Anda di halaman 1dari 9

BAB I TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Infeksi pelvis pada wanita yang mengenai vulva, vagina dan serviks (saluran

reproduksi bawah) dan korpus uteri, tuba fallopi, dan ovarium (saluran reproduksi atas) merupakan masalah yang sering ditemui dalam bidang ginekologi. 1 Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan infeksi pada organ-organ saluran reproduksi atas. Diagnosis lain untuk penyakit ini adalah salfingitis akut. Meskipun semua organ-organ tersebut dapat terlibat, namun organ yang paling penting, adalah tuba fallopi, dengan atau tanpa pembentukan abses. Karena sulitnya menegakkan diagnosis infeksi ini secara akurat, maka angka penyakit ini yang sebenarnya tidak diketahui. Banyak wanita yang dilaporkan telah diobati untuk PID ketika mereka sudah tidak menderita penyakit ini lagi dan juga sebaliknya. 2 Studi menunjukkan peranan mikroorganisme patogen saluran reproduksi bawah yang ascending dari endoserviks. PID dapat berupa kombinasi antara endometritis, salfingitis, abses tubo-ovarium, ooforitis, dan manifestasi yang lebih ekstrim yaitu peritonitis pelvik. 1,3 EPIDEMIOLOGI PID yang paling sering adalah salfingitis akut, terjadi pada usia reproduksi dan wanita tidak hamil. Diantara wanita yang aktif secara seksual, angka kejadian infeksi paling tinggi pada usia 15-19 tahun. Di USA, diperkirakan 1 juta wanita per tahun diobati untuk PID. Sekitar 25% wanita yang sembuh dari PID akan mengalami satu atau lebih komplikasi, yang paling sering adalah infertilitas. Morbiditas lain termasuk nyeri pelvik kronis, dispareunia, kehamilan ektopik, dan/atau abses tubo-ovarium. Diperkirakan 150.000 prosedur bedah dilakukan setiap tahun ditujukan untuk komplikasi PID. 4

KLASIFIKASI 5 1. Salfingitis akut a. Gonokokal b. nongonokokal 2. Intrauterine device (IUD)-related pelvic cellulitis 3. Abses tubo-ovarium 4. Abses pelvis

FAKTOR RISIKO 2,3 Aktivitas seksual : partner seks multipel Penggunaan IUD, penggunaan kontrasepsi oral memiliki risiko lebih rendah terkena PID. Usia muda (10-19 tahun) Status sosioekonomi rendah Infeksi menular seksual Partner seks menderita uretritis atau gonore Pernah didiagnosis menderita PID Tidak menggunakan kontrasepsi barier Tes endoserviks positif untuk N.gonorrhoeae atau C.trachomatis

ETIOPATOGENESIS 2,3 1. PID terjadi ketika mikroorganisme patogenik menyebar dari serviks dan vagina menuju bagian atas dari saluran genital, seperti salfing, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Chlamidia bertanggungjawab untuk 25-50% kasus PID. Sekitar 10-20% pasien wanita yang terinfeksi gonore akan berkembang menjadi PID.

Gambar 1. Penyebaran infeksi gonore dan bakteri patogen lainnya.5 2. Infeksi campuran bertanggungjawab hingga 70% dari kasus PID. Polimikrobial infeksi ini termasuk kuman anaerob dan aerob. Kuman anaerob seperti Bakteroides, Peptostreptococcus, dan Peptococcus, sebagai bakteri fakultatif, termasuk Gardnella vaginalis, Streptococcus, E. Coli, dan Haemophilus influenza. 3. Klasik salfingitis berhubungan dengan N. gonorrhoeae. Penyakit menular seksual lainnya yaitu T.vaginalis, C.trachomatis, juga menjadi penyebab PID. 4. Diperkirakan bahwa naiknya bakteri ke saluran genital atas, meningkat pada saat menstruasi, karena hilangnya barier endoserviks. Gonokokus dapat menyebabkan respon peradangan langsung pada endoserviks, endometrium, dan tuba fallopi, dan merupakan kuman yang sangat pathogen terhadap sel epitel tuba fallopi. Jika sel tuba fallopi manusia pada kultur sel dipaparkan dengan pathogen seperti E.coli, Bacteroides fragilis, or Enterococcus faecalis, tidak menghasilkan respon inflamasi. Jika pada kultur ditambahkan gonokokus, maka terjadi respon inflamasi yang hebat. Sebaliknya, dengan C trachomatis intraselular, timbul mekanisme imun cell-mediated yang menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan tuba pada wanita dengan asymptomatic chlamydia berulang disebabkan oleh delayed hyperimmune response.

5. Wanita dengan TB paru juga dapat berkembang menjadi salfingitis dan endometritis, karena penyebaran hematogen. Tuba fallopi juga dapat terinfeksi secara langsung dari peradangan pada saluran cerna khususnya rupture abses,seperti pada apendik atau divertikular.

MANIFESTASI KLINIS 1,2,4 Demam Nyeri abdomen bawah / nyeri pelvik (khususnya ketika berjalan atau selama koitus) Keluarnya duh yang mukopurulen Pada pemeriksaan pelvis bimanual ditemukan nyeri goyang serviks, dan nyeri adneksa. Leukositosis ( > 10.000 sel/mm3 dan ditemukan peningkatan sedimentasi eritosit ) Gejala yang jarang : perdarahan pervaginam yang tidak teratur, disuria, diare, dismenore, mual, dan muntah. Tanda-tanda peritonitis jika bakteri atau debris keluar ke rongga peritoneum. Pada beberapa wanita bisa asimtomatis.

DIAGNOSIS 2,4 Pada pasien yang simtomatis, gejala meningkat selama atau menyertai menstruasi. Kriteria diagnosis berdasarkan CDC (2006) direkomendasikan bagi wanita aktif seksual dengan risiko terkena penyakit menular seksual yang menderita nyeri pelvik atau perut bawah.

Tabel 1. Pertimbangan Diagnosis untuk Pelvic Inflammatory Disease 4 Kriteria minimal untuk terapi inisiasi pada wanita berisiko Nyeri uterus / adneksa Nyeri goyang serviks

Tidak ditemukan penyebab lainnya Satu atau lebih dari gejala dan tanda ini meningkatkan spesifisitas diagnosis Demam (suhu oral >38,30C ) Discharge vagina atau serviks yang abnormal Ditemukan leukosit pada discharge vagina Peningkatan sedimentasi eritrosit Peningkatan C-reactive protein Terdapat bukti infeksi Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis secara laboratorium Pemeriksaan penunjang 1,4 Foto polos Foto pelvis menunjukkan tuba atau kompleks tubo-ovarium terisi cairan. Penggunaan foto polos terbatas pada pasien dengan abses tuba. Biopsi Kriteria yang paling spesifik untuk diagnosis adalah biopsy endometrium dengan histopatologik endometritis, namun tidak umum digunakan karena kurang nyaman untuk pasien. Laparoskopi dapat digunakan sebagai gold standar, namun sekarang tidak lagi dipertimbangkan secara klinis untuk menegakkan diagnosis PID karena bersifat invasif dan mahal. USG USG pelvis dapat memperlihatkan adanya pelebaran tuba fallopi. Studi terbaru, 50 pasien dievaluasi dengan USG Power Doppler untuk mendeteksi perubahn dari aliran darah yang berhubungan dengan inflamasi tuba. Power Doppler memiliki nilai prediktif positif 91% dan nilai prediktif negatif 100% untuk PID.

DIAGNOSIS BANDING 3 1. Apendisitis 2. Kehamilan ektopik 3. Perdarahan kista ovarium 4. Torsi ovarium 5. Endometriosis 6. Infeksi saluran kemih 7. Irritable bowel syndrome 8. Gastroenteritis 9. Kolesistitis PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk mengeliminasi infeksi dan inflamasi pada saluran reproduksi, mengatasi gejala, mencegah dan meminimalisir komplikasi, dan mengeradikasi kuman dari pasien dan partner seksnya. Terapi yang efektif untuk mencegah infertilitas berhubungan dengan waktu antara onset penyakit dan pengobatan. Di USA, hanya 20-25% pasien yang dirawat di rumah sakit. 1,4 CDC telah mempublikasikan pedoman pengobatan pasien rawat jalan dan rawat inap. Bagi pasien berobat jalan, pemeriksaan fisik diulang dalam 24-72 jam untuk menjamin respon terapi. jika tidak ada perbaikan dalam 72 jam, diagnosis harus dipestikan dan mulai dilakukan terapi parenteral. 4 Tabel 2. Rekomendasi Hospitalisasi pada Pasien Pelvic Inflammatory Disease4 Diagnosis tidak jelas

Pasien hamil Pasien tidak respon terhadap terapi antibiotic oral. Pasien tidak bisa berobat jalan. Pasien sakit berat, mual muntah atau demam tinggi Pasien dengan abses tubo-ovarium

Regimen Pengobatan Perubahan rekomendasi pengobatan PID adalah sebagai berikut : Levofloxacin 500 mg oral 1 x sehari selama 14 hari dapat diganti dengan ofloxacin. Metronidazole 500 mg 2 x sehari selama 14 hari juga dapat digunakan untuk meningkatkan cakupan terhadap kuman anaerob. Regimen terapi alternatif parenteral : ciprofloxacin plus doxycycline plus metronidazole tidak lagi direkomendasikan.

Tabel 3. Pengobatan Rawat Jalan Pasien Pelvic Inflammatory Disease 4 Regimen A Ofloxacin (Floxin) 400 mg oral 2 x sehari selama 14 hari Atau Levofloxacin 500 mg oral 1 x sehari selama 14 hari Dengan / tanpa Metronidazole (Flagyl) 500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari Regimen B Ceftriaxone (Rocephin) 250 mg intramuskular 1 kali Atau Cefoxitin (Mefoxin) 2 g intramuskular plus probenecid 1 g oral dosis tunggal 1 kali bersamaan Atau Parenteral cephalosporin generasi ketiga lainnya (seperti ceftizoxime [Cefizox] atau cefotaxime [Claforan]) Plus Doxycycline (Vibramycin, Doryx) 100 mg oral 2 x sehari selama 14 hari Dengan / tanpa Metronidazole (Flagyl) 500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari

Tabel 4. Pengobatan Rawat Inap Pasien Pelvic Inflammatory Disease 4

Regimen A Cefotetan (Cefotan) 2 g i.v setiap 12 jam atau cefoxitin (Mefoxin) 2 g i.v setiap 6 jam Plus Doxycycline (Vibramycin) 100 mg oral atau i.v setiap 12 jam Regimen B Clindamycin (Cleocin) 900 mg i.v setiap 8 jam Plus Gentamicin (Garamycin) loading dose i.v atau i.m (2 mg/kg), diikuti dengan maintenance dose (1.5 mg/kg) setiap 8 jam. Dapat diganti dengan dosis tunggal harian. Alternative parenteral regimens Ofloxacin (Floxin) 400 mg i.v setiap 12 jam Atau Levofloxacin 500 mg i.v 1 x sehari Dengan / tanpa Metronidazole (Flagyl) 500 mg i.v setiap 8 jam Atau Ampicillin/sulbactam (Unasyn) 3 g i.v setiap 6 jam plus doxycycline (Vibramycin, Doryx) 100 mg i.v atau oral setiap 12 jam Regimen ini digunakan sampai 24 jam setelah pasien mengalami perbaikan klinins. Obat ini dapat diganti dengan doxycycline (Vibramycin) 100 mg oral 2 x sehari selama 14 hari pengobatan. Jika terdapat abses tuba, dapat digunakan clindamycin (Cleocin) 900 mg oral 3 x sehari atau metronidazole 500 mg 2 kali sehari untuk melanjutkan terapi dengan doxycycline.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hacker, et al. Pelvic Infections. Dalam Essentials of Obstetrics and Gynecology. Fourth edition. Elsevier Saunders.

2. Schorge, et al. 2008. Gynecologic Infection. Dalam Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies. 3. Chan PD, Winkle CR. 2002. Pelvic Inflammatory Disease. Dalam Current Clinical Strategies Publishing : California. Hal 73-75 4. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. 2006. Sexually Transmitted Disease. Dalam Glass Office Gynecology. Sixth edition. Lippincott Williams & Wilkins. 5. DeCherney AH, Nathan L. 2007. Sexually Transmitted Disease . Current
Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecologic.Tenth edition. USA. The

McGraw-Hill Companies

Anda mungkin juga menyukai