Anda di halaman 1dari 13

Slums Alleviation Policy and Action Plan

(SAPOLA)
Kebijakan dan Rencana Aksi Penanggulangan Permukiman Kumuh
Bappenas, 13 Februari 2013

POKOK BAHASAN Latar Belakang dan Tujuan Strategi SAPOLA

Metodologi SAPOLA
Lingkup Studi

L ATA R B E L A K A N G D A N T U J U A N
LATAR BELAKANG > Mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengejar peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) > Mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) No 7, Target 11 (dapat mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan 100 juta penghuni kawasan kumuh tahun 2020)
SAPOLA dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan didanai oleh Bank Dunia (The World Bank).

TUJUAN KHUSUS

menyusun pembagian yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah,

Proyek SAPOLA
TUJUAN KHUSUS

TUJUAN UMUM:

mendefinisikan peran pemerintah nasional, sehingga dapat memperkuat pemerintah lokal untuk mempromosikan perbaikan permukiman kumuh yang ada di daerah,

mengembangkan kebijakan dan strategi nasional yang efektif dalam rangka pengurangan dan perbaikan terhadap kawasan kumuh di Indonesia

untuk menetapkan kebijakan dan program-program agar tercapai tujuan mencapai kotaTUJUAN KHUSUS

kota tanpa permukiman kumuh dan merumahkan

semua warga perkotaan secara layak di Indonesia

S T R AT E G I S A P O L A
Intervensi lintas sektor, Tingkat nasional Skala-kota Mekanisme konsensus.

Penanganan Kumuh Terpadu

National Working Group Local Working Group Jejaring antar NGOs & CBOs Jejaring antar lembaga penelitian dan perg. tinggi Kerjasama para-pihak Kerjasama antar-kota & wilayah

3 Strategi Pokok dari SAPOLA

Kemitraan
dan jejaring organisasi

Kerjasama yang Terdesentralisasi

METODOLOGI

SAPOLA

NEXT SAPOLA

METODOLOGI
Evaluasi Kebijakan
Identifikasi dan Definisi Masalah

SAPOLA
Perumusan Kebijakan

Tahap awal SAPOLA project adalah untuk mengevaluasi kebijakan dan strategi nasional terkait penanganan kumuh, melalui beberapa studi terkait.

Dengan mengacu kepada aransemen kelembagaan eksisting maupun aransemen kelembagaan ke depannya, isu-isu dan kajian-kajian dari tahapan ini akan menjadi landasan pembuatan konsensus bersama.

Tahap paling krusial dalam proyek SAPOLA karena penggunaan pendekatan partisipatif untuk mencapai konsensus. Untuk tujuan itu, pendekatan Participatory Decision Making dari SAPOLA akan didukung oleh sebuah unit Decision Support System (DSS) yang akan melakukan berbagai analisis konseptual, diseminasi, dan menghasilkan dokumen-dokumen Policy Draft dan SAPOLA Pilot Project Briefs di setiap kota percontohan.

LINGKUP SAPOLA
Review Kebijakan dan Program Penanganan Kumuh

Tanah untuk Perumahan

LINGKUP SAPOLA
4 3

Data dan Kriteria Penanganan Kumuh

Peran LSM dan Pembiayaan Mikro Perumahan

Kondisi Pemerintah Daerah dan Kapasitas Kelembagaan

LINGKUP SAPOLA
Review Kebijakan dan Program Penanganan Kumuh
Data statistik menunjukkan terus bertambahnya angka kekurangan rumah dan luas permukiman kumuh menunjukkan bahwa Indonesia masih belum tuntas menangani permukiman kumuh dan informal secara efektif. Di dalam perjalanan kebijakan dan program penanganan kumuh di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan di tingkat program dan proyek, belum di tingkat kebijakan dan strategi penanganan. Beberapa program dan proyek terkait penanganan kumuh masih bersifat piecemeal atau fragmented dan belum didukung oleh kebijakan dan strategi penanganan yang terpadu dan komprehensif di tingkat kota (city-wide scale) menuju kota-kota tanpa permukiman kumuh. Diperlukan sebuah kerangka kebijakan dan strategi penanganan yang efektif untuk mampu memberi arah dan menjamin keterpaduan program penanganan kumuh.

LINGKUP SAPOLA
Data dan Kriteria Penanganan Kumuh

Data mengenai permukiman kumuh dan informal adalah salah satu aspek penting dari tujuan kebijakan untuk menghapuskan permukiman kumuh. Belum adanya konsistensi kriteria yang digunakan dan validitas data perrmukiman kumuh di antara lembaga-lembaga terkait, sebagai landasan mengidentifikasi permukiman kumuh dan informal, Belum ada konsensus di antara para-pihak untuk menyepakati kriteria permukiman kumuh, yang berguna di dalam proses verifikasi penanganan kumuh. Perlu terlebih dahulu membangun konsensus dalam penerapan kebijakan dan strategi penanganan kumuh, sehingga perbedaanperbedaan yang sebelumnya ada di tingkat proyek instansional, bisa lebih dicairkan dan dikaji ulang di tingkat kebijakan dan strategi penanganan.

LINGKUP SAPOLA
Kondisi Pemerintah Daerah dan Kapasitas Kelembagaan Di dalam implementasinya, penanganan permukiman kumuh membutuhkan peran serta dari berbagai pemangku kepentingan, sesuai amanat yang dituangkan di dalam RPJPN 2005 2025 serta arahan Bapak Presiden agar Cities without slums 2025 dapat dipercepat pada tahun 2020. Diperlukan kapasitas yang kompeten dari pemerintah daerah dalam penanganan kawasan kumuh. Beberapa program yang sukses di daerah perlu dikaji dalam proses penyusunan kebijakan nasional penangangan permukiman kumuh. Adanya keragaman pemerintah daerah yang berbeda-beda dari segi kualitas sumber daya dan kemampuan finansial, Desentralisasi menjadikan pemerintah daerah sebagai pemegang peran penting dalam penanganan kawasan kumuh di wilayahnya, namun penanganan permukiman kumuh belum menjadi prioritas bagi pemerintah daerah. Ruang dialog antara masyarakat dan pemerintah masih belum optimal,

LINGKUP SAPOLA
Peran LSM dan Pembiayaan Mikro Perumahan Penanganan permukiman kumuh membutuhkan pendekatan multi-disiplin dan melibatkan kerjasama dari multi-pihak, di antaranya adalah peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM berperan penting dalam penerapan pendekatan partisipatif, mendukung peningkatan kapasitas organisasi komunitas, fasilitasi proses swadaya, intermediasi terutama antara warga permukiman kumuh dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam penanganan kumuh. Pembiayaan perumahan merupakan instrumen penting untuk mendukung berbagai mekanisme pemilikan dan penghunian rumah serta untuk meningkatkan kualitas rumah. Tantangan pembiayaan yang dihadapi ialah menghimpun sumbersumber dana, termasuk keterbatasan jangkauan, ukuran dan bentuk pembiayaan (milik/sewa), objek sasaran pembiayaan, dan masa atau tenor pembayaran.

LINGKUP SAPOLA
Tanah untuk Perumahan Akses kaum miskin ke lahan di perkotaan semakin sulit dan semakin terbatas, karena belum adanya upaya pemerintah untuk mengendalikan lahan perkotaan untuk pemukiman kaum miskin dan berpendapatan rendah, sehingga percepatan perluasan kota terus beriringan dengan munculnya pemukiman kumuh baru Transformasi kepemilikan lahan masyarakat ke sektor swasta terjadi dengan caracaranya sendiri meningkat dari tahun ke tahun, seiring meningkatnya permintaan lahan perkotaan dan nilai komersialnya terus bertambah. Manajemen dan akses ke lahan merupakan kunci untuk merelokasi, memperbaiki maupun untuk mencegah munculnya pemukiman kumuh baru, sehingga diperlukan kebijakan yang dapat memberikan efek kepada terselenggaranya penyediaan lahan bagi kaum miskin kota. Pembiaran mekanisme pasar dan belum adanya upaya pemerintah yang memadai memberi indikasi diperlukannya pengembangan mekanismemekanisme yang menjamin ketersediaan lahan yang layak untuk perumahan kaum miskin dan berpendapatan rendah di perkotaan. Kebijakan mengenai pertanahan seyogyanya ditujukan untuk pemampuan pemerintah melalui antara lain: mengembangkan pilihan hak atas lahan baik individu atau kolektif, mengatur mekanisme pasar lahan formal, mengembangkan mekanisme partisipatif agar masyarakat miskin turut diperhitungkan dalam perencanaan dan perumusan kebijakan pembangunan kota.

Sekian, Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai