Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hewan vertebrata yaitu hewan yang bertulang belakang atau punggung. Memiliki struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan hewan avertebrata. Hewan vertebrata memiliki tali yang merupakan susunan tempat terkumpulnya sel-sel saraf dan memiliki perpanjangan kumpulan saraf dari otak. Tali ini tidak dimiliki oleh hewan tak bertulang punggung. Pemenuhan kebutuhannya, hewan vertebrata memiliki sistem kerja yang sempurna, peredaran darah berpusat pada organ jantung dengan pembuluh-pembuluh menjadi salurannya (Jasin, M., 1989). Hewan avertebrata tidak bertulang belakang, serta memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang punggung/belakang, juga sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan invertebrata. Menurut kondisi rongga tubuh, Hewan avertebrata ada yang tidak memiliki rongga tubuh disebut Aselomata.Hewan yang memiliki rongga tubuh semu, yaitu rongga tubuh belum dilengkapi dengan peritonieum (mesoderm) disebut Pseudoselomata. Hewan yang telah memliki rongga tubuh yang sempurna, yaitu telah memiliki peritonium di bagian luar dan dalam untuk melindungi saluran pencernaan disebut peritoneum visceralis atau selomata. Serta ada tidaknya lofofora dan segmentasi tubuh, beberapa hewan avertebrata mengalami proses metamerisme dan tagmanisasi (Suhardi, 1983). Karakter ekologi merupakan karakter non struktural yang antara lain meliputi habitat, inang, kebiasaan makan, variasi makanan, parasit maupun reaksi inang. Habitat (berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati) adalah tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Sebagai dasarnya, habitat adalah lingkungan paling tidak lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Menurut ilmu ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka berbagi habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop.

Hewan vertebrata sebagian besar memiliki habitat terestrial antara lain amphibia, reptilia, aves dan mamalia, adapun yang aktivitasnya lebih banyak di akuatik antara lain adalah anggota pisces. Vertebrata semiakuatik diantaranya adalah anggota amphibia. Sedangkan yang berhabitat aboreal antara lain adalah anggota dari amphibia (katak pohon) dan aves (Djuhanda, 1982). Hewan avertebrata metazoa tingkat tinggi yang hidup di darat dapat tersusun dari beberapa kelompok misalnya phyla Mollusca, Annelida dan Arthropoda banyak dijumpai memiliki aktivitas di daratan. Achatina fulica dan Felicaulis sp. Merupakan contoh Mollusca yang hidup di darat. Beragam spesies cacing tanah dari genus Lumbricus dan Pheretima tersebar cukup luas di daratan (Maskoeri, 1998). B. Tujuan Tujuan praktikum acara pengenalan hewan avertebrata dan vertebrata pada berbagai habitat adalah: 1. Mengenali ciri-ciri yang tampak pada tubuh hewan avertebrata dan vertebrata yang hidup di habitat terestrial, semiakuatik, akuati, dan aboreal. 2. Mendeskripsikan ciri-ciri tempat hidup hewan avertebrata dan vertebrata yang diamati.

II. MATERI DAN METODE A. Materi

Materi yang diamati adalah hewan avertebrata dan vertebrata yang hidup di habitat terrestrial, semiakuatik, akuatik dan aboreal (bekicot, capung, ikan pari, kalajengking, keong emas, dan burung hantu). Alat yang digunakan adalah bak preparat, pinset, buku gambar dan alat tulis. B. Metode 1. Pemisahan antara hewan avertebrata dan vertebrata. 2. Mengamati dan menggambar hewan avertebrata dan vertebrata yang diamati berdasarkan ciri-ciri yang tampak yang hidup di habitat terrestrial,

semiakuatik, akuatik dan aboreal. 3. Mendeskripsikan ciri-ciri tempat hidup yang tampak pada hewan avertebrata dan vertebrata.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Hasil praktikum didapatkan bahwa habitat hewan avertebrata dan vertebrata dapat dikelompokkan menjadi hewan akuatik, semiakuatik, terrestrial dan aboreal. Hewan akuatik merupakan hewan yang lebih banyak berada di air untuk aktivitas hidupnya. Contoh dari hewan akuatik anggota dari pisces, phylum mollusca dan phylum chordata. Hewan semi-akuatik adalah hewan yang berada di air maupun di darat dengan perbandingan waktu yang seimbang. Contoh dari hewan semiakuatik antara lain anggota dari amphibia, beberapa anggota arthopoda seperti capung (Anax junius). Hewan terrestrial merupakan hewan yang lebih banyak di darat daripada di air. Contoh dari hewan terrestrial yaitu amphibia, reptilia, aves, mamalia, hewan avertebrata metazoa tingkat tinggi phyla mollusca, annelida dan arthopoda. Hewan aboreal adalahhewan yang lebih banyak di pepohonan untuk melakukan aktivitasnya. Contoh dari hewan aboreal adalah amphibia (katak pohon) dan aves. Terrestrial Achatina fulica Heteromethrus sp. Semiakuatik Avertebrata Anax junius Pomacea caniculata Lacrymaria sp. Tyto alba Akuatik Abore al

Vertebrata

B. Pembahasan 1. Bekicot (Achatina fulica) Bekicot berasal dari Afrika Timur, tersebar keseluruh dunia dalam waktu yang relative singkat karena bereproduksi dengan cepat. Bekicot tersebar kearah timur sampai ke kepulauan Maurutius, India dan Malaysia dan telah ada di Jakarta sejak tahun 1933. Sampai saat ini bekicot jenis Achatina fulica masih banyak terdapat di jawa (Pinus,1988). Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus = lunak) merupakan hewan yang bertubuh lunak. Tubuhnya lunak dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata. Ciri tubuh Mollusca meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh. Ukuran dan bentuk mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput yang panjangnya hanya beberapa milimeter dengan bentuk bulat telur. Namun ada yang dengan bentuk torpedo bersayap yang panjangnya lebih dari 18 m seperti cumi-cumi raksasa. Tubuh mollusca terdiri dari tiga bagian utama kaki merupakan penjulur bagian ventral tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak merayap atau menggali. Beberapa mollusca pada bagian kaki termodifikasi menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah bagian tubuh mollusca yang lunak. Massa visceral merupakan kumpulan sebagaian besar organ tubuh seperti pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Mantel membentuk rongga mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut merupakan lubang insang, lubang ekskresi, dan anus. Selain itu, mantel dapat mensekresikan bahan penyusun cangkang pada mollusca bercangkang (Brotowijoyo, 1996). Kelas filum mollusca yang terbesar adalah Gastropoda yang memiliki lebih dari 40.000 species yang hidup, sebagian besar gastropoda adalah hewan laut, tetapi banyak juga sepesies air tawar. Bekicot dan Slug telah beradaptasi dengan lingkungan darat (Cruse,1990). Gastropoda hidup dalam ruang bungkal yang terdapat radula. Gastropoda juga hidup di air tawar dan darat. Menurut Jasin (1989), klasifikasi Bekicot adalah sebagai berikut : Kerajaan Phylum Class Ordo Subordo Famili : Animalia : Mollusca : Gastropoda : Pulmonata : Stylommotophora : Achatinidae

Genus Specie

: Achatina : Achatina fulica

Achatina fulica 2. Capung (Anax junius) Capung atau sibar-sibar adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata. Serangga ini jarang berada jauh dari air, tempat bertelur dan menghabiskan masa pradewasa anak-anaknya. Capung umumnya bertubuh relatif besar dan hinggap dengan sayap terbuka atau terbentang ke samping. Sedangkan capung jarum umumnya bertubuh kecil (meskipun ada beberapa jenis yang agak besar), memiliki abdomen yang kurus ramping mirip jarum, dan hinggap dengan sayap-sayap tertutup, tegak menyatu di atas punggungnya. Capung menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan perkotaan. Ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3.000 mdpl. Umumnya jenis capung, merupakan penerbang yang kuat dan luas wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan wilayah hidup yang sempit. Capung jarum biasanya terbang dengan lemah dan jarang menjelajah sampai jauh (Borror, 1992). Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tumbuhan yang berada di air. Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah menetas larva capung hidup dan berkembang di dasar perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di bawah permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernafas. Tempayak dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora

yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat bulan (Borror, 1992). Klasifikasi capung menurut Borror (1992), adalah sebagai berikut: Kerajaan Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Odonata : Anaxidae : Anax : Anax junius

Anax junius 3. Keong emas (Pomacea canaliculata) Siput murbai atau dikenal pula dengan nama populer keong emas (Pomacea canaliculata) adalah molusca air tawar yang menjadi hewan akuarium dan hama penting pertanaman padi di Asia. Class Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor (Howells, 2005). Keong emas (Pomacea canaliculata) keong air tawar yang berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tahun 1983 keong ini diperkenalkan di Negara Filiphina sebagai makanan sumber protein dan komediti ekspor. Beberapa tahun kemudian populasi dari hewan ini mengalami peningkatan yang pada akhirnya mengganggu tanaman padi disawah. Sampai pada akhirnya

Menteri Pertanian Negara tersebut pada tahun 1986 mengeluarkan larangan pemeliharaan keong emas ini disawah (Howells, 2005). Hewan tersebut dikenal dengan keong emas karena bentuknya adalah keong dengan cangkang berwarna kuning keemasan. Keong emas memiliki nama ilmiah Pomacea canaliculata. Morfologi Keong emas (Pomacea caniculata) adalah salah satu spesies gastropoda yang tidak hermaprodit. Hewan ini berkelamin tunggal yaitu berkelamin jantan dan betina. Ciri ciri marfologi dari keduanya adalah sebagai berikut: 1. Keong emas jantan : Bentuk bulat, ukuran relative kecil, apabila menutup cangkang penutupnya tidak terlalu masuk kedalm rongga cangkang. 2. Keong emas Betina : Bentuk bulat, ukuran lebih besar dari yang jantan, apabila menutup cangkang penutupnya kedalam rongga cangkang (Howells, 2005). Para cangkang siput ini spesies apel adalah bundar dan relatif berat (terutama di siput tua). 5-6 whorls dipisahkan oleh sebuah indentasi, jahitan dalam (maka nama 'canaliculata' atau 'disalurkan'). Pembukaan shell (aperture) besar dan oval ke bulat. Jantan ini dikenal memiliki aperture bulat dari betina, umbilikus besar dan dalam. Bentuk shell secara keseluruhan mirip dengan

Lineata pomacea, kecuali jahitan lebih dalam dari bentuk bundar canaliculata. Ukuran siput ini bervariasi 40-60 mm lebar dan 45-75 mm tinggi tergantung pada kondisi. Warna bervariasi sepenuhnya kuning dan hijau (dibudidayakan bentuk) untuk cokelat dengan atau tanpa pita spiral gelap (bentuk liar). Pertumbuhan cangkang spesies ini terjadi terutama pada musim semi dan musim panas, sementara itu mandeg pada musim gugur dan musim dingin (Johnson, 2003). Suhu yang ideal bagi keong untuk berkembang berkisar 22-23 C dan kelembaban yang efisien berkisar dari 55 % sampai 70 % (Ghulam et al., 2011) Klasifikasi Keong Emas (Pomacea canaliculata) menurut Johnson (2003), adalah: Kerajaan Phylum Kelas Superfamili Famili Genus Spesies : Animalia : Mollusca : Gastropoda : Ampullarioidea : Ampullariidae : Pomacea : Pomacea canaliculata

Pomacea canaliculata 4. Ikan Pari (Lacrymaria sp) Ikan pari yang umumnya ditemukan di perairan dangkal pantai laut sedang. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka tidak aktif,

sebagian dikubur di pasir, sering kali bergerak hanya dengan kuasa dan pengaruh air pasang. pewarnaan yang ikan pari umumnya mencerminkan

shading dasar laut itu, menyamarkannya dari predator hiu dan pari yang lebih besar. Tubuh mereka rata terdiri dari sirip dada bergabung ke kepala dan batang terkenal dengan ekor mengikuti di belakang (Hamlet,1999). Dicirikan oleh bentuknya pipih dan panjang, tulang ekor-bantalan, ikan pari adalah elasmobranchs unik dan sepupu kartilaginosa dari hiu. Ikan pari

memiliki sirip dada yang fusi sisi mimbar mereka atau "kepala." bukaan insang Eksternal terletak di's ventral sisi ikan pari atau "bawah)." Ada sekitar 200 jenis ikan pari dalam rangka ilmiah Myliobatiformes, yang meliputi raksasa stingarees (Keluarga Plesiobatidae) sixgill, ikan pari (Keluarga Hexatrygonidae, stingarees (Keluarga Urolophidae) , sungai ikan pari (Keluarga Potamotrygonidae), ikan pari whiptail (Keluarga Dasyatidae), sinar kupu-kupu (Keluarga Gymnuridae), sinar elang (Keluarga Myliobatidae), sinar cownose (Keluarga Rhinopteridae), dan sinar setan (Keluarga Mobulidae) (Nontji, 2005). Ikan pari dapat ditemukan pada kedua air tawar dan habitat laut pikir dunia. Kebanyakan ikan pari sungai dari Potamotrygonidae Keluarga tinggal

permanen di air tawar dan telah kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam habitat laut. ikan pari yang tinggal di Florida Atlantic St Johns River tampaknya juga menghabiskan seluruh hidup di air tawar, tetapi mampu beradaptasi dengan air asin pada pengaturan laboratorium dikendalikan. Ikan pari lainnya sebagian besar berada di laut. Namun, banyak spesies "euryhaline" atau mampu hidup di perairan dari berbagai salinitas. Spesies ini sering bisa ditemukan di habitat air tawar untuk jangka waktu yang diperpanjang (Hamlet,1999).

Aparat racun atau "sengat" dari ikan pari adalah tulang belakang atau diubah denticle dermal (timbangan meliputi hiu dan ikan pari) dengan dua alur perut penuh dengan jaringan yang memproduksi racun. Aparat racun yang kaya dikelilingi oleh mencakup sel atau lapisan yang juga bisa menghasilkan jumlah yang lebih rendah dari racun. Racun itu sendiri adalah sebuah protein sebagian besar berbasis toksin yang menyebabkan rasa sakit yang hebat pada mamalia dan juga dapat mengubah detak jantung dan pernapasan. Protein, dapat dilemahkan oleh paparan suhu yang tinggi. Perendaman luka dalam air panas atau aplikasi panas kompres direkomendasikan sebagai pengobatan langsung bagi korban musibah cedera pari atau "envenomation cedera." Ini dapat mengurangi rasa sakit awal dari sebuah ikan pari, korban masih harus mendapatkan bantuan medis sehingga luka dapat akan benar diperiksa dan dibersihkan untuk menghindari infeksi sekunder atau komplikasi lain. Pelagis sengatan ikan pari yang paling adalah terletak dekat pangkal ekor. Dapat

mencegah predator dari menggigit hewan dekat organ vital Sebaliknya, sengatan ikan pari yang tinggal paling bawah terletak lebih jauh dari tubuh , sehingga lebih efektif dan berbahaya "mengejutkan" senjata. Harus menunjukkan yang menyengat adalah murni sebuah senjata defensif saja dan bahwa "mencolok" tindakan adalah respon spontan daripada serangan "sadar" (Carrier, dkk, 2004) Klasifikasi ikan pari menurut Wikipedia (2010), adalah sebagai berikut: Kerajaan Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Chondrichthyes : Rajiformes : Lacrymaridae : Lacrymaria : Lacrymaria sp.

Ventral

Dorsal

Lacrymaria sp 5. Burung Hantu Burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Seluruhnya, terdapat sekitar 222 spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali Antartika, sebagian besar Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil. Burung hantu dikenal karena matanya besar dan menghadap ke depan, tak seperti umumnya jenis burung lain yang matanya menghadap ke samping. Bersama paruh yang bengkok tajam seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala yang membentuk lingkaran wajah, tampilan "wajah" burung hantu ini demikian mengesankan dan terkadang menyeramkan. Apalagi leher burung ini demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang (MacKinnon,1993). Karakter morfologi Tyto alba menurut MacKinnon et al (2000), Kepala besar, paruh seperti kait Mempunyai cakar kokoh Mata lebar dengan muka berbentuk cakram, membantu memfokuskan suara. Sayap berbentuk bundar dan berekor pendek Bulu lembut, berwarna putih atau kekuningan pada bagian bawah Sisi atas ekor berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam Pada mata bagian atas berwarna coklat Genus Tyto terdiri dari 10 spesies, termasuk burung hantu dari Afrika (Grass Owl) dan Australia serta New Guinea (Masked Owl).Burung hantu Tyto alba (Barn Owl) terdiri dari 35 sub spesies. Distribusi burung hantu T. alba dapat dijumpai di eropa, banyak di Amerika Utara dan sebagian Amerika Selatan, menyebar mencakup sebagian Afrika, India, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik.Penyebaran di Asia Tenggara dan Selatan meliputi India, Burma, Thailand, Kamboja, Laos, Malaysia, Sumatera, dan Jawa (Wikipedia, 2010). Perilaku dan Habitat burung hantu menurut MacKinnon et al (2000). Aktif pada malam hari (nocturnal), bersembunyi pada siang hari Menghuni lubang pohon, atap gedung, jurang atau tebing karang Pohon atau areal pertanaman Tidak pernah dijumpai bersarang di atas tanah

Dapat bersarang apa kandang buatan (gupon) Umumnya terbatas pada perkebunan kelapa sawit, karena kurangnya tempat cocok untuk bersarang Selalu ditemukan di daerah-daerah pemukiman sekitar perkebunan kelapa sawit tradisional, jumlah rendah Dapat dikembangkan pada areal persawahan Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak perpohonan Tidak bersifat migratori Umumnya sebagai binatang penetap 1,6 5,6 km sekitar sarang Burung hantu dikenal karena matanya besar dan menghadap ke depan, tidak seperti jenis burung yang lain yang memiliki mata menghadap ke samping. Bersama paruh yang bengkok tajam seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala yang membentuk lingkaran wajah, tampilan wajah burung hantu ini demikian mengesankan dan terkadang menyeramkan. Leher burung hantu lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang. Umumnya burung hantu berbulu burik, kecoklatan atau abu-abu dengan bercak-bercak hitam dan putih. Perilaku burung hantu sering mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung ini tidak mudah kelihatan, begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah lindungan daun-daun. Ekor burung hantu umumnya pendek, namun sayapnya besar dan lebar. Rentang sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya (MacKinnon et al., 2000). Klasifikasi Burung Hantu menurut Jasin (1989), adalah: Kerajaan Phylum Sub phylum Class Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Strigiformes : Tytonidae : Tytoninae : Tyto : Tyto alba

Tyto alba 6. Kalajengking (Heterometrus sp) Kalajengking adalah sebuah arthropoda dengan delapan kaki, termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida. Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen cephalothorax dan abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma. Seluruh spesies kalajengking memiliki bisa. Umumnya bisa kalajengking termasuk sebagai neurotoxin. Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa cytotoxic. Neurotoxin terdiri dari protein kecil dan juga sodium dan potassium, yang berguna untuk mengganggu transmisi neuro korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan. Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap arthropoda lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan). Beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah Leiurus quinquestriatus dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian manusia adalah Androctonus australis (O'Toole, 2002).. Kalajengking atau Scorpion termasuk ke dalam kelas Arachnida, sama seperti halnya Laba-laba. Di dunia, jumlah spesies dari Kalajengking mencapai 1300 jenis dan tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Kalajengking hampir tersebar di seluruh hutan di wilayah Indonesia, terutama di wilayah Jawa, Sumatera dan Maluku. Habitat dari Kalajengking ini banyak di jumpai di semaksemak sekitar hutan atau di bawah batu dengan membuat sarang di dalam tanah. Kalajengking aktif di malam hari atau disebut juga nocturnal. Hewan ini akan mencari mangsa yakni serangga-serangga kecil, laba-laba terkadang juga memangsa sesama Kalajengking yang lebih kecil, bahkan sejenis kadal pun

dapat menjadi mangsa. Senjata utama dari hewan ini terletak pada sengatnya yang terletak pada ujung ekornya. Sengatnya tersebut mengandung zat asam yang dapat melumpuhkan musuhnya, bahkan di pedalaman Amerika, terdapat jenis Kalajengking yang mematikan. Bertemu musuhnya, Kalajengking akan

mengangkat ekornya untuk posisi menyerang dan mempunyai capit untuk memegang mangsanya agar tidak lari. Kalajengking yang tidak mematikan, bila disengat maka akan terlihat bengkak pada bekas sengatannya. Jenis Kalajengking yang mematikan, biasanya mengandung racun yang menyerang hati dan pernafasan. Terlihat efeknya setelah beberapa jam. Kalajengking

terkenal sangat sulit untuk dikendalikan dengan insektisida karena ia memiliki daya tahan tubuh yang cukup baik (Borror, 1992). Klasifikasi Kalajengking menurut wikipedia (2010), adalah sebagai berikut: Kerajaan Phyllum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Arachnida : Scorpionida : Heteromidae : Heterometrus : Heterometrus sp.

Hetrometrus sp Habitat adalah tempat Hewan tinggal dan berkembang biak. Pada dasarnya, habitat adalah lingkunganpaling tidak lingkungan fisiknyadi sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Habitat hewan avertebrata dan vertebrata dapat dikelompokkan menjadi hewan akuatik, semiakuatik, terrestrial dan

aboreal. Hewan akuatik merupakan hewan yang lebih banyak berada di air untuk aktivitas hidupnya. Habitat ini hampir seluruhnya terdiri dari air, umumnya dengan lahan kecil untuk berjemur atau beristirahat. Habitat ini hampir seluruhnya terdiri dari air, umumnya dengan lahan kecil untuk berjemur atau beristirahat. Temperatur air akan bervariasi menurut spesies. Sebuah contoh dari spesies air adalah Newt Paddletail. Contoh dari hewan akuatik anggota dari pisces, phylum mollusca dan phylum chordate. Hewan semiakuatik adalah hewan yang berada di air maupun di darat dengan perbandingan waktu yang seimbang. Habitat ini memisahkan antara tanah dan air, dan rasio akan tergantung pada spesiesi. Spesies semi-akuatik termasuk salamander, newts, katak, dan beberapa kura-kura, beberapa anggota arthopoda seperti capung (Anax junius). Hewan terrestrial merupakan hewan yang lebih banyak di darat daripada di air. Contoh dari hewan terrestrial yaitu amphibia, reptilia, aves, mamalia, hewan avertebrata metazoa tingkat tinggi phyla mollusca, annelida dan arthopoda. Hewan aboreal adalah hewan yang lebih banyak di pepohonan untuk melakukan aktivitasnya. Contoh dari spesies aboreal adalah Dragon Air, amphibia (katak pohon) dan aves (Djuhanda, 1982).

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hewan avertebrata yang hidup di habitat terestrial adalah Heterometrus sp., Achantina fulica. 2. Hewan avertebrata yang hidup di habitat aquatik adalah Pomacea sp. 3. Hewan vertebrata yang hidup di habitat aquatik adalah Lacrymaria sp. 4. Hewan avertebrata yang hidup di habitat semi-aquatik adalah Anax junius. 5. Hewan vertebrata yang hidup di habitat aboreal adalah Tyto alba. B. Saran Untuk praktikum ini hendaknya menggambar bagian-bagian dari hewan vertebrata dan avertebrata harus cermat dan teliti, preparat disediakan masingmasing lengkap per kelompok, sehingga tidak pinjam meminjam bergantian dan mengulur waktu.

DAFTAR REFERENSI

Borror, Triplehorn, Johnson. 1992. Serangga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Brotowijoyo, N. D. 1996. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta. Carrier JC, JA Musick, dan Heithaus MR (eds.). 2004 Biologi Hiu dan kerabat mereka. CRC Press., Boca Raton FL. Clements, Frederic E., and Victor E. Shelford. 1939. Bio-ecology. New York: Cruse, H. 1990 Apa mekanisme koordinasi gerakan kaki dalam berjalan Arthropoda? Tren di Neuroscience, pgs: 13, 15-21. NY Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico, Bandung. Ghulam, M.A., Azhar M., Muhammad Fiaz Q., Syed Muhammad H.M., H. Ahmad Hashmi., M. Ashraf. 2011. Prevalence and Ecology of Fresh Water Snai in Some Selected Districts of Southern Punjab, Pakistan. Journal of Life and Social Sciences (2011), 9(1) : 17 20. Helfer, Jacques. 1972. Bagaimana Tahu Belalang, Kecoa, dan Sekutu mereka, 2nd ed. William C. Brown Perusahaan: Dubuque. Howells, R. 2005. Invasive Applesnail In Texas: Status of these Harmful Snails through Spring 2005. Texas Parks and Wildlife Department, Texas. Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya. Johnson, P. D. 2003. Sustaining Americas Aquatic Biodiversity Freshwater Snail Biodiversity and Conservation. Virginia State University, Virginia. MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. MacKinnon, J., K. Phillipps, and B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP. Bogor Maskoeri, Jasin.1998.Sistematika Hewan Vertebrata.Surabaya:Sinar Jaya

Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta, Djambatan. O'Toole, Christopher. 2002. Firefly Encyclopedia of Insects and Spiders. McGraw Hill. Company Inc, New York. Pinus L. 1988. Beternak Bekicot untuk Perancis, dalam Trubus, Febuari Wikipedia Indonesia. 2010. Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia: http://id.wikipedia.org/wiki/burunghantu. Tanggal akses 12 April 2010. Wikipedia Indonesia. 2010. Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia: http://id.wikipedia.org/wiki/kalajengking. Tanggal akses 12 April 2010.

Anda mungkin juga menyukai