Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

DENYUT JANTUNG, TEKANAN DARAH, DAN GERAK REFLEKS

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3

HILWA WALIDA (3415081951) DWI LUSI RIADONA (3415081974) YULIA HARDIANTI (3415081980) FITRIYANI (3415081985) DEWI SARTIKA (3415083247)

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2011

DENYUT JANTUNG
I. TUJUAN Mengetahui tempat pengukuran denyut jantung Mengetahui karakteristik denyut jantung Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung Mengetahui cara mengukur denyut jantung Mengukur denyut jantung

II. TINJAUAN TEORI Jantung adalah organ vital dan merupakan pertahanan terakhir untuk hidup selain otak. Denyut yang ada di jantung ini tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Denyut jantung biasanya mengacu pada jumlah waktu yang dibutuhkan oleh detak jantung per satuan waktu, secara umum direpresentasikan sebagai bpm (beats per minute). Denyut jantung yang optimal untuk setiap individu berbeda-beda tergantung pada kapan waktu mengukur detak jantung tersebut (saat istirahat atau setelah berolahraga). Variasi dalam detak jantung sesuai dengan jumlah oksigen yang diperlukan oleh tubuh saat itu. Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan masuk ke arteri. Walaupun sisi kiri dan kanan jantung memiliki tekanan atrium dan ventrikular yang berbeda, sisi-sisi tersebut berkontraksi dan berelaksasi bersamaan serta secara serempak mengeluarkan volume darah yang sama. Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat didengar melalui stetoskop. Lup mengacu pada saat katup A -V menutup dan dup mengacu pada saat katup semilunar menutup. Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui mikrofon. Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang

berkaitan dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik darah (Sloane, 2004). Denyut jantung (denyut apikal) adalah bunyi yang terdengar melalui stetoskop selama kontraksi jantung. S1 adalah bunyi akibat tertutupnya katup trikuspidalis dan mitral. Sedangkan S2 adalah bunyi akibat tertutupnya katup pulmonal dan atrial. Setiap denyut merupakan kombinasi antara bunyi jantung S 1 dan S2. Kecepatan normal denyut jantung pada orang dewasa adalah 55 sampai 90 kali/ menit dengan rata-rata 70 kali/ menit. Denyut apikal merupakan pengukuran frekuensi dan irama kontraksi jantung yang paling akurat. Laskowski menambahkan ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah denyut jantung seseorang, yaitu aktivitas fisik atau tingkat kebugaran seseorang, suhu udara disekitar, posisi tubuh (berbaring atau berdiri), tingkat emosi, ukuran tubuh serta obat yang sedang dikonsumsi. Denyut jantung seseorang juga dipengaruhi oleh usia dan aktivitasnya. Olahraga atau aktivitas fisik dapat meningkatkan jumlah denyut jantung, namun jika jumlahnya terlalu berlebihan atau di luar batas sehat dapat menimbulkan bahaya. Berbagai penelitian membuktikan bahwa daya tahan kardiorespirasi adalah salah satu indikator obyektif dalam mengukur aktivitas fisik seseorang dan merupakan komponen terpenting dalam meningkatkan kebugaran jasmani

seseorang. Olahraga menyebabkan perubahan besar dalam sistem sirkulasi dan pernapasan, dimana keduanya berlangsung bersamaan sebagai bagian dari respon homeostatik. Respon tubuh terhadap olahraga yang melibatkan kontraksi otot dapat berupa peningkatan kecepatan denyut jantung (Necel, 2009). Penelitian dari Linda S. Pescatello, PhD; Ann E. Fargo, MA; Charles N. Leach Jr., MD; and Herbert H. Scherzer, MD diperoleh hasil yaitu selama olahraga sekitar 30 menit pada pada orang normal (tidak mengalami hipertensi) terjadi peningkatan tekanan darah dari 117/76 mmHg menjadi 122/74 mmHg serta. Begitu pula dengan frekunsi denyut jantung, yang pada awalnya sebanyak 66 kali/menit meningkat menjadi 78 kali / menit. Sedangkan pada orang yang mengalami hipertensi, selama olahraga sekitar 30 menit terjadi penurunan mengalami hipertensi, selama olahraga sekitar 30 menit terjadi penurunan tekana darah dari 136/91 mmHg menjadi 130/82 mmHg penurunan ini terjadi pula pada frekuensi denyut jantungnya dari 83 kali/menit menjadi 80 kali/menit (cicr.ahajournals.org, 1991 dalam Necel, 2009).

III. METODOLOGI Alat : Stetoskop, Jam dan lampu senter. Cara Kerja : o Meminta OP berbaring/duduk dengan tenang. Memberikan sinar pada dada bagian kiri di daerah interkostal kelima sebelah dalam garis midklavikula agar denyut jantung terlihat lebih jelas. o Dengan palpasi, lalu menentukan letak apeks jantung (tempat dimana denyut jantung teraba paling kuat). Meletakkan stetoskop pada apeks dan auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 (terdengar seperti lub dup). Bila irama S1 dan S2 terdengar teratur, hitung kecepatannya selama 30 detik. Mengulangi latihan ini sampai memperoleh hasil yang sama. o Meminta OP melakukan aktivitas (olahraga) selama 10 menit. Melakukan pengukuran denyut jantung dengan cara yang sama seperti diatas dan mencatat hasil pengukuran.

IV. HASIL
DENYUT JANTUNG IRAMA KEKUATAN ISTIAKTIISTIAKTIRAHAT VITAS RAHAT VITAS Lebih Lebih Teratur Normal cepat kuat Teratur Teratur Teratur Stabil Tidak teratur Teratur Teratur Lebih cepat Cepat Lebih cepat Lebih cepat Cepat Cepat Lebih cepat Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Lebih kuat Lebih kencang Lebih kuat Lebih kuat Lebih kuat Lebih kuat Lebih kuat

NO

NAMA OP Lia Rosid Fitriyani Noor Trisia Rani D Rani R Rafika

USIA

JENIS KELAMIN P L P L P P P P

KECEPATAN ISTIAKTIRAHAT VITAS 45 37 37 25 45 38 36 43 54 46 71 33 55 50 43 49

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

21 20 21 19 20 20 20 20

V. PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan pengukuran denyut jantung. Denyut jantung rata-rata OP selama 30 detik sebagai berikut Lia 49.5, Rosid 41.5, Fitriyani 54, Noor 29, Trisia 50, Rani D 44, Rani R 39.5, Rafika 46. Karena denyut jantung biasanya mengacu pada jumlah waktu yang dibutuhkan oleh detak jantung persatuan waktu, yang secara umum direpresentasikan sebagai bpm (beats per minute), maka setelah diubah menjadi 1 menit maka rata-rata denyut jantungnya berubah menjadi: Lia 99bpm, Rosid 83bpm, Fitriyani 108bpm, Noor 58 bpm, Trisia 100bpm, Rani D 88bpm, Rani R 79bpm, Rafika 92bpm. Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar melalui sistem ini kesemua bagian miokardium. Struktur yang membentuk sistem penghantar adalah simpul sinoatrial, lintasan antar-simpul di atrium, simpul atrioventrikular, berkas His dan cabang-cabangnya dan sistem purkinje (Ganong, 2003). Perbedaan denyut jantung yang terdapat pada delapan OP dikarenakan beberapa hal, Noor memiliki rata-rata denyut jantung paling rendah, hal ini dikarenakan OP sering berlatih olah raga(latihan futsal) sehingga jantungnya telah terbiasa melakukan aktivitas olah raga sehigga tidak terlalu terdapat perbedaan denyut saat beraktivitas dengan istirahat, hal ini nampak berbanding terbalik dengan fitriyani yang denyut saat istirahat 74 sedangkan saat beraktivitas 142 dan memiliki rata-rata 108bpm, ini dikarenakan OP jarang berolah raga sebelumnya sehingga saat berolah raga denyut jantungnya melonjak dengan sangat signifikan, perangsangan ganglion stelata kanan meningkatkan kecepatan jantung, sedangkan perangsangan ganglion stelata kiri memperpendek waktu hantaran simpul AV dan masa refrakter (Ganong,2003). Denyut jantung yang optimal untuk setiap individu berbeda-beda, variasi dalam detak jantung sesuai dengan jumlah oksigen yang diperlukan oleh tubuh saat itu. Pada orang dewasa yang sehat, saat sedang istirahat maka denyut jantung yang normal adalah sekitar 60-100 denyut per menit (bpm). Jika didapatkan denyut jantung yang lebih rendah saat sedang istirahat, pada umumnya menunjukan fungsi jantung yang lebih efisien dan lebih baik kebugaran kardiovaskularnya. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah denyut jantung seseorang, yaitu aktivitas fisik atau tingkat kebugaran seseorang (dari kedelapan OP

diketahui bahwa Rafika sedang sakit, hal ini yang mempengaruhi banyaknya denyut jantungnya per menit), usia, posisi tubuh, tingkat emosi, ukuran tubuh, suhu udara disekitar serta obat yang sedang dikonsumsi, kecepatan pelepasan listrik simpul SA dan jaringan simpul lain dipengaruhi oleh suhu dan obat-obat. Frekuensi pelepasan meningkat bila suhu meningkat (Ganong,2003). Untuk mendapatkan nilai denyut jantung maksimal dilakukan dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia. Hal selanjutnya yang diamati adalah irama dan kekuatanya. Adanya irama pada jantung disebabkan oleh pukulan ventrikel kiri terhadap dinding anterior yang terjadi selama kontraksi ventrikel. Pada hasil pengamatan diperoleh data bahwa terdapat hasil irama denyut jantung yang teratur dan ada juga yang tidak teratur. Pada semua OP didapat hasil bahwa pada waktu istirahat denyut jantung teratur dan setelah melakukan aktivitas denyut jantung tetap teratur. Irama denyut jantung yang terdengar berasal dari bergolaknya darah yang disebabkan oleh menutupnya katup jantung. Irama denyut jantung pada waktu istirahat seharusnya tidak teratur, karena biasanya pada keadaan istirahat waktu antara suara jantung kedua dengan suara jantung pertama berikutnya kira-kira 2 kali lebih lama daripada waktu antara suara jantung pertama dan suara jantung kedua dalam satu siklus. Namun pada data pengamatan umumnya OP teratur, pengambilan data memungkinkan hal ini terjadi. Kami tidak dapat memastikan bagaimana proses pengambilan data pada setiap OP melihat keterbatasan waktu yang dimiliki. Kekuatan denyut jantung dipengaruhi jumlah darah yang keluar dari ventrikel kiri (ventrikel kanan) ke dalam aorta (arteri pulmonalis) setiap menit jumlah darah yang keluar tersebut dipengaruhi oleh: volume darah yang dipompa ventrikel setiap berdenyut dan jumlah denyut jantung setiap menit, sehingga seharusnya denyut jantung yang terjadi ada yang kurang, sedang dan kuat. Selain itu kedaan fisik tiap OP juga berbeda, pada saat pengamantan diketahui bahwa Rafika sedang sakit sehingga kesehatan juga mempengaruhi kekuatan denyut jantung. Selain itu juga OP yang jarang berolah raga akan mempengaruhi kekuatan jantungnya, karena jantung yang jarang berolah raga akan bekerja lebih keras ketika olah raga.

VI. KESIMPULAN Tempat pengukuran denyut jantung yaitu pada daerah apeks jantung interkostal kelima sebelah dalam garis midklavikula. Karakteristik denyut jantung yaitu terdapat sistole dan diastole yang berbunyi lub dub . Faktor yang mempengaruhi denyut jantung adalah usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, kebugaran tubuh, usia, posisi tubuh, tingkat emosi, ukuran

tubuh, suhu udara disekitar serta obat yang sedang dikonsumsi. Cara mengukur denyut jantung, pertama dengan palpasi, lalu tentukan letak apeks jantung. Letakkan stetoskop pada apeks dan auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 (terdengar seperti lub dup). Bila irama S1 dan S2 terdengar teratur, hitung kecepatannya selama 30 detik. Ulangi sampai memperoleh hasil yang sama. Besar denyut jantung ke delapan OP adalah Lia 99bpm, Rosid 83bpm, Fitriyani 108bpm, Noor 58 bpm, Trisia 100bpm, Rani D 88bpm, Rani R 79bpm, Rafika 92bpm.

VII. DAFTAR PUSTAKA Ganong, William F. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Necel. 2009. Perubahan Frekuensi Denyut Jantung dan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Olahraga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.

TEKANAN DARAH
I. TUJUAN Mengetahui tempat pengukuran tekanan darah Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah Mengetahui cara mengukur tekanan darah Melakukan pengukuran tekanan darah

II. TINJAUAN TEORI Tekanan darah adalah daya dorong darah ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup; yaitu, pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui sistem pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan. Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena adanya efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg. Perubahan tekanan sirkulasi sistematik. Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena kava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan tekanan 0 mmHg). Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah : Curah jantung. Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya).

Tahanan perifer terhadap aliran darah. Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh. Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu: o Viskositas darah. Semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas; pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang. o o Panjang pembuluh. Semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Radius pembuluh. Tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius pembuluh sampai pangkat keempatnya. Jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada vasodilatasi, maka aliran darah akan meningkat enam belas kali lipat. Tekanan darah akan turun. Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada vasokonstriksi, maka tahanan terhadap aliran akan meningkat enam belas kali lipat dan tekanan darah akan naik. o Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan, maka perubahan dalam tekanan darah didapat dari perubahan radius pembuluh darah. Pengukuran tekanan darah arteri sistolik dan diastolik dilakukan secara tidak

langsung melalui metode auskultasi dengan menggunakan stigmomanometer. Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara dari manset. Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir bunyi Korotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolik biasanya lebih kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda. (Sloane, 2004)

Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Namun kadar tekanan darah tidak sama sepanjang masa, dan sering berubah-ubah mengikuti kebutuhan tubuh. Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tersebut disebut sebagai normal-tinggi (batasan tersebut

diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). Kelainan darah tinggi pada awalnya disebabkan oleh peningkatan aktivitas pusat vasomotor atau meningkatnya kadar epinefrin plasma, sehingga memberikan efek pada sistem kardiovaskuler. Oleh karena itu terjadi perubahan-perubahan fungsi pada sistem pengendalian tekanan darah. Kegagalan utama pada sistem pengendalian tekanan darah karena tidak berfungsinya baroreseptor ataupun refleks kemoreseptor, sehingga pusat vasomotor di batang otak menjadi hiperaktif. Dan melalui saraf simpatis ke jantung akan mempengaruhi isi sekuncup dan denyut jantung atau frekuensinya dan di lain pihak pada pembuluh darah menyebabkan perubahan diameter, sehingga tahanan perifer meningkat. Meningkatnya tekanan darah ini dapat berupa kenaikan sistolik dan/atau disertai kenaikan tekanan diastolik. Dan hal yang lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi adalah olahraga, karena olahraga isotonik (seperti bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Olahraga juga menyebabkan penurunan retensi perifer total akibat

vasodilatasi dalam otot-otot yang berolahraga. Akibatnya, tekanan darah sistolik juga meningkat meskipun hanya dalam peningkatan yang sedang,sementara diastolik biasanya cenderung tidak berubah atau turun. Saat berolahraga tekanan darah akan naik cukup banyak. Namun, segera setelah latihan selesai, tekanan darah akan turun sampai di bawah normal dan berlangsung selama 30-120 menit. Penurunan ini terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi. Pada penderita hipertensi, penurunan itu akan nyata sekali. Jika olahraga dilakukan berulang-ulang, lama kelamaan penurunan tekanan darah tadi berlangsung lebih lama (Necel, 2009).

III. METODOLOGI o Alat : Spigmomanometer dan stetoskop o Cara Kerja :

Meminta OP berbaring dengan tenang dalam keadaan istirahat, meletakkan manset di bagian lengan OP. Menyiapkan stetoskop, menentukan letak arteri brakhialis pada fossa cubiti dan meletakkan stetoskop diatasnya. Meraba arteri radialis sambil memompa manset hingga arteri radialis tidak teraba lagi, lalu pompa kembali sebesar 30 mmHg. Sambil memegang stetoskop, lepaskan pompa dengan

keepatan 2-3 mmHg per detik. Perhatikan bunyi yang terdengar melalui stetoskop. Menentukan tekanan bunyi pertama yang terdengar dan terakhir sesuai dengan fase korotkoff. Mencatat hasil pengukuran, dan mengulangi latihan hingga memperoleh hasil yang serupa. Meminta OP melakukan aktivitas/olahraga selama 10 menit. melakukan pengukuran tekanan darah dengan cara yang sama seperti diatas dan mencatat hasil pengukuran. IV. HASIL
TEKANAN DARAH (mmHg) NO NAMA OP USIA JENIS KELAMIN SISTOLIK ISTIRAHAT 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Vivi Lela Dwi L Noor Nessa Witri Fina Siti H 20 21 21 19 21 21 21 20 P P P L P P P P 100 120 80 100 100 100 90 85 AKTIVITAS 110 180 120 110 120 120 110 100 DIATOLIK ISTIRAHAT 70 80 60 70 60 80 60 60 AKTIVITAS 76 55 78 70 70 80 70 65 NADI ISTIRAHAT 30 40 20 30 40 20 30 20 AKTIVITAS 34 125 42 40 50 40 40 35

V. PEMBAHASAN Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Pada praktikum kali ini, praktikan akan mengukur tekanan darah OP. Cara mengukur tekanan darah yaitu dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat. Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang. Dari hasil pengukuran, ternyata 6 OP dari perwakilan 8 kelompok memiliki tekanan darah normal yaitu tekanan sistol 90-120 dan tekanan diastole 60-80 (pada keadaan istirahat), sedangkan 2 OP memiliki tekanan darah rendah yaitu tekanan sistol 80-85 dan tekanan diastol 60 (pada keadaan istirahat). Setelah OP menjalani latihan fisik, terdapat peningkatan tekanan sistol dan diastole hal ini dikarenakan olahraga dapat memperlancar pemasokan darah ke seluruh tubuh Keadaan jantung pada orang yang berolahraga (terlatih) jauh berbeda dengan orang yang tidak berolahraga. Jantung orang yang tidak berolahraga (tidak terlatih) biasanya dalam satu kali denyutan volume darah yang dapat dipompakan 70 cc sedangkan bagi yang terlatih dapat mencapai 200 cc, ini dipengaruhi oleh

kekuatan kontraksi otot jantung terutama ventrikel. Dengan demikian pasokan darah keseluruh tubuh menjadi lancar, Karena meningkatnya volume darah yang dapat dipompakan dalam satu kali denyutan (stroke volume). Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik dan kegiatan sehari-hari sangat mempengaruhi tekanan darah. Semakin tinggi kegiatan fisik yang dilakukan tekanan darah semakin meningkat. Umur yang bervariasi pada ke delapan OP juga mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah akan cenderung tinggi bersama dengan peningkatan umur. Semakin tua, tekanan sistolik semakin tinggi dan biasanya di hubungkan dengan timbulnya arteiosklerosis kira-kira sepersepuluh dan orang tua meningkat di atas 200 mmHg. Tetapi karena ke delapan OP memiliki usia yang relatif sama maka faktor ini tidak terlalu jelas mempengaruhi.

VI. KESIMPULAN Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas, lengan bawah, kaki, dan paha. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan, keadaan emosional (stress), obesitas, obat-obatan, dan aktivitas. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Dari hasil pengukuran, 6 OP bertekanan sistol 90-120 dan tekanan diastole 60-80 (pada keadaan istirahat), sedangkan 2 OP lagi memiliki tekanan sistol 80-85 dan tekanan diastol 60 (pada keadaan istirahat).

VII. DAFTAR PUSTAKA Necel. 2009. Perubahan Frekuensi Denyut Jantung dan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Olahraga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.

GERAK REFLEKS
I. TUJUAN Mengetahui tempat-tempat pengukuran tendon Mengetahui cara pengukuran refleks tendon Melakukan pemeriksaan refleks tendon

II. TINJAUAN TEORI Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada sistem rangka (Seeley, 2002). Berdasarkan Tobin (2005), otot terdiri atas bundelbundel sel otot. Setiap bundel berada di dalam lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kebutuhan otot tersebut. Di setiap ujung otot, lapisan luar dan dalam dari jaringan ikat bersatu menjadi tendon yang biasanya menempel pada tulang. Otot rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut: kontraktilitas; kemampuan untuk memendek karena adanya gaya eksitabilitas; kapasitas otot untuk merespons sebuah rangsang ekstensibilitas; kemampuan otot untuk memanjang elastisitas; kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami pemanjangan. (Seeley, 2002) Unit dasar setiap kegiatan refleks terpadu adalah lengkung refleks yang terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat eferen dan efektor. Lengkung refleks paling sederhana adalah yang memiliki satu sinaps antara neuron aferen dan eferen (disebut monosinaptik dan refleks yang terjadi disebut refleks monosinaptik). Lengkung refleks yang memiliki lebih dari satu sinaps antara neuron aferen dan eferen disebut polisinaptik dan jumlah sinapsnya antara 2 hingga beberapa ratus (Ganong, 2001). Refleks gerak pada ekstremitas berpusat di medulla spinalis, sementara refleks kedip mata berpusat di otak besar lobus oksipitalis. Jalannya impuls pada gerak refleks menurut Bell dan Magendie adalah reseptor-saraf sensoris (melalui lengkung dorsal)-medulla spinalis-saraf motoris (melalui lengkung ventral)-efektor.

Impuls saraf masuk ke medulla spinalis sebagai Central Nervous System (CNS) melalui akar dorsal dan keluar melalui akar ventral. Substansi grisea medulla spinalis merupakan daerah integratif untuk refleksrefleks medulla spinalis dan fungsi motorik lainnya. Tiap segmen memiliki jutaan neuron, diantaranya neuron sensoris, motoneuron anterior dan interneuron (Guyton, 1996). Motoneuron anterior mengeluarkan serabut-serabut saraf yang meninggalkan medulla spinalis melalui radiks anterior dan berjalan ke otot-otot untuk mempersarafi serabut otot rangka. Adapun interneuron merupakan penghantar isyarat ke serebrum untuk mengatur fungsi motorik (Guyton, 1996). Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada rute yang disebut lengkung refleks. Sebagian besar proses tubuh involunter (misalnya, denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan suhu) dan respons otomatis (misalnya, sentakan akibat suatu stimulus nyeri atau sentakan pada lutut) merupakan kerja refleks. Semua lengkung (jalur) refleks terdiri dari komponen yang sama. Reseptor adalah ujung distal dendrit, yang menerima stimulus. Jalur aferen melintas di sepanjang sebuah neuron sensorik sampai ke otak atau medulla spinalis. Bagian pusat adalah sisi sinaps, yang berlangsung dalam substansi abu-abu SSP. Impuls dapat ditransmisi, diulang rutenya, atau dihambat pada bagian ini. Jalur eferen melintas di sepanjang akson neuron motorik sampai ke efektor, yang akan merespons impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang khas. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, atau otot polos, atau kelenjar yang merespons. Refleks yang paling simpel adalah lengkung refleks ipsilateral monosinaptik, atau dua neuron, disebut juga refleks peregangan. Monosinaptik berarti hanya ada satu sinaps yang terjadi antara neuron sensorik dan neuron motorik. Istilah ipsilateral berarti bahwa kedua neuron berterminasi di sisi yang sama pada tubuh.

Refleks patellar, atau knee-jerk, merupakan salah satu contoh refleks peregangan yang dipakai dalam pemeriksaan neurologis. Jika tendon patellar diketuk, spindle otot (reseptor sensorik) pada otot kuadriseps tungkai akan mengirim impuls melalui badan sel neuron sensorik (terletak dalam radiks dorsal ganglia) menuju substansi abu-abu medulla spinalis. Neuron sensorik bersinapsis dengan neuron motorik, yang

mentransmisi impuls ke kuadrisep tungkai, mengakibatkan kontraksi otot dan ekstensi tungkai pada lutut. Refleks peregangan, disebut juga refleks miotatik, tendon, atau refleks proprioseptif, penting untuk mempertahankan postur tubuh. Sebagian besar refleks (selain refleks peregangan) adalah refleks polisinaptik atau multisinaptik. Refleks ini mengandung paling sedikit tiga neuron dan dua sinaps dengan satu interneuron (neuron penghubung atau internunsial) di antara neuron sensorik dan motorik. 1. Refleks sentakan atau refleks fleksor, yang terjadi akibat stimulus nyeri, bersifat melindungi dan berlangsung dalam tubuh sama banyaknya dengan refleks peregangan. 2. Refleks ekstensor bersilangan, yang berkaitan erat dengan refleks fleksor, merupakan ekstensi lengan secara kontralateral yang terjadi akibat fleksi lengan pada sisi ipsilateral. Pada refleks yang lebih kompleks, sinyal sensorik yang diterima dari mata, telinga, kulit atau reseptor sensorik lainnya diinteraksikan dengan unsur integratif dan unsur motorik lainnya. Refleks kompleks ini juga melibatkan memori yang tersimpan dari pengalaman sebelumnya. (Sloane, 2004)

III. METODOLOGI Cara Kerja: 1. Refleks Biseps (Musculocular Nerve) - OP Membuka lengan baju sampai diatas siku, pemeriksa menyangga tangan OP hingga posisi fleksi 900C.

- Mencari tendon biseps dengan cara meraba bagian distal otot bisep, jika antebrachi fleksi maksimal maka tendon teraba bergerak. - Memukul dengan palu refleks pada bagian tendon tersebut. - Bila terdapat gerakan halus pada tendon otot sampai dengan gerakan fleksi pada antebrachi maka dikatakan refleks biseps positif (+). 2. Refleks Trisep (Radial Nerve) - Membuka lengan baju sampai diatas siku. - Pemeriksa menyangga tangan OP hingga posisi adduksi. - Mencari tendon otot brachi triseps dengan cara meraba bagian distal otot brachii triseps. Jika antebrachi adduksi maksimal maka tendon teraba bergerak. - Memukul dengan palu refleks pada bagian tendon tersebut. - Bila terdapat gerakan halus pada tendon otot sampai dengan gerakan adduksi pada antebrachii maka refleks triseps dikatakan positif (+). 3. Refleks Patellar/Knee-Jerk Reflex (Femoral Nerve) - OP duduk dengan posisi kaki menggantung. - Meraba bagian distal lutut untuk mencari tendon patella. - Memukul dengan palu refleks pada bagian tendon tersebut. - Bila terdapat gerakan ekstensi cruris maka dikatakan refleks patella positif. 4. Refleks Archilles (Sciatic Nerve) - OP duduk dengan posisi kaki sejajar dengan lantai. - Melakukan dorso fleksi pada plantar pedis. Meraba tendon achilles. - Memukul dengan paku refleks pada bagian tendon tersebut. - Bila terdapat gerakan dorso fleksi, maka dikatakan refleks achilles positif.

IV. HASIL
REFLEKS NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. NAMA OP BISEPS Silvani Siti J Dwi Lusi Nurul F Nurul A Veny Kusfebriani Yunita 3 1 2 2 3 2 2 2 TRISEPS 3 2 2 1 3 1 2 1 PATELLA 3 3 2 2 3 2 2 2 ARCHILLES 3 2 1 1 3 2 2 1

V. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kepada 8 OP didapatkan hasil bahwa semua OP memiliki respon refleks yang berkisar 1 3 (berdasarkan penilaian refleks). Beragamnya kisaran respon refleks pada semua OP dikarenakan perbedaan kekuatan rangsang yang diberikan (pemukulan dengan palu refleks), dimana kuat rangsang berbanding lurus dengan sensasi dan terutama ditentukan oleh sifat sifat reseptor perifer (Ganong, 2002). Selain hal di tersebut, beragamnya kisaran nilai respon refleks OP disebabkan oleh keadaan OP yang sadar, sedangkan refleks itu sendiri merupakan respon apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar (Sherwood, 2001). Gerak refleks dapat terjadi ketika reseptor berespon terhadap suatu stimulus yang membentuk suatu potensial aksi yang kemudian diintegrasikan oleh medulla spinalis melalui jalur aferen ke efektor melalui jalur eferen, di mana jalur antara reseptor dan efektor adalah sama. Ketika impuls memasuki medulla spinalis, neuron aferen yang membawa impuls akan menyebar dan bersinaps dengan antarneuron yang berbeda beda yakni antarneuron eksitatorik, antarneuron inhibitorik, dan antarneuron lain yang membawa sinyal dari medulla spinalis ke otak melalui jalur asendens (Sherwood, 2001).

Uji gerak refleks ini dilakukan dengan melakukan pemukulan secara pelan pada tendon beberapa otot seperti bisep, trisep, patella, dan achilles, dimana pemukulan tersebut merupakan sinyal yang dijalarkan melalui serabut saraf tipe Ib ke area lokal medulla, setelah bersinaps di dalam kornu dorsalis medulla. Sinyal medulla lokal merangsang suatu interneuron penghambat yang menghambat neuron motorik anterior sehingga mencegah tegangan pada otot tidak terlalu besar tanpa mempengaruhi otot otot di dekatnya (Guyton, 2007). Tendon yang merupakan jaringan yang menghubungkan otot dengan tulang dan diselubungi oleh reseptor reseptor sensorik sehingga ketika ada suatu rangsang otot akan berkontraksi kemudian menarik tulang tempatnya melekat dan bagian tubuh dekat area tendon yang mendapat rangsang akan bergerak.

VI. KESIMPULAN Pengukuran refleks tendon dapat dilakukan pada tendon biseps, tendon trisep, tendon patella,dan tendon achilles. Cara mengukur refleks tendon adalah dengan memukul tendon biseps, trisep, patella, dan achilles dengan palu refleks. Respon refleks kedelapan OP berkisar antara 1-3.

VII. DAFTAR PUSTAKA Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai