Anda di halaman 1dari 18

1

HAJI MABRUR HAJI BERBASIS IHSAN


(Suatu Studi dengan Perspektif Tafsir)
Oleh: Slamet Firdaus

A. PENDAHULUAN

Haji sebagai ibadah yang dapat mendekatkan diri seorang muslim kepada
Allah swt di tanah suci dan di rumah-Nya berhajat kepada suasana batin yang
merasakan kehadiran-Nya, atau lebih dari itu, yakni dapat melihat-Nya, jika kondisi
tersebut tidak bisa dicapainya, maka sekurang-kurangnya, meyakini kalau Allah swt
mengawasi rangkaian manasik yang dikerjakan seorang muslim dan menyaksikan
segala sesuatu yang terlintas di dalam hatinya. Perasaan seperti ini mencerminkan
pelaksanaan ibadah haji yang berbasis ihsan.

Haji mabrur yang menjadi tujuan utama dalam menunaikan rangkaian manasik
haji akan diraih cara berihsan, sehubungan seseorang yang berihsan dalam
melaksanakan ibadah haji tidak akan menekankan segi lahiriah semata, melainkan
melibatkan rasa bersama dengan Allah swt secara terus menerus supaya terjadi
penyatuan yang serasi antara perbuatan dengan hati. Penyatuan tersebut sungguh
sangat penting agar selalu terhubung dengan-Nya ketika menunaikan ibadah haji, baik
sewaktu berihram (niat ihram dengan berpakain ihram), Wukuf (berdiam diri di
Arafah sejak waktu Zuhur hingga terbenam Mata Hari pada tanggal 9 Zulhijjah),
mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam Idul Adha/Lebaran Haji, melontar
Jumrah pada tanggal 10, 11, 12 dan atau 13 Zulhijjah, mabit (bermalam) di Mina pada
hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan atau 13 Zulhijjah, dan Tahallul dengan
memotong atau menggundul rambut, tawaf (mengelilingi Kabah tujuh kali putaran
dari dan berikhir di Hajar Aswad), maupun di saat sai (berjalan pulang pergi
sebanyak tujuh kali yang dimulai di Shafa dan berakhir di Marwah), Penyatuan itupun
dibutuhkan sekali di kala menunaikan umrah yang dimulai dengan berihram sampai
tahallul dengan mencukur rambut.

Kata yang digunakan oleh Allah swt untuk menunjuk kepada makna ibadah
haji dalam al-Quran adalah hajj dan hijj, keduanya berarti menyengaja atau ziarah.
1

Kata hajj terulang sebanyak sembilan kali seperti tertera pada surah al-Baqarah/2 :
189, 196 dan 197, surah al-Taubah/9 : 3, dan surah al-ajj/22 : 27, sedangkan kata
hijj hanya tercantum satu kali dalam surah Ali imrn/3 : 97.
2


Ayat yang secara tekstual menjelaskan tentang urgensi ihsan sebagai unsur
yang menentukan bagi seseorang dalam meraih haji mabrur tidak dijumpai. Namun
secara umum surat al-Nal/16 : 90 memuat isyarat yang menunjukkan hal tersebut,
mengingat perintah Allah kepada manusia agar berbuat ihsan yang tertulis pada ayat
tersebut meliputi segala hal, termasuk berihsan dalam menunaikan ibadah haji.
3


1
Ab al-Faal Jaml al-Dn Muhammad bin Makram Ibn Manr al-Anriy al-Afrqiy al-
Miriy, Lisn al-Lisn Tahdhb Lisn al-Arab, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Jilid 1, 231.
Selanjutnya ditulis Ibn Manr, Lisn al-Arab. Muhammad hir Ibn shr, Tafsr al-Tarr wa
al-Tanwr, (Tunis, Dr Suhnn li al-Nashr wa al-Tauz, t.t), Jilid 1, Juz 2, 217. Selanjutnya ditulis Ibn
shr, Al-Tarr wa al-Tanwr.
2
Muhammad Abd al-Bqiy, Mujam al-Mufahras li alf al-Qur`n, (Indonesia, Maktabah
Dahlan, t.t), 246. Selanjutnya ditulisAbd al-Bqiy, Mujam.
3
Kosakata al-isn pada ayat tersebut merupakan madar (kata benda jadian) dari kata kerja
transitif (kata kerja yang membutuhkan objek) berupa asana - yusinu - isn, tetapi Allah tidak
2
| < ``.!, _.-l!, _..> _!.,| _: _1l _a., _s ,!:`>l ..l _-,l
>L-, l-l _`.. _
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mnengambil pelajaran. (QS. al-Nal/16 : 90)

Selain itu surah al-ajj/22 : 37 yang memesankan penyembelihan binatang
hadyu yang menjadi bagian melekat dalam menunaikan ibadah haji dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah swt, baik yang wajib seperti dam, maupun yang
sunnah semisal kurban harus disertai dengan bertakwa kepada-Nya memastikan orang
yang mengamalkannya adalah sosok peribadi yang berihsan (musinn) yang
mendapatkan kabar gembira dari-Nya.
4

Nabi Muhammad saw menjelaskan secara gamblang tentang keluasan cakupan
makna ihsan dalam sabdanya;
5


` ` `` `` `` ` ` `` `` ` ` ` ` ` `
` : `` ` `` ` ` : `` ` `
` `` ` ` `` ` ``` ``` ` ``` ` ) . (
Artinya: Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajibkan) berbuat baik (ihsan) atas
segala sesuatu. Jika kamu membunuh maka berihsan-lah dalam membunuh
itu. Dan apabila kamu menyembelih hewan, maka berihsan-lah dalam
penyembelihan itu dan tajamkan-lah pisaunya oleh salah seorang di antara
kamu dan tenteramkan-lah hewan sembelihannya. (HR. Muslim).

Secara definitif, Nabi saw juga mengemukakan makna ihsan itu sendiri
sebagai ibadah yang ditunaikan hingga melihat Allah swt, tetapi bila tidak dapat
melihat-Nya, maka meyakini bahwa sesungguhnya Dia Maha melihat sebagaimana

menyebutkan objeknya. Tidak dicantumkan atau dibuang objeknya (adhf al-mafl bih) pada kata
kerja transitif atau fiil mutaaddiy (kata kerja yang memerlukan mafl bih) yang biasa disebut dengan
kaidah hadhf al-mafl (membuang objek dalam kalimat) menjadikan kata kerja tersebut memuat
pengertian yang umum dan mutlak. Apabila dicantumkan objeknya (mafl bih), maka pengertian kata
kerja tersebut menjadi terbatas hanya berkaitan dengan kata yang menjadi objeknya. Jall al-Dn Abd
al-Ramn al-Suyiy (849-911 H), Al-Itqn f Ulm al-Qur`n (Beirut, Dr Ibn Kathr, 1996), Juz
2, 821. Selanjutnya disebut al-Suyiy, Al-Itqn. Ibn shr menyebutnya dengan hadhf mutaalliq al-
ihsn (membuang objek yang berkaitan dengan kata isn) yang menunjukan keumuman cakupan
makna isn. Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 8, Juz 20, 179, serta Ab al-Faal Shihb al-
Dn al-Sayyid Mamd al-Alsiy al-Baghddiy, R al-Man f Tafsr al-Qur`n al-Am wa al-
Sab al-Mathniy, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), Jilid 10, 318. Selanjutnya ditulis al-
Alsiy, R al-Man. Kaidah hadhf al-Mutaalliq dalam tinjauan ilmu Man (ilmu yang
membahas tentang makna kalimat) termasuk pada kategori al- jz (mengumpulkan makna yang
banyak dalam kata yang sedikit, tetapi jelas) yang dapat menberikan kesan di hati. Al-Hsyimiy,
Jawhir al-Balghah, 222- 226. Dengan demikian perintah berbuat ihsan tersebut meliputi kepada
siapa dan apa saja.
4
Ibn shr, Tafsr Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 7, Juz 17, 270.
5
Muyi al-Dn Yahya bin Sharaf Ab Zakariy al-Nawawiy al-Damshiqiy al-Shfiiy,
a Muslim bi Shar al-Nawawiy (Al-Minhj) (Beirut, Dr al-Iy` al-Turth al-Arabiy, 2000),
Jilid 7, 34. Selanjutnya disebut al-Nawawiy, Al-Minhj.
3
tertera pada sabdanya yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Hurairah;
6

....... `` ` ` ` ` ` `` ` ....... ) (
Artinya; ......Malaikat Jibril bertanya lagi, apa yang dimaksud dengan ihsan?, Nabi
saw menjawab; Kamu menyembah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, jika kamu
tidak dapat melihat-Nya, maka sesunguhnya Dia melihat kamu....... (HR. Bukhari)

Dengan firman Allah dan hadis Nabi tersebut, tidak diragukan lagi bahwa
setiap muslimin yang menjadi tamu Allah swt di tanah suci melaksanakan ibadah haji
dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin berperilaku ihsan agar kemabrurannya
dapat diraih, sehingga merasakan suasana surgawi dalam hidup dan kehidupannya
karena bersih dari dosa yang telah diampuni dan dihapus-Nya, serta memperoleh
surga di akhirat kelak yang dijanjikan Nabi saw kepadanya.
7


B. PERILAKU IHSAN DALAM HAJI

Kejanggalan bisa terjadi pada seorang muslim yang berhaji, manakala
pengorbanan diri, keluarga, dan pihak-pihak lain yang dilakukan tidak menghasilkan
haji mabrur. Di satau sisi, biaya puluhan juta telah dikeluarkan, tenaga telah dikuras
hingga mengalami kelelahan dan sakit, keluarga, harta, saudara, kawan, dan sahabat
ditinggalkan, pekerjaan, usaha, dan jabatan yang mendatangkan keuntungan materi,
reputasi, dan prestasi tidak ditekuni bertujuan supaya konsentrasi beribadah di tanah
suci, tetapi di sisi lain, pemandangan yang terjadi di tanah suci dihiasi dengan
perselisihan karena persoalan sepele, pertengkaran atau saling mendorong karena
berebut lif, saling membicarakan kejelekan orang lain (ghbah), berbincang sesuatu
yang tidak berarti, saling mendahului dan berdesakan untuk mendapatkan tempat
duduk yang nyaman di bus, bersikap marah dan emosi karena kuatnya nafsu
berbelanja atau karena persoalan lain akibat merasa tidak puas atas sesuatu hal, dan
sebagainya.
Hal ini tentunya dapat ditaksir sebagai akibat dari lupa atau melupakan akhlak
haji dan khilaf akan keberadaan dirinya sebagai tamu Allah swt di tanah haram, atau
tidak menyadari bahwa sebagai tamu-Nya sedang berhadapan, berdampingan, dan
berdekatan dengan-Nya. Dengan kata lain disebabkan oleh kelalaian atau melalaikan
keharusan berihasan dalam melakukan perjalanan haji dan melaksanakan manasiknya.
Adapaun seorang muslim dalam melakukan perjalanan ibadah haji dan
melaksanakan manasiknya yang dijiwai dengan ihsan ditandai oleh hal-hal sebagai

6
Hadis riwayat Muslim memiliki redaksi yang berbeda dengan hadis yang diriwayatkan
Bukhari, terutama dalam meletakkan urutan unsur-unsur agama Islam. Muslim meletakan islam lebih
dulu (pertama) dari iman (kedua), sedangkan Bukhari menempatkan iman lebih dulu (pertama) dari
islam (kedua), dan ihsan oleh keduanya diletakkan pada urutan terakhir (ketiga). Al-Nawawiy, Al-
Minhj, Jilid 2, 5-17.
7
Redaksi hadisnya ialah:
` `` ` ` ` `` ` `` ` ` ` ` ` `
``
`` `` `` ` ` ` ` ` ``` '
` . ) (
Artinya: Yahya ibn Yahya menceritakan kepada kami bahwa saya membacakan hadis kepada Malik,
yang ia terima dari Sumayya hamba sahayanya Abi Bakar ibn Abd al-Ramn yang memperolehnya
dari Ab li al-Sammn dari Ab Hurayrah bahwa sesungguhnya Rasul Allah saw bersabda
melakukan suatu umrah kepada umrah yang lain menjadi penebus dosa yang terjadi antara keduanya,
dan haji mabrur tidak ada pahala baginya kecuali surga. Al-Nawawiy, Al-Minhj, Jilid 5, 246.
4
berikut:

1) Pembekalan diri dengan takwa

Hal yang telah dimaklumi adalah sesungguhnya Allah akan memberikan
predikat haji mabrur kepada tamunya yang menunaikan ibadah haji dengan memenuhi
kehendak dan ketentuan-Nya berupa takwa sebagai bekal yang paling utama (afal
al-zd),
8
di tengah-tengah bekal lainnya, seperti kesehatan fisik, kemampuan biaya,
kecukupan pengetahuan (khususnya mengenai manasik haji), dan aman
perjalanannya. Berkaitan dengan kedudukan takwa sebagai bekal yang paling penting,
Allah swt berfirman dalam surah al-Baqarah/2 : 197;

_>' ": ..l-. _. _ _, _>' _. _.> _ _>l !.
l-. _. ,> .l-, < :. _| , > :l _1`.l 1. _|`!., .,l __

Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji, dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
(Q.S. Al-Baqarah/2 : 197)

Takwa, pada dasarnya, merupakan ciri (karakter) orang yang berbuat ihsan,
sehingga perintah bertakwa yang tertulis pada ayat di atas yang dijadikan bekal utama
dalam menunaikan ibadah haji menunjukkan penting dan setrategisnya berihsan
dalam haji. Apalagi jika dikaitkan dengan firman Allah swt surah al-M`idah/5 : 93
semakin memperjelas integrasi antara takwa dan ihsan.
_,l _ls _.] `.., l.s .>l..l _!.`> !., .-L :| !. 1. `.. , l.s
.>l..l . 1. `. ., . 1. `..> < > _,..`>. __
Artinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan
yang saleh yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta
beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap
bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat
ihsan (kebajikan). Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan
(kebajikan). (QS. Al-M`idah/5 : 93)

Semakin jelas lagi, al-Qur`an dalam meletakkan peran penting takwa sebagai
perwujudan berihsan dalam menunaikan ibadah haji, ketika mengkaitkannya dengan
penyembelihan binatang hadiah (hadyu)
9
yang menjadi bentuk upaya mendekatkan

8
Ibn shr menjuluki taqw sebagai afal al-zd (bekal paling istimewa) berkenaan dengan
penafsirannya terhadap fainna khayra alzd al- taqw yang menjadi potongan surah al-Baqarah/2 :
197. Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 2, 236.

9
Binatang hadyu berupa hewan ternak dapat berfungsi sebagai dam yang hukumnya wajib
atau kurban yang setatus hukumnya sunnah sebagai ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah swt. Hewan ternak yang dapat disembelih untuk keperluan ibadah ini ialah satu ekor kambing
untuk satu orang serta satu ekor sapi atau unta untuk mewakili tujuh orang. Al-Qurbiy menafsirkan
penggalan surat Al-ajj/22 : 28 min bahmat al-Anm dengan Unta, Sapi, dan Kambing. Ab Abd
5
diri kepada Allah swt, baik di kala menunaikan haji tamattu
10
atau Qirn,
11
dan
melanggar larangan ihram seperti membunuh hewan ternak atau bersetubuh antara
suami isteri, atau meninggalkan wajib haji, semacam bermalam di Muzdalifah, mabit
dan melontar jumrah di Mina, atau sengaja tidak melaksanakan tawaf wada.
Surah al-ajj/22 : 37
12
memesankan kepada orang yang menyembelih
binatang hadiah supaya tidak hanya memperbanyak jumlah hewan dan aliran
darahnya, tetapi memerlukan penyertaan ketakwaan hati yang dapat mengantarkannya
kepada memuliakan ke-Mahaagung-an Allah swt, mendekatkan diri, dan
mengikhlaskan kepada-Nya hingga diterima.
13
Hal ini bukan berarti banyaknya
daging dan darah hewan yang disembelih tidak berguna untuk mendekatkan diri
kepada-Nya, melainkan dibutuhkan pemaduan antara aspek material atau lahiriah
dengan segi sepiritual atau batiniah, keterpaduan tersebut hanya dapat diwujudkan
oleh orang yang selalu berihsan, karena ia merupakan sosok pribadi yang melakukan
kebaikan terus menerus dan konsisten dengannya dalam berbagai amal hingga layak
baginya mendapatkan pahala.
14

Oleh karena itu hewan dam dan kurban yang telah disembelih di tanah suci
berupa ratusan ribu ekor unta, sapi, dan kambing tidak berarti apa-apa, manakala
pelaksanaannya tidak disertai ketakwaan yang bersemayam dalam lubuk hati para
jamaah haji yang melakukannya. Penyembelihan hewan dam dan kurban yang tidak
berbasis takwa tidak ubahnya seperti yang telah dilakukan oleh kaum jahiliyah yang
menjadi sebab turunnya surah tersebut. Mereka berbangga diri ketika menyiramkan
darah hewan sembelihannya di sekitar Kabah dan melumurkannya.
15


Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Ab Bakr ibn Far Al-Qurbiy Al-Anriy Al-Khazraziy Al-
Andalusiy, Al-Jmi li Akm al-Qur`n (Tafsr al-Qurubiy), (Kairo, Maktabah Riya al-Hadthah,
t.t), Jilid 12, 44. Selanjutnya ditulis Al-Qurbiy, Al-Jmi, dan Taqiy al-Dn Ab Bakar ibn
Muhammad al-usainiy al-iniy al-Damshiqiy al-Shfiiy, Kifyat al-Akhyr f illi Ghyat al-
Ikhtir, Maktabah Raja Murah, Pekalongan, t.t), Juz 2, 236. Selanjutnya ditulis Taqiy al-Dn, Kifyat
al-Akhyr,
10
Haji Tamattu ialah melaksanakan ibadah umroh di musim haji kemudian menunaikan
ibadah haji. Rujukannya tercantum dalam surah al-Baqarah/2 : 196, seperti penggalannya Faidh
amintum faman tamattaa bi al-umrati il al-ajji fam istaysara mina al-hadyi (Jika keberadaan
kamu dalam suasana aman, maka barang siapa melakukan umrah kemudian haji, haruslah baginya
membayar binatang hadyu/dam).
11
Ibdaha haji yang dalam pelaksanaannya menyatukan antara umrah dengan haji, baik ihram,
tawaf, sai, maupun tahallulnya. Artinya satu kali niat ihram, tawaf, dan sai diperuntukan bagi
pelaksanaan haji dan umrah sekaligus.
12
Teks ayatnya sebagai berikut:
_l _!., < !`.>' !>!.: _>.l `]!., _1`.l >.. ,l. !>>. _>l >.l < _ls
!. _>..> :, _,..`>.l __
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-ajj/22 : 37)
13
Nir al-Dn Ab Sad Abd Allah bin Umar bin Muhammad al-Baywiy, Anwr Al-
Tanzl al-Shrziy, Anwr al-Tanzl wa Asrr al-Tawl, Tafsr al-Baywy, (Beirut, Dr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1999), Jilid 2, 90. Selanjutnya ditulis al-Baywiy, Anwr al-Tanzl.
14
Fakhr al-Dn Muhammad ibn Umar ibn al-usain ibn al-asan ibn Aliy al-Tammiy al-
Bakriy al-Rziy al-Shfiiy, Maftih al-Ghayb (Al-Tafsr al-Kabr), (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1990), Jilid 12, Juz 23, 33. Selanjutnya ditulis al-Rziy, Maftih al-Ghayb.
15
Al-Zamakhshariy dalam menafsirkan surah al-ajj/22 : 37 mengungkapkan bahwa orang
yang menyembelih hewan hadyu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah tidak akan memperoleh
6
Daging dam dan kurban dibagikan kepada mereka yang lemah ekonomi untuk
meringankan beban dan membelanya serta mengangkat derajat kemanusiaan,
sedangkan ketakwaan menjadi bekal penghubung kepada Allah swt. Lebih jauh dapat
disebutkan bahwa penyembelihan dam dan kurban berarti menyembelih sifat
kebinatangan yang terdapat pada diri manusia, semacam rakus, ambisi yang
berlebihan, menindas, menyerang, serta tidak mengenal hukum dan norma-norma
kehidupan. Sifat-sifat tercela tersebut patut ditiadakan atau disembelih untuk
mencapai derajat dekat dengan-Nya,
16
karena jika tidak dipunahkan dapat melahirkan
bencana kemanusiaan. Terjadinya eksploitasi antar sesama manusia dikarenakan sifat-
sifat tersebut. Jadi pesan ideal ajaran dam dan kurban adalah agar manusia berke-
Tuhana-an dan berkemanusiaan. Ini sejalan dengan sebagian dari tujuan
penyembelihan Nabi Ismail as oleh Nabi Ibrhm as yang kemudian diganti dengan
seekor kambing kibas untuk menyelamatkan manusia serta untuk mendapatkan kasih
sayang dan perkenan-Nya.
17
Hikmah tersebut akan dapat diamalkan dan dirasakan
oleh setiap orang yang menunaikan ibadah haji dengan mengamalkan ihsan yang
menenggelamkan kepentingan dirinya ke dalam kepentingan Tuhan dan kepentingan
sesama manusia.

2) Ibadah haji dilaksanakan dengan ikhlas

Ikhlas (ketulusan hati) pada hakekatnya menjadi unsur yang integral dalam
ihsan. anwi Jauhariy mengutarakan satu versi riwayat Abd Allah ibn Abbs
yang menyebutkan bahwa Adil adalah mengesakan Allah dan Ihsan ialah Ikhlas
(Al-Adl al-Taud wa al-Isn al-Ikhl).
18
Ihsan yang diwujudkan dalam ikhlas
merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah haji. Ini dapat
dilacak dalam firman Allah surah al-Baqarah/2 : 196;

.. _>' :,`-l < | ..> !. .,.`. _. _.> 1l> `>.',' _.> _l,,
_.> .`>: _, l >.. !.,. ., _: _. .. ,. _. ,!,. . . ,.
:| ,... _. _`... :,`-l!, _|| _>' !. .,.`. _. _.> _. l .> `!,. ..l. ,!`, _
_>' -,. :| .-> ,l. ::s .l ,l: _.l l _>, .`> _.!> .>`..l ,>'

perkenan atau ridha-Nya kecuali dengan menjaga kemurnian niat, keikhlasan, dan mengawal segenap
perilaku ketakwaannya. Apabila tidak dapat melakukan hal-hal tersebut, maka penyembelihan hewan
tersebut kendati banyak jumlahnya tidak bermakna sama sekali. Menurutnya terdapat pendapat yang
menyebutkan bahwa ayat ini turun disebabkan oleh umat Islam ketika menunaikan ibadah haji akan
mengikuti dan melestarikan tradisi orang-orang jahiliah yang menyiramkan darah hewan hadyu di
sekitar Kabah dan kemudian melumurkannya ke dinding Kabah. Turunnya ayat ini menghilangkan
dan melarang tradisi tersebut, umat Islam tidak patut mengikutinya. Ab al-Qim Jr Allah Mamd
bin Umar al-Zamakhshariy al-Khawrizmiy, Al-Kashshf an aq`iq al-Tanzl wa Uyn al-Aqwil
f Wujh al-Ta`wl, (Mesir, Maktabat al-Muaf al-Bb al-alabiy, 1972), 696. Selanjutnya ditulis
al-Zamakhshariy, Al-Kashshf.
16
M. Quraish Shihab, Haji Bersama M. Quraish Shihab, Panduan Praktis Menuju Haji
Mabrur, (Bandung, Mizan, 1999), 132. Selanjutnya ditulis Shihab, Haji.
17
Uraian lebih jelas dan detail terdapat pada Ibn shr Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 7, Juz
17, 267-270.
18
anwi Jauhariy, Al-Jawhir f Tafsr al-Qur`n al-Am, (Beirut, Dr al-Kutub al-
Turth al-Arabiy, 1991), Juz 8, 187. Selanjutnya ditulis Jauhariy, Al-Jawhir.
7
1. < .ls < .,.: ,!1-l __

Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah, jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah)
binatang hadyu (dam) yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur
kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya, jika ada di
antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau membayar
dam (menyembelih hewan dam). Apabila kamu telah (merasa) aman, maka
bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan
haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat, tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak mampu), maka wajib berpuasa
tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) bila kamu telah pulang
kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna, demikian itu (kewajiban
membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di
sekitar) Masjid Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah), dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-
Nya. (QS. Al-Baqarah/2 : 196)

Penggalan ayat wa atimm al-ajja wa al-umrata li Allh, yang ditafsirkan
oleh al-Zamakhshariy dengan melaksanakan manasik dan syarat-syarat haji dan
umrah secara sempurna berbasis ikhlas semata-mata karena Allah tanpa cacad dan
kekurangan yang dapat merusak keduanya.
19
Sedangkan al-Qimiy menyatakan
bahwa melaksanakan manasik haji dan umrah seyogyanya dengan sesempurna
mungkin (maksimal) hanya karena Allah seperti yang telah disyariatkan-Nya. Lebih
lanjut ia berpendapat bahwa dicantumkan secara eksplisit kata lillh berkenaan
dengan haji dan umrah khususnya, berarti memotivasi dengan sungguh-sungguh
kepada mereka yang melaksanakan keduanya supaya ikhlas karena Allah dan
membuang jauh-jauh keyakinan yang dapat menyekutukan-Nya, sebab pada masa pra
Islam, orang yang mengerjakan keduanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada
berhala yang diyakini sebagai Tuhan.
20


Dengan sudut pandang kesejarahan, al-Qurthubiy menyingkap rahasia dan
mengungkapkan hikmah yang terkandung dalam penyebutan kata li Allh (karena
Allah) pada ayat di atas, menurutnya ialah agar keduanya dilaksanakan dengan
ketaatan yang utuh karena Allah. Dalam pandangannya bangsa Arab di zaman dahulu
(pra Islam -pen-) menunaikan haji untuk dijadikan sebagai media berkumpul, saling
menunjukkan keahlian, berlomba memanah, berdebat, memenuhi hajat hidup duniawi
dan berniaga mencari keuntungan materi.
21
Ini berarti kata li Allh menuntut setiap
muslim yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar mengkonsentrasikan diri
beribadah dengan tulus tanpa dibarengi dengan aktivitas duniawi agar merasakan
kehidaran Allah dalam aktivitas ibadahnya.

Dalam realitanya, hal ini masih terjadi pada masa kini, maka pesan tersebut
sangat relevan. Apalagi telah menjadi tradisi ummat Islam untuk memberi gelar haji
bagi orang yang telah melaksanakannya, berbeda dengan ibadah wajib lainnya. Gelar
yang disandang dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengalihkan seseorang

19
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, Juz 1, 343.
20
Muhammad Jaml al-Dn, Tafsr al-Qsimiy (Masin al-Ta`wl), (Beirut, Dr al-Fikr,
1978), Jilid 2, 142. Selanjutnya ditulis al-Qimiy, Tafsr al-Qimiy.
21
Al-Qurubiy, Al-Jmi, Jilid 2, 369.
8
dari prinsip li Allh, walau pada saat yang sama, harus diakui, gelar itu dapat juga
menjadi perisai bagi penyandangnya terhadap aktivitas yang tidak sejalan dengan
ajaran haji. Oleh karenanya gelar haji harus digunakan secara tepat agar menjadikan
penyandangnya semakin berhati-hati dalam memilih perbuatan dan kegiatan hingga
tidak terjebak dalam kesalahan bertindak, dan terjerumus dalam lembah dosa dan
aktivitas maksiat.

Pentingnya ikhlas dalam menunaikan ibadah haji digambarkan pula oleh surah
Ali Imrn/3 : 97;
, .,, .., `!1. ,>,| _. .`>: l !.., < _ls _!.l _> ,l _. _!L.`.
,l| ,,. _. | < _.s _s _,.l.-l __
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim,
barang siapa memasukinya (Bait Allah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia semata-mata kepada Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Bait Allah.
Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran/3
: 97)

Al-Marghiy mengkaji secara khusus kegunaan permulaan ayat ini li Allh
al al-ns, ia menyatakan bahwa hikmahnya tidak hanya untuk menarik manfaat
dan menolak bahaya, melainkan lebih dari itu, yakni menjunjung tinggi ke-
Mahaagungan dan ke-Mahabesaran ketuhanan yang menghendaki orang yang
melaksanakan haji semata-mata ingin memperoleh keridhaan Allah. Sehingga ketika
ia mencium, mengusap atau melambaikan telapak tangan ke Hajar Aswad perlambang
pembaiatan diri terhadap Allah untuk melaksanakan agama Islam dengan konsisten
dan ikhlas sepenuh hati kepada-Nya,
22
tidak terlintas sedikitpun dalam hatinya
keinginan untuk disanjung dan dipuji pihak lain yang ditunjukkan dengan banyak
bercerita tentang kesuksesan dan dukungan keadaan sekitar dalam beribadah.
Memang ikhlas yang menjadi wujud dari berihsannya seorang muslim yang
melaksanakan ibadah haji membangun pribadi yang hati-hati, mengingat yang
dijadikan ukuran baginya adalah perkenan Allah sawt. Jika sesuatu akan
mendatangkan perkenan-Nya, maka dilaksanakan dengan serius, dan apabila sesuatu
tersebut berakibat kepada kemudaratan, maka akan dihindari dan ditinggalkan.

Demikian berartinya kedudukan ihsan dalam menunaikan ibadah haji, tiada
lain agar pelakunya merasakan kehadiran Allah di rumah dan tanah suci-Nya serta
seakan-akan dapat melihat-Nya atau merasakan pengawasan-Nya dalam segenap
sepakterjang kehidupan di kala sedang melaksanakan dan sesudahnya. Berbahagialah
orang yang bersanding di rumah-Nya merasakan kehadiran-Nya dan menikmati
suguhan-Nya, sesungguhnya merugilah orang yang berada di samping rumah-Nya
dan selalu mengunjunginya, tetapi hampa dari kehadiran-Nya dan sepi dari hidangan-
Nya, berupa rahmat dan maghfirah-Nya.

Sabda Nabi saw
23
berikut ini memposisikan pula secara signifikan urgensi

22
Ahmad Muafa al-Marghiy, Tafsr al-Marghiy, (Beirut, Dr Ihy` al-Turth al-
Arabiy, t.t), Juz 4, 10-11. Selanjutnya ditulis al-Marghiy, Tafsr al-Marghiy.
23
Ahmad ibn Ali ibn ajar al-Asqalniy, Fat al-Briy Shar a al-Bukhriy, (Beirut,
Dr al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1997), Juz 3, 487. Selanjutnya ditulis al-Asqalniy, Fat al-Br.
9
ikhlas dalam berhaji sebagai penentu untuk mendapatkan ampunan Allah swt;

`` `` ` `` ` ` ` `` `` `` ``
` ` `` `` : `' `` ` `` ` ` ` ` ` ) . (

Artinya: Barang siapa melaksanakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafath
(berkata-kata yang berbau birahi atau hubungan sebadan dan tidak fusq
(durhaka), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan
dari kandungan ibunya. (H.R. Bukhari)



3) Haji tanpa melanggar kode etik

Pelanggaran dalam melaksanakan ibadah haji bukan hanya yang berkaitan
dengan rukun haji yang dapat membatalkannya serta yang berhubungan dengan wajib
haji dan larangan ihram yang bisa menyebabkan terkena pembayaran dam (denda),
melainkan bertalian pula dengan hal-hal yang dapat mengurangi dan bahkan
menghilangkan nilai ibadah haji. Dengan kata lain pelanggaran atas larangan yang
disebutkan terakhir menjadikan ibadah haji seseorang tidak berkualitas dan tidak
berbekas kepada perbaikan perilaku sebagai seorang haji. Bekal takwa dan
berperilaku ikhlas sebagai bukti seseorang itu berihsan akan menjadi benteng
sekaligus pencegah terjadinya pelanggaran tersebut.

Larangan tersebut adalah rafath (aktivitas yang menyentuh-nyentuh faktor
birahi), fusq (berbuat fasik) dan jidl (berbantah-bantahan) seperti tercantum pada
surah al-Baqarah/2 : 197 :

_>' ": ..l-. _. _ _, _>' _. _.> _ _>l !.
l-. _. ,> .l-, < :. _| , > :l _1`.l 1. _|`!., .,l __

Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya
Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
(QS. Al-Baqarah/2 : 197)

Agaknya dapat dipastikan terdapat hubungan fungsional antara perintah
berbekal takwa dengan larangan berbuat rafath, fusq, dan jidl dalam menunaikan
ibadah haji yang tertuang pada ayat di atas. Takwa yang menjadi bukti dari ihsan
dapat meredam keinginan melakukan ketiga larangan tersebut, dan kemampuan
meredamnya akan menjadi perilaku yang melekat dalam kehidupan, termasuk setelah
menunaikan haji. Hubungan tersebut terlihat pada penempatan perintah berbekal
takwa setelah menetapkan tiga larangan tersebut.
24
Faktor yang menjadi penyebab
turunnya ayat (sabab al-nuzl) ikut serta memperjelas hubungan tersebut, mengingat
pesannya yang cenderung merombak tradisi umat Islam Yaman yang nekad berangkat
melaksanakan ibadah haji tanpa berbekal diri, dan mereka sengaja menggantungkan

24
Al-Baywiy, Anwr al-Tanzl, Jilid 1, 111.
10
kepada belaskasihan orang lain.
25


Nabi saw meletakkan kemampuan seorang menangkal larangan tersebut dalam
berhaji sebagai poin setrategis untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt dan
pembebasan diri dari berbagai dosa yang pernah dilakukannya serta mendapatkan
predikat haji mabrur. Sabdanya
26
berikut ini menjelaskan hal tersebut:

` `` `` `` `` ` `` ` ` ` `` `
` ` `` `` : ` ` ` ` `' `` ` `` ` ) . (

Artinya: Barang siapa melaksanakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafat
(berkata-kata yang berbau birahi atau berjim) dan tidak fusq (durhaka),
maka ia kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan
ibunya. (HR. Bukhari)

Dengan demikian, setiap muslim dalam melaksanakan ibadah haji harus
berbasis ihsan yang diwujudkan dalam perilaku takwa agar dapat membentengi diri
dari larangan tersebut dan mampu menjaga nilai-nilai ibadahnya secara optimal,
seraya ia selalu merasakan kehadiran Allah swt, baik di waktu haji atau sesudahnya.

4) Berdzikir terus menerus

Salah satu ciri orang yang berihsan ialah memperbanyak zikir selama dalam
perjalanan, ketika melaksakan ibadah haji, dan setelah tuntas menunaikannya,
mengingat sebagai tamu Allah yang beretika akan sesnantiasa bercakap-cakap
dengan-Nya sebagai tuan rumah (ib al-bayt) agar terjadi kedekatan yang hakiki,
dan sara utama untuk bercakap-cakap adalah dzikir.

Allah swt senantias memerintahkan setiap manusia, khususnya umat Islam,
agar berzikir sepanjang hidupnya, kapan saja, di mana saja, dan ketika berhadapan
dengan siapa saja. Nabi saw telah melakukan-nya sepanjang masa hingga akhir
hayatnya, yang menghasilkan kedekatan dengan Allah swt dan cinta-Nya.

Zikir merupakan sarana komunikasi dan inti ibadah kepada Allah swt
sekaligus menjadi tujuannya. Inti dan tujuan shalat adalah zikir,
27
inti dan tujuan
ibadah puasa ialah zikir,
28
inti ibadah haji terletak pada zikir kepada Allah swt,
29

25
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 120.
26
Al-Nawawiy, Al-Minhj, Jilid 5, 247
27
Pernyataan tersebut merupakan subtansi dari penafsiran Zamkhsyariy atas surah
h/20:14. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 652.
28
Hal ini merupakan subtansi penafsiran Al-Rziy atas surah al-Baqarah/2 : 185. Al-Rziy,
Mafti al-Ghayb, Jilid 3, Juz 5, 80.
29
Zamakhshariy menyatakan bahwa tujuan utama dari segala sesuatu yang berkaitan dengan
upaya mendekatkan diri kepada Allah adalah menyebut nama-Nya. Hal ini berhubungan dengan
penafsirannya atas surah Al-ajj/22 : 28. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 694. Demikian pula Ibn
Taymiyyah dengan berpegang pada hadis yang diriwayatkan Ab Dwud dan al-Turmudziy sebagai
argumentasinya menyatakan bahwa ibadah haji disebut nusuk karena merupakan ibadah yang semata-
mata merendahkan diri kepada Allah dengan menyebut nama-Nya dalam bentuk perbuatan atau
aktivitas seperti sai, tawaf, dan lontar jumrah. Taqy al-Dn Ab al-Abbs Amad ibn Abd al-alm
ibn Abd al-Salm ibn Taimiyyah al-arrniy al-Damshiqiy, Al-Tafsr al-Kmil, (Beirut, Dr al-Fikr,
2002), Juz 5, 367. Selanjutnya ditulis Ibn Taimiyyah, Al-Tafsr al-Kmil. Hadis Nabi saw tersebut
mendudukkan thawaf, sai, dan lontar jumrah sebagai perwujudan berzikir kepada Allah swt. Lihat Ab
Dwud Sulaiman bin al-Asyath al-Sabahtniy, Sunan Ab Dwud (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1996), Juz 2, 44. Selanjutnya ditulis Ab Dwud, Sunan, dan lihat Ab Is Muhammad ibn Is ibn
11
demikian pula berqurban dijiwai ketakwaan dan bersikap selalu mengagungkan nama-
Nya atau berzikir sebagai tanda bersyukur kepada-Nya, karena daging qurban dan
darah yang mengalir dinilai tidak bermakna untuk mendapatkan keridhaan Allah
kecuali dengan takwa dan zikir atau bertakbir (syukur).
30


Zikir berarti menyebut dan mengingat,
31
zikir memiliki manfaat yang besar
dalam kehidupan yang kompleks, zikir sebagai cara yang dapat menutup pintu-pintu
kelalaian hati dan dapat selalu terjaga di saat menuju Allah, meninggalkan zikir
berarti melupakan-Nya yang besarkan kemungkinan kekosongan ingatan kepada
Allah dimanfaatkan .

Zikir memiliki tingkatan-tingkatan, tingkat yang rendah adalah zikir yang
bercampur kelalaian, dan yang tinggi derajat dan kualitasnya ialah zikir yang berbasis
keinginan dan kemampuan meniadakan segala hal selain Allah. Zikir dengan lisan,
sekalipun tidak disertai hati yang sedang mengingat Allah lebih baik dari pada tidak
berzikir. Kelalaian tanpa zikir lebih buruk daripada lalai yang masih disertai zikir.
Zikir yang dibarengi dengan kelalaian berpeluang untuk beralih menuju zikir yang
disertai dengan kesadaran, dan zikir yang penuh kesadaran berpotensi menjadi zikir
yang berintegrasi dengan kehadiran hati, serta zikir yang bersamaan dengan kehadiran
hati menjadi zikir yang melekat dengan kehendak untuk menegasikan selain-Nya.
32


Merasakan kehadiran Allah di kala menunaikan ibadah haji salah satunya
ditandai dengan berdzikir terus menerus hingga ketika melaksanakan penyembelihan
qurban diiringi dengan takwa dan bertakbir (mengagungkan nama-Nya) yang oleh
Allah swt dalam firman-Nya surah al-ajj/22 : 37 digambarkan-Nya sebagai ciri
orang yang berihsan, dimana Allah pada akhir ayat ini memerintahkan kepada Nabi
saw agar menggembirakan orang-orang yang berbuat ihsan (wa bashshir al-
musinn). Hal ini berarti pelaksanaan ibadah haji harus berbasis ihsan agar orang
yang melakukannya selalu berzikir, karena orang yang berihsan menitikberatkan
kepada seolah-olah melihat-Nya atau dilihat oleh-Nya.
33

Perintah zikir yang ditujukan kepada orang yang menunaikan ibadah haji
cukup banyak. Selain surah al-ajj/22 : 37, tercantum pula pada surah al-Baqarah/2 :
198, 199, 203, dan 125. Surah al-Baqarah/2 : 198 sebagian isinya adalah perintah
berzikir ketika menuju dan berada di Muzdalifah (al-Mashar al-arm) sebagai

Saurat al-Turmdziy, Sunan al-Turmiy (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), Jilid 2, Bab 65,
59. Selanjutnya ditulis Turmdziy, Sunan.
30
Penjelasan lebih jauh dapat dilihat dalam penafsiran al-Biqiy atas surah al-ajj/22 : 37.
Burhn al-Dn Ab Al-asan Ibrhm bin Umar al-Biqiy, Nam al-Durar f Tansub al-yt wa al-
Suwar, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), Jilid 5, 155-156. Selanjutnya ditulis al-Biqiy,
Nam al-Durar.
31
Ibn al-Manr, Lisn, Jilid 1, 447, dan Mahmud Ynus, Kamus Bahasa Arab Indonesia
(Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsir Al-Qur`an, 1972), 134. Selanjutnya ditulis
Ynus, Kamus.
32
Ibn A` Allah berpesan kepada murid-muridnya: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan
zikir, sekalipun hatimu dalam keadaan tidak beserta Allah. Sebab sesungguhnya kelalaian hatimu tanpa
zikir kepada-Nya lebih buruk daripada kelalaian hati yang masih disertai dengan zikir kepada-Nya.
Semoga Dia mengangkatmu dari zikir yang dibarengi dengan kelalaian hati menuju zikir yang disertai
dengan yaqah (kesadaran), dan dari zikir yang penuh kesadaran kepada zikir yang berintegrasi
dengan ur (kehadiran hati), dan dari zikir yang bersamaan dengan kehadiran hati menjadi zikir
yang melekat dalam kehendak untuk mengesampingkan selain diri-Nya. Hal ini bagi Allah bukan
perkara besar (sulit). Muhammad bin Ibrhm Ibn Ibd. Shar al-ikam (Indonesia, Dr al-Kutub al-
Arabiyyah, t.t), Juz 1, 40. Selanjutnya disebut Ibn Ibd. Shar Al-ikam.
33
Muhammad Gazali, Al-Jnib al-ifiy min al-Islm, Bath f al-Khuluq wa al-Sulk wa
Tahb al-Nafs, (Damshiq, Dr al-Qalam, 2005), 76. Selanjutnya disebut Gazali, Al-Jnib Al-ifiy.
12
perwujudan rasa syukur kepada Allah swt, baik dengan talbiyah, takbr, atau tahll.
34

Sedangkan ayat 199 memuat perintah zikir dengan memperbanyak istighfr (mohon
ampun kepada Allah), dan ayat 203 memerintahkan jamaah haji di Mina
memperbanyak zikir, termausk ke dalamnya bertakbir pada setiap selesai salat lima
waktu, baik jamaah yang memilih nafar Awwal (pada tanggal 12 Dhulhijjah
meninggalkan Mina) atau nafar Thniy (pada tanggal 13 Dhulhijjah meninggalkan
Mina) Adapun ayat 125 menganjurkan jamaah untuk menjadikan maqam Ibrahim
sebagai tempat salat dengan melaksanakan salat sunnah setelah tawaf sebanyak dua
rakaat sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi saw setelah awf al-qudm
35

(tawaf sunnah yang pertama kali dilakukan oleh jamaah yang melakukan haji ifrad
dalam rangka menghormati masjis haram).
Lebih dari itu Allah swt memerintahkan kepada setiap orang yang telah selesai
melaksanakan manasik haji supaya banyak zikir sebagaimana tertera dalam firman-
Nya surah al-Baqarah/2 : 200 berikut ini:
:| .,. >.... `:! < _. ,!,, .: : _. _!.l _.
`_1, !.`, !.., _ !,..l !. .`] _ :> _. _.l> _ .. _. `_1, !.`, !.., _ !,..l
..> _ :> ..> !. ,.s !.l _

Artinya: (200) Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu , maka berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih
banyak dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa: Ya Tuhan kami,
berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tiadalah baginya bahagian (yang
menyenangkan) di akhirat. (201) Dan di antara mereka ada orang yang
berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-Baqarah/2 : 200-201)

Perintah memperbanyak zikir setelah menunaikan rangkaian manasik haji
bertujuan agar semakin banyak mengkaitkan ingatan dan hati kepada Allah swt,
sekaligus menghindarkan diri dari banyak bercerita dan berbincang-bincang yang
dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kubangan berbangga diri atas kesuksesan
atau keselamatan selama menunaikan ibadah haji atau selama di perjalanan dan di
tanah suci hingga melupakan Allah swt, padahal seluruh keberhasilan dalam segala
hal dikarenakan kehendak, kekuasaan, dan petolongan Allah swt, alhasil tamu-tamu
Allah dituntut untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya dan tenggelam dalam
kesibukan beribadah,
36
baik sebelum atau sesudah menunaikan ibadah haji. Sampai di
sini dapat diutarakan bahwa ibdah haji sepatutnya diisi dengan dzikir secara
istiqamah, dan salah satu tanda kesuksesannya terletak pada kuantitas dan kualitas
dzikir kepada-Nya.

5. Berdoa untuk kebahagiaan dunia dan akhirat

Orang yang menunaikan ibadah haji dengan berperilaku ihsan akan senantiasa
memanfaatkannya untuk senantiasa berdoa kepada Allah, mengingat sifat dan amalan
orang yang berihsan adalah tidak akan berhenti memohon kepada-Nya atas berbagai

34
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 121.
35
Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 1, 710.
36
Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 2, 245.
13
hal dealam hidupnya dengan cara khaufan (rasa takut) atas dosa yang pernah
dilakukannya dan thamaan (rasa penuh harapan), atas rahmat-Nya,
37
seperti yang
tertuang pada surah

al-Arf /7: 55 dan 56;

`s: >`, l.. ,> ..| > _..-.l __ ... _ _ .-,
!>.l.| :`s: !> !-.L | .- < ', _. _,..`>.l __

Artinya: 55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut,
(ikhlas) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas dalam berdoa. 56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan
rasa takut dan penuh harapan, sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Arf / 7 : 56)

Kedua ayat tersebut menjelaskan perintah doa dengan rendah hati dan ikhlas,
serta larangan kepada manusia melakukan kerusakan di permukaan bumi. Bumi
sepatutnya dipelihara dan dimakmurkan, di antaranya, dengan berdoa yang disertai
taarru (rendah hati) tanpa melampaui batas, khufyah (ikhlas) tanpa menjerit-jerit,
khaufan (rasa takut) akan siksaan akibat perbuatan yang bertentangan dengan syareat
dan sunnah-Nya, serta diiringi amaan (optimis) akan ampunan, rahmat, dan
kebaikan-Nya di dunia dan akhirat. Ayat ini juga menjelaskan bahwa sifat ini menjadi
milik orang-orang yang berbuat ihsan yang layak mendapatkan rahmat-Nya berupa
pahala yang baik. Dengan demikian berdoa dengan khaufan dan amaan
merupakan ciri musin. Dengan demikian, doa dan permohonan, pada hakekatnya,
akan dikabulkan Allah swt jika dilakukan dengan cara ihsan.
38

Selain berdoa secara umum, seorang yang berhaji dengan berihsan secara
khusus, menghaturkan permohonan maaf kepada Allah agar dosa dan kesalahannya
diampuni sebagai akibat dari perbuatan maksiatnya dan supaya ditambah pahalanya.
39

Hal ini dilakukannya terus menerus selama melaksanakan rangkaian manasik, terlebih
ketika berada di Arafah, doa khusus tersebut tak henti-hentinya dihadirkan kehadirat-
Nya dengan tetesan air mata. Oleh karenanya surah al-Arf/7 : 161
40
menjanjikan
peroleh pahala berupa ampunan dan surga yang penuh kenikmatan yang tidak
terhingga karena semangaynya memperindah amal perbuatan dengan melaksanakan
perintah dan meninggalkan larangan Allah, serta dengan mengutamakan kepatuhan

37
Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 547.
38
Muhammad Rashd Ri, Tafsr al-Manr (Beirut, Dr al-Fikr, t.t), Jilid 8, 461-462.
Selanjutnya disebut Ri, Tafsr al-Manr.
39
Al-Zamakhshariy ketika menafsirkan surah Al-Baqarah/2 : 58 mengungkapkan bahwa
kalimat tersebut (memohon ampun) menjadi faktor penyebab ditambahnya pahala seorang muhsin, dan
bagi yang berbuat salah patut baginya mendapat ampunan dan diterima taubatnya. Al-Zamakhshariy,
Al-Kashshf, 78.
40
Teks ayatnya sebagai berikut:
:| _, `l `.>`. :..> ,1l l !.. ,> `.:: l L> l>: ,!,l .>. -. >l
..:,L> .,.. _,..`>.l _
Artinya: Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah di negeri Ini saja
(Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki". dan Katakanlah:
"Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya
kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". kelak akan kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang
berbuat baik. (QS. Al-Arf/7 : 161)
14
yang berkualitas, termasuk mengharapkan ampunan-Nya.
41

Surah al-Baqarah/2 : 58
42
dengan redaksi sedikit berbeda dengan surah Al-
Arf/7 : 161 mengukuhkan pernyataan tersebut dengan mengutarakan secara jelas
ciri orang berbuat ihsan, yaitu menyadari kesalahan dan perbuatan dosanya, kemudian
memohon ampun kepada Allah. Sikap tersebut sejalan dengan esensi musinn
sebagai orang-orang yang tidak senang melakukan kesalahan. Dampak positifnya
adalah mereka ditambah perbuatan baik dan pahalanya.
43
Dengan kata lain, barang
siapa menjadi orang yang berihsan, maka akan bertambah kebaikan dan pahala dunia
dan akhirat. Akan tetapi barang siapa yang berperilaku sayyi`ah (buruk/jahat), maka
berpeluang taubatnya diterima Allah dan mendapatkan ampunan-Nya, jika ia
berkehendak memperbaiki diri.
44


Ini merupakan kandungan makna surah al-Dhriyt/51:17
45
yang mencitrakan
sosok orang yang berbuat ihsan sebagai pribadi yang telah mencapai puncak
keistimewaan amal karena mengagungkan dan mencintai Allah hingga melekat dalam
kehidupannya, perhatiannya terhadap diri sendiri minim sekali. Hal ini dibuktikan
dengan melakukan tidur di malam hari sebentar sekali, padahal waktu malam
merupakan kesempatan untuk beristirahat dan memenuhi kebutuhan biologis serta
mengobati kelelahan, sebagian besar waktunya justru digunakan untuk mendekatkan
diri kepada-Nya, seperti melaksanakan salat tahajud sampai akhir malam,
46
ketika di
tanah suci melaksanakannya di masjid haram dan masjid nabawi. Ayat ini menjadi
tafsir ayat sebelumnya (surah al-Dhriyt/51:16
47
) yang kosakata terakhirnya

41
Ali al-bniy, afwat al-Tafsr (Beirut, Dr Al-Fikr, t.t), Jilid 1, 477. Selanjutnya
ditulis al-bniy, afwat, dan Ri, Tafsr al-Manr, Juz 9, 373.
42
Redaksi ayatnya adalah:
:| !.l l>: :..> ,`1l l !.. ,> ,..: .s l>: !,l .>. l L> -. _>l
>.,.L> .,.. _,..`>.l __
Artinya: Dan (ingatlah), ketika kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri Ini (Baitul Maqdis), dan
makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu
gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya kami ampuni
kesalahan-kesalahanmu, dan kelak kami akan menambah (pemberian kami) kepada orang-orang yang
berbuat baik". (QS. Al-Baqarah/2 : 58)
43
Ab al-asan Ali ibn Amad al-Naysbriy, Al-Wajz f Tafsr al-Ktb al-Azz, Tahqq
afwn Adnn Dwdiy, (Beirut, Dr al-Qalam, 1995), Jilid 1, 107. Selanjutnya ditulis al-Widiy,
Al-Wajz.
44
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 392, dan Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz
1, 516.
45
Redaksi ayatnya sebagai berikut:
.l ,l _. _,l !. `-> _
Artinya: Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. (QS. Al-Dhriyt/51:17)
46
Al-Biqiy menyatakan bahwa pencantuman kata m pada al-Dhriyt/51:17 berkenaan
dengan kata yahjan (tidur sebentar) menekankan ketidaktiduran mereka. Menurutnya al-uj berarti
al-Naum al-Khaff al-Qall (tidur sebentar untuk istirahat menghilangkan lelah). Adapun
dicantumkannya kata al-layl (malam) untuk menekankan makna ayat bahwa yang dimaksuk al-Huj
adalah benar-benar tidur di malam hari. Oleh karena itu maksud ayat adalah mereka menghidupkan
waktu malam dengan ibadah dan menggunakannya untuk tidur sebentar sekali. Al-Biqiy, Nam al-
Durar, Jilid 7, 275.
47
Teks ayatnya ialah:
_.>, !. .., , .| .l _, ,l: _,..>: _
15
termaktub kosakata musinn
48
(orang-orang yang berbuat ihsan). dan kosakata
musinn tersebut merupakan makna dari term muttaqn (orang-orang yang bertakwa
atau orang-orang yang taat) yang tercantum pada ayat 15 surah yang sama. Dengan
kata lain yang dimaksud orang-orang yang taat adalah orang-orang yang musin.
49


Keistimewaan pribadi orang yang berihsan (musin) disebutkan pula oleh
ayat berikutnya (QS. al-Dhriyt/51:18)bahwa mereka selalu istighfr (mohon ampun
kepada Allah) pada akhir malam. Istighfr berarti melaksanakan salat
50
mengingat
dengan salat mereka berharap mendapatkan ampunan Allah.
51
yang dilakukan orang
yang berihsan (musin) melibatkan faktor lahir dan batinnya sepanjang hidupnya
sebagai usaha sungguh-sungguh untuk membersihkan diri dari berbagai dosa yang
melekat. Dirinya dinilai sendiri sebagai pribadi yang banyak berbuat kesalahan yang
tidak mungkin ditanggulangi dengan istighfr keculai bila disertai dengan barah
(ketajaman mata hati) yang dapat melihat dengan jernih kebesaran Tuhan yang tidak
terhingga pada totalitas dirinya dan alam semesta.
52
Sikapnya memperbanyak
istighfr pertanda besarnya rasa takut kepada Allah,
53
meski ibadah yang
dilaksanakannya sudah sedemikian banyak dan berkualitas,
54
serta kepatuhan kepada-
Nya sedemikian kuat
55
yang disertai keikhlasan. Hal ini dilakukannya di kala
menunaikan ibadah haji diberbagai kesempatan seperti tawaf, sai, wukuf di
Arafah,bermalam di Muzdalifah, melontar Jumrah, bermalam di Mina, Tahallul
(mencukur rambut hingga botak), dan sebagainya.
Selain istighfr, doa istimewa yang dipanjatkan ke hadirat Allah ialah
memohon kebaikan dunia (f al-duny asanah) yang meliputi kesehatan fisik (al-
iah), kecukupan rizki dalam memnuhi kebutuhan hidup (al-kaff), mendapatkan
taufiq dari Allah swt dalam melakukan kebaikan (al-tawfq f al-khayr), dan memiliki
pasangan hidup yang saleh (al-mar`ah al-liah),
56
memiliki ilmu yang bermafaat
(al-ilm) dan semangat ibadah (al-ibdah)
57
dan memohon kebaikan di akhirat yang
mencakup pahala (al-thawb),
58
berupa surga (al-jannah),
59
diampuninya segala

Artinya: Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al-Dhriyt/51:16)
48
Al-Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275, dan Ab al-Faraj Jaml al-Dn Abd al-Rahmn
ibn Ali ibn Muammad, Zd al-Masr f Ilm al-Tafsr, (Beirut, Maktabah Dr Ibn Hazm, 2002),
1348. Selanjutnya ditulis al-Jauziy, Zd al-Masr.
49
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishb, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta,
Lentera Hati, Jakarta, 2003), Vol. 13, 332. Selanjutnya disebut Shihab, Tafsir al-Mishbh.
50
Muhammad Shukr Ahmad al-Zwiyaytiy, Tafsr al-ak (Mesir, Dr al-Salm, 1999),
Jilid 1, 242. Selanjutnya disebut al-Zwiyaytiy, Tafsr al-ak.
51
Al-Jauziy dalam menafsirklan ayat ini mengkaitkannya dengan surah Ali Imrn/3:17, ia
menyatakan bahwa term istighfr mempunyai dua makna, yaitu: Pertama; Menurut Ibn Masud
beristighfar dengan lisan sebagaimana lazimnya dilakukan kebanyakan orang. Kedua; Menurut Al-
ahk beristighfar adalah melaksanakan salat mengingat dengan salat seseorang berharap
mendapatkan ampunan Allah. Al-Jauziy, Zd al-Masr, 182.
52
Al-Biqiy menyebutkan bahwa kata ganti hum yang termaktub pada surah Al-
Dhriyt/51:18 mengisyaratkan mereka mengamalkan istighfr dengan menyertakan unsur lahir dan
batin selama masa hidupnya. Sedangkan kata al-Ashr berarti seper enam dari akhir malam hari. Al-
Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275.
53
Al-Jauziy, Zd al-Masr, 182.
54
Shihab, Tafsir al-Mishbh, Vol. 13, 333.
55
Al-Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275.
56
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 122.
57
Ab al-Laith Nar ibn Muammad ibn Amad ibn Ibrhm, Bar al-Ulm - Tafsr al-
Samarqandiy, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), Jilid 1, 194. Selanjutnya ditulis al-
Samarqandiy, Bar al-Ulm.
58
Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 122.
16
keburukan yang telah dilakukan di dunia (afw al-sayyit), diterimanya kepatuhan
selama di dunia, selamat dari kesengsaraan yang paling parah di akhirat (al-najt min
al-darakt), dan mendapatkan kebahagiaan berlevel (al-fawz bi al-darajt).
60


Dengan demikian ihsan dalam haji yang ditandai dengan berbekal takwa,
ikhlas dalam pelaksanaannya, meninggalkan jauh-jauh larangan Allah berupa rafats,
fusq dan jidl serta selalu berdzikir akan berdampak kepada pelakunya terbebas dan
suci dari dosa, karena diampuni oleh Allah, ibarat bayi yang lahir dari kandungan
ibunya sebagai profil haji mabrur yang patut mendapatkan pahala surga dari-Nya.
Doa kebaikan yang meliputi dua alam ini, sesungguhnya menjadi keharusan
yang senantiasa dipanjatkan oleh setiap orang Islam yang melakukan perjalanan dan
melaksanakan ibadah haji, mengingat terdapat orang-orang yang berhaji, tetapi
memohon ke hadirat Allah hanya kesenangan duniawi, sebagaimana yang telah
mentradisi pada orang-orang musyrik di masa jahiliyah, mereka meminta kepada
tuhan mereka agar dikarunia rizki berupa unta, sapi, kambing, hamba sahaya, harta
benda yang berlimpah, tidak sama sekali memohon agar diampuni dosa dan diterima
taubatnya.
61
Seperti yang tertuang dalam surah al-Baqarah/2 : 200.
62
Untuk
menghilangkan tradisi tersebut, dan doa umat Islam ditujukan kepada kedua kebaikan
dunia dan akhirat diturunkanlah oleh Allah swt surah al-Baqarah/2 : 201 sebagai
berikut:
.. _. `_1, !.`, !.., _ !,..l ..> _ :> ..> !. ,.s !.l _
Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
(QS. Al-Baqarah/2 : 201)
Doa ini yang banyak dipanjatkan oleh Nabi saw, dan umat Islam mengikutinya
terutama ketika berputar antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad dalam tawaf.
Dengan demikian jelaslah bahwa haji mabrur hanya dapat diraih dan
dilestarikan dengan pelaksanaan ibadah haji yang berbasis ihsan, karena dengan inilah
ibadah haji ditunaikan secara berkualitas dan berorientasi kepada kualitas hingga
seolah-olah melihat Allah atau meyakini dengan konsisten bahwa Allah Maha
melihat, serta merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupan.

C. KESIMPULAN

Ibadah haji adalah undangan Allah swt, yang menyebabkan setiap orang Islam
yang datang memenuhi undangan-Nya berkedudukan sebagai tamu -Nya.
Konsekwensinya adalah suluruh tamu berusaha untuk mendapatkan simapti-Nya agar

59
Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194.
60
Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194.
61
Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194.
62
Teks ayatnya adalah:
:| .,. >.... `:! < _. ,!,, .: : _. _!.l _. `_1, !.`, !.., _
!,..l !. .`] _ :> _. _.l> _
Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan)
berdzikirlah lebih banyak dari itu. Di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS. Al-
Baqarah/2 : 200)
17
disayang oleh-Nya dan senantiasa disertai-Nya. Sehingga setiap tamu merasakan
kehadiran-Nya dan dapat menikmati hidangan-Nya.


























































18

Anda mungkin juga menyukai