Anda di halaman 1dari 3

Menaksir resiko salah saji material

Langkah langkah untuk menaksir resiko salah saji material Fase II audit meliputi penggunaan pengetahuan yang diperoleh saat melakukan prosedur penaksiran resiko untuk menaksir resiko salah saji material. Mencapai sebuah kesimpulan resiko material misstatement meliputi ketiga langkah critical dalam Figure 12-1. Pembahasan berikut membahas masing-masing langkah ini. Jenis kemungkinan salah saji Aspek critical dari proses audit meliputi pengakuan faktor-faktor resiko kemudian menghubungkan faktor-faktor resiko itu dengan asersi-asersi sepertinya akan salah. Faktor-faktor resiko dapat mempengaruhi kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan, dalam dua cara. Beberapa resiko mempunyai pengaruh pervasive atas laporan keuangan dan mempengaruhi multiple account balances dan asersi-asersi (e.g., tingkat resiko laporan keuangan). Faktor-faktor resiko lain adalah asersi khusus (e.g., tingkat resiko asersi). Figure 12-2 memberikan suatu rangkaian sepuluh contoh, bagaimana auditor akan menggunakan pengetahuan yang diperoleh saat melakukan prosedur penilaian resiko untuk mengevaluasi kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan. Contoh 1, 5, 8, dan 10 menunjukkan faktor-faktor resiko yang mungkin mempunyai pengaruh pervasive pada banyak atau semua asersi dalam laporan keuangan. Ini seharusnya menambah perhatian auditor tentang resiko salah saji material dalam keseluruhan laporan keuangan. Contoh 10, pengendalian umum komputer lemah, mungkin mempengaruhi multiple account balances dan menggolongkan transaksi, dan auditor harus waspada pada masalah-masalah dalam transaksi rutin ataupun non-rutin. Contoh 5, strong incentive ditawarkan oleh manajemen untuk memenuhi target keuangan, bisa mempengaruhi asersi yang terkait dengan transaksi non-rutin, transaksi end-of-quarter, pilihan prinsip-prinsip akuntansi yang baru, atau estimasi akuntansi. Sebagai tambahan, auditor harus waspada pada masalah-masalah dengan transaksi rutin, seperti pengakuan pendapatan. Contoh 2, 3, 4, 6, dan 7 memberikan contoh faktor-faktor resiko that are assertion specific. Contoh nomor 2 menunjukkan situasi dimana software perusahaan merubah prakteknya dari hanya selling software licences ke bundling software licences dengan servis lain untuk mengimplementasikan dan mengcostumize program konputer baru. Kemungkinan tipe salah saji adalah 1. Masalah dengan peristiwa dan eksistensi asersi dan pengakuan pengakuan pendapatan sebelum waktunya 2. Masalah dengan kelengkapan asersi dan kegagalan untuk mengakui pendapatan diterima dimuka saat kas diterima dalam pengakuan pendapatan sebelumnya Contoh 9 menghadirkan situasi dimana klien mempunyai pengendalian internal yang kuat, dan sebagai hasil kemungkinan salah saji material diturunkan dibanding ditingkatkan. Saat situasi ini hadir, auditor biasanya melakukan test pengendalian untuk memperoleh secukupnya, bukti kompeten yang mengendalikan operasi secara efektif, yang mana akan mengizinkan auditor untuk menerima tingkat deteksi resiko yang lebih tinggi. Mahasiswa harus mempelajari tiap-tiap dari kesepuluh contoh dan hubungannya dengan tipe salah saji yang mungkin terjadi.

Besarnya kemungkinan salah saji Beberapa kemungkinan salah saji lebih signifikan daripada yang lain. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana auditor mungkin menyadari besarnya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan. Eksistensi inventory lebih signifikan bagi perusahaan manufaktur daripada bagi hotel atau banyak servis perusahaan lain. Inventory lebih rentan untuk pencurian bagi perusahaan emas daripada bagi perusahaan kayu. Depresiasi aktiva tetap lebih signifikan untuk pabrik kertas daripada agency periklanan. Kelengkapan pendapatan diterima dimuka lebih signifikan bagi perusahaan software daripada bagi a point of sale retailer. Audit waktu dan sumber daya dibatasi. Auditor perlu untuk memberikan asersi audit lebih pada asersi yang dapat mempunyai kemungkinan pengaruh material, secara individu atau dalam kumpulan, atas laporan keuangan. Kemungkinan salah saji material Segera sesudah auditor mengidentifikasi resiko kemungkinan salah saji material, auditor juga harus mempertimbangkan bagaimana kemungkinannya. Segera sesudah auditor mengidentifikasi bermacam resiko bisnis, resiko inherent, dan resiko fraud yang mungkin mempengaruhi laporan keuangan, dia harus mempertimbangkan kecukupan system pengendalian internal. Sebagai contoh, toko perhiasan eceren sering menunjukkan item-item dalam etalase toko dan memperlihatkan sangat berharga. Karena peningkatan resiko pencurian item-item ini selalu diperlihatkan dalam lemari kaca yang terkunci selama jam toko, dan mereka biasanya menaruh dalam peti besi jika toko tutup. Pengecer lain, dengan item yang kurang berharga dalam etalase dan display, akan meninggalkan item tersebut dalam etalase toko selama waktu saat toko tutup dalam kaitannya dengan resiko kecil pencurian. Semakin besar keefektivan pengendalian yang perusahaan taruh dalam tempanya, semakin sedikit kemungkinan salah saji material. Biarpun pengendalian internal mahal. Banyak perusahaan pribadi memiliki sedikit, bila ada, pengendalian atas arah manajemen dalam pelaporan keuangan atau atas disclosure laporan keuangan. Beberapa perusahaan pribadi merasa bahwa mereka sangat dibatasi sumber penghasilan dimana mereka menggaji staff akuntansi dengan keahlian yang tidak mencukupi, dan ada pengendalian lingkungan yang lemah. Sebagai hasilnya, entitas ini sering diaudit dengan tekanan berat pada uji substantive karena kemungkinan salah saji material sangat tinggi. Perusahaan public mungkin memiiki pengendalian berhubungan dengan sebagian besar, atau semua, asersi laporan keuangan, dan auditor akan menguji pengendalian ini sebagai bagian permasalahan pendapat pada pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Sebagai aturan umum, puncak kemungkinan salah saji material (setelah mempertimbangkan resiko inherent dan resiko pengendalian), makin banyak auditor harus menanggapi dengan uji substantive untuk memperoleh jaminan yang pantas bahwa auditor mampu mendeteksi dan memeriksa salah saji material manapun. Menentukan resiko deteksi

Auditor menggunakan model resiko audit untuk menghubungkan bukti yang diperoleh dari prosedur penaksiran resiko mengenai resiko inherent dan resiko pengendalian, termasuk resiko penipuan, kepada keputusan mengenai resiko deteksi. Mengingat deteksi resiko adalah resiko dimana auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam sebuah asersi. Bab 9 menjelaskan bahwa merencanakan level resiko deteksi yang pantas ditetapkan bagi tiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Lagi pula, mengingat dengan mengabaikan apakah auditor memilih menggunakan pernyataan tingkatan resiko kuantitatif atau nonkuantitatif, merencanakan resiko deteksi adalah ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dalam model berikut :

Model tersebut menunjukkan bahwa untuk pemberian tingkatan resiko audit (AR) ditetapkan oleh auditor, resiko deteksi (DR) kebalikannya berhubungan dengan menaksir tingkatan resiko inherent (IR) dan resiko pengendalian (CR) yang ditentukan dengan prosedur penaksiran resiko. Merencanakan resiko deteksi adalah dasar bagi perencanaan tingkatan uji substantif. Lagi pula, resiko deteksi dapat dipecah ke dalam resiko prosedur analitis dan uji resiko terperinci seperti yang dibahas dalam Bab 9. Akhirnya, auditor harus merencanakan dan melakukan suatu kombinasi prosedur analitis dan uji terperinci untuk membatasi resiko deteksi pada suatu tingkatan level yang tepat. Figure 12-3 meringkaskan hubungan diantara persiapan strategi audit, merencanakan resiko deteksi, dan merencanakan tingkatan uji substantive yang dijelaskan dalam Bab 9. Sebelum membuat keputusan mengenai uji substantive, auditor harus menentukan apa perencanaan tingkatan uji substantive dan kaitan kebutuhan perencanaan resiko deteksi untuk diperbaiki. Mahasiswa harus mengingat bahwa audit adalah suatu proses dinamis. Auditor harus membandingkan tingkatan kepastian sebenarnya dan tingkatan kepastian akhir yang diperoleh dari prosedur penaksiran resiko dengan perencanaan menaksir tingkatan resiko inherent dan resiko pengendalian. Jika penaksiran akhir tingkatan resiko sama seperti perencanaan menaksir tingkatan resiko, auditor boleh meneruskan untuk merancang uji substantive spesifik berdasarkan persiapan strategi audit. Sebaliknya, tingkatan uji substantive harus diperbaiki sebelum merancang uji substantive spesifik untuk memperlengkapi suatu perbaikan tingkatan resiko deteksi yang cocok. Sebagai contoh, asumsi persiapan strategi audit didasarkan pada pendekatan penaksiran tingkatan resiko yang rendah dan mencakup perencanaan penaksiran tingkatan resiko pengendalian pada tingkat yang rendah, dan auditor merencanakan luas uji substantive lebih sedikit pada waktu sementara. Jika taksiran tingkatan resiko pengendalian akhir layak atau ketinggian, auditor akan perlu mengubah uji substantive dari sementara pada year-end dan menaikkan keluasan uji terperinci agar supaya memperlengkapi tingkatan resiko deteksi yang pantas yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai