah menganjurkan ummatnya agar mempersiapkan diri menyambut kedatangan "tamu mulia" ini, yaitu dengan memperbanyak ibadah, terutama ibadah shaum. Yang belum terbiasa shaum pada hari Senin dan Kamis, diharapkan pada bulan Sya'ban sudah mulai menjalankannya. Jika belum mampu, cukup dengan tiga hari di tengah bulan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mempersiapkan mental sekaligus fisik untuk menghadapi bulan yang disucikan tersebut. Bulan Sya'ban adalah bulan persiapan. Seorang Muslim yang akan memasuki arena Ramadhan hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya. Dalam dirinya sudah terbayang suasana indah Ramadhan tersebut. Suasana itu

tergambar dalam hatinya dan terukir dalam benak fikirannya. Kehadirannya dirindukan dan dinanti-nantikan. Ibarat orang dipenjara yang selalu menghitung hari pembebasannya, maka setiap hati sangatlah berarti. Begitulah gambaran seorang Muslim, terutama para sahabat Nabi di masa yang lalu. Saat-saat menanti Ramadhan, para sahabat tak bedanya seperti calon pengantin yang merindukan hari-hari pernikahannya. Jauh hari sebelum hari "H" nya, mereka sudah memikirkan hal-hal yang sekecil-kecilnya. Mereka berfikir, gaun apa yang akan dipakai pada saat yang penting itu, apa yang diucapkannya, sampai bagaimana cara jalannya dan menata senyumnya. Begitulah gambaran seorang Muslim yang merindukan datangnya Ramadhan. Tiada seorangpun di antara kaum Muslimin yang bersedih hati ketika menghadapi Ramadhan. Sebaliknya mereka bersuka cita dan bergembira, menyambutnya dengan penuh antusias dan semangat yang menyala-nyala. Merupakan tradisi di masa Rasulullah, pada saat akhir bulan Sya'ban para sahabat berkumpul di masjid untuk mendengar khutbah penyambutan Ramadhan. Saat itu dimanfaatkan oleh kaum Muslimin untuk saling meminta maaf di antara mereka. Seorang sahabat kepada sahabatnya, seorang anak kepada orang tuanya, seorang adik kepada kakaknya, dan seterusnya. Mereka ingin memasuki bulan Ramadhan dengan tanpa beban dosa. Mereka ingin berada dalam suasana ramadhan yang disucikan itu dalam keadaan suci dan bersih. Kebiasaan Rasulullah dan para sahabatnya ini perlu dihidupkan lagi tanpa harus mengubah tradisi yang sudah ada dan eksis sampai saat ini. Biarlah hari raya 'Idul Fitri tetap dalam tradisinya, tapi pada akhir bulan Sya'ban perlu ditradisikan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan Nabi, yaitu dengan memperbanyak silaturrahim, saling meminta maaf, dan bertahniah, selain menyambutnya dengan ceramah yang dikhususkan untuk itu. Tahniah, saling mengucapkan "selamat" adalah kebiasaan baik yang ditadisikan Rasulullah. Mestinya ummat Islam lebih serius mengirim kartu Ramadhan daripada kartu lebaran. Diperlukan kepeloporan dari kita semua untuk memulai tradisi baru dalam menyambut Ramadhan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Kita perlu sedikit kreatif untuk memulainya. Ide-ide baru juga perlu dimunculkan untuk menggagas kegairahan ummat dalam menyambut bulan suci tersebut. Perlu ada energi khusus untuk mengalihkan pusat perhatian ummat yang hanya tertuju pada hari raya kepada bulan Ramadhan. Ini bukan pekerjaan ringan, karena kebiasaan yang ada saat ini sudah mendarah mendaging. Tidaklah salah bila seseorang berziarah kubur saat menjelang Ramadhan, sebagaimana berziarah kubur di hari-hari yang lain. Hanya saja tradisi itu perlu diluruskan dengan memberi pemahaman kepada mereka tentang tata cara berziarah kubur, dan terutama tujuannya. Jangan sampai mereka salah niat dan tujuannya. Jangan pula salah tata caranya. Ini penting karena menyangkut "Aqidah". Perlu juga dipahamkan, mengapa mereka lebih menyukai berziarah kepada orang yang sudah mati, sedangkan kepada orang yang masih hidup mereka enggan untuk menziarahinya. Padahal yang masih hidup itu bisa jadi adalah orang tua mereka sendiri, paman-bibi, saudara-saudara, dan handai tolannya

sendiri. Menziarahi kubur orang yang sudah mati itu baik, tapi menziarahi orang yang masih hidup jauh lebih dianjurkan lagi. Tujuan berziarah kubur untuk mengingatkan kita akan kematian. Sedangkan tujuan berziarah kepada orang yang masih hidup adalah untuk menyambung silaturrahim, yang intinya adalah untuk menjaga kalangsungan hidup itu sendiri. Dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk mengunjungi kaum kerabat, terutama orang tua untuk mengucapkan tahniah, memohon maaf, dan meminta nasehat menjelang ramadhan. Jika jaraknya jauh, bisa ditempuh melalui telepon, surat pos, atau dengan cara-cara lain yang memungkinkan pesan itu sampai ke tujuan. Adalah baik jika kebiasaan itu dikemas secara kreatif, misalnya dengan mengirimkan kartu ramadhan yang berisi tiga hal di atas. Adapun tentang ceramah yang diselenggarakan khusus untuk menyambut ramadhan, Rasulullah telah memberikan contohnya. Pada saat itu sangat tepat jika disampaikan tentang segala hal yang berkait langsung dengan Ramadhan. Mulai dari janji-janji Allah terhadap mereka yang bersungguh-sungguh menjalani ibadah Ramadhan, amalan-amalan yang harus dan sunnah dikerjakan selama ramadhan, sampai tentang tata cara menjalankan seluruh rangkain ibadah tersebut. Berikut ini adalah contoh khutbah Rasulullah dalam menyambut Ramadhan : "Wahai ummatku, akan datang kepadamu bulan yang mulia, bulan penuh berkah, yang pada malam itu ada malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Itulah malam dimana Tuhan memberi perintah bahwa kewajiban puasa harus dilakukan di siang hari; dan Dia menciptakan shalat khusus (tarawih) di malam hari. Barang siapa yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan kebaikan-kebaikan pada bulan ini maka dia akan mendapatkan ganjaran seperti jika dia menunaikan suatu ibadah di bulan-bulan lain pada tahun itu. Dan barangsiapa yang menunaikan suatu ibadah kepada Allah, maka dia akan mendapatkan tujuh puluh kali lipat ganjaran orang yang melakukan ibadah di bulan bulan lain pada tahun itu. Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan pahala kesabaran yang sejati adalah surga. Inilah bulan yang penuh simpati terhadap sesama manusia; ini juga merupakan bulan di mana rizqi seseorang ditambah. Barangsiapa memberi makan orang lain untuk berbuka puasa, maka dia akan mendapatkan ampunan atas dosa-dosanya dan dijauhkan dari api neraka, dan dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang diberinya makan untuk berbuka puasa, tanpa mengurangi pahala orang tersebut sedikitpun. Kami (para sahabat) bertanya, wahai Rasulullah, tak semua orang di antara kami mempunyai cukup persediaan untuk memberi makan orang lain yang berpuasa. Rasulullah Saw menjawab, Allah memberikan pahala yang sama bagi orang yang memberi orang lain yang sedang berpuasa sebuah kurma dan segelas air minum atau seteguk susu untuk mengakhiri puasanya.

Inilah bulan yang bagian awalnya membawa keberkahan dari Allah Swt, bagian tengahnya membawa ampunan Allah, dan bagian akhirnya menjauhkan dari api neraka. Barangsiapa yang meringankan beban seseorang di bulan ini, maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Dan pada bulan ini ada empat perkara yang harus kalian lakukan dalam jumlah besar, dua di antaranya adalah berbakti kepada Allah, sedang dua lainnya adalah hal-hal yang tanpa itu kamu tidak akan berhasil. Berbakti kepada Allah adalah membaca syahadat yang berarti kamu bersaksi akan keesaan Allah. La ilaaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) dan memohon ampunan Allah atas kesalahan-kesalahan yang kalian lakukan. Sedangkan dua hal lainnya yang tanpa itu kalian tak akan berhasil adalah kalian harus memohon kepada Allah untuk dapat masuk surga dan memohon kepada-Nya untuk dijauhkan dari api neraka. Dan barangsiapa yang memberi minum kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya minum dari sumber airku, air yang jika diminum tak akan pernah membuatnya haus hingga pada hari dia memasuki surga." Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 50/VI, 29 Ramadhan 1417, 07 Pebruari 1997.

'Idul Fitri, Hari Kasih Sayang


Dua hari lagi insya-Allah kita akan ditinggalkan Ramadhan. Bulan mulia yang penuh barakah. Ibaratnya, Ramadhan adalah bulan idola bagi orang-orang beriman. Bulan yang ditunggu-tunggu kedatangannya, dan disesali kepergiannya. Persis sebagaimana kalau kita bertemu idola kita, lantas ditinggalkan. Ada perasaan senang karena bisa bertemu dengan pujaan, tapi lantas kecewa lantaran ditinggalkannya. Sebulan penuh kita bergaul dan bergumul dengan bulan 'idola' itu. Tidak sedikit peristiwa yang terjadi, banyak adegan yang sungguh menarik, seluruhnya sangat menyenangkan hati. Sungguh sangat berat untuk meninggalkan bulan yang penuh pengampunan dan selaksa rahmat. Dari lubuk hati yang paling dalam, andaikata boleh meminta, akan muncul rengekan, ramadhan jangan berangkat pergi. Sebab, sementara hati lagi asyik, hanyut tenggelam dalam kenikmatan, merasakan enaknya sentuhan cintanya, sehingga kepergiannya hampir seperti dipaksakan, air matapun terpaksa ikut melepas turut menjadi saksi. Memang seperti itulah kita selalu. Nanti setelah segalanya berlalu, setelah Ramadhan lewat, barulah muncul seribu sesal, meratapi segala apa yang lewat, menerima keadaan penuh kecewa. Setelah seluruhnya terlambat, barulah tersentak ingin berbuat. Apa yang ditolak kemarin dulu, sekarang baru dia tahu, kalau ternyata ia adalah ratna mutu manikan. Itulah yang pernah dibayangkan Nabi, bahwa hari seperti ini peka sekali,

mudah mengundang kenangan lama. Barang yang hilang kembali terbayang, mereka yang telah mati teringat kembali. Ana-nak yatim tentu saja teringat kepada kedua orang tuanya. Coba kita renungi nasib mereka. bagaimana nasib para anak yatim pada hari bahagia seperti ini, Ketika ia melihat anak-anak yang lain lalu-lalang, datang dan pergi bergandengan tangan dengan orang tuanya, begitu mesra sambil bergurau sepanjang jalan. Alangkah pedih rasa hatinya. Jantungnya seperti diiris-iris sembilu, terbayang dahulu ketika bersama orng tuanya di saat dia dimanja. Itu sekarang yang terbayang, kepingin lagi merasakan hangatnya pelukan sayang seorang ayah dan ibu, dan alangkah sakitnya si yatim yang malang itu. Baginya semua pemandangan yang ia saksikan, menyayat-nyayat hati. Suasana Hari Raya memang dapat mengundang perasaan ini. Semua orang bersuka ria, mengenakan pakaian baru, berbondong-bondong ke lapangan, berbaris-baris bersilaturrahim. Kendatipun si yatim mencoba menahan tangis dengan menggigit bibirnya keras-keras, sambil merenungi nasibnya yang malang, pahitnya hidup jadi anak yatim, tidak akan mungkin lagi merasakan nyamannya hidup punya ayah dan enaknya hidup bila punya ibu. Namun manakala dia sadari bahwa harapannya itu hanya khayalan, barulah tangisnya mulai kedengaran dengan suara yang putus-putus, sambil terisak-isak mulai menyesali dirinya. Sesungguhnya mereka sudah menyadari bahwa harapannya itu hanyalah khayalan, namun tempo-tempo masih juga terlintas dalam pikirannya, alangkah bahagianya sekiranya diperkenankan bisa kembali berlebaran bersama-sama dengan ayah bundanya serta kakak adiknya, walau hanya sesaat saja. Sambil menatap wajah semua orang, seolah-olah dia bertanya, kemana bisa mencari ayah, dan siapa mau menjadi ibu. Hampir begitu rata-rata maknanya tatapan mata setiap anak yatim pada hari bahagia seperti ini. Rasulullah tahu persis keadaan ini. Itulah sebabnya pada hari-hari seperti ini, beliau membawa pulang ke rumahnya anak yatim yang didapati menangis sedih di pinggir jalan. Dimintanya isteri beliau menjadi ibunya dan beliau sendiri menjadi ayahnya. Mereka diperlakukan persis seperti anaknya sendiri, dituntun kembali ke lapangan berlebaran bersama-sama. Sesungguhnya sederhana saja peristiwa itu, namun ia telah melukiskan ruh ajaran Islam yang menekankan kasih sayang kepada sesama ummat manusia. Allah berfirman, "Tidak kami utus engkau kecuali untuk rahmat bagi semesta alam." (al-Anbiya': 107) Inilah missi Islam sesungguhnya, missi kasih sayang buat segenap penghuni semesta alam. Tidak ada ajaran untuk merusak. Tidak ada ajaran untuk mengacau. Yang ada hanyalah menyebarkan kasih sayang, menolong dan menyantuni pihak yang lemah, pemerataan jalur kebahagiaan, pemerataan jalur senyum buat sesama ummat manusia. Jangankan mengacau, jangankan merusak, jangankan bikin keributan, dalam ajaran Islam, marah sudah merupakan amal yang terlarang. Sehingga perjuangan Islam pada dasarnya adalah usaha untuk membagi dan meratakan kasih sayang untuk segenap ummat manusia, bukan untuk kepentingan ummat Islam saja.

Itulah citra ajaran Islam sebenarnya. Seluruh syariatnya selalu ditandai adanya unsur kasih sayang di dalamnya. Setiap pelaksanaan ajaran Islam harus memercikkan kasih sayang yang dapat dinikmati orang lain. Bila tidak demikian, maka berarti ada kekeliruan dalam pelaksanaannya. Kita ambil contoh puasa umpamanya. Orang di luar islampun merasaan hasilnya. Mereka merasa mendapat percikan kasih sayang yang dihasilkan bulan Ramadhan, yang berupa ketertiban, keamanan, dan ketenangan. Itulah sesungguhnya ajaran Islam, dan inilah seharusnya yang diperjuangkan, Islam tegak di muka bumi didorong oleh harapan supaya dunia ini dapat merasakan dosis kasih sayang yang cukup sebagai kebutuhan manusia sekarang. Kita memperjuangkan Islam tidak lain kecuali ingin mematahkan kedhaliman, tirani, pemerkosaan hak, dan kesewenang-wenangan, agar ummat manusia dapat merasakan perdamaian hidup, kebahagiaan, dan kenyamanan. Kita ingin semua orang dihrmati hak-haknya, dijamin kemerdekaannya. Adalah keliru sama sekali kalau istilah perjuangan Islam, jihad fii sabilillah ditanggapi dengan pengertian mengacau, membunuh, merusak, teror, penyanderaan, dan lain-lain. Sama sekali tidak benar anggapan itu. Tugas kita adalah memperbaiki citra ajaran Islam kembali. Karenanya adalah wajar dan sungguh manusiawi manakala semua pihak turun tangan untuk membantu setiap kegiatan untuk menegakkan dan membangkitkan Islam di mana-mana. Siapapun yang tampil dan maju ntuk memperjuangkan Islam dengan emosi, nafsu, ambisi, dan interes pribadi buka untuk menyebarkan kasih sayang, maka sesungguhnya ia telah merusak citra Islam itu sendiri.Perjuangan demikian pada dasarnya hanya merugikan Islam, mencoreng arang ke muka sendiri. Kita yakin, kalau kita berjuang dengan menggunakan cara-cara yang Islami, niscaya semua pihak akan merasa beruntung, tak terkecuali pemerintah. Pemerintah kita mestinya akan measa tertolong, kalau masih ada yang mau memperjuangkan Islam, sebab dengan demikian berarti membantu mereka mewujudkan dan menciptakan keamanan dan ketenangan, membantu mereka mengurangi kejahatan. Kita bisa periksa isi penjara. Mereka yang ada di sana dapat dipastikan adalah orang-orang yang tidak terbina dengan baik agamanya, tidak melaksanakan dengan baik syari'at agamanya. Dengan demikian, Islam bukan saja boleh diperjuangkan di bumi pertiwi ini, tetapi memang seharusnya atau lebih mutlak harus diperjuangkan di seluruh penjuru bumi.

Lembar Jum'at Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya Edisi : 51/VI, 6 Syawal 1417, 14 Pebruari 1997.

Silaturrahim Menghapus Dosa


Meski Hari Raya Idul Fitri sudah berlalu seminggu lalu, namun suasana silaturrahim masih terasa pada hari-hari ini. Lihat saja kantor-kantor atau kampung-kampung, masih menggelar acara halal bi halal (saling membolehkan).

Halal bi halal pada dasarnya silaturrahim juga. Dan Islam memang sangat menganjurkan silaturrahim. Ada sebuah hadits menegaskan bahwa siapa yang ingin ditambah rizki dan diampuni dosanya, maka perbanyaklah silaturrahim. Pada momen seperti sekarang ini memang sangat baik untuk memperbanyak silaturrahim. Namun bukan berarti di luar Hari Raya Idul Fitri kita tidak dianjurkan. Silaturrahim adalah kata majemuk. Kata silat artinya menyambung yang putus, sedangkan kata rahim berasal dari kata rahmah yang berarti kasih sayang. kemudian berkembang sehingga berarti pula kandungan, namun tidak lepas dari makna dasarnya, karena anak yang di kandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang. Rasulullah SAW memberikan pengertian silaturrahim yang bermakna rasa kasih sayang (rahmat). Sabda beliau : "Orang yang bersilaturrahim itu bukanlah orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersilaturrahim adalah orang yang menyambung orang yang memutuskan hubungan denganmu." Di antara sifat-sifat khusus orang mukmin adalah berhati yang hidup, tanggap, lembut dan penuh kasih sayang. Dengan hati inilah dia berkomunikasi dengan masyarakat dan lingkungannya. Ia akan trenyuh melihat yang lemah, pedih melihat orang yang sedih, dan santun kepada yang miskin dan mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan. Dengan hati yang hidup, pengasih dan penyayang ia akan terhindar dari usaha untuk menyakiti orang lain. Apalagi melakukan kejahatan sehingga ia menjadi sumber kebaikan, keberuntungan dan kedamaian bagi masyarakat dan lingkungannya. KASIH SAYANG MUKMIN BERSUMBER DARI RAHMAT ALLAH. Seorang mukmin adalah sosok manusia yang berjiwa kasih sayang, karena idealismenya adalah berbudi (berakhlaq) dengan akhlaq-akhlaq Allah SWT. Di antara akhlaqakhlaq ilahiyah adalah (rahmat) kasih sayang yang meliputi segala-galanya, meliputi kafir dan mukmin, orang baik dan jahat, meliputi juga dunia dan akherat. Rasulullah dengan rasa rahmat ini memperlakukan sahabat-sahabatnya dan dalam berbagai kesempatan beliau beliau selalu menanamkan rasa kasih sayang ini (rahmat) kepada sahabat-sahabatnya. Pada suatu hari Rasulullah SAW berjalan bersama para sahabatnya menelusuri perkampungan di kota perkampungan di kota Madinah. Dalam perjalanan itu Rasulullah bertemu dengan seoramng wanita yang sedang menggendong dan menyusui anaknya. Melihat itu Nabi berkata kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mengira bahwa ibu itu sampai hati melemparkan anaknya ke api neraka? Mereka menjawab, "Tidak-tidak, tidak mungkin dia melemparkan anaknya ke api neraka". Nabi bersabda, "Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya walaupun dibandingkan dengan kasih sayang ibu kandung kepada putranya ini". (HR. Bukhari). Nama-nama (sifat) Allah yang paling populer setelah nama (Allah) adalah ArRahman dan Ar-Rahim yang artinya adalah pengasih dan penyayang. Seorang mukmin selalu memulai membaca nama ini, bismillaahirrahmaanirrahiim setiap kali membaca al-Qur'an sebab sebanyak 113 suratnya dimulai dengan kata tersebut. Kita sendiri selalu mengulangi dua nama ini dalam shalat-shalat wajib

tidak kurang dari 34 kali setiap hari. Kedua nama mulia ini, memiliki inspirasi kuat pada jiwa seorang mukmin untuk mengambil bagian dari nama-nama mulia ini. Imam Ghazali dalam mengomentari nama-nama Allah yang mulia ini dalam kiabnya "Almaq Sadul Asma'" mengatakan "Seorang hamba yang mengambil bagian dari sifat ini adalah merahmati (menyayangi) hamba-hamba Allah yang lalai, agar sadar dan kembali pada jalan Allah dengan cara memberi nasihat, penuh kelembutan tidak dengan kekerasan, melihat pada pelaku kemaksiatan dengan pandangan kasi sayang tidak dengan pandangan yang menyakitkan, melihat pada setiap maksiat yang berlangsung di alam ini sebagai musibahnya juga. Sehingga segera berusaha untuk menghilangkannya sesuai dengan kemampuannya, sebagai rasa rahmat kepada pelaku maksiat tersebut, agar terhindar dari murka Allah SWT. Ia tidak membiarkan seorang melarat namun membantunya sesuai dengan kemampuannya. Ia selalu memperhatikan orang miskin di lingkungannya. Mungkin dengan harta kekayaannya, jabatan atau memintakan bantuan kepada orang lain. dan jika semua itu tidak dapat ia lakukan, ia membantunya dengan berdo'a, ikut berduka cita, trenyuh dan terharu, seolah-olah ia ikut mengambil bagian dari musibah dan kebutuhannya itu. Barangsiapa tidak merahmati, maka tidak akan dirahmati. Seorang mukmin yakin bahwa ia selalu membutuhkan rahmat (kasih sayang) Allah SWT. Dengan rahmat Allah inilah ia hidup di dunia dan berbahagia di akhirat. Namun juga berkeyakinan bahwa rahmat Allah tidak dapat digapai kecuali dengan merahmati masyarakat manusia. Nabi bersabda, "Allah hanya merahmati pengasih dan penyayang dari hamba-hamba-Nya." Dalam hadits lain Nabi bersabda, "Barangsiapa tidak merahmati maka tidak akan dirahmati." Sabda Nabi yang lain, "Rahmatilah siapa saja atau apa saja yang ada di bumi, maka kalian akan dirahmati siapa saja yang ada di langit." Rahmat orang mukmin tidak terbatas pada saudar-saudara yang muslim saja -walaupun diutamakan- namun juga meluber kepada ummat manusia seluruhnya. Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabatnya, "Kalian tidaklah beriman sebelum kalian merahmati!" Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah kami saling menyayangi," mendengar itu Nabi bersabda, "Bukan kasih sayang salah seorang dari kalian kepada kawannya akan tetapi kasih sayang kepada semuanya." (HR. Turmudzi) Memang sifat mukmin diantaranya yang disebut al-Qur'an adalah sabar dan kasih sayang. (QS. al-Balad: 17). rahmat ini tidak hanya terbatas kepada ummat manusia tetapi juga kepada ummat-ummat lain seperti hewan-hewan. Rasulullah SAW telah mengumumkan kepada para sahabatnya seraya bersabda, "Surga dibukakan pintunya kepada pelacur yang memberi minum anjing lalu Allah mengampuninya, neraka dibukakan pintunya untuk wanita yang menahan kucing sampai mati." Nah jika nasib orang yang menahan kucing seperti ini, maka bagaimana besarnya siksaan orang-orang yang menahan puluhan ribu anak manusia? Pernah ada seorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Saya merasa rahmat (sayang) untuk menyembelih kambing ini." Maka Nabi bersabda, "Bila engkau menyayanginya maka Allah akan menyayangimu". (HR. Al-Hakim)

Suatu hari Umar melihat seorang menyeret kambing dengan memegangi kakinya untuk disembelih, maka Umar menegur seraya berkata, "Celaka kamu! tuntunlah kambing itu menuju kematian dengan baik." Ahli sejarah meriwayatkan bahwa Umar Ibnu Ash pada saat penaklukan negeri Mesir kemahnya dihinggapi burung merpati dan bersarang di atapnya. Ketika Umar akan meninggalkan tempat itu, ia melihat burung itu masih tetap di sarangnya yang ada di atas kemah. Maka ia tidak ingin mengusiknya dengan membongkar sarangnya, sehingga akhirnya menjadi kota 'merpati'. Ibnu Hikan menyebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz melarang menaiki kuda tanpa ada keperluan, melarang memberi tapal kuda dari besi pada telapak kaki kuda, dan melarang mengekang kuda dengan kendali yang ketat dan berat.

Anda mungkin juga menyukai