Anda di halaman 1dari 7

PRO-KONTRA PERTAMBANGAN DI KABUPATEN JEMBER (Analisis Perspektif Ekonomi Politik Pembangunan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten Jawa Timur yang memiliki potensi besar dalam bidang pertanian. Kegiatan agribisnis dan agroindustri merupakan kegiatan ekonomi penduduk yang paling menonjol dan menempatkan daerah Jember sebagai salah satu lumbung pangan di Jawa Timur. Hasil pertanian tanaman pangan andalan antara lain; padi 7.492.430 Kw, terkonsentrasi di Kecamatan Sumberbaru, Bangsalsari, dan Jombang. Tanaman jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar masing-masing mencapai 3.069.220 Kw, 219.850 Kw, 793.710 Kw, dan 120.450 Kw, terkonsentrasi di Kecamatan Bangsal Sari, Balung, Sumber Baru, Arjasa, Sumber Jambe, dan Sukowono. Hasil buah-buahan yang menonjol; jeruk siam, mangga, pisang, rambutan, dan pepaya; masing-masing mencapai 1.006.956 Kw, 49.094 Kw, 418.842 Kw, 100.252 Kw, dan 47.996 Kw; terkonsentrasi di Kecamatan Semboro, Umbulsari, Kalisat, Sumberbaru, Bangsalsari, Gumukmas, dan Ambulu. Dengan potensi tersebut sudah sepantasnya jika Pembangunan Kabupaten Jember difokuskan pada sektor pertanian. Untuk pengembangan perekonomian di daerah Jember idealnya bertahan pada hasil pertanian dan perkebunan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur sektor pertanian dan perkebunan, serta peningkatan kualitas sumberdaya petani dan pekerja perkebunan tak bisa ditawar-tawar lagi. Mengingat hasilnya dapat menambah anggaran keuangan daerah. Walaupun pembangunan difokuskan pada sektor pertanian namun kenyataannnya pemerintah Kabupaten Jember menerbitkan surat ijin pertambangan sumberdaya mineral mangaan di Desa Pace, Kecamatan Silo, dan penambangan pasir di daerah Paseban, Kecamatan Kencong. Dengan adanya surat ijin tersebut maka timbul pro-kontra antara beberapa pihak. Para pendukung menyatakan bahwa dengan adanya pertambangan akan meningkatkan perekonomian masyarakat jember khusunya dan pendapatan daerah Kabuupaten Jemberumumnya. Namun pihak yang kontra pertambangan menyatakan bahwa hal tersebut akan berdampak negative bagi kelestarian lingkungan dan bertentangan dengan aturan hukum. Berdasarkan masalah pro dan kontra pertambangan pasir di Kabupaten Jember tersebut, perlu dicari akar masalah dan pemecahannya agar konflik segera dapat diakhiri tanpa merugikan pihak manapun. maka dilakukan analisis kasus dengan judul Pro-Kontra Pertambangan di Kabupaten Jember (Analisis Perspektif Ekonomi Politik Pembangunan). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Latarbelakang masalah di atas maka ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana gambaran umum potensi perekonomian Kabupaten Jember?

1.2.2 Bagaimana analisis permasalahan eksploitasi sumberdaya tambang di Kabupaten Jember berdasarkan persepektif Ekonomi Politik Pembangunan?? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Menggambarkan potensi perekonomian Kabupaten Jember. 1.3.2 Mengetahui gambaran permasalahan eksploitasi sumberdaya tambang di Kabupaten Jember ditinjau dari persepektif Ekonomi Politik Pembangunan. 1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Teoritis - Menambah pengetahuan dalam bidang kajian Ekonomi Politik Pembangunan. - Sebagai persyaratan tugas mata kuliah Ekonomi Politik Pembangunan. 1.4.2 Manfaat Praktis - Sebagai solusi pemecahan masalah dan penyelesaian konflik pertambangan yang terjadi di Kabupaten Jember. - Sebagai bahan usulan bagi pemerintah daerah dalam reformulasi kebijakan agar nantinya kebijakan yang diputuskan dapat mewakili aspirasi semua pihak dan tidak merugikan masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Gambaran Umum Potensi Perekonomian Kabupaten Jember Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang memiliki garis pantai. Sebelah selatan, Kabupaten Jember berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang, Utara dengan Kabupaten Probolinggo dan Bondowoso, sedangkan sebelah Timur berbatasn dengan Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.293,34 Km2, meliputi 31 kecamatan, dan berpenduduk sekitar 2.146.571 orang. Kegiatan agribisnis dan agroindustri merupakan kegiatan ekonomi penduduk paling menonjol dan menempatkan daerah Jember sebagai salah satu lumbung pangan di Jawa Timur. Hasil pertanian tanaman pangan andalan antara lain; padi 7.492.430 Kw, terkonsentrasi di Kecamatan Sumberbaru, Bangsalsari, dan Jombang. Tanaman jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar masing-masing mencapai 3.069.220 Kw, 219.850 Kw, 793.710 Kw, dan 120.450 Kw, terkonsentrasi di Kecamatan Bangsal Sari, Balung, Sumber Baru, Arjasa, Sumber Jambe, dan Sukowono. Hasil buah-buahan yang menonjol; jeruk siam, mangga, pisang, rambutan, dan pepaya; masing-masing mencapai 1.006.956 Kw, 49.094 Kw, 418.842 Kw, 100.252 Kw, dan 47.996 Kw; terkonsentrasi di Kecamatan Semboro, Umbulsari, Kalisat, Sumberbaru, Bangsalsari, Gumukmas, dan Ambulu Kabupaten Jember juga terkenal sebagai daerah tembakau; seperti jenis Naoogst mencapai 526.838,70 Kw, Voor Oogst Kasturi 60.707,30 Kw, Voor Oogst Rajang 16.22,30 Kw, dan Voor Oogst White Burley 14.334,61 Kw; terkonsentrasi di Kecamatan Jelbuk, Ambulu, Kalisat, Ledokombo, Jelbuk, dan Arjasa. Sedangkan kelapa dan kopi masing-masing mencapai 99.628,46 Kw dan 16.628,21 Kw, terkonsentrasi di Kecamatan Wuluhan, Puger, Ambulu, dan Silo. Hasil ternak yang dominan adalah Sapi mencapai populasi 183.266 ekor, Kambing 43.593 ekor,

Ayam Buras dan Ayam Ras masing-masing 1.523.616 ekor dan 1.252.969 ekor. Populasi ternak tersebut terkonsentrasi di Kecamatan Silo, Sumberjambe, Mumbulsari, Bangsalsari, Sukorambi, Sukowono, Umbulsari, Gumukmas, dan Balung. Selain pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor andalan di Jember dengan pertumbuhan 5,85 persen. Sedangkan komoditas andalan ekspor adalah tembakau, karet, dan kopi. Tembakau boleh dikatakan merupakan maskot dari Kabupaten Jember. Dalam sektor perdagangan, posisi usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor usaha paling penting dilihat kontribusinya dalam pembentukan PDRB, kemampuan menyerap tenaga kerja, jumlah unit usaha hingga perannya dalam menambah nilai ekspor. Komoditas ekspor andalan didominasi hasil perkebunan 91,94 persen, seperti tembakau yang mencapai US $ 51,542 juta dan karet sebesar US $ 1,883 juta. 2.2 Analisis Permasalahan Eksploitasi Sumberdaya Tambang Di Kabupaten Jember Berdasarkan Persepektif Ekonomi Politik Pembangunan Melihat data di atas, untuk pengembangan perekonomian di Jember idealnya bertahan pada hasil pertanian dan perkebunan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur sektor pertanian dan perkebunan, serta peningkatan kualitas sumberdaya petani dan pekerja perkebunan merupakan hal urgen yang harus dijalankan. Mengingat hasil pertanian dan perkebuna dapat menambah pendapatan keuangan daerah. Di sisi lain terjadi hal yang kontradiktif. Disahkannya SK yang mengijinkan eksploitasi pertambangan mangaan di Desa Pace, Kecamatan Silo, dan penambangan pasir di daerah Paseban, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, semakin memicu perdebatan seputar dampak positif dan negatif pertambangan terhadap kelestarian lingkungan, keteraturan kota maupun kemajuan pembangunan desa. Dikeluarkannya surat keputusan (SK) Pemkab Jember melalui Disperindag dan Penanaman Modal. Yaitu SK No 541.3/078/436.314/2008 tentang Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi Bahan Galian Mangaan dalam wilayah PT Jaw Watie Bagian Corah Mas di Desa Pace, Kecamatan Silo. Dan SK No 641.31/003/438.314/2009 kepada PT Agtika Dwi Sejahtera (ADS) untuk menambang pasir besi di Paseban, Kecamatan Kencong, menimbulkan pro kontra yang terus meningkat. Baik di kalangan masyarakat, Pemerintah, Pemerhati Lingkungan maupun LSM. Pihak yang sadar akan kelestarian lingkungan, LSM dan masyarakat lain tentunya berada dalam golongan kontra penambangan. Sedangkan golongan yang sudah diberi janji pemberian insentif oleh pengelola tambang cenderung acuh dan berpikir pendek dengan menerima begitu saja penambangan di lingkungannya. Kondisi itulah yang dikhawatirkan banyak kalangan berpotensi memicu konflik horizontal. Apalagi, secara historis-sosiologis, beberapa daerah yang ditempati pertambangan itu sudah terfragmentasi dalam berbagai blok karena pengalaman konflik antar masyarakat. Namun, hal ini masih satu ekses saja. Yang tidak kalah berat adalah dampak ekologisnya. Jika tambang tersebut tidak segera dihentikan, rentetan bencana ekologis akan menimpa Kabupaten Jember. Sebab, existing condition kawasan hutan dan lingkungan di wilayah tersebut sangat memprihatinkan dan termasuk daerah rawan bencana. Belum lagi di sekitar lokasi penambangan tersebut terdapat banyak permukiman penduduk yang dihuni ribuan jiwa. 2.2.1 Tinjauan Hukum Konsideran (landasan hukum) yang digunakan disperindag dan penanaman modal dalam mengeluarkan dua SK tersebut adalah (a) UU No 11/1967 tentang Ketentuan Pokok

Pertambangan, (b) UU No 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (c) UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, (d) UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta (e) PP No 27/1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian. Juga, (f) PP No 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, (g) Kepmen ESDM No 1453.K/29/MEM/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum, (h) Perda No 4/2002 tentang Pengelolaan Pertambangan Bahan Galian Strategis dan Vital di Provinsi Jawa Timur, (i) Perda No 17/2002 tentang Pengelolaan Pertambangan dan Energi, serta (j) SK Bupati No 93/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Penandatanganan Izin Pertambangan dan Energi dari Bupati Kepada Kadisperindag. Landasan yuridis itu cacat hukum dan menyalahi prosedur. Mengingat, ada beberapa regulasi yang menjadi dasar perizinan maupun hierarki mekanisme administrasi yang dilompati begitu saja oleh Pemkab Jember. Berdasar pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No 23/2007 tentang PLH, konsultasi publik atau (persetujuan masyarakat setempat) dan pengumuman izin usaha dan atau kegiatan adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh propenant mana pun sebelum pemerintah (daerah) atau disperindag dan penanaman modal menerbitkan izin usaha dan atau kegiatan usaha. Berdasar catatan Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan (GNKL) PC NU Jember, ketentuan undang-undang itu sama sekali belum dijalankan oleh perusahaan yang akan melakukan penambangan tersebut. Kemudian, dalam PP No 26/2008 tentang RTRW Nasional, kawasan andalan pertambangan di Jawa Timur telah ditetapkan hanya berada di Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Laut Madura, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Kabupaten Jember, Bondowoso dan Situbondo terrmasuk kawasan andalan untuk pengembangan pertanian, perkebunan, industri pengolahan, dan pariwisata. Dengan demikian kebijakan memberikan ijin pertambangan sudah bertentangan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional. Sebelum PP No 26/2008 diterbitkan, Pemkab Jember pun telah mengeluarkan Perda No 5/2005 tentang Arah dan Tujuan RTRW maupun RPJMD Jember 2005-2010. Isinya, rincian orientasi pembangunan Jember yang dibagi dalam 4 (empat) subsatuan. Prioritas pembangunan seluruh satuan itu ada di sektor pendidikan, perumahan, perkebunan, kesehatan, peternakan, pertanian tanaman pangan, dan industri kecil. Dengan demikian ijin pertambanggan tersebut tidak hanya bertentangan dengan arah tujuan RTRW Nasional tetapi juga bertentangan dengan arah tujuan RTRW Kabupaten Jember sendirii 2.2.2 Tinjauan Ekonomi Meski sudah jelas-jelas cacat hukum, menyalahi prosedur, dan dituntut mayoritas masyarakat, Pemkab Jember masih berdalih pertambangan di daerah tersebut bisa bermanfaat untuk mendongkrak PAD kabupaten. Misalnya, untuk penambangan pasir di Paseban, Kencong, kepala Disperindag Jember mengklaim PT ADS telah berjanji, jika penambangan itu berjalan, pemasukan untuk kas daerah bakal mengalir minimal Rp 200 juta setiap bulan. Logika tersebut terasa kontradiktif dengan hasil kajian ilmiah dan keputusan politik pemerintah daerah Kabupaten Jember sejak era Orde Baru. Yakni, orientasi jangka panjang pembangunan Kabupaten Jember bukanlah industri tambang, tapi agroindustri yang memposisikan produk pertanian sebagai basis pembangunan daerah. Mengingat, lebih dari 85 persen penduduknya menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Bahkan, selama ini sektor pertanian Jember menjadi penopang utama perekonomian Jawa Timur dengan kontribusi terhadap pendapatan Jawa Timur hingga 34,6 persen. Dalam Perda No 5

tentang RPJMD, kontribusi sektor pertambangan terhadap peningkatan PAD Jember sangatlah kecil jika dibanding engan sektor pertanian (lebih dari 40 persen). Karena itu, slogan Pemkab Jember menata kota membangun desa tidak akan tercapai jika konsentrasinya justru diarahkan ke sektor miningindustry. 2.2.3 Tinjauan Politik Dalam penerbitan SK pertambangan tersebut aktornya adalah Pemerintah Kabupaten dalam hal ini adalah Bupati dan jajarannya. Hawari Hamim, salah satu anggota Komisi B DPRD Jember, menyatakan Pihak DPRD tidak pernah dilibatkan dalam persoalan izin tambang di Jember. Komisi B tidak tahu apabila pemkab memberikan izin kepada sejumlah pengelola tambang mangan di Jember. Maka wajar jika dalam penentuan kebijakan ini dikatakan tidak menerapkan prinsip Good Governance karena bukan hanya rakyat secara langsung, perwakilan rakyat yang ada di Dewan Perwakilan pun tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut. Dari fakta ini dapat diketahui seperti kasus pada umumnya, bahwa terjadi permainan politik yang dilakukan oleh Pemerintah dan pihak swasta (bisnis). Atau bisa dikatakan pemerintah justru dikendalikan oleh sektor swasta/ pemilik modal besar. Jika sudah jelas bertentangan dengan aspek hukum dan perundang-undangan, lantas, apa yang ada dalam benak pejabat Pemkab Jember ketika kebijakannya yang terang-terang cacat hukum dan cacat moral itu tidak segera dianulir. Tampaknya, political will para pejabat pemerintah daerah Jember sesuai dengan gambaran Robison dalam Afifuddin (2010) bahwa kaum kapitalis di Indonesia bukan para borjuis yang independen dari pemerintah, melainkan para pejabat negara sendiri, para perwira militer, keluarga, sanak dan teman mereka, serta para konglomerat yang dekat dengan mereka. . Beberapa Orang dan LSM pendukung tambang diantaranya: Sampal (MP3D), Farid Wajdi (MP3), Edy Purwanto (LASKAR), Sony Harsono (APRJ), Siswandi (GENCAR), Jupri Efendi (ASIRA), Sahrawi (LAPSEM), Ahmad Mudakir (PKR), M. Hosnan, (KIPRA), Adisatwo (MAPPAK), Ishak R Suijab (WIRA BANGSA), Moch. Hasan (SOLID), Kustiono Musri (FORMAD), A Sazali (PASSTI), Sutrisno (GAPURA), Agus M Paat (BANGKIT), Yosep Sungkono (FKR), H. Ismail Fauzi (FORKAB), Wigit Prayitno (KIB), Abdul Ghofur (FPAD), H. Zain Al Arifin (KPP HAM), Abdul Kadar (MISI PERSADA). Dalam hearing dengan Komisi B DPRD Jember Tanggal 9 Nopember 2010, 24 LSM Pendukung pertambangan yang tergabung dalam Forum Lintas LSM Jember tersebut menegaskan bahwa penambangan pasir besi di Paseban yang telah mendapatkan ijin Eksploitasi Disperindag No. 641.31/003/438.314/2009 tidak akan melanggar Undang-undang Nomor 27 tahun 2007. Karena pengerjaannya akan memakai metode mekanik yang ramah lingkungan. Bahkan dengan penambangan tersebut akan mensejahterakan masyarakat setempat. Karena aka menyerap tenaga kerja dan akan meyisihkan 200 juta per bulan yang diperuntukkan bagi anggaran pendapatan daerah Kabupaten Jember. Sedangkan Pihak Kontra Pertambangan adalah: NU, Muslimat NU, Fatayat NU, Ansor, IPNU/IPPNU Ranting Paseban dan PMII Cabang Jember, GMNI, Mina Bahari, Gempur dan KARST. Para pihak yang kontra Pertambangan menyatakan bahwa Rencana penambangan Pasir Besi di Paseban seluas 491,8 ha yang berada dikawasan lindung tersebut tidak bisa dialihfungsikan. Gumuk dan gundukan pasir Paseban merupakan satu-satunya tameng terhadap bencana tsunami.

Wilayah Paseban selamat dari ancaman tsunami tahun 2004 karena adanya gudukan pasir tersebut. Penambangan pasir besi dihawatirkan akan mengancam lahan pertanian. Air laut bisa masuk ke sawah warga, Penambangan Ini juga dihawatirkan akan mengancam kehidupan biota laut jenis penyu, karena pesisir Paseban merupakan salah satu tempat bertelur. Selain tentunya menyebabkan perubahan ekosistem laut dan darat.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten Jawa Timur yang memiliki potensi besar dalam bidang pertanian. Kegiatan agribisnis dan agroindustri merupakan kegiatan ekonomi penduduk yang paling menonjol. Walaupun Pertanian sebagai sektor unggulan dan RTRW diarahkan pada pembangunan sektor pertanian, pemerintah Kabupaten Jusrtru menerbitkan Surat ijin usaha pertambangan mangaan di Desa Pace, Kecamatan Silo, dan penambangan pasir di daerah Paseban, Kecamatan Kencong. Dengan adanya penerbitan surat ijin tresebut maka timbul pro dan kontra antara beberapa pihak. Pihak pendukung Pertambangan menyatakan bahwa dengan adanya pertambangan akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat dan pendapatan asli daerah Kabupaten Jember. Namun banyak pihak yang kontra menyatakan bahwa Pertambangan tidak sesuai dengan aturan hukum, dan rencana tata ruang dan tata wilayah serta dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. 3.2 Saran Bagi pemerintah hendaknya memperhatikan aspirasi masyarakat, analisis dampak lingkungan dan aturan hukum dalam perumusan kebijakan. Bagi DPRD hendaknya lebih mengefektifkan fungsi controlling-nya terhadap kinerja pemerintah. Bagi pihak swasta/bisnis dalam melakukan usahanya hendaknya memperhatikan aspirasi masyarakat dan analisis dampak lingkungan agar tidak memicu adanya konflik dan kerusakan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Afifuddin, Mohammad. 2010. Jember dan Kontrofersi Pertambangannya. Melalui http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/01/11/ , [07/10/10] Redaktur. 2009. Kontroversi Tambang Pasir Besi Paseban (Nu Dan Pmii Menolak; 24 Lsm Mendukung). Melalui http://majalah-gempur.blogspot.com /2009/11/ penambangan-pasir-besimenuai-protes.html. [07/10/10] Septa. 2009. MAsyarakat Jember Tolak Eksplorasi Tambang Mangan. Melalui http://www.primaironline.com/ [07/10/10]

Kementerian Dalam Negeri, t.t. Undang-Undang RI No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Jakarta Kementrian Pertambangan dan Energi, t.t. Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai