Anda di halaman 1dari 1

Kronologi (1948-1949)

Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948 membuka mata AS bahwa pemimpin Indonesia bukan komunis. Meskipun begitu, belum ada tanda-tanda AS akan mendesak Belanda mengakhiri aksi militernya. 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Bahkan resolusi DK PBB 28 Januari 1949 yang dimotori AS dianggap pemimpin RI sebagai dukungan lain bagi Belanda. Baru pada 31 Maret, Menlu AS Dean Acheson meminta Menlu Belanda Dirk Stikker, untuk menyelesaikan masalah Indonesia dengan damai dan cepat.

7 Mei 1949 Hotel Des Indes


Delegasi Belanda
J.H. van Roijen (ketua)

PERUNDINGAN ROEM-ROIJEN

1948

18 September
Sumarsono dan para pemimpin komunis lain di Madiun mengangkat senjata terhadap pemerintah RI. Saat itu, Musso dan Amir sedang berkeliling di daerah Purwodadi, Jawa Tengah, untuk mempropagandakan PKI.

11 Oktober
Van Mook mundur dari jabatannya sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda.

Belanda menuntut pemerintah Republik agar secara resmi memerintahkan dihentikannya perang gerilya melawan Belanda, baru kemudian Belanda akan membebaskan para pemimpin Indonesia yang ditawan. Belanda hanya bersedia meninggalkan sebagian kecil daerah di seputar Yogyakarta, bukan wilayahwilayah lain yang mereka rebut dari Agresi Militer II.

31 Oktober

Delegasi Indonesia
Moh. Roem (ketua) RI menolak tuntutan Belanda, sebab urutan proposal harusnya terbalik. RI menuntut Belanda membebaskan para pemimpin Indonesia dahulu, baru kemudian RI akan memerintahkan dihentikannya perang gerilya secara resmi. RI menuntut Belanda menarik seluruh pasukannya dari wilayah-wilayah yang diserang selama Agresi Militer II.

Musso terbunuh saat berusaha melarikan diri. Aidit dan Lukman telah melarikan diri ke luar negeri.

26 November
Belanda membentuk Negara Jawa Timur.

11 Desember
Belanda mengatakan kepada PBB bahwa pembicaraan dengan pemerintah RI merupakan hal yang sia-sia.

17 Desember

Belanda mengeluarkan ultimatum supaya pemerintah RI dalam waktu 18 jam menyetujui semua proposal yang diajukan Belanda dalam negosiasi pasca-Renville.

Delegasi UNCI
H. Merle Cochran (perwakilan AS) Meminta RI memenuhi tuntutan Belanda, dengan jaminan akan mendapat bantuan ekonomi Amerika yang lebih besar setelah proses pengalihan kekuasaan terlaksana.

18 Desember
Belanda membentuk Negara Sumatera Selatan dengan ibu kota Palembang. Belanda mengatakan pada perwakilan AS dan Indonesia di Jakarta bahwa Belanda membatalkan Perjanjian Renville.

19 Desember
Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Senat AS menunda pemberian bantuan Marshall Plan karena digunakan untuk operasi militer Belanda di Indonesia. SoekarnoHatta-Sjahrir diasingkan ke Sumatra dan P. Bangka.

22 Desember

Hasil Perundingan
Pemerintah RI memerintahkan penghentian perang gerilya melawan Belanda, bersedia bekerja sama dengan Belanda dalam memelihara ketertiban dan keteraturan, serta sepakat untuk berpartisipasi di dalam sebuah konferensi meja bundar. Pada tanggal 6 Juli, Soekarno dan para pemimpin RI lain kembali ke Yogyakarta, disambut lautan manusia.

31 Desember

Belanda memenuhi permintaan PBB untuk gencatan senjata di Jawa.

1949

5 Januari
Belanda memenuhi permintaan PBB untuk melakukan gencatan senjata di Sumatra.

28 Januari
Resolusi DK PBB: gencatan senjata, dibukanya kembali negosiasi Belanda-Indonesia, KJB berubah menjadi UNCI.

1 Maret
Sri Sultan HB IX mengeluarkan Surat Perintah Siasat No. 1. Letkol. Soeharto + 2000 pasukan melakukan Serangan Umum 1 Maret.

Senat AS meloloskan resolusi untuk menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda, hanya jika Dewan Keamanan PBB memberi sanksi kepada Belanda.

6 April

22 April
Belanda mengumumkan akan mengembalikan pemerintah RI ke Yogyakarta bila perang gerilya dihentikan.

Perundingan Roem-Roijen: Belanda setuju untuk memulihkan pemerintahan Republik, berunding kembali menurut resolusi DK PBB pada 28 Januari 1949, dan melangkah berdasarkan Persetujuan Renville.
Sumber: Baskara T. Wardaya, Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin, 1953-1963, (Yogyakarta: Galang Press, 2008), hal. 61-73. George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution, (Ithaca: Cornell University Press, 1952), 403-407.
Arief Bakhtiar D.

7 Mei

Anda mungkin juga menyukai