Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATERI POKOK IKATAN KIMIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

KELAS X DI MA AL-IHSAN KALIKEJAMBON TEMBELANG JOMBANG Abdul Ghofur

Abstrak
Pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) siswa dituntut aktif mengembangkan kopetensi untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkan kerjasama dan solidoritas. Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di MA Al-Ihsan Kalikejambon Tembelang Jombang bahwa sebagian besar guru kimia di sekolah tersebut dalam menyampaikan materi pokok menggunakan metode ceramah. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk aktif mencari informasi sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada pelajaran kimia khususnya ikatan kimia, sehingga nilai materi pokok ini rendah. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelolah kelas, aktivitas siswa, respon siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada meteri pokok ikatan kimia, dan hasil belajar siswa dalam penerapan model pembeljaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilaksanakan dalam tiga kali putaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola kelas terhadap proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD selama 3 kali putaran didapatkan rata-rata sebesar 3,3, sehingga mendapatkan penilaian cukup baik. Selain itu pada kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi yang positif antar siswa di kelas dalam memahami materi pokok ikatan kimia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD seiring dengan

meningkatnya aktivitas berdiskus /bertanya antar siswa yakni pada putaran I sebesar 8,1%, putaran II dan III sebesar 22,9 %, dan 12,3 %, walaupun pada putaran III mengalami penurunan namun masih ada peningkatan jika dibandingkan dengan putaran I, aktivitas ini masih ada peningkatan yang signifikan. Dari hasil tes, ketuntasan belajar pada putaran I sebesar 55,6%, putaran II dan III berturut-turut yakni sebesar 91,6% dan 86,1%. Sedangkan dari hasil angket respon siswa sebanyak 80,6 % siswa menyatakan bahwa sangat setuju bahwa pembelajaran kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sangat menarik dan tidak membosankan. Kata Kunci : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Abdul Ghofur adalah mahasiswa jurasan kimia fakultas MIPA UNESA A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa kita pada era persaingan global, adanya persaingan ini mendorong semua bangsa untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Karena Indonesia dipandang belum mampu bersaing secara global, maka pemerintah melakukan berbagai upaya yakni (KTSP). Pada kurikulum tersebut, siswa dituntut aktif mengembangkan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan pada pelaksanaanya telah disempurnakan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran

kompetensi untuk memecahkan masalah dalam kegiatan belajar mengajar tanpa meninggalkan kerjasama dan solidaritas dan guru bertindak sebagai fasilitator. Akan tetapi harapan pemerintah tersebut belum tercermin di MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia di MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang sebagian besar guru bidang studi sekolah tersebut dalam menyampaikan materi pokok masih menggunakan cara pembelajaran lama yakni dengan metode ceramah.

Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk aktif mencari informasi sendiri dalam menyelesaikan permasalahan serta tugas-tugas mereka, sehingga hasil belajar siswa rendah. Berdasarkan informasi yang diperoleh, data ketuntasan belajar siswa kelas X pada ujian tengah semester pada semester I tahun ajaran 2006/2007 hanya mencapai 54,5 % dari standar ketuntasan minimum pelajaran kimia yang ditetapkan oleh MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang adalah nilai 60 untuk ketuntasan individual sedangkan ketuntasan klasikalnya, jika terdapat 80 % atau lebih siswa yang tuntas belajar. Pada materi pokok ikatan kimia ketuntasan yang diperoleh secara klasikal pada ulangan harian di kelas X-1 MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang pada tahun pelajaran 2006/2007 adalah 45 %, dan pada tahun ajaran 2005/2006 adalah 65 %, hal ini masih jauh dari ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil materi pokok ikatan kimia karena merupakan konsep dasar yang harus dikuasai siswa SMA kelas X pada semester I. Konsep dasar ini sangat berhubungan dengan konsep yang lain. Tanpa penguasaan konsep dasar ini maka penguasaan konsep selanjutnya menjadi terhambat, sehingga konsep ini harus dikuasai oleh siswa. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di SMA diperlukan suatu model dan strategi pembelajaran alternatif yang sesuai sehingga pembelajaran kimia di SMA dapat bervariasi. Dalam penelitian ini penulis membahas pada satu variasi yaitu model pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Adapun pertimbangan peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah dengan alasan: 1. Berdasarkan kondisi kelas, siswa pada umumnya adalah heterogen dalam hal kemampuan akademik.

2. Kelompok belajar kooperatif dapat melatih siswa untuk bertanggung jawab, menghargai pendapat bekerjasama serta melatih keberanian mengeluarkan pendapat sehingga terbentuk kondisi pembelajaran yang aktif. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan model

pembelajaran yang paling sederhana serta mudah penerapannya. Tujuan STAD adalah meningkatkan hasil belajar siswa, melalui diskusi kelompok antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, dimana dalam setiap kelompok masingmasing anggota saling membantu satu dengan yang lain untuk memahami materi pembelajaran melalui tutorial. (Muslimin, Ibrahim 2000:20). Model pembelajaran tersebut benar-benar dapat memberikan motivasi bagi siswa dalam mempelajari kimia, sehingga hasil belajarnya lebih baik. Pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan antara lain: menumbuhkan keaktifan siswa untuk saling membantu, adanya tutor sebaya dalam rangka untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, adanya interaksi antar siswa untuk meningkatkan perkembangan kongnitif yang nonkonservatif menjadi konservatif. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelemahan yaitu

membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga sulit untuk mencapai target kurikulum, membutuhkan keterampilan khusus guru dalam pengelolaan pembelajaran, dan menuntut sifat tertentu dari siswa misalnya sifat suka bekerja sama (dalam Rosiah Pulukadang, 2006:14). Kekurangan-kekurangan pada pembelajaran kooperatif dapat

diminimalkan dengan beberapa tindakan. Guru dapat menggunakan LKS yang memungkinkan siswa belajar secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi kelemahannya, guru dapat berlatih terlebih dahulu sehingga memiliki ketrampilan yang diharapkan, untuk mengatasi kelemahan siswa, guru dapat memberikan motivasi dan tugas serta tanggung jawab kepada tiap kelompok

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengadakan suatu penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Pada Materi Pokok Ikatan Kimia Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X di MA Al- IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang. Dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada materi pokok ikatan kimia. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitihan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok Ikatan Kimia. 2. Untuk mengetahui aktivitas siswa pada saat pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok Ikatan Kimia. 3. Untuk mengetahui respon siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok Ikatan Kimia. 4. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok Ikatan Kimia.

C. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Dalam penelitian ini, PTK dilaksanakan berupa proses pengkajian berbaur yang terdiri dari siklus 4 tahap.Adapun siklus dari penelitian tindakan kelas ini dapat ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini: Rancangan Refleksi Kegiatan/Pengamatan Revisi Rancangan Refleksi Kegiatan/Pengamatan Revisi Rancangan Refleksi Kegiatan/Pengamatan D. HASIL DAN PEMBAHASAN DATA PENELITIAN 1. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, didapatkan hasil pengamatan dari aspek yang telah ditetapkan untuk diamati, maka diperoleh data penelitian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif sebagai berikut: Tabel : 1 pengelolaan pembelajaran kooperatif No. Kategori Pengamatan Rata-rata P1,P2 dan P3 selama KBM Pertemuan Rata-rata I II III I Persiapan 4,0 4,0 4,0 4.0 II. Pelaksanaan A. Pendahuluan 3,1 3,4 3,4 3.3

B. Kegiatan Inti 2,6 3,3 2,9 3.1 C. Penutup 3,2 3,3 3,3 3.3 III. Pengelolaan waktu 2,0 3,0 3,0 2.7 IV. Tehnik bertanya guru 3,0 3,7 3,3 3.3 V. Suasana kelas 3,1 3,7 3,3 3.4 Rata-Rata Hasil Pengamatan 3.3 Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif pada putaran I dengan nilai rata-rata sebesar 1,8 (kurang baik ), pada putaran II meningkat menjadi 3,5 (baik) dan pada putaran III mendapat penilaian sebesar 3.3 (cukup baik). Pada putaran I kemampuan guru dalam mengelola pambelajaran mendapat penilaian kurang baik , hal ini dikarenakan aktivitas guru ada yang mendapat penilaian kurang baik dalam melatih keterampilan kooperatif pada siswa dan pengelolaan waktu. Pada pertemuan ini guru dan siswa masih menyesuaikan diri dengan pembelajaran kooperatif STAD. Siswa belum terbiasa belajar kelompok dan mengunakan keterampilan kooperatif dengan baik sehingga guru kesulitan untuk melatih siswa menggunakan keterampilan kooperatif. Pada pertemuan ini juga kurang baik dalam mengelola waktu yaitu banyak digunakan untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok. Siswa belum terbiasa untuk belajar berkelompok. Pada putaran II, masalah tersebut diperbaiki sehingga penilaian terhadap pengelolaan pembelajaran meningkat yaitu mendapat kriteria baik. Pada putaran ini kemampuan guru dalam melatih keterampilan kooperatif telah meningkat dan guru cukup baik dalam mengatur waktu. Siswa cepat dalam kelompok sehingga guru tidak memerlukan waktu yang lama dalam mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok. Guru telah mengingatkan siswa untuk menggunakan keterampilan kooperatif, aktivitas guru ini dapat

mendorong siswa untuk mengunakan keterampilan kooperatifnya sehingga suasana pembelajaran pada putaran II ini lebih hidup. Kemampuan guru dalam putaran III mendapat penilaian cukup baik walaupun mengalami penurunan jika dibanding pada putaran II. Penurunan ini disebabkan karena guru kurang dapat menguasai kelas akibatnya munculnya sifat individualisme siswa sehingga peran tutor sebaya kurang maksimal pada putaran III, selain itu ada beberapa siswa yang membuat gadu pada pada saat KBM, sehingga waktu tersita untuk untuk mengondisikan situasi. Dan cara penyampaian guru dalam menampilkan materi monoton seperti pada putaran I dan II, sehingga menjadi kurang menarik dan siswa menjadi bosan pada saat mengikuti pembelajaran pada putaran III. Meskipun demikian, secara keseluruhan diperoleh nilai akhir hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah cukup baik angka ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilaksanakan dalam penelitian ini mempunyai penilaian baik. 2. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa yang dilakukan selama tiga kali putaran didapatkan data sebagai berikut: Tabel 2 % Aktivitas siswa putran ke I,II,dan III Kategori % Aktivitas siswa putran ke I II III 1 38.8 19,0 33,3 2 10.8 5,7 6,7 3 8.1 22,9 12.3 4 9.9 13,3 10.5 5 13.5 21 14.3 6 8,1 9,5 8.6

Keterangan: 1 = Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 2 = Membaca ( buku siswa/LKS) 3 = Berdiskusi / bertanya antar siswa 4 = Berdiskusi / bertanya antar siswa dan guru. 5 = Mempresentasikan hasil kerja kelompok 6 = Menyimpulkan materi yang telah dipelajari 7 = Prilaku yang tidak sesuai dengan KBM Tabel 2 menunjukkan bahwa aktivitas siswa yang terkait dengan keberhasilan pembelajaran pada putatan II mengalami peningkatan dibanding pada putaran I akan tetapi aktivitas pada putaran III menurun, meskipun demikian aktivitas tersebut secara keseluruhan dapat melatih siswa belajar secara kooperatif. Pada putaran I aktivitas yang dilakukan siswa paling besar adalah mendengarkan penjelasan guru yakni 38,8 %. Aktivitas berdiskusi antara siswa dan guru presentasenya masih lebih besar daripada aktivitas berdiskusi antar siswa, aktivitas ini perlu ditingkatkan, karena dalam pembelajaran kooperatif diharapkan siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran sedangkan pada putaran ini belum menunjukkan hal tersebut. Pada putaran II aktivitas siswa yang paling dominan adalah berdiskusi antara siswa dengan presentase (22,9 %). Ini berati siswa sudah bisa memahami cara-cara belajar secara kooperatif. Meskipun demikian, seharusnya aktivitas berdiskusi antar siswa dan guru harus lebih diminimalkan agar mencerminkan pembelajara yang aktif, pada kenyataanya aktivitas ini mendapat rangkinng yang kedua setelah aktivitas berdiskusi antar siswa dan juga mengalami peningkatan dibandingkan pada putaran I hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Pada putaran ini terlihat bahwa presentase aktivitas prilaku yang tidak relevan

dengan KBM menjadi kendala yang harus segera diatasi pada putran III meskipun aktivitas ini sudah mengalami penurunan. Pada putaran III aktivitas siswa yang terkait dengan keberhasilan pembelajaran kiooperatif tipe STAD pada putaran III ini secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan putaran kedua Adapun aktivitas siswa yang paling dominan adalah mendengarkan penjelasan guru dengan presentase (33,3 %) ini berarti siswa tidak berperan aktif, menurunnya aktivitas siswa secara umum dikarnakan pada putaran III ini guru kurang dapat menguasai kelas hal ini dibuktikan dengan naiknya presentase prilaku yang tidak relevan dengan KBM yang semula hanya 8,6 % menjadi 14,3 %. Ketidak mampuan guru dalam menguasai kelas ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: munculnya sifat individualisme sehingga peran tutor sebaya kurang maksimal pada putaran III, ada beberapa siswa yang membuat gadu pada pada saat KBM, sehingga waktu tersita untuk untuk mengondisikan situasi., cara penyampaian guru dalam menampaikan materi monoton seperti pada putaran I dan II, sehingga menjadi kurang menarik dan siswa menjadi bosan pada saat mengikuti pembelajaran pada putaran III. Berdasarkan penjelasan aktivitas siswa, meskipun pada putaran III aktivitas yang mendukung kerberhasilan pembelajaran mengalami penurunan, secara umum pada penerapan pembelajaran koopertif tipe STAD di kelas X-1 dapat meningkatkan aktivitas siswa. 3. Ketuntasan Tes Hasil Belajar Ketuntasan belajar yang ditetapkan MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang yakni seorang siswa secara individu dikatakan tuntas belajar jika telah memperoleh nilai 60 atau lebih dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika kelas tersebut telah terdapat 80 % siswa tuntas belajar. Berdasarkan data diatas dapat diketahui pada putaran I, siswa siswa yang dikatakan tuntas sebanyak 20 siswa dan yang tidak tuntas 16 siswa, ketuntasan

belajar secara klasikal pada postes tersebut mencapai 55,6 % sehingga penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-I pada putaran I belum tuntas secara klasikal. Pada putaran II, siswa yang tuntas sebanyak 33 siswa dan yang tudak tuntas sebanyak 3 siswa. Pada putaran ini ketuntasan klasikal mencapai 91,6 % maka secara klasikal penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-I dikatakan sudah tuntas secara klasikal. Pada putaran III. Siswa yang tuntas sebanyak 31 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa. Pada putaran ini ketuntasan secara klasikal mencapai 86,1 % maka secara klasikal penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah tuntas secara klasikal meskipun terdapat penurunan persentase ketuntasan jika dibandingkan pada putaran II. Adapun untuk siswa yang tidak tuntas secara individu guru melakukan remidi terhadap siswa yang belum tuntas tersebut, dari hasil remidi didapatkan data bahwa pada putaran I yang masih belum tuntas sebyak 4 siswa, sedangkan pada putaran II sebanyak I orang dan pada putaran III orang 2 orang. Siswasiswa yang belum tuntas tersebut selanjutnya akan dibina sendirioleh guru kimia MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang. Berdasarkan pembahasan ketuntasan tes hasil belajar diatas maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas X-1 MA AL-IHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Ikatan Kimia. 4. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Angket respon siswa yang diberikan kepada 30 siswa setelah pembelajaran pada putaran ketiga. Data angket digunakan untuk menggunakan respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dari analisis angket respon siswa diperoleh sebanyak 80,6 % siswa menyatakan bahwa sangat setuju bahwa pengajaran kimia dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, sangat menarik dan tidak membosankan sedangkan Sebanyak 83,3% siswa menyatakan bahwa sangat setuju bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat memotivasi siswa untuk belajar dan berprestasi. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan penelitian rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) selama tiga putaran dalam proses belajar mengajar kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materipokok Ikatan Kimia di MA AL-AIHSAN Kalikejambon Tembelang Jombang diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran koperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dengan rincian sebagai berikut: a. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe STAD pada putaran I mendapatkan persentase 59,71 % ( cukup), putaran II meningkat menjadi 67,23 % (baik) dan pada putaran III menurun menjadi 65,00 % (baik). Secara keseluruhan diperoleh rata-rata kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran koopperatif tipe STAD sebesar 63,98% yang mendapatkan penilaian baik. b. Aktivitas siswa pada putatan II mengalami peningkatan dibanding pada putaran I akan tetapi aktivitas pada putaran III menurun, meskipun demikian aktivitas secara keleluruan dapat melatih siswa belajar secara kooperatif. c. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada putaran I, ketuntasan klasikal siswa mencapai 55,6 % pada putaran II meningkat menjadin 91,6 % meskipun pada putaran III menurun menjadi 86,1 % secara klasikal pembelajaran dikatakan tuntas.

d. Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat baik. Hal ini terlihat dari pernyataan mereka bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat menarik dan tidak membosankan terdapat 80,6 % siswa yang menyatakan sangat setuju sedangkan, sebanyak.83,3% siswa menyatakan bahwa sangat setuju bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat memotivasi siswa untuk belajar dan berprestasi. 2. Saran-Saran a. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD perlu diterapkan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran kimia pada materi pokok ikatan kimia. b. Hendaknya siswa dilatih terlebih dahulu untuk belajar secara kooperatif sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. c. Dalam menyamnpaikan materi hendaknya cara guru tiadak monoton harus bervariasai supaya siswa tidak merasa bosan.

DAFTAR PUSTAKA Muslimin, dkk. 1999. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press. Rosiah Pulukadang . 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD pada Materi Pokok Aritmatika Sosial di SMP 2 Manado. Tesis yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas ( Cassroom Action Research). Jakarta : Depdikbut Dirjen Dikti.

Anda mungkin juga menyukai