(Suatu Studi dengan Perspektif Tafsir) Oleh: Slamet Firdaus
A. PENDAHULUAN
Haji sebagai ibadah yang dapat mendekatkan diri seorang muslim kepada Allah swt di tanah suci dan di rumah-Nya berhajat kepada suasana batin yang merasakan kehadiran-Nya, atau lebih dari itu, yakni dapat melihat-Nya, jika kondisi tersebut tidak bisa dicapainya, maka sekurang-kurangnya, meyakini kalau Allah swt mengawasi rangkaian manasik yang dikerjakan seorang muslim dan menyaksikan segala sesuatu yang terlintas di dalam hatinya. Perasaan seperti ini mencerminkan pelaksanaan ibadah haji yang berbasis ihsan.
Haji mabrur yang menjadi tujuan utama dalam menunaikan rangkaian manasik haji akan diraih cara berihsan, sehubungan seseorang yang berihsan dalam melaksanakan ibadah haji tidak akan menekankan segi lahiriah semata, melainkan melibatkan rasa bersama dengan Allah swt secara terus menerus supaya terjadi penyatuan yang serasi antara perbuatan dengan hati. Penyatuan tersebut sungguh sangat penting agar selalu terhubung dengan-Nya ketika menunaikan ibadah haji, baik sewaktu berihram (niat ihram dengan berpakain ihram), Wukuf (berdiam diri di Arafah sejak waktu Zuhur hingga terbenam Mata Hari pada tanggal 9 Zulhijjah), mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam Idul Adha/Lebaran Haji, melontar Jumrah pada tanggal 10, 11, 12 dan atau 13 Zulhijjah, mabit (bermalam) di Mina pada hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan atau 13 Zulhijjah, dan Tahallul dengan memotong atau menggundul rambut, tawaf (mengelilingi Kabah tujuh kali putaran dari dan berikhir di Hajar Aswad), maupun di saat sai (berjalan pulang pergi sebanyak tujuh kali yang dimulai di Shafa dan berakhir di Marwah), Penyatuan itupun dibutuhkan sekali di kala menunaikan umrah yang dimulai dengan berihram sampai tahallul dengan mencukur rambut.
Kata yang digunakan oleh Allah swt untuk menunjuk kepada makna ibadah haji dalam al-Quran adalah hajj dan hijj, keduanya berarti menyengaja atau ziarah. 1
Kata hajj terulang sebanyak sembilan kali seperti tertera pada surah al-Baqarah/2 : 189, 196 dan 197, surah al-Taubah/9 : 3, dan surah al-ajj/22 : 27, sedangkan kata hijj hanya tercantum satu kali dalam surah Ali imrn/3 : 97. 2
Ayat yang secara tekstual menjelaskan tentang urgensi ihsan sebagai unsur yang menentukan bagi seseorang dalam meraih haji mabrur tidak dijumpai. Namun secara umum surat al-Nal/16 : 90 memuat isyarat yang menunjukkan hal tersebut, mengingat perintah Allah kepada manusia agar berbuat ihsan yang tertulis pada ayat tersebut meliputi segala hal, termasuk berihsan dalam menunaikan ibadah haji. 3
1 Ab al-Faal Jaml al-Dn Muhammad bin Makram Ibn Manr al-Anriy al-Afrqiy al- Miriy, Lisn al-Lisn Tahdhb Lisn al-Arab, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2005), Jilid 1, 231. Selanjutnya ditulis Ibn Manr, Lisn al-Arab. Muhammad hir Ibn shr, Tafsr al-Tarr wa al-Tanwr, (Tunis, Dr Suhnn li al-Nashr wa al-Tauz, t.t), Jilid 1, Juz 2, 217. Selanjutnya ditulis Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr. 2 Muhammad Abd al-Bqiy, Mujam al-Mufahras li alf al-Qur`n, (Indonesia, Maktabah Dahlan, t.t), 246. Selanjutnya ditulisAbd al-Bqiy, Mujam. 3 Kosakata al-isn pada ayat tersebut merupakan madar (kata benda jadian) dari kata kerja transitif (kata kerja yang membutuhkan objek) berupa asana - yusinu - isn, tetapi Allah tidak 2 | < ``.!, _.-l!, _..> _!.,| _: _1l _a., _s ,!:`>l ..l _-,l >L-, l-l _`.. _ Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepadamu agar kamu dapat mnengambil pelajaran. (QS. al-Nal/16 : 90)
Selain itu surah al-ajj/22 : 37 yang memesankan penyembelihan binatang hadyu yang menjadi bagian melekat dalam menunaikan ibadah haji dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt, baik yang wajib seperti dam, maupun yang sunnah semisal kurban harus disertai dengan bertakwa kepada-Nya memastikan orang yang mengamalkannya adalah sosok peribadi yang berihsan (musinn) yang mendapatkan kabar gembira dari-Nya. 4
Nabi Muhammad saw menjelaskan secara gamblang tentang keluasan cakupan makna ihsan dalam sabdanya; 5
` ` `` `` `` ` ` `` `` ` ` ` ` ` ` ` : `` ` `` ` ` : `` ` ` ` `` ` ` `` ` ``` ``` ` ``` ` ) . ( Artinya: Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajibkan) berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kamu membunuh maka berihsan-lah dalam membunuh itu. Dan apabila kamu menyembelih hewan, maka berihsan-lah dalam penyembelihan itu dan tajamkan-lah pisaunya oleh salah seorang di antara kamu dan tenteramkan-lah hewan sembelihannya. (HR. Muslim).
Secara definitif, Nabi saw juga mengemukakan makna ihsan itu sendiri sebagai ibadah yang ditunaikan hingga melihat Allah swt, tetapi bila tidak dapat melihat-Nya, maka meyakini bahwa sesungguhnya Dia Maha melihat sebagaimana
menyebutkan objeknya. Tidak dicantumkan atau dibuang objeknya (adhf al-mafl bih) pada kata kerja transitif atau fiil mutaaddiy (kata kerja yang memerlukan mafl bih) yang biasa disebut dengan kaidah hadhf al-mafl (membuang objek dalam kalimat) menjadikan kata kerja tersebut memuat pengertian yang umum dan mutlak. Apabila dicantumkan objeknya (mafl bih), maka pengertian kata kerja tersebut menjadi terbatas hanya berkaitan dengan kata yang menjadi objeknya. Jall al-Dn Abd al-Ramn al-Suyiy (849-911 H), Al-Itqn f Ulm al-Qur`n (Beirut, Dr Ibn Kathr, 1996), Juz 2, 821. Selanjutnya disebut al-Suyiy, Al-Itqn. Ibn shr menyebutnya dengan hadhf mutaalliq al- ihsn (membuang objek yang berkaitan dengan kata isn) yang menunjukan keumuman cakupan makna isn. Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 8, Juz 20, 179, serta Ab al-Faal Shihb al- Dn al-Sayyid Mamd al-Alsiy al-Baghddiy, R al-Man f Tafsr al-Qur`n al-Am wa al- Sab al-Mathniy, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), Jilid 10, 318. Selanjutnya ditulis al- Alsiy, R al-Man. Kaidah hadhf al-Mutaalliq dalam tinjauan ilmu Man (ilmu yang membahas tentang makna kalimat) termasuk pada kategori al- jz (mengumpulkan makna yang banyak dalam kata yang sedikit, tetapi jelas) yang dapat menberikan kesan di hati. Al-Hsyimiy, Jawhir al-Balghah, 222- 226. Dengan demikian perintah berbuat ihsan tersebut meliputi kepada siapa dan apa saja. 4 Ibn shr, Tafsr Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 7, Juz 17, 270. 5 Muyi al-Dn Yahya bin Sharaf Ab Zakariy al-Nawawiy al-Damshiqiy al-Shfiiy, a Muslim bi Shar al-Nawawiy (Al-Minhj) (Beirut, Dr al-Iy` al-Turth al-Arabiy, 2000), Jilid 7, 34. Selanjutnya disebut al-Nawawiy, Al-Minhj. 3 tertera pada sabdanya yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Hurairah; 6
....... `` ` ` ` ` ` `` ` ....... ) ( Artinya; ......Malaikat Jibril bertanya lagi, apa yang dimaksud dengan ihsan?, Nabi saw menjawab; Kamu menyembah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesunguhnya Dia melihat kamu....... (HR. Bukhari)
Dengan firman Allah dan hadis Nabi tersebut, tidak diragukan lagi bahwa setiap muslimin yang menjadi tamu Allah swt di tanah suci melaksanakan ibadah haji dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin berperilaku ihsan agar kemabrurannya dapat diraih, sehingga merasakan suasana surgawi dalam hidup dan kehidupannya karena bersih dari dosa yang telah diampuni dan dihapus-Nya, serta memperoleh surga di akhirat kelak yang dijanjikan Nabi saw kepadanya. 7
B. PERILAKU IHSAN DALAM HAJI
Kejanggalan bisa terjadi pada seorang muslim yang berhaji, manakala pengorbanan diri, keluarga, dan pihak-pihak lain yang dilakukan tidak menghasilkan haji mabrur. Di satau sisi, biaya puluhan juta telah dikeluarkan, tenaga telah dikuras hingga mengalami kelelahan dan sakit, keluarga, harta, saudara, kawan, dan sahabat ditinggalkan, pekerjaan, usaha, dan jabatan yang mendatangkan keuntungan materi, reputasi, dan prestasi tidak ditekuni bertujuan supaya konsentrasi beribadah di tanah suci, tetapi di sisi lain, pemandangan yang terjadi di tanah suci dihiasi dengan perselisihan karena persoalan sepele, pertengkaran atau saling mendorong karena berebut lif, saling membicarakan kejelekan orang lain (ghbah), berbincang sesuatu yang tidak berarti, saling mendahului dan berdesakan untuk mendapatkan tempat duduk yang nyaman di bus, bersikap marah dan emosi karena kuatnya nafsu berbelanja atau karena persoalan lain akibat merasa tidak puas atas sesuatu hal, dan sebagainya. Hal ini tentunya dapat ditaksir sebagai akibat dari lupa atau melupakan akhlak haji dan khilaf akan keberadaan dirinya sebagai tamu Allah swt di tanah haram, atau tidak menyadari bahwa sebagai tamu-Nya sedang berhadapan, berdampingan, dan berdekatan dengan-Nya. Dengan kata lain disebabkan oleh kelalaian atau melalaikan keharusan berihasan dalam melakukan perjalanan haji dan melaksanakan manasiknya. Adapaun seorang muslim dalam melakukan perjalanan ibadah haji dan melaksanakan manasiknya yang dijiwai dengan ihsan ditandai oleh hal-hal sebagai
6 Hadis riwayat Muslim memiliki redaksi yang berbeda dengan hadis yang diriwayatkan Bukhari, terutama dalam meletakkan urutan unsur-unsur agama Islam. Muslim meletakan islam lebih dulu (pertama) dari iman (kedua), sedangkan Bukhari menempatkan iman lebih dulu (pertama) dari islam (kedua), dan ihsan oleh keduanya diletakkan pada urutan terakhir (ketiga). Al-Nawawiy, Al- Minhj, Jilid 2, 5-17. 7 Redaksi hadisnya ialah: ` `` ` ` ` `` ` `` ` ` ` ` ` ` `` `` `` `` ` ` ` ` ` ``` ' ` . ) ( Artinya: Yahya ibn Yahya menceritakan kepada kami bahwa saya membacakan hadis kepada Malik, yang ia terima dari Sumayya hamba sahayanya Abi Bakar ibn Abd al-Ramn yang memperolehnya dari Ab li al-Sammn dari Ab Hurayrah bahwa sesungguhnya Rasul Allah saw bersabda melakukan suatu umrah kepada umrah yang lain menjadi penebus dosa yang terjadi antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada pahala baginya kecuali surga. Al-Nawawiy, Al-Minhj, Jilid 5, 246. 4 berikut:
1) Pembekalan diri dengan takwa
Hal yang telah dimaklumi adalah sesungguhnya Allah akan memberikan predikat haji mabrur kepada tamunya yang menunaikan ibadah haji dengan memenuhi kehendak dan ketentuan-Nya berupa takwa sebagai bekal yang paling utama (afal al-zd), 8 di tengah-tengah bekal lainnya, seperti kesehatan fisik, kemampuan biaya, kecukupan pengetahuan (khususnya mengenai manasik haji), dan aman perjalanannya. Berkaitan dengan kedudukan takwa sebagai bekal yang paling penting, Allah swt berfirman dalam surah al-Baqarah/2 : 197;
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji, dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Q.S. Al-Baqarah/2 : 197)
Takwa, pada dasarnya, merupakan ciri (karakter) orang yang berbuat ihsan, sehingga perintah bertakwa yang tertulis pada ayat di atas yang dijadikan bekal utama dalam menunaikan ibadah haji menunjukkan penting dan setrategisnya berihsan dalam haji. Apalagi jika dikaitkan dengan firman Allah swt surah al-M`idah/5 : 93 semakin memperjelas integrasi antara takwa dan ihsan. _,l _ls _.] `.., l.s .>l..l _!.`> !., .-L :| !. 1. `.. , l.s .>l..l . 1. `. ., . 1. `..> < > _,..`>. __ Artinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat ihsan (kebajikan). Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan (kebajikan). (QS. Al-M`idah/5 : 93)
Semakin jelas lagi, al-Qur`an dalam meletakkan peran penting takwa sebagai perwujudan berihsan dalam menunaikan ibadah haji, ketika mengkaitkannya dengan penyembelihan binatang hadiah (hadyu) 9 yang menjadi bentuk upaya mendekatkan
8 Ibn shr menjuluki taqw sebagai afal al-zd (bekal paling istimewa) berkenaan dengan penafsirannya terhadap fainna khayra alzd al- taqw yang menjadi potongan surah al-Baqarah/2 : 197. Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 2, 236.
9 Binatang hadyu berupa hewan ternak dapat berfungsi sebagai dam yang hukumnya wajib atau kurban yang setatus hukumnya sunnah sebagai ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan ternak yang dapat disembelih untuk keperluan ibadah ini ialah satu ekor kambing untuk satu orang serta satu ekor sapi atau unta untuk mewakili tujuh orang. Al-Qurbiy menafsirkan penggalan surat Al-ajj/22 : 28 min bahmat al-Anm dengan Unta, Sapi, dan Kambing. Ab Abd 5 diri kepada Allah swt, baik di kala menunaikan haji tamattu 10 atau Qirn, 11 dan melanggar larangan ihram seperti membunuh hewan ternak atau bersetubuh antara suami isteri, atau meninggalkan wajib haji, semacam bermalam di Muzdalifah, mabit dan melontar jumrah di Mina, atau sengaja tidak melaksanakan tawaf wada. Surah al-ajj/22 : 37 12 memesankan kepada orang yang menyembelih binatang hadiah supaya tidak hanya memperbanyak jumlah hewan dan aliran darahnya, tetapi memerlukan penyertaan ketakwaan hati yang dapat mengantarkannya kepada memuliakan ke-Mahaagung-an Allah swt, mendekatkan diri, dan mengikhlaskan kepada-Nya hingga diterima. 13 Hal ini bukan berarti banyaknya daging dan darah hewan yang disembelih tidak berguna untuk mendekatkan diri kepada-Nya, melainkan dibutuhkan pemaduan antara aspek material atau lahiriah dengan segi sepiritual atau batiniah, keterpaduan tersebut hanya dapat diwujudkan oleh orang yang selalu berihsan, karena ia merupakan sosok pribadi yang melakukan kebaikan terus menerus dan konsisten dengannya dalam berbagai amal hingga layak baginya mendapatkan pahala. 14
Oleh karena itu hewan dam dan kurban yang telah disembelih di tanah suci berupa ratusan ribu ekor unta, sapi, dan kambing tidak berarti apa-apa, manakala pelaksanaannya tidak disertai ketakwaan yang bersemayam dalam lubuk hati para jamaah haji yang melakukannya. Penyembelihan hewan dam dan kurban yang tidak berbasis takwa tidak ubahnya seperti yang telah dilakukan oleh kaum jahiliyah yang menjadi sebab turunnya surah tersebut. Mereka berbangga diri ketika menyiramkan darah hewan sembelihannya di sekitar Kabah dan melumurkannya. 15
Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Ab Bakr ibn Far Al-Qurbiy Al-Anriy Al-Khazraziy Al- Andalusiy, Al-Jmi li Akm al-Qur`n (Tafsr al-Qurubiy), (Kairo, Maktabah Riya al-Hadthah, t.t), Jilid 12, 44. Selanjutnya ditulis Al-Qurbiy, Al-Jmi, dan Taqiy al-Dn Ab Bakar ibn Muhammad al-usainiy al-iniy al-Damshiqiy al-Shfiiy, Kifyat al-Akhyr f illi Ghyat al- Ikhtir, Maktabah Raja Murah, Pekalongan, t.t), Juz 2, 236. Selanjutnya ditulis Taqiy al-Dn, Kifyat al-Akhyr, 10 Haji Tamattu ialah melaksanakan ibadah umroh di musim haji kemudian menunaikan ibadah haji. Rujukannya tercantum dalam surah al-Baqarah/2 : 196, seperti penggalannya Faidh amintum faman tamattaa bi al-umrati il al-ajji fam istaysara mina al-hadyi (Jika keberadaan kamu dalam suasana aman, maka barang siapa melakukan umrah kemudian haji, haruslah baginya membayar binatang hadyu/dam). 11 Ibdaha haji yang dalam pelaksanaannya menyatukan antara umrah dengan haji, baik ihram, tawaf, sai, maupun tahallulnya. Artinya satu kali niat ihram, tawaf, dan sai diperuntukan bagi pelaksanaan haji dan umrah sekaligus. 12 Teks ayatnya sebagai berikut: _l _!., < !`.>' !>!.: _>.l `]!., _1`.l >.. ,l. !>>. _>l >.l < _ls !. _>..> :, _,..`>.l __ Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-ajj/22 : 37) 13 Nir al-Dn Ab Sad Abd Allah bin Umar bin Muhammad al-Baywiy, Anwr Al- Tanzl al-Shrziy, Anwr al-Tanzl wa Asrr al-Tawl, Tafsr al-Baywy, (Beirut, Dr al-Kutub al- Ilmiyyah, 1999), Jilid 2, 90. Selanjutnya ditulis al-Baywiy, Anwr al-Tanzl. 14 Fakhr al-Dn Muhammad ibn Umar ibn al-usain ibn al-asan ibn Aliy al-Tammiy al- Bakriy al-Rziy al-Shfiiy, Maftih al-Ghayb (Al-Tafsr al-Kabr), (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), Jilid 12, Juz 23, 33. Selanjutnya ditulis al-Rziy, Maftih al-Ghayb. 15 Al-Zamakhshariy dalam menafsirkan surah al-ajj/22 : 37 mengungkapkan bahwa orang yang menyembelih hewan hadyu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah tidak akan memperoleh 6 Daging dam dan kurban dibagikan kepada mereka yang lemah ekonomi untuk meringankan beban dan membelanya serta mengangkat derajat kemanusiaan, sedangkan ketakwaan menjadi bekal penghubung kepada Allah swt. Lebih jauh dapat disebutkan bahwa penyembelihan dam dan kurban berarti menyembelih sifat kebinatangan yang terdapat pada diri manusia, semacam rakus, ambisi yang berlebihan, menindas, menyerang, serta tidak mengenal hukum dan norma-norma kehidupan. Sifat-sifat tercela tersebut patut ditiadakan atau disembelih untuk mencapai derajat dekat dengan-Nya, 16 karena jika tidak dipunahkan dapat melahirkan bencana kemanusiaan. Terjadinya eksploitasi antar sesama manusia dikarenakan sifat- sifat tersebut. Jadi pesan ideal ajaran dam dan kurban adalah agar manusia berke- Tuhana-an dan berkemanusiaan. Ini sejalan dengan sebagian dari tujuan penyembelihan Nabi Ismail as oleh Nabi Ibrhm as yang kemudian diganti dengan seekor kambing kibas untuk menyelamatkan manusia serta untuk mendapatkan kasih sayang dan perkenan-Nya. 17 Hikmah tersebut akan dapat diamalkan dan dirasakan oleh setiap orang yang menunaikan ibadah haji dengan mengamalkan ihsan yang menenggelamkan kepentingan dirinya ke dalam kepentingan Tuhan dan kepentingan sesama manusia.
2) Ibadah haji dilaksanakan dengan ikhlas
Ikhlas (ketulusan hati) pada hakekatnya menjadi unsur yang integral dalam ihsan. anwi Jauhariy mengutarakan satu versi riwayat Abd Allah ibn Abbs yang menyebutkan bahwa Adil adalah mengesakan Allah dan Ihsan ialah Ikhlas (Al-Adl al-Taud wa al-Isn al-Ikhl). 18 Ihsan yang diwujudkan dalam ikhlas merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah haji. Ini dapat dilacak dalam firman Allah surah al-Baqarah/2 : 196;
perkenan atau ridha-Nya kecuali dengan menjaga kemurnian niat, keikhlasan, dan mengawal segenap perilaku ketakwaannya. Apabila tidak dapat melakukan hal-hal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut kendati banyak jumlahnya tidak bermakna sama sekali. Menurutnya terdapat pendapat yang menyebutkan bahwa ayat ini turun disebabkan oleh umat Islam ketika menunaikan ibadah haji akan mengikuti dan melestarikan tradisi orang-orang jahiliah yang menyiramkan darah hewan hadyu di sekitar Kabah dan kemudian melumurkannya ke dinding Kabah. Turunnya ayat ini menghilangkan dan melarang tradisi tersebut, umat Islam tidak patut mengikutinya. Ab al-Qim Jr Allah Mamd bin Umar al-Zamakhshariy al-Khawrizmiy, Al-Kashshf an aq`iq al-Tanzl wa Uyn al-Aqwil f Wujh al-Ta`wl, (Mesir, Maktabat al-Muaf al-Bb al-alabiy, 1972), 696. Selanjutnya ditulis al-Zamakhshariy, Al-Kashshf. 16 M. Quraish Shihab, Haji Bersama M. Quraish Shihab, Panduan Praktis Menuju Haji Mabrur, (Bandung, Mizan, 1999), 132. Selanjutnya ditulis Shihab, Haji. 17 Uraian lebih jelas dan detail terdapat pada Ibn shr Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 7, Juz 17, 267-270. 18 anwi Jauhariy, Al-Jawhir f Tafsr al-Qur`n al-Am, (Beirut, Dr al-Kutub al- Turth al-Arabiy, 1991), Juz 8, 187. Selanjutnya ditulis Jauhariy, Al-Jawhir. 7 1. < .ls < .,.: ,!1-l __
Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah, jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) binatang hadyu (dam) yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya, jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau membayar dam (menyembelih hewan dam). Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat, tetapi jika ia tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) bila kamu telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna, demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjid Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah), dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan- Nya. (QS. Al-Baqarah/2 : 196)
Penggalan ayat wa atimm al-ajja wa al-umrata li Allh, yang ditafsirkan oleh al-Zamakhshariy dengan melaksanakan manasik dan syarat-syarat haji dan umrah secara sempurna berbasis ikhlas semata-mata karena Allah tanpa cacad dan kekurangan yang dapat merusak keduanya. 19 Sedangkan al-Qimiy menyatakan bahwa melaksanakan manasik haji dan umrah seyogyanya dengan sesempurna mungkin (maksimal) hanya karena Allah seperti yang telah disyariatkan-Nya. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa dicantumkan secara eksplisit kata lillh berkenaan dengan haji dan umrah khususnya, berarti memotivasi dengan sungguh-sungguh kepada mereka yang melaksanakan keduanya supaya ikhlas karena Allah dan membuang jauh-jauh keyakinan yang dapat menyekutukan-Nya, sebab pada masa pra Islam, orang yang mengerjakan keduanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada berhala yang diyakini sebagai Tuhan. 20
Dengan sudut pandang kesejarahan, al-Qurthubiy menyingkap rahasia dan mengungkapkan hikmah yang terkandung dalam penyebutan kata li Allh (karena Allah) pada ayat di atas, menurutnya ialah agar keduanya dilaksanakan dengan ketaatan yang utuh karena Allah. Dalam pandangannya bangsa Arab di zaman dahulu (pra Islam -pen-) menunaikan haji untuk dijadikan sebagai media berkumpul, saling menunjukkan keahlian, berlomba memanah, berdebat, memenuhi hajat hidup duniawi dan berniaga mencari keuntungan materi. 21 Ini berarti kata li Allh menuntut setiap muslim yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar mengkonsentrasikan diri beribadah dengan tulus tanpa dibarengi dengan aktivitas duniawi agar merasakan kehidaran Allah dalam aktivitas ibadahnya.
Dalam realitanya, hal ini masih terjadi pada masa kini, maka pesan tersebut sangat relevan. Apalagi telah menjadi tradisi ummat Islam untuk memberi gelar haji bagi orang yang telah melaksanakannya, berbeda dengan ibadah wajib lainnya. Gelar yang disandang dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengalihkan seseorang
19 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, Juz 1, 343. 20 Muhammad Jaml al-Dn, Tafsr al-Qsimiy (Masin al-Ta`wl), (Beirut, Dr al-Fikr, 1978), Jilid 2, 142. Selanjutnya ditulis al-Qimiy, Tafsr al-Qimiy. 21 Al-Qurubiy, Al-Jmi, Jilid 2, 369. 8 dari prinsip li Allh, walau pada saat yang sama, harus diakui, gelar itu dapat juga menjadi perisai bagi penyandangnya terhadap aktivitas yang tidak sejalan dengan ajaran haji. Oleh karenanya gelar haji harus digunakan secara tepat agar menjadikan penyandangnya semakin berhati-hati dalam memilih perbuatan dan kegiatan hingga tidak terjebak dalam kesalahan bertindak, dan terjerumus dalam lembah dosa dan aktivitas maksiat.
Pentingnya ikhlas dalam menunaikan ibadah haji digambarkan pula oleh surah Ali Imrn/3 : 97; , .,, .., `!1. ,>,| _. .`>: l !.., < _ls _!.l _> ,l _. _!L.`. ,l| ,,. _. | < _.s _s _,.l.-l __ Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (Bait Allah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia semata-mata kepada Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Bait Allah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran/3 : 97)
Al-Marghiy mengkaji secara khusus kegunaan permulaan ayat ini li Allh al al-ns, ia menyatakan bahwa hikmahnya tidak hanya untuk menarik manfaat dan menolak bahaya, melainkan lebih dari itu, yakni menjunjung tinggi ke- Mahaagungan dan ke-Mahabesaran ketuhanan yang menghendaki orang yang melaksanakan haji semata-mata ingin memperoleh keridhaan Allah. Sehingga ketika ia mencium, mengusap atau melambaikan telapak tangan ke Hajar Aswad perlambang pembaiatan diri terhadap Allah untuk melaksanakan agama Islam dengan konsisten dan ikhlas sepenuh hati kepada-Nya, 22 tidak terlintas sedikitpun dalam hatinya keinginan untuk disanjung dan dipuji pihak lain yang ditunjukkan dengan banyak bercerita tentang kesuksesan dan dukungan keadaan sekitar dalam beribadah. Memang ikhlas yang menjadi wujud dari berihsannya seorang muslim yang melaksanakan ibadah haji membangun pribadi yang hati-hati, mengingat yang dijadikan ukuran baginya adalah perkenan Allah sawt. Jika sesuatu akan mendatangkan perkenan-Nya, maka dilaksanakan dengan serius, dan apabila sesuatu tersebut berakibat kepada kemudaratan, maka akan dihindari dan ditinggalkan.
Demikian berartinya kedudukan ihsan dalam menunaikan ibadah haji, tiada lain agar pelakunya merasakan kehadiran Allah di rumah dan tanah suci-Nya serta seakan-akan dapat melihat-Nya atau merasakan pengawasan-Nya dalam segenap sepakterjang kehidupan di kala sedang melaksanakan dan sesudahnya. Berbahagialah orang yang bersanding di rumah-Nya merasakan kehadiran-Nya dan menikmati suguhan-Nya, sesungguhnya merugilah orang yang berada di samping rumah-Nya dan selalu mengunjunginya, tetapi hampa dari kehadiran-Nya dan sepi dari hidangan- Nya, berupa rahmat dan maghfirah-Nya.
Sabda Nabi saw 23 berikut ini memposisikan pula secara signifikan urgensi
22 Ahmad Muafa al-Marghiy, Tafsr al-Marghiy, (Beirut, Dr Ihy` al-Turth al- Arabiy, t.t), Juz 4, 10-11. Selanjutnya ditulis al-Marghiy, Tafsr al-Marghiy. 23 Ahmad ibn Ali ibn ajar al-Asqalniy, Fat al-Briy Shar a al-Bukhriy, (Beirut, Dr al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1997), Juz 3, 487. Selanjutnya ditulis al-Asqalniy, Fat al-Br. 9 ikhlas dalam berhaji sebagai penentu untuk mendapatkan ampunan Allah swt;
Artinya: Barang siapa melaksanakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafath (berkata-kata yang berbau birahi atau hubungan sebadan dan tidak fusq (durhaka), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya. (H.R. Bukhari)
3) Haji tanpa melanggar kode etik
Pelanggaran dalam melaksanakan ibadah haji bukan hanya yang berkaitan dengan rukun haji yang dapat membatalkannya serta yang berhubungan dengan wajib haji dan larangan ihram yang bisa menyebabkan terkena pembayaran dam (denda), melainkan bertalian pula dengan hal-hal yang dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan nilai ibadah haji. Dengan kata lain pelanggaran atas larangan yang disebutkan terakhir menjadikan ibadah haji seseorang tidak berkualitas dan tidak berbekas kepada perbaikan perilaku sebagai seorang haji. Bekal takwa dan berperilaku ikhlas sebagai bukti seseorang itu berihsan akan menjadi benteng sekaligus pencegah terjadinya pelanggaran tersebut.
Larangan tersebut adalah rafath (aktivitas yang menyentuh-nyentuh faktor birahi), fusq (berbuat fasik) dan jidl (berbantah-bantahan) seperti tercantum pada surah al-Baqarah/2 : 197 :
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah/2 : 197)
Agaknya dapat dipastikan terdapat hubungan fungsional antara perintah berbekal takwa dengan larangan berbuat rafath, fusq, dan jidl dalam menunaikan ibadah haji yang tertuang pada ayat di atas. Takwa yang menjadi bukti dari ihsan dapat meredam keinginan melakukan ketiga larangan tersebut, dan kemampuan meredamnya akan menjadi perilaku yang melekat dalam kehidupan, termasuk setelah menunaikan haji. Hubungan tersebut terlihat pada penempatan perintah berbekal takwa setelah menetapkan tiga larangan tersebut. 24 Faktor yang menjadi penyebab turunnya ayat (sabab al-nuzl) ikut serta memperjelas hubungan tersebut, mengingat pesannya yang cenderung merombak tradisi umat Islam Yaman yang nekad berangkat melaksanakan ibadah haji tanpa berbekal diri, dan mereka sengaja menggantungkan
24 Al-Baywiy, Anwr al-Tanzl, Jilid 1, 111. 10 kepada belaskasihan orang lain. 25
Nabi saw meletakkan kemampuan seorang menangkal larangan tersebut dalam berhaji sebagai poin setrategis untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt dan pembebasan diri dari berbagai dosa yang pernah dilakukannya serta mendapatkan predikat haji mabrur. Sabdanya 26 berikut ini menjelaskan hal tersebut:
Artinya: Barang siapa melaksanakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafat (berkata-kata yang berbau birahi atau berjim) dan tidak fusq (durhaka), maka ia kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya. (HR. Bukhari)
Dengan demikian, setiap muslim dalam melaksanakan ibadah haji harus berbasis ihsan yang diwujudkan dalam perilaku takwa agar dapat membentengi diri dari larangan tersebut dan mampu menjaga nilai-nilai ibadahnya secara optimal, seraya ia selalu merasakan kehadiran Allah swt, baik di waktu haji atau sesudahnya.
4) Berdzikir terus menerus
Salah satu ciri orang yang berihsan ialah memperbanyak zikir selama dalam perjalanan, ketika melaksakan ibadah haji, dan setelah tuntas menunaikannya, mengingat sebagai tamu Allah yang beretika akan sesnantiasa bercakap-cakap dengan-Nya sebagai tuan rumah (ib al-bayt) agar terjadi kedekatan yang hakiki, dan sara utama untuk bercakap-cakap adalah dzikir.
Allah swt senantias memerintahkan setiap manusia, khususnya umat Islam, agar berzikir sepanjang hidupnya, kapan saja, di mana saja, dan ketika berhadapan dengan siapa saja. Nabi saw telah melakukan-nya sepanjang masa hingga akhir hayatnya, yang menghasilkan kedekatan dengan Allah swt dan cinta-Nya.
Zikir merupakan sarana komunikasi dan inti ibadah kepada Allah swt sekaligus menjadi tujuannya. Inti dan tujuan shalat adalah zikir, 27 inti dan tujuan ibadah puasa ialah zikir, 28 inti ibadah haji terletak pada zikir kepada Allah swt, 29
25 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 120. 26 Al-Nawawiy, Al-Minhj, Jilid 5, 247 27 Pernyataan tersebut merupakan subtansi dari penafsiran Zamkhsyariy atas surah h/20:14. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 652. 28 Hal ini merupakan subtansi penafsiran Al-Rziy atas surah al-Baqarah/2 : 185. Al-Rziy, Mafti al-Ghayb, Jilid 3, Juz 5, 80. 29 Zamakhshariy menyatakan bahwa tujuan utama dari segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah adalah menyebut nama-Nya. Hal ini berhubungan dengan penafsirannya atas surah Al-ajj/22 : 28. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 694. Demikian pula Ibn Taymiyyah dengan berpegang pada hadis yang diriwayatkan Ab Dwud dan al-Turmudziy sebagai argumentasinya menyatakan bahwa ibadah haji disebut nusuk karena merupakan ibadah yang semata- mata merendahkan diri kepada Allah dengan menyebut nama-Nya dalam bentuk perbuatan atau aktivitas seperti sai, tawaf, dan lontar jumrah. Taqy al-Dn Ab al-Abbs Amad ibn Abd al-alm ibn Abd al-Salm ibn Taimiyyah al-arrniy al-Damshiqiy, Al-Tafsr al-Kmil, (Beirut, Dr al-Fikr, 2002), Juz 5, 367. Selanjutnya ditulis Ibn Taimiyyah, Al-Tafsr al-Kmil. Hadis Nabi saw tersebut mendudukkan thawaf, sai, dan lontar jumrah sebagai perwujudan berzikir kepada Allah swt. Lihat Ab Dwud Sulaiman bin al-Asyath al-Sabahtniy, Sunan Ab Dwud (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996), Juz 2, 44. Selanjutnya ditulis Ab Dwud, Sunan, dan lihat Ab Is Muhammad ibn Is ibn 11 demikian pula berqurban dijiwai ketakwaan dan bersikap selalu mengagungkan nama- Nya atau berzikir sebagai tanda bersyukur kepada-Nya, karena daging qurban dan darah yang mengalir dinilai tidak bermakna untuk mendapatkan keridhaan Allah kecuali dengan takwa dan zikir atau bertakbir (syukur). 30
Zikir berarti menyebut dan mengingat, 31 zikir memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan yang kompleks, zikir sebagai cara yang dapat menutup pintu-pintu kelalaian hati dan dapat selalu terjaga di saat menuju Allah, meninggalkan zikir berarti melupakan-Nya yang besarkan kemungkinan kekosongan ingatan kepada Allah dimanfaatkan .
Zikir memiliki tingkatan-tingkatan, tingkat yang rendah adalah zikir yang bercampur kelalaian, dan yang tinggi derajat dan kualitasnya ialah zikir yang berbasis keinginan dan kemampuan meniadakan segala hal selain Allah. Zikir dengan lisan, sekalipun tidak disertai hati yang sedang mengingat Allah lebih baik dari pada tidak berzikir. Kelalaian tanpa zikir lebih buruk daripada lalai yang masih disertai zikir. Zikir yang dibarengi dengan kelalaian berpeluang untuk beralih menuju zikir yang disertai dengan kesadaran, dan zikir yang penuh kesadaran berpotensi menjadi zikir yang berintegrasi dengan kehadiran hati, serta zikir yang bersamaan dengan kehadiran hati menjadi zikir yang melekat dengan kehendak untuk menegasikan selain-Nya. 32
Merasakan kehadiran Allah di kala menunaikan ibadah haji salah satunya ditandai dengan berdzikir terus menerus hingga ketika melaksanakan penyembelihan qurban diiringi dengan takwa dan bertakbir (mengagungkan nama-Nya) yang oleh Allah swt dalam firman-Nya surah al-ajj/22 : 37 digambarkan-Nya sebagai ciri orang yang berihsan, dimana Allah pada akhir ayat ini memerintahkan kepada Nabi saw agar menggembirakan orang-orang yang berbuat ihsan (wa bashshir al- musinn). Hal ini berarti pelaksanaan ibadah haji harus berbasis ihsan agar orang yang melakukannya selalu berzikir, karena orang yang berihsan menitikberatkan kepada seolah-olah melihat-Nya atau dilihat oleh-Nya. 33
Perintah zikir yang ditujukan kepada orang yang menunaikan ibadah haji cukup banyak. Selain surah al-ajj/22 : 37, tercantum pula pada surah al-Baqarah/2 : 198, 199, 203, dan 125. Surah al-Baqarah/2 : 198 sebagian isinya adalah perintah berzikir ketika menuju dan berada di Muzdalifah (al-Mashar al-arm) sebagai
Saurat al-Turmdziy, Sunan al-Turmiy (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), Jilid 2, Bab 65, 59. Selanjutnya ditulis Turmdziy, Sunan. 30 Penjelasan lebih jauh dapat dilihat dalam penafsiran al-Biqiy atas surah al-ajj/22 : 37. Burhn al-Dn Ab Al-asan Ibrhm bin Umar al-Biqiy, Nam al-Durar f Tansub al-yt wa al- Suwar, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), Jilid 5, 155-156. Selanjutnya ditulis al-Biqiy, Nam al-Durar. 31 Ibn al-Manr, Lisn, Jilid 1, 447, dan Mahmud Ynus, Kamus Bahasa Arab Indonesia (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsir Al-Qur`an, 1972), 134. Selanjutnya ditulis Ynus, Kamus. 32 Ibn A` Allah berpesan kepada murid-muridnya: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan zikir, sekalipun hatimu dalam keadaan tidak beserta Allah. Sebab sesungguhnya kelalaian hatimu tanpa zikir kepada-Nya lebih buruk daripada kelalaian hati yang masih disertai dengan zikir kepada-Nya. Semoga Dia mengangkatmu dari zikir yang dibarengi dengan kelalaian hati menuju zikir yang disertai dengan yaqah (kesadaran), dan dari zikir yang penuh kesadaran kepada zikir yang berintegrasi dengan ur (kehadiran hati), dan dari zikir yang bersamaan dengan kehadiran hati menjadi zikir yang melekat dalam kehendak untuk mengesampingkan selain diri-Nya. Hal ini bagi Allah bukan perkara besar (sulit). Muhammad bin Ibrhm Ibn Ibd. Shar al-ikam (Indonesia, Dr al-Kutub al- Arabiyyah, t.t), Juz 1, 40. Selanjutnya disebut Ibn Ibd. Shar Al-ikam. 33 Muhammad Gazali, Al-Jnib al-ifiy min al-Islm, Bath f al-Khuluq wa al-Sulk wa Tahb al-Nafs, (Damshiq, Dr al-Qalam, 2005), 76. Selanjutnya disebut Gazali, Al-Jnib Al-ifiy. 12 perwujudan rasa syukur kepada Allah swt, baik dengan talbiyah, takbr, atau tahll. 34
Sedangkan ayat 199 memuat perintah zikir dengan memperbanyak istighfr (mohon ampun kepada Allah), dan ayat 203 memerintahkan jamaah haji di Mina memperbanyak zikir, termausk ke dalamnya bertakbir pada setiap selesai salat lima waktu, baik jamaah yang memilih nafar Awwal (pada tanggal 12 Dhulhijjah meninggalkan Mina) atau nafar Thniy (pada tanggal 13 Dhulhijjah meninggalkan Mina) Adapun ayat 125 menganjurkan jamaah untuk menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat dengan melaksanakan salat sunnah setelah tawaf sebanyak dua rakaat sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi saw setelah awf al-qudm 35
(tawaf sunnah yang pertama kali dilakukan oleh jamaah yang melakukan haji ifrad dalam rangka menghormati masjis haram). Lebih dari itu Allah swt memerintahkan kepada setiap orang yang telah selesai melaksanakan manasik haji supaya banyak zikir sebagaimana tertera dalam firman- Nya surah al-Baqarah/2 : 200 berikut ini: :| .,. >.... `:! < _. ,!,, .: : _. _!.l _. `_1, !.`, !.., _ !,..l !. .`] _ :> _. _.l> _ .. _. `_1, !.`, !.., _ !,..l ..> _ :> ..> !. ,.s !.l _
Artinya: (200) Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu , maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (201) Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-Baqarah/2 : 200-201)
Perintah memperbanyak zikir setelah menunaikan rangkaian manasik haji bertujuan agar semakin banyak mengkaitkan ingatan dan hati kepada Allah swt, sekaligus menghindarkan diri dari banyak bercerita dan berbincang-bincang yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kubangan berbangga diri atas kesuksesan atau keselamatan selama menunaikan ibadah haji atau selama di perjalanan dan di tanah suci hingga melupakan Allah swt, padahal seluruh keberhasilan dalam segala hal dikarenakan kehendak, kekuasaan, dan petolongan Allah swt, alhasil tamu-tamu Allah dituntut untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya dan tenggelam dalam kesibukan beribadah, 36 baik sebelum atau sesudah menunaikan ibadah haji. Sampai di sini dapat diutarakan bahwa ibdah haji sepatutnya diisi dengan dzikir secara istiqamah, dan salah satu tanda kesuksesannya terletak pada kuantitas dan kualitas dzikir kepada-Nya.
5. Berdoa untuk kebahagiaan dunia dan akhirat
Orang yang menunaikan ibadah haji dengan berperilaku ihsan akan senantiasa memanfaatkannya untuk senantiasa berdoa kepada Allah, mengingat sifat dan amalan orang yang berihsan adalah tidak akan berhenti memohon kepada-Nya atas berbagai
34 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 121. 35 Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 1, 710. 36 Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 2, 245. 13 hal dealam hidupnya dengan cara khaufan (rasa takut) atas dosa yang pernah dilakukannya dan thamaan (rasa penuh harapan), atas rahmat-Nya, 37 seperti yang tertuang pada surah
Artinya: 55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut, (ikhlas) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas dalam berdoa. 56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harapan, sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Arf / 7 : 56)
Kedua ayat tersebut menjelaskan perintah doa dengan rendah hati dan ikhlas, serta larangan kepada manusia melakukan kerusakan di permukaan bumi. Bumi sepatutnya dipelihara dan dimakmurkan, di antaranya, dengan berdoa yang disertai taarru (rendah hati) tanpa melampaui batas, khufyah (ikhlas) tanpa menjerit-jerit, khaufan (rasa takut) akan siksaan akibat perbuatan yang bertentangan dengan syareat dan sunnah-Nya, serta diiringi amaan (optimis) akan ampunan, rahmat, dan kebaikan-Nya di dunia dan akhirat. Ayat ini juga menjelaskan bahwa sifat ini menjadi milik orang-orang yang berbuat ihsan yang layak mendapatkan rahmat-Nya berupa pahala yang baik. Dengan demikian berdoa dengan khaufan dan amaan merupakan ciri musin. Dengan demikian, doa dan permohonan, pada hakekatnya, akan dikabulkan Allah swt jika dilakukan dengan cara ihsan. 38
Selain berdoa secara umum, seorang yang berhaji dengan berihsan secara khusus, menghaturkan permohonan maaf kepada Allah agar dosa dan kesalahannya diampuni sebagai akibat dari perbuatan maksiatnya dan supaya ditambah pahalanya. 39
Hal ini dilakukannya terus menerus selama melaksanakan rangkaian manasik, terlebih ketika berada di Arafah, doa khusus tersebut tak henti-hentinya dihadirkan kehadirat- Nya dengan tetesan air mata. Oleh karenanya surah al-Arf/7 : 161 40 menjanjikan peroleh pahala berupa ampunan dan surga yang penuh kenikmatan yang tidak terhingga karena semangaynya memperindah amal perbuatan dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah, serta dengan mengutamakan kepatuhan
37 Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 547. 38 Muhammad Rashd Ri, Tafsr al-Manr (Beirut, Dr al-Fikr, t.t), Jilid 8, 461-462. Selanjutnya disebut Ri, Tafsr al-Manr. 39 Al-Zamakhshariy ketika menafsirkan surah Al-Baqarah/2 : 58 mengungkapkan bahwa kalimat tersebut (memohon ampun) menjadi faktor penyebab ditambahnya pahala seorang muhsin, dan bagi yang berbuat salah patut baginya mendapat ampunan dan diterima taubatnya. Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 78. 40 Teks ayatnya sebagai berikut: :| _, `l `.>`. :..> ,1l l !.. ,> `.:: l L> l>: ,!,l .>. -. >l ..:,L> .,.. _,..`>.l _ Artinya: Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah di negeri Ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki". dan Katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". kelak akan kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Arf/7 : 161) 14 yang berkualitas, termasuk mengharapkan ampunan-Nya. 41
Surah al-Baqarah/2 : 58 42 dengan redaksi sedikit berbeda dengan surah Al- Arf/7 : 161 mengukuhkan pernyataan tersebut dengan mengutarakan secara jelas ciri orang berbuat ihsan, yaitu menyadari kesalahan dan perbuatan dosanya, kemudian memohon ampun kepada Allah. Sikap tersebut sejalan dengan esensi musinn sebagai orang-orang yang tidak senang melakukan kesalahan. Dampak positifnya adalah mereka ditambah perbuatan baik dan pahalanya. 43 Dengan kata lain, barang siapa menjadi orang yang berihsan, maka akan bertambah kebaikan dan pahala dunia dan akhirat. Akan tetapi barang siapa yang berperilaku sayyi`ah (buruk/jahat), maka berpeluang taubatnya diterima Allah dan mendapatkan ampunan-Nya, jika ia berkehendak memperbaiki diri. 44
Ini merupakan kandungan makna surah al-Dhriyt/51:17 45 yang mencitrakan sosok orang yang berbuat ihsan sebagai pribadi yang telah mencapai puncak keistimewaan amal karena mengagungkan dan mencintai Allah hingga melekat dalam kehidupannya, perhatiannya terhadap diri sendiri minim sekali. Hal ini dibuktikan dengan melakukan tidur di malam hari sebentar sekali, padahal waktu malam merupakan kesempatan untuk beristirahat dan memenuhi kebutuhan biologis serta mengobati kelelahan, sebagian besar waktunya justru digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, seperti melaksanakan salat tahajud sampai akhir malam, 46 ketika di tanah suci melaksanakannya di masjid haram dan masjid nabawi. Ayat ini menjadi tafsir ayat sebelumnya (surah al-Dhriyt/51:16 47 ) yang kosakata terakhirnya
41 Ali al-bniy, afwat al-Tafsr (Beirut, Dr Al-Fikr, t.t), Jilid 1, 477. Selanjutnya ditulis al-bniy, afwat, dan Ri, Tafsr al-Manr, Juz 9, 373. 42 Redaksi ayatnya adalah: :| !.l l>: :..> ,`1l l !.. ,> ,..: .s l>: !,l .>. l L> -. _>l >.,.L> .,.. _,..`>.l __ Artinya: Dan (ingatlah), ketika kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri Ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak kami akan menambah (pemberian kami) kepada orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al-Baqarah/2 : 58) 43 Ab al-asan Ali ibn Amad al-Naysbriy, Al-Wajz f Tafsr al-Ktb al-Azz, Tahqq afwn Adnn Dwdiy, (Beirut, Dr al-Qalam, 1995), Jilid 1, 107. Selanjutnya ditulis al-Widiy, Al-Wajz. 44 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 392, dan Ibn shr, Al-Tarr wa al-Tanwr, Jilid 1, Juz 1, 516. 45 Redaksi ayatnya sebagai berikut: .l ,l _. _,l !. `-> _ Artinya: Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. (QS. Al-Dhriyt/51:17) 46 Al-Biqiy menyatakan bahwa pencantuman kata m pada al-Dhriyt/51:17 berkenaan dengan kata yahjan (tidur sebentar) menekankan ketidaktiduran mereka. Menurutnya al-uj berarti al-Naum al-Khaff al-Qall (tidur sebentar untuk istirahat menghilangkan lelah). Adapun dicantumkannya kata al-layl (malam) untuk menekankan makna ayat bahwa yang dimaksuk al-Huj adalah benar-benar tidur di malam hari. Oleh karena itu maksud ayat adalah mereka menghidupkan waktu malam dengan ibadah dan menggunakannya untuk tidur sebentar sekali. Al-Biqiy, Nam al- Durar, Jilid 7, 275. 47 Teks ayatnya ialah: _.>, !. .., , .| .l _, ,l: _,..>: _ 15 termaktub kosakata musinn 48 (orang-orang yang berbuat ihsan). dan kosakata musinn tersebut merupakan makna dari term muttaqn (orang-orang yang bertakwa atau orang-orang yang taat) yang tercantum pada ayat 15 surah yang sama. Dengan kata lain yang dimaksud orang-orang yang taat adalah orang-orang yang musin. 49
Keistimewaan pribadi orang yang berihsan (musin) disebutkan pula oleh ayat berikutnya (QS. al-Dhriyt/51:18)bahwa mereka selalu istighfr (mohon ampun kepada Allah) pada akhir malam. Istighfr berarti melaksanakan salat 50 mengingat dengan salat mereka berharap mendapatkan ampunan Allah. 51 yang dilakukan orang yang berihsan (musin) melibatkan faktor lahir dan batinnya sepanjang hidupnya sebagai usaha sungguh-sungguh untuk membersihkan diri dari berbagai dosa yang melekat. Dirinya dinilai sendiri sebagai pribadi yang banyak berbuat kesalahan yang tidak mungkin ditanggulangi dengan istighfr keculai bila disertai dengan barah (ketajaman mata hati) yang dapat melihat dengan jernih kebesaran Tuhan yang tidak terhingga pada totalitas dirinya dan alam semesta. 52 Sikapnya memperbanyak istighfr pertanda besarnya rasa takut kepada Allah, 53 meski ibadah yang dilaksanakannya sudah sedemikian banyak dan berkualitas, 54 serta kepatuhan kepada- Nya sedemikian kuat 55 yang disertai keikhlasan. Hal ini dilakukannya di kala menunaikan ibadah haji diberbagai kesempatan seperti tawaf, sai, wukuf di Arafah,bermalam di Muzdalifah, melontar Jumrah, bermalam di Mina, Tahallul (mencukur rambut hingga botak), dan sebagainya. Selain istighfr, doa istimewa yang dipanjatkan ke hadirat Allah ialah memohon kebaikan dunia (f al-duny asanah) yang meliputi kesehatan fisik (al- iah), kecukupan rizki dalam memnuhi kebutuhan hidup (al-kaff), mendapatkan taufiq dari Allah swt dalam melakukan kebaikan (al-tawfq f al-khayr), dan memiliki pasangan hidup yang saleh (al-mar`ah al-liah), 56 memiliki ilmu yang bermafaat (al-ilm) dan semangat ibadah (al-ibdah) 57 dan memohon kebaikan di akhirat yang mencakup pahala (al-thawb), 58 berupa surga (al-jannah), 59 diampuninya segala
Artinya: Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al-Dhriyt/51:16) 48 Al-Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275, dan Ab al-Faraj Jaml al-Dn Abd al-Rahmn ibn Ali ibn Muammad, Zd al-Masr f Ilm al-Tafsr, (Beirut, Maktabah Dr Ibn Hazm, 2002), 1348. Selanjutnya ditulis al-Jauziy, Zd al-Masr. 49 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishb, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta, Lentera Hati, Jakarta, 2003), Vol. 13, 332. Selanjutnya disebut Shihab, Tafsir al-Mishbh. 50 Muhammad Shukr Ahmad al-Zwiyaytiy, Tafsr al-ak (Mesir, Dr al-Salm, 1999), Jilid 1, 242. Selanjutnya disebut al-Zwiyaytiy, Tafsr al-ak. 51 Al-Jauziy dalam menafsirklan ayat ini mengkaitkannya dengan surah Ali Imrn/3:17, ia menyatakan bahwa term istighfr mempunyai dua makna, yaitu: Pertama; Menurut Ibn Masud beristighfar dengan lisan sebagaimana lazimnya dilakukan kebanyakan orang. Kedua; Menurut Al- ahk beristighfar adalah melaksanakan salat mengingat dengan salat seseorang berharap mendapatkan ampunan Allah. Al-Jauziy, Zd al-Masr, 182. 52 Al-Biqiy menyebutkan bahwa kata ganti hum yang termaktub pada surah Al- Dhriyt/51:18 mengisyaratkan mereka mengamalkan istighfr dengan menyertakan unsur lahir dan batin selama masa hidupnya. Sedangkan kata al-Ashr berarti seper enam dari akhir malam hari. Al- Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275. 53 Al-Jauziy, Zd al-Masr, 182. 54 Shihab, Tafsir al-Mishbh, Vol. 13, 333. 55 Al-Biqiy, Nam al-Durar, Jilid 7, 275. 56 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 122. 57 Ab al-Laith Nar ibn Muammad ibn Amad ibn Ibrhm, Bar al-Ulm - Tafsr al- Samarqandiy, (Beirut, Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), Jilid 1, 194. Selanjutnya ditulis al- Samarqandiy, Bar al-Ulm. 58 Al-Zamakhshariy, Al-Kashshf, 122. 16 keburukan yang telah dilakukan di dunia (afw al-sayyit), diterimanya kepatuhan selama di dunia, selamat dari kesengsaraan yang paling parah di akhirat (al-najt min al-darakt), dan mendapatkan kebahagiaan berlevel (al-fawz bi al-darajt). 60
Dengan demikian ihsan dalam haji yang ditandai dengan berbekal takwa, ikhlas dalam pelaksanaannya, meninggalkan jauh-jauh larangan Allah berupa rafats, fusq dan jidl serta selalu berdzikir akan berdampak kepada pelakunya terbebas dan suci dari dosa, karena diampuni oleh Allah, ibarat bayi yang lahir dari kandungan ibunya sebagai profil haji mabrur yang patut mendapatkan pahala surga dari-Nya. Doa kebaikan yang meliputi dua alam ini, sesungguhnya menjadi keharusan yang senantiasa dipanjatkan oleh setiap orang Islam yang melakukan perjalanan dan melaksanakan ibadah haji, mengingat terdapat orang-orang yang berhaji, tetapi memohon ke hadirat Allah hanya kesenangan duniawi, sebagaimana yang telah mentradisi pada orang-orang musyrik di masa jahiliyah, mereka meminta kepada tuhan mereka agar dikarunia rizki berupa unta, sapi, kambing, hamba sahaya, harta benda yang berlimpah, tidak sama sekali memohon agar diampuni dosa dan diterima taubatnya. 61 Seperti yang tertuang dalam surah al-Baqarah/2 : 200. 62 Untuk menghilangkan tradisi tersebut, dan doa umat Islam ditujukan kepada kedua kebaikan dunia dan akhirat diturunkanlah oleh Allah swt surah al-Baqarah/2 : 201 sebagai berikut: .. _. `_1, !.`, !.., _ !,..l ..> _ :> ..> !. ,.s !.l _ Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah/2 : 201) Doa ini yang banyak dipanjatkan oleh Nabi saw, dan umat Islam mengikutinya terutama ketika berputar antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad dalam tawaf. Dengan demikian jelaslah bahwa haji mabrur hanya dapat diraih dan dilestarikan dengan pelaksanaan ibadah haji yang berbasis ihsan, karena dengan inilah ibadah haji ditunaikan secara berkualitas dan berorientasi kepada kualitas hingga seolah-olah melihat Allah atau meyakini dengan konsisten bahwa Allah Maha melihat, serta merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupan.
C. KESIMPULAN
Ibadah haji adalah undangan Allah swt, yang menyebabkan setiap orang Islam yang datang memenuhi undangan-Nya berkedudukan sebagai tamu -Nya. Konsekwensinya adalah suluruh tamu berusaha untuk mendapatkan simapti-Nya agar
59 Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194. 60 Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194. 61 Al-Samarqandiy, Bar al-Ulm, Jilid 1, 194. 62 Teks ayatnya adalah: :| .,. >.... `:! < _. ,!,, .: : _. _!.l _. `_1, !.`, !.., _ !,..l !. .`] _ :> _. _.l> _ Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS. Al- Baqarah/2 : 200) 17 disayang oleh-Nya dan senantiasa disertai-Nya. Sehingga setiap tamu merasakan kehadiran-Nya dan dapat menikmati hidangan-Nya.