Anda di halaman 1dari 9

2.

Al Hadits
Hadits yang jamaknya ahadits memiliki padanan kata yang ukup beragam. Dari
sisi bahasa, hadits dapat diartikan baru sebagai lawan dari kata qadim (yang berarti lama,
abadi dan kekal ). Pengistilahan hadits sebagai ucapan, perbuatan, taqrier dan hal ihwal
tentang Nabi Muhammad dimaksudkan untuk membedakan hadits dengan al-qur’an
yang diyakini oleh ahlus sunnah waljama’ah sebagai firman allah yang qadim.
Sebagaimana yang diketahui bahwa al-hadits merupakan sumber hokum islam
yang kedua. Sehingga dalam kajian ilmu keagamaan pun al-hadits tetap menjadi rujukan
setelah al-qur’an. Berikut akan diuraikan hadits-hadits mengenai tasawuf, mengingat
dalam tasawuf hadits juga tergolong sumber kedua.
a. Taubat
Sahabat anas bin malik r.a berkata, saya pernah dengar rasulullah SAW bersabda :

ٌ‫ض َّرهُ ذ ْنب‬ َ ‫ب َك َم ْن اَل َذ ْن‬


ُ َ‫ َواِ َذا اَ َحبَّ هللاُ َع ْبدًا لَ ْم ي‬,ُ‫ب لَه‬ َّ َ‫التَّائِبُ ِمن‬.
ِ ‫الذ ْن‬

Artinya : seorang yang tobat dari dosa seperti orang yang tidak punya dosa, dan jika
allah mencintai seorang hamba, pasti dosa tidak akan membahayakannya. (hadits
diriwayatkan ibnu mas’ud dan dikeluaran ibnu majah sebagaimana tersebut dalam al-
jami’ush-shaghir juz 1, halaman 3385.

b. Ikhlas
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang makna ikhlas, lalu dijawab :

‫ ماهو؟ قال سرمن‬,‫ سألت رب العزة عن االخالص‬:‫ ما هو؟ قال‬,‫َسألت جبريل عليه السالم عن االخالص‬
‫سري استودعته قلب من أحببته من عبادي‬

Artinya : saya bertanya kepada jibril a.s tentang ikhlas, apa itu ? kemudian dia
berkata, saya bertanya kepada tuhan tentang ikhlas, apa itu? Dan tuhan pun
menjawab, “yaitu rahasia dari rahasia-ku yang aku titipkan pada hati orang yang aku
cintai diantara hamba-hamba-Ku. (hadits dikeluarkan oleh al-qazwaini dalam
mulsalsalatnya dari khudzaifah ).
Atau dalam hadits lain menerangkan bahwa rasulullah SAW bersabda :

‫ ان هللا ال ينظر الى أجسامكم وال الى صوركم ولكن‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبى هريرة رضي هللا عنه قال‬

‫ينظر الى قلوبكم (رواه مسلم‬

Artinya: dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya
Allah SWT tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi melihat ( memperhatikan
niat dan keikhlasan hatimu ). (H.R Muslim).
c. Sabar
Dari Aisyah r.a diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

‫ان الصبر عند الصدمة االولى‬

Artinya : sabar yang sempurna adalah pada pukulan ( saat menghadapii cobaan ) yang
pertama. ( Hadits Riwayat Anas Bin Malik dan dikeluarkan Imam Bukhari didalam”
al-jana’iz”. Bab 33/138, sedangkan imam Muslim juga mengelompokannya dalam
“Al-jana ‘iz” bab sabar nomor 626, Abu Dawud dinomor 3124, At-Turmudzi di
nomor 987, dan An-Nasa’I
Mencantumkan di 4/22.
d. Zuhud
Nabi SAW bersabda :

‫اذا رايتم الرجل قداوتي زهدا في الدنيا ومن تقا فاقتربوا منه فانه يلقن الحكمة‬

Artinya : Jika diantara kamu sekalian melihat orang laki-laki yang selalu zuhud dan
berbicara benar, maka dekatilah dia. Sesungguhnya dia adalah orang yang
mengajarkan kebijaksanaan. ( hadits disebutkan dalam Al-Kanz jilid 3 halaman 183
nomor 6069, diriwayatkan oleh abu khalad dan abu Na’im bersama Al-Baihaqi
meriwayatkannya juga darinya, sementara As-Suyuthi menganggapnya lemah
didalam Al-jami’ush-Shaghir jilid 1 halaman 84 nomor 63).
e. Wara’
Abu Dzar Al-Ghifari berkata, bersabda Rasulullah SAW.

‫من حسن اسالم المرء تركه ماال يعنه‬

Artinya : sebagian dari kesempurnaan islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu


yang tidak berarti. ( hadist dikeluarkan oleh imam malik bin anas didalam muwatha’
nya jilid 2 halaman 903 dalam bahasan “ kebaikan akhlak” dibab “ap-apa yang dating
didalamkebaikan akhlak”. At-Turmudzi mencantumkannya dinomor 2318-2319
tentang zuhud dibab nomor 11 dari hadits Anas bin Malik. Ibnu majah
mencantumkannya dinomor 2976 tentang fitnah-fitnah dibab “menjaga lidah supaya
tidak jatuh pada perbuatan fitnah”. At –Turmudzi mengatakan. “Hadits ini adalah
Gharib “).
f. Khowf
Anas bin Malik berkata bahwa rasulullah SAW bersabda :

‫ لضحكتم مااعلم تعلمون لو‬,‫ثيراولبكيتم قليال‬


Artinya : seandainya engkau mengetahi apa yang saya ketahui, pastiengkau akan
tertawa sedikit dan banyak menangis. (Hadits diriwayatkan Abu Hurairah dan
dikeluarkan imam Bukhari 11/273 dalam bahasan perbudakan dibab sabda Nabi SAW
yang berbunyi : “seandainya kalian mengetahui apa yang saya ketahui tentang iman
dan nazar “, juga dibab “bagaimana sumpah Nabi SAW. At-Turmudzii
meriwayatkannya dinomor 2314 tentang zuhud.
g. Ridho
Diriwayatkan dari Al-Abba bin Abdul Muthalib, bahwa Rasulullah SAW
bersabda :

‫ذاق طعم االيمان من رضي باهلل ربّا‬

Artinya : orang yang ridho Allah sebagai Tuhannya, akan merasakan nikmatnya
iman. (Hadits Riwayat Muslim dalam bab “iman” nomor 3, Turmudzi nomor
2758, dan ahmad dalam musnadnya 1/208).
h. Mahabbah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫ ومن لم يحب لقاء هللا لم يحب هللا تعالى لقائه‬,‫من أحب لقاء هللا أحب هللا لقائه‬

Artinya : barang siapa yang senang bertemu kepada Allah, maka Allah senang
bertemu deengannya. Barang siapa yang tidak senang bertemu Allah maka Allah pun
juga tidak senang bertemu dengannya. (Hadits Riwayat Ubadah bin Shamit, dikeluarkan
oleh Bukhori 11/308 dalam”Ar-Raqaq” bab “orang-orang yang senang bertemu Allah”).

i. Istiqamah
Dari Tsauban dari Nabi SAW diceritaan bahwa beliau bersabda:

‫ ولن يحا فظ على الوضوء االّ مؤمن‬,‫ان خير دينكم الصالة‬


ّ ‫ واعلموا‬,‫استقيموا ولن تحصوا‬.

Artinya: istiqamahlah kamu dan jangan sekali-kali menghitung hitung “amal” mu.
Ketahuilah bahwa sebaik-baik (amalan) agamamu adalah shalat. Tidak ada yang
mampu menjaga wudhu selain orang mu’min. (hadits riwayat Tsauban dan
dikeluarkan darinya oleh Imam Ahmad didalam Musnad-nya 5/227 dan 282. As-
Suyuthi menyebutkannya didalam Al-Jami’ush Shaghir. Ibnu Majah, Al-Hakim
dan Al-Baihaqi mengeluarkannya dalam As-Sunnah dari Tsauban , sedangkan
Ibnu Majah dan At-Thatbani dalam Al-Kabirmeriwayatkannya dari Ibnu Umar,
juga diriwayatkan oleh Thabrani dari salamah bin Al-Akwa, lihat dari Al-
Jami’ush Shaghir 1/129 nomor 994 ).
j. Khusyu’
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki yang
mempermainkan janggutnya ketika shalat. Kemudian, beliau bersabda:

‫لو خشع قلب هذا لخشعت جوارحه‬

Artinya : seandainya hati seorang ini khusyu’ niscaya akan khusyu pula anggota
tubuhnya. (hadits dikeluarkan oleh At-Turmudzii dalam “An-Nawadir”. Hadits
diambil dari Abu Hurairah dengan sanad yang lemah).
3. Ijtihad Para Sufi

Ijtihad para sufi dimaksudkan untuk menguraikan pemikiran-pemikiran para sufi


mengenai tasawuf. Dan ini dapat digunakan sebagai sumber hokum ketiga dalam
tasawuf. Berikut tokoh-tokoh sufi beserta pemiiran dan pandangannya dalam kajian
tasawuf diantaranya :

a. Dzun Nun Al-Mishri


Namanya Abdul Faidh Dzun Nun Tsauban Bin Ibrahim Al-Mishri, wafat pada tahun
245 H /859M. ayahnya berasal dari naubi. Dia seorang yang ssangat terhormat,
paling alim, wara, kharismati dan sastrawan dimasanya. Dzun nun adalah seorang
yang kurus berkulit putih kemerahan dan tidak berjenggot putih. Salah satu mutiara
nasihatnya yaitu diantara tanda-tanda orang yang cinta Allah adalah mengikuti
kekasih-Nya , dalam perilaku, perbuatan, perintah-perintah dan sunnah-sunnahnya.
Beliau dikeenal sebagaai sufi yang mengembangkan teori tentang ma’rifat.
Ma’rifat dalam terma sufistik memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah ilm,
yakni sesuatu yang bisa diperoleh melalui jalan usaha dan proses pembelajaran.
Sedangkan ma’rifat dalam terma sufi lebih merujuk pada pengertian salah sat metode
yang bisa ditempuh untuk mencapai tingkatan spiritual.
Menurutnya, ma’rifat adalah fadl (anugerah)nsemata dari Allah. Dan ini hanya
bisa dicapai melalui jalan pengetahuan. Semakin sesorang mengenal Allah, maka
akan semakin dekat, khusyu dan mencintai-Nya. Hakikat ma’rifat bagi Dzun Nun Al-
Mishri adalah Al-Haq itu sendiri. Yakni, cahaya mata hati seorang arif dengan
anugerah dari-Nya sanggup melihat realitas sebagaimana Al-Haq melihatnya.
Pada tingkatan ma’rifat, seorang arif akan mendapati penyingkapan hijab (kasyf
Al-Hijab ). Dengan pengetahuan inilah, segala gerak sang arif senantiasa dalam
kendali dan campur tangan Allah. Ia menjadi mata, lidah, tangan, segala macam
perbuatan dari Allah. Beliau menegaskan bahwa , aku ma’rifat pada Allah-Ku sebab
Allah-Ku, andaikata bukan karena Allah-Ku, niscaya aku tidak akan ma’rifat kepada-
Nya.
b. Abu Yazid Al-Busthami
Namanya Abu Yazid Thaifur bin Isa Al-Busthami ( 188 H-261 H / 804 M-875 M ).
Dia tiga bersaudara, dua lainnya Adam Thaifur dan Ali. Mereka semua ahli zuhud
dan ibadah namun Abu Yazid (Thaifur) adalah yang paling agung ketiganya. Salah
satu mutiara hikmahnya yaitu dia pernah ditanya, “dengan apakah kamu mrncapai
ma’rifat ini ?” jawabnya, “dengan perut yang lapar dan tubuh yang jelek”.
Al-Busthani adalah orang pertama yang memakai istilah fana sebagai osakata
sufistik. Dia mengadopsi teori monism dari gnostisisme hindhu-budha. Konsep
muraqabah (pendekatan spiritual) yang dipahaminya disejajarkan dengan ajaran
samadi (meditation) yang pada puncaknya mencapai ekstase fana’ dimana terjadi
penyatuan antara yang mendekat (muraqib, yakni sufi) dan yang “didekati” (muraqab
yakni Allah).
Konsep ittihad merupakan pengembangan dari konsep fana’ dan baqa’ yang
dicetusannya. Menurutnya, setelah mencapai ma’rifat, seseorang dapat melanjutkan
kepada kekekaln (baqa’) dan akhirnya ittihad. Fana’ adalah penyirnaan diri dari sifat
keduniawian yang dilukiskan laksana kematian jasad dan lepasnya roh menuju
kepada kekekalan (baqa’) dan dari sini dapat melangkah kepada penyatuan dengan
Allah (ittihad). Pada titik ini kerap terjadi yang diistilahkan dalam dunia sufi sebagi
syathahat atau keadaan tidak sadar Karena telah menjadi penyatuan dimana dia
seolah menjadi Allah itu sendiri.
c. Al-Junaid Al-Baghdadi
Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhamad Al-Nehawandi Al-Baghdadi, wafat pada
tahun 297 H/910 M. ia dikenl sebagai tokoh yang mensistematisasikan beberapa
kecenderungan tasawuf dan mencoba mengislamisasi istilah-istilah tasawuf dengan
istilah-istilah dari Al-Qur’an. Ia digelari sayyid al-taifah dan juga tawus al-ulama
(burung merak para ulama). Dia menjadi figure teladan dalam dunia ketasawufan.
Kajian menarik dari beliau adalah tentang fana’ (dengan pengembangan yang
berbeda dari fana’ yang dikembangkan oleh Al-Busthami). Yakni proses peleburan
diri sehingga menghilang batas-batas individual yang ada dalam diri manusia.
Doktrin ini ditopang oleh dua konsep utama, perjanjian atau kontrak azali dan fana.
Manusia telah tercipta sebelumnya dari ke fana’annya, dan aga bisa kembali maka
manusia perlu meniadakan dirinya kembali agar suci sebagaimana seketika berada
dialam roh.
Tetapi junaid menanakan disini bahwa fana’bukanlah akhir dari perjalanan
spiritual manusia. Fana’ hanyalah sarana menuju baqa’. Jika fana’ menimbulkan
perasaan bersatu dengan Allah karena peleburan sifat diri manusia , maka baqa’
adalah perpisahan dari perasaan untu kembali menjadi hamba Allah, sebab tidak ada
yang lebih baik dan menyenanggkan daripada menjadi hamba ditengah-tengah
kehidupan sehari-hari.
d. Al-Ghazali
Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H (1058 M) didaerah Thus, salah satu kota
dikhurasan yang diwarnai oleh perbedaan paham keagamaan. Masa hidup Al-Ghazali
berada pada akhir periode iklasik (650-1250M). yang memasuki masa disentegrasi
(1000-1250M). dimana masyarakat pada saat itu sedang ,mengalami masa
pengunduran .
Pemikiran tasawuf Al-Ghazali adalah termasuk dalam model aliran
transedenslisme, yaitu aliran yang masih mempertahanan sendi-sendi dasar ajaran
tauhid dan membedakan adanya dua pola wujud, yakni wajib al-wujud
(tuhan) dan mumkin al-wujud (makhluk). Bagi aliran ini, tingkat yng tertinggi
yang dapat dicapai oleh seorang hamba dalam dunia tasawuf adalah ma’rifat kepada
Allah SWT dan penghyatan kepada alam ghaib serta mendapatkan ilmu laduniyah.
Walaupun aliran ini tidak menggunakan istilah Al-Insan Al-Kamil, namun
gambaran atau ide dasar tentang Al-Insan Al-Kamil tetap menjadi dasar ajarnnya,
yakni dengn adanya sebutan “wali” atau golongan khawwash. Oleh kaena itu, konsep
Al-Insan Al-Kamil menurut aliran ini adalah wali Allah, yaitu orang-orang khawwash
yang secara langsung telah mendapat limpahan ilmi ghaib dari lawh mahfuzh
sehingga ia dapat berkenalan dengan para malaikat, roh nabi-nabi, dan dapat
memetik pelajaran dari mereka, mengetahui suratan nasib yang ada di lawh mahffuz
sehngga dapat menegtahui apa yang akan terjadi dan bahkan ma’rifat kepada Allah.
e. Ibnu Arabi
Abu Bakar Muhammad Ibn Ali Al-Khotami Al-Tho’i Al-Andalusi (1165-
1240M). ditimur ia dikenal dengan sebutan ibnu’arabi, dibarat ia dikenal dengan
sebutan ibnu suraqa, Al-Syekh Al-Akbar (Doctor maximus), muhyidin bahkan
neoplotinus. Ia dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai tradisi kehidupan
sufistikyang kuat. Tetapi ibn’arabi sendiri dlam pertumbuhannya justru,
menempuh pendidian dengan tradisi intelektual rasional-filosofis yang kala itu
berkembang pesat diwilayah Andalusia dengan ibnu rusyd sebagai tokoh besrnya
kala itu .
Dalam pemikiran ibn ‘arabi, Allah adalah Al-Khaliq bagi seluruh alam.
Seluruh yang ada termasuk manusia adalah pancaran iradat Allah (ide Allah).
Inilah yang membawnya kepada sebuah simpulan yang menyatakan bahwa alam
ini adalah sensi dari Allah itu sendiri.
Jalan yang ditempuh seorang salik menurut ibn’arabi adalah taubat, zuhud dan
khalwat (keterputusan diri dari seluruh dunia luar baik fisik maupun pikiran
dengan hanya memikirkan Allah dengan zikir dan mersakan kebersamaan
dengan-Nya. Pada kteks ini ibn’arabi, melihat keniscayaan seorang pebimbng
spiritual (murshid) agar jalan yang ditempuh benar. Ia pernh mengatakan bahwa
barangsiapa menempuh jalan kesufian (suluk) tanpa seorang guru, maka
ketahuilah bahwa gurunya adalah setan. Sebaliknya, bagi salik yang mampu
(alim), kehadiran guru justru akan mengurangi konsentrasi riyadhanya dan
membatasi daya fantasi dan imajinasinya tentang Allah.

Anda mungkin juga menyukai