Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi mengenai aspekaspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist. Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan. Etogram merupakan catalog yang tepat dan terperinci yang memuat respons yang membentuk tingkah laku hewan. Etogram sangat berguna untuk mengetahui hewann mengatasi macam-macam lingkungan dan pengalaman. Perincian dapat dengan mudah dikenal melalui film dan kaset video. Selanjutnya, etogram terbentuk dari tiap elemen pola reaksi. Perlu diketahui para ilmuwan etologi terdahulu tidak mempunyai metode yang canggih untuk mengumpulkan dan menganalisa data tetapi dapat menghasilkan etogram yang sangat baik dengan pengamatan yang teliti yang dilakukan dengan menggunakan sebatang pensil dan sebuah buku catatan. Salah satu dari banyak klasifikasi tingkah laku hewan adalah tingkah laku ingestif. Tingkah laku ini mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar mencari makan, seperti halnya ternak mamalia yang masih mukda yang mendapat makanan dalam bentuk susu cair. Lagi pula, pengertian ini lebih luas mengarah ke seluruh jenis kegiatan ini

BAB II PENJELASAN 2.1. Tingkah laku Pada Saat Makan Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan. Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan. Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan. Pola makan sapi pada saat penggembalaan bebas Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang. Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan

beristirahat. Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan selama hari panas. Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda. Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan panas yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas. Penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan oleh sapi Waktu yang digunakan oleh sapi untuk makan tergantung pada spesies ternak itu sendiri, status fisiologisnya (seperti pertumbuhan, periode akhir kebuntingan, laktasi dan juga ternak yang tidak bunting, tidak laktasi dan ternak dewasa), serta tipe dan persediaan pakan. Iklim yang sangat ekstrim juga berpengaruh. Sementara jumlah pakan yang dimakan meningkat pada keadaan cuaca dingin. Pada saat padang rumput dalam keadaan kering, sapi meningkatkan waktu untuk merumput (contoh pada sapi biasanya merumput 12 jam tetapi dalam keadaan padang rumput kering berubah menjadi 14 jam). Semua hewan bisa juga bervariasi dalam jumlah pakan yang dimakannya dengan mengubah jumlah gigitan per menit dan meningkatkan besarnya regutan tersebut.

Perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan di padang rumput Preferensi atau pemilihan pakan adalah berbeda di antara jenis ternak herbivora. Tetapi, semua jenis lebih suka memakan daun daripada batang atau bahan dengan warna hijau (muda) daripada bahan yang kering (tua). Bila jumlah pakan yang tersedia berkurang, maka akan terdapat kecenderungan bahwa ternak menjadi kurang selektif, walaupun pakan yang terletak sekitar kotoran dan kencing tidak dipilih sebisa mungkin terutama oleh ternak sapi. Sapi lebih menyenangi daun-daunan yang lebih panjang dibandingkan dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih besarnya ukuran rahang. Kambing yang diberikan suatu pilihan lebih suka memakan daun pucuk muda dan menguliti kayukayu tanaman atau gulma. Saat ini mere digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk mengontrol hutan belukar yang begitu banyak. Sapi yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari makan Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang. Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan

social makan harus diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok. Pilihan terhadap pakan Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula beberapa apkan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah tetapi terbak tidak dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama kalinya. Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji dalam 20 jenis pakan. Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional, b. Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan c. Pakan yang tidak disenangi. Akan tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka memakan garam blok. Kilgour dan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak tersebut. Lobato dan kelompok penelitinya dan juga Lynch dan kelompok penelitinya telah mendapatkan bahwa ternak mampu belajar pada awal kehidupannya dan emmpunyai ingatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Melihat teman dalam kelompok yang telah berpengalaman memakan pakan yang baru, dapat membantu ternak yang belum berpengalaman untuk memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini disebut sebagai transmisi social dalam tingkah laku makan atau belajar berdasarkan pengalaman. Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna. Metode sederhana dapat digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan yang baru. Hal ini bisa dikerjakan denagn 5

menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons yang diisi pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini ternak yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan yang lebih lama dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan pakan yang abru. Masalah baru yang timbul adalah jika pakan tambahan yang mahal lebih disukai daripada pakan dasar yang murah. Peternak mungkin menghendaki pakan tersebut sebagai suplementasi, tetapi ternak itu sendiri memperlakukan pakan tersebut sebagai pakan pengganti, misalnya pada saat kurangnya rumput lapangan atau rumput gajah yang dipotong dan lebih banyak tambahan konsentrat yang harganya mahal. Pencampuran antara pakan yang enak dan tidak enak yang kemudian menjadi sedikit enak, pemberian pakan yang murah pertama kali, atau dan pemberian makan tambahan pada waktu yang tidak teratur sehingga ternak tidak mempunyai pengharapan dan menunggu untuk makan pada waktu tertentu adalah merupakan jalan pemecahan problem tersebut diatas. 2.2. Tingkah laku Anak-Induk Pada Ternak Pada kajian ini kita awali dari segi tingkah laku umum dari berbagai jenis hewan terkait dengan tngkah laku induk anak A. Perkembangan Ikatan Induk Anak pada Ungulata Tingkah Laku Keindukan Sebelum Melahirkan pembentukan kontak antara induk dan anak dimulai dari har pertama perlekatan sel telur yang dibuahi pada uterus dan berlanjut sampai penyapihan. Selama masa kebuntingan, induk memberikan makanan kepada fetus melalui saluran darah plasenta dan kemudian setelah lahir menyusui anak anaknya. Pada ungulata, induk yang akan melahirkan anak cenderung untuk meninggalkan kelompoknya sebelum melahirkan. Penarikan diri dari kelompoknya menolong

pembentukan ikatan yang kuat antara induk anak yang kemudian menyebabkan anak mempunya hak penuh terhadap persediaan air susu induk yang terbatas. Tingkat pemisahan diri dari kelompoknya akan tergantung kepada breed dan keadaan lingkungan. Sebagai contoh, diantara ternak domba, pemisahan diri dari kelompok pada domba merino kurang kentara dibandingkan dengan breed domba lainnya. Tingkah Laku Induk selama dan sebelum Kelahiran terjadi hubungan timbal balik yang intensif antara induk anak. Induk hewan ungulata menjilati membran dan cairan plasenta anak yang baru lahir. Sedangkan anak itu sendiri berusaha untuk berdiri dan mencari putting susu induk untuk mendapatkan kolostrum yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Induk tidak membutuhkan waktu cukup lama untuk mengenali anaknya, tetapi anaknya memerlukan beberapa hari untuk mengenal induknya dan jika lapar akan mendekati siapa saja dan bahkan bukan induknya sendiri untuk menyusu selama berminggu-minggu. Hal yang sangat kritis bagi anak adalah belajar menyusu untuk dapat minum kolostrum, dan kemudian susu biasa dari induknya. Lama waktu yang diperlukan sejak induk domba sejak pertama menunjukkan rasa gelisah hingga melahirkan dan anaknya jatuh ketanah bervariasi antara 1 menit hingga 3 jam. Kegiatan dilanjutkan dengan menjilati anaknya sering diikuti dengan suara bernada rendah dan berat. Penjilatan dimulai dari kepala kemudian bergerak ke bagian punggung dan ekor. Intensitasnya sangat tinggi sesaat setelah kelahiran, kemudan menurun menjadi 75 % dalam waktu 15 menit pertama, dan menjadi 10 % dalam waktu 4 jam setelah kelahiran. Penjilatan dengan diawali dari kepala memberikan kesempatan bagi anak yang hidungnya telah bersih untuk mudah bernafas, disamping berfungsi untuk membersihkan cairan amnion dan membentuk jalinan antara induk anak. Intensitas jilatan yang diterima anak pertama domba biasanya lebih besar dibanding anak kedua atau ketiga jika terjadi kelahiran kembar. Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam penerimaan anak oleh induk domba melalui proses penjilatan. Tingkah laku dan karakterstik anak tampaknya juga mempengaruhi perkembangan tingkah laku keindukan dengan mempengaruhi timbulnya sifat menjilati dan tingkah laku keindukan. Pada beberapa

kasus induk domba lebih tertarik pada anak induk lain yang berumur 12 24 jam dibanding anaknya sendiri. Periode sensitif atau kritis untuk jalinan / ikatan induk anak berlangsung kira kira 20 30 menit pertama setelah kelahiran, walaupun beberapa peneliti menyatakan bahwa proses ini berlangsung sampai waktu 4 jam. Induk domba yang dipisahkan dari anaknya setelah kontak selama 30 menit dapat membedakan anaknya dari anak anak lainnya bila mereka dikumpulkan kembali. Jika pemisahan dilakukan sesaat setelah kelahiran mengakibatkan induk kesulitan mengidentifikasi anaknya, dan resiko ini dapat diturunkan jika pemisahan dilakukan 2 4 hari setelah kelahiran pada saat ikatan sempurna telah terbentuk. Pada sapi : Anak sapi akan mulai berdiri setelah 45 menit dilahirkan, 2 s.d. 5 jam kemudian akan mencari putting induknya, induk sudah harus pada posisi bisa berdiri (karakter menyusui dengan berdiri) Mekanisme identifikasi anak induk dilakukan melalui vokalisasi, olfactory (penciuman) and vision Calf akan menyodok ambing dan putting induknya untuk merangsang terjadinya mekaniasme laktasi. Induk dengan permasalahan kelahiran membutuhkan waktu lebih lama untuk berdiri, sehingga anak sulit mengakses susu butuh bantuan peternak Mekanisme menyusu biasa diawali dengan menyusu pada putting bagian depan, induk secara aktif menolak menyusui anak sapi lain (sangat individualis) Nilai hertabilitas induk dengan mothering ability yang baik pada sapi relatif rendah Karakteristik tingkah laku anak : melonjak, menendang, mencakar, mendengkur, bersuara dan mengadu kepala (butting). Anak sapi jantan lebih sering menunggangi dan mendorong anak sapi betina (buller rider syndrome). Induk sapi menjilati urogenital dan rectal untuk menstimulasi urinasi dan defekasi Mekanisme ini diatur secara hormonal

Anak kembar mendapatkan perlakuan grooming lebih sedikit dibanding anak tunggal Kontak yang terjadi 5 menit setelah kelahiran akan menciptakan ikatan yang sangat kuat antara induk anak Pengaruh Indera Bau sangat penting peranannya dalam penerimaan induk untuk menyusui anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme menyusui anak terganggu akibat penghilangan bau, pecucian anak atau dengan mencampurkan bau yang berbeda meskipun dari induknya. Pada mulanya hormon merangsang sifat keindukan dan sifat keindukan ini sangat dibantu oleh pengalaman sebelumnya dari induk induk tersebut. Selanjutnya anak domba mulai mempengaruhi tingkah laku keindukan dan informasi melalui penginderaan anak yang baru lahir menjadi sangat penting. Setelah akhir periode sensitif, tingkah laku keindukan berubah dari dipengaruhi hormon menjadi dipengaruhi kontrol syaraf yang tidak tergantung dari kontrol hormon. Hal ini juga berlaku pada kambing dan sapi. Pengenalan induk anak mencakup dua proses yaitu pengenalan induk terhadap anak dan anak terhadap induk. Kedua proes ini melibatkan isyarat penciuman, pendengaran dan penglihatan. Peranan indera lebih lanjut dikaji pada sub kajian peranan indera terhadap proses pengenalan induk anak. Pengaruh Pelebaran Vagina Stimulasi vagina dapat dipergunakan sebagai stimulasi penerimaan anak yang dipelihara oleh induk lain. Peranan Pengalaman Pada domba baik yang dipelihara di padang rumput maupun dikandangkan dilaporkan bahwa tingkah laku keindukan yang lebih buruk terdapat pada induk yang melahirkan pertama kali. Induk muda seringkali menendang anaknya dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menjilati, namun gangguan tersebut sering bersifat sementara saja. Namun reaksi negatif berlebihan dapat mengakibatkan kematian pada anak. Perlakuan dengan estrogen maupun progesteron sintetik sebagaimana di atas gagal menghasilkan stimulasi sifat keindukan pada induk muda yang belum pernah melahirkan

Peranan Indera terhadap Proses Pengenalan Induk Anak Pengenalan oleh Induk Induk domba dapat mengenali anaknya melalui bau dari pantat, ekor, dan daerah anusnya, tetapi tidak dari kotoran ataupun kencingnya. Identifikasi anak melalui pendengaran dimunculkan dalam bentuk jawaban mengembik oleh induk domba, dimana induk menjawab embikan anak anak mereka lebih sering dibandingkan ambikan anak domba dari induk lain Pengenalan oleh Anak Kemampuan anak untuk mengenal induknya terjadi paling baik bila menggunakan isyarat pendengaran. Lebih sering seekor induk mengembik, maka lebih mudah bagi anak domba untuk mencari induknya sendiri. Anak domba umur 8 12 hari menggunakan isyarat pendengaran lebih efektif, sementara anak yang lebih tua menggunakan isyarat penglihatan. Jarak tertentu suara panggilan menunjukkan tempat atau sumber panggilan untuk induk anak. Penglihatan juga menolong proses pencarian ini. Tetapi pada saat pertemuan, induk mencium bagian pinggul dan baru bagan anus anaknya, dan hanya setelah induk mengenal anaknya secara positif akan memberikan kesempatan pada anaknya untuk menyusu. Jadi alat pengawasan jarak dekat adalah penciuman. Faktor faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kehidupan Anak Litter Size dan Bobot Lahir semakin banyak litter size maka semakin buruk jalinan batin induk anak, sehingga kemungkinan kekurangan susu dan berkurangnya kemampuan mengasuh terhadap anak kembar dari seekor indukpun semakin besar. Bobot lahir yang terlalu besar sering bermasalah (distokia) sehingga proses parturisi terlalu lama dan induk terlalu lemah untuk segera mengenal anaknya baik melalui menjlat menciumi dsb. Hal tersebut berakibat terhadap berkurangnya jalinan induk anak yang seng mengakibatkan terjadinya penolakan anak oleh induk sebaliknya bobot lahir yang terlalu kecil berdampak pada lemah dan buruknya anak yang dilahirkan, anak menjadi tidak kuat berdiri ataupun mencari putting induknya, sehingga tidak dapat memberikan stimulasi

10

2.3. Tingkah Laku ternah Terhadap Seks Tanda tanda birahi pada sapi betina adalah : - ternak gelisah - sering berteriak - suka menaiki dan dinaiki sesamanya - vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh) - dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna - nafsu makan berkurangGejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak. Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas. Betina-betina yang berahi mempunyai vulva yang lembab, lender bening seringkali nampak keluar dari vulva. Betina yang dalam fase lain dalam siklus berahi bisa jadi menaiki betina lain, tetapi tidak mau jika dinaiki, oleh karena itu betina diam dinaiki merupakan tanda tunggal yang kuat bahwa betina dalam keadaan berahi. Jika seekor betina memasuki siklus berahi, manakala betina tersebut dalam keadaan fertile, dimana betina ini berovulasi atau melepas sel telur dari ovariumnya. Waktu terbaik unatu menginseminasi dalah jika betina dalam keadaan standing heat, yaitu sebelum terjadi ovulasi. Satu hal yang dianjurkan untuk mengadakan pendeteksian berahi adalah denga cara menempatkan sapi-sapi dara atau induk pada sebuah padang penggembalaan deteksi berahi. Padang penggembalaan ini seyogyanya cukup luas, memungkinkan betina-betina bisa kesana-kemasi dan bebas merumput, namun juga tidak terlalu luas, sehingga operator dapat mengadakan deteksi berahi dengan mudah. Satu kunci sukses dalam deteksi berahi adalah lamanya waktu untuk mengamati betina-betina, memeriksa tanda-tanda berahi, adalah dianjurkan bagi operator meluangkan waktu selama minimal 30 menit pada pagi hari dan 30 menit pada sore hari. Operator juga dianjurkan memperhatikan betina-betina pada waktu-waktu yang sama

11

setiap hari. Jadi, mempelajari mengenal tanda-tanda berahi dan mengetahuinya betinabetina yang sedang berahi merupakan kunci suksesnya satu program IB. Catatan . Khususnya bagi peternakan sapi berskala kecil, sebagaimana yang ada di Jawa Timur pada umumnya, maka detksi berahi secara visual efektif setiap hari pada pagi dan sore hari bersamaan dengan waktu pemerahan susu atau kegiatan rutin lainnya. Pengertian Berahi Berahi adalah istilah dalam seksualitas yang menunjukkan keadaan kesiapan fisik dan mental suatu individu untuk melakukan hubungan seksual/persanggamaan. Keadaan ini ditunjukkan oleh banyak hewan, termasuk manusia. Berahi dapat didorong oleh siklus fisik (muncul secara alami) maupun dimanipulasi untuk muncul. Terdapat keadaan berahi yang sedikit berbeda antara manusia dan hewan lainnya. Pada manusia, berahi diketahui lebih banyak dikendalikan oleh kondisi kejiwaan, yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik pada beberapa organ. Dengan kata lain, seseorang yang sehat dapat secara relatif mengatur sendiri kesiapannya untuk mencapai kondisi berahi. Percumbuan adalah perilaku yang paling umum dilakukan untuk mencapai taraf itu.Pada hewan, khususnya berkelamin betina, berahi dikendalikan oleh suatu siklus hormonal (siklus estrus, yang berbeda dengan siklus haid pada manusia). Hewan betina tidak dapat dirangsang atau merangsang diri untuk siap bersanggama apabila tubuhnya tidak berada pada kondisi yang memungkinkan. Sebaliknya, pada manusia orang dapat kapan saja melakukan hubungan persanggamaan, namun biasanya pada saat haid, perempuan kehilangan keinginan untuk melakukannya. Secara fisik, berahi ditunjukkan oleh meningkatnya aliran peredaran darah dan meningkatnya suhu beberapa bagian tubuh, terutama bagian reproduksi. Pada hewan jantan yang memiliki penis, terjadi peningkatan aliran darah ke bagian ini dan penis akan menegang dan mengeras (disebut sebagai ereksi). Rangsangan terhadap pejantan ini bersifat kemofisik. Khusus pada manusia juga bersifat psikis. Pada betina, berahi ditunjukkan oleh peningkatan suhu di bagian sekitar vagina. Pada manusia, selain perubahan pada vagina, juga terjadi pengerasan di bagian puting susu (juga terjadi pada laki-laki).Dalam peternakan sapi dikenal istilah "3A" yang merupakan singkatan tiga pertanda dalam bahasa Jawa untuk menunjukkan keadaan berahi: abang, abuh, anget (merah, membengkak, hangat).

12

Periode Siklus Berahi Lamanya waktu yang digunakan dalam sertiap periode berbeda-beda dalam setiap spesies.Tabel.Karakteristik lamanya Periode dari Setiap Bagian Siklus Berahi pada Beberapa Spesies Hewan Ternak (Bearden dan Fuquqy,1980). Sapi Domba Kambing Babi Kuda Siklus berahi (hari) 21 17 20 20 22 Metestrus (hari) 3-4 2-3 - - 2-3 Diestrus (hari) 10-14 10-12 - - 10-12 Proestrus (hari) 3-4 2-3 2-3 2-3 2-3 Estrus (jam) 12-18 24-36 24-36 34-38 96-192 A. Estrus Periode ini dapat ditandai dari tingkah laku hewan yang bersangkutan,seperti: Berusaha menunggangi sapi lain Vulva membengkak dan dari vulva keluar lendir yang jernih yang biasanya melekat pada bagian pantat atau flanks Aktivitas fisik meningkat pada hari berahi, sapi keliatan gelisah ingin keluar kandang Melenguh-lenguh dan pangkal ekor terlihat sedikit terangkat Pada sapi betina dara, pada waktu berahi sering terlihat vulvanya bewarna sedikit kemerah-merahan Pada sore hari lama berahinya lebih lebih panjang sekitar 2-4 jam. Saat terjadinya ovulasi bila dihubungkan dengan berahi, pada sapi adalah 10-12 jam sesudah akhir berahi,pada doba pada pertengahan akhir berahi, pada babi sekitar pertengahan berahidan pada kuda satu sampai dua hari sebelum berahi berakhir. B. Metestrus (Postestrus) Periode ini ditandai dengan tidak terlihat tau telah terhentinyaberahi.Sel-sel granulosa folikel dibagian bekas ovum yang berevolusi betrtumbuh dengan cepat membentuk corpus luteum (corpora klutea pada hewan yang multipel ovulasi) dibawah pengaruh LH dari Adenohypophysa. Corpus luteum yang terbentuk menghasilkan progesteron, yang menghambatsekresi FSH. Akibatnya pematangan folikel tertier menjadi folikal de Graaf terhenti. Pada saat ini terjadi perubahan pada uterus untuk menyiapkan diri memelihara perkembangan embrio. Pada sapi selama awal metestrus kadang-kadang terlihat pendarahan (haemorrhagi). Pendarahan ini disebabkan karena

13

pecahnya kapiler yang sangat hiperhaemis pada lapisan epitel dinding uterus akibat penurunan estrogen. C. Diestrus Periode dietrus adalah periode terpanjang diantara keempat periode siklus berahi. Periode ini terjadi pada hari kelima pada sapi,pada babi dan domba hari keempat, dan hari kedelapan pada kuda. Dalam periode ini corpus luteum sudah berfungsi sepenuhnya. Endometrium menebal, kelenjer dan urat daging uterus berkembanmg untuk merawat embrio dari hasil pembuahan danuntuk pembentukan plasenta. Bila nmemang terjadi pembuahan keadaan ini berlanjut sealama kebuntingan,dan corpus luteum tetap bertahan sampai terjadi kelahiran, dan corpus lutemnya dinamakan corpus luteum gravidatum. Bila tidak terjadi pembuahan, corpus luteum akan beregrasi. Pada sapi regresi corpus luteum terjadi pada hari ke-16 atau 17 siklus berahi. D. Proestrus Periode ini dimulai dari saat beregrasinya corpus luteum sampai hewan benarbenar berahi. Pada saat ini hewan telah memperlihatkan tanda-tanda berahi,tetapi belum bersedia untuk melakukan kopulasi. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar estrogen yang dihasilkan oleh folikel belum cukup untuk memalingkan kehendak betina untuk menerima hewan jantan. Perubahan alat kelamin bagian dalam, terlihan pada ovariumnya, dimana terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sekali dari folekel terties menjadi folikel de Graaf. Uterus dan oviductebih banyak mengandung pembuluh darah dari pada biasanya. Kelenjer-kelenjer endo metrium tumbuh memanjang, cervix mulai merilex dan kelenjer-kelenjer lendir mulai bereaksi. Berdasarkan kadar hormon yang dihasilkan oleh ovarium, beberapa ahli reproduksi membagi siklus berahi atas 2 fase yaitu: 1.Fase Estrogenik (fase folikel) Fase ini menggabungkan fase proestrus dan estrus 2.Fase Prostegenik (fase luteal) Fase ini menggabungkan fase Etestrus dan diestrus

14

Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005). Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel pada ovarium sapi selama siklus estrus. Ovulasi Proses ovulasi dapat didefinisikan terlemparnya cairan folikel serta ovum ke rongga peritoneal disekitar inpendibullum oviduk atau tuba uterin. Kebanyakan hewan mamalia, ovulasi sangat berkaitan dengan birahi (estrus) karena absorbsi sejumlah besar estrogen ke dalam aliran darah terjadi sesaat sebelum ovulasi (Frandson, 1996). Menurut Toelihere (1993) ovulasi didefinisikan sebagai pelepasan ovum dari folikel de Graaf dan secara umum dikenal bahwa ovulasi disimulir oleh LH, tetapi mekanisme yang sebenarnya tidak diketahui, mungkin LH menyebabkan pengendoran dinding folikel sehingga lapisan-lapisan pecah dan melepaskan ovum dan cairan folikel. Apabila tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum berregresi yang disebut korpus albican. Korpus albican ini dimulai regresi 14-15 hari sesudah estrus. Namun jika terjadi fertilisasi lalu kebuntingan korpus luteum akan terus bertahan selama kebuntingan sebagai korpus luteum kebuntingan yanga menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan kebuntingan (Toelihere, 1993). Siklus Estrus Pada Sapi Pada sapi pubertas bervariasi tergantung bangsa dan tingkat nutrisi. Sapi-sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisinya baik dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, 72 minggu bila tingkat nutrisinya rendah. Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi beina tetap siap sedia dinaiki oleh betina lain atau pejantan. Periode itu rata-rata 18 jam, kisaran normalnya 12-24 jam. Ovulasi normalnya terjadi kira-kira 10-15 jam setelah berakhirnya estrus. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi. Untuk kepentingan IB, sapi-sapi yang nampak birahi pada pagi hari, sebaiknya diinseminasi siang itu juga dan sapi yang nampak birahi sore, hendaknya dikawinkan besok pagi hari.

15

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan. 3. pembentukan kontak antara induk dan anak dimulai dari har pertama perlekatan sel telur yang dibuahi pada uterus dan berlanjut sampai penyapihan. Selama masa kebuntingan, induk memberikan makanan kepada fetus melalui saluran darah plasenta dan kemudian setelah lahir menyusui anak anaknya. Pada ungulata, induk yang akan melahirkan anak cenderung untuk meninggalkan kelompoknya sebelum melahirkan. 4. Tanda tanda birahi pada sapi betina adalah : - ternak gelisah - sering berteriak - suka menaiki dan dinaiki sesamanya - vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh) - dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna - nafsu makan berkurangGejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak.

16

DAFTAR PUSTAKA http://yuntaq3.wordpress.com/2009/02/07/hormon-reproduksi-wanita/ http://id.wikipedia.org/wiki/Reproduksi http://novalinahasugian.blogspot.com/2009/05/tingkah-laku-ternak.html booksbloghq.com/posts/perilaku-birahi-pada-kambing.html nurahmadhan.blogspot.com/.../siklus-birahi-pada-ternak.html www.hdrfarm.com/?p=234 http://mrzaen.blogspot.com/2012/01/tingkah-laku-seksual-pada-ternak.html

17

Anda mungkin juga menyukai