Anda di halaman 1dari 6

Review

GENETIC EPIDEMIOLOGY OF ENDOMETRIOSIS


John Rambulangi
Fertility, Endocrinology and Reproduction Division, Department of Obstetric and Gynecology Medical faculty, Hasanuddin University

ABSTRACT
The study of the genetic basic of endometriosis is still in its infancy, and it remains unproven that disease susceptibility genes exist. However, there is now sufficient clinical and experimental evidence in the literature to put the case strongly for endometriosis being a genetic disease. There are several studies suggesting that the disease occurs more commonly in the first degree relatives of effected women than controls. Thus, the genetic influence may be more pronounced in the relatives of women with more severe disease. Gene with convincing evidence for association with endometriosis are likely to be identified in large genome-wide studies. This will provide a starting point for functional and biological studies to develop better diagnosis and treatment for this debilitating disease. Keyword: endometriosis, genetic, epidemiology

EPIDEMIOLOGI GENETIK ENDOMETRIOSIS Penelitian genetik endometriosis masih banyak diteliti dan belum dapat dibuktikan secara pasti adanya gen spesifik endometriosis. Namun, saat ini ada bukti klinis dan eksperimen di literatur yang dengan tegas menyatakan endometriosis merupakan penyakit genetik. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada generasi pertama wanita yang terpapar dibandingkan kontrol. Selanjutnya, pengaruh genetik lebih sering ditemukan pada keluarga wanita yang menderita endometriosis lebih berat. Gen yang berhubungan dengan endometriosis berdasarkan berbagai bukti dapat ditemukan dalam penelitian gen yang lebih luas. Hal ini merupakan langkah awal untuk penelitian biologik dan fungsional agar mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang lebih baik dari penyakit ini. Kata kunci: endometriosis, epidemiologi, genetik

Definisi Endometriosis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan ditemukannya jaringan endometrium yang fungsional di luar kavum uteri, berhubungan dengan haid, bersifat jinak tetapi dapat menyerang organ-organ sekitarnya. Bila ditemukan di dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis, sedangkan bila ditemukan di luar 1 uterus disebut endometriosis eksterna atau true endometriosis . Insidensi Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi, dijumpai sekitar 3-10%. Insidennya yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyaknya 70-80%; sedangkan pada kelompok wanita dengan infertilitas primer ditemukan endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Evers (1996) mendapatkan angka kejadian endometriosis pada 60-80% wanita dengan dismenore, 30-50% wanita dengan keluhan nyeri perut, dan 30-40% wanita dengan infertilitas. Angka kejadian yang cukup tinggi ini menempatkan endometriosis menjadi salah satu masalah reproduksi 2,3 yang utama saat ini . Patogenesis Van Rokintansky merupakan orang pertama yang merinci dan memperkenalkan istilah endometriosis pada tahun 1960. Sejak saat itu bermunculan berbagai teori mengenai pathogenesis endometriosis yang pada prinsipnya bersepakat menganggap endometriosis sebagai suatu penyakit yang bersifat invasive non-neoplastik, serta mengandung unsur stroma dan kelenjar endometriosis yang bersifat responsive terhadap pengaruh hormonal. Hingga kini penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti. Banyak teori yang disebut ikut berperan dalam pathogenesis endometriosis sehingga endometriosis disebut juga penyakit penuh teori. Banyak hiptesis telah dikemukakan tentang patognesis terjadinya endometriosis, tetapi hiptesis Sampson tentang menstruasi retrograde yang menyebabkan tertanamnya jaringan endometriotik di luar kavum uteri yang banyak diterima, dengan segala perdebatannya. Walaupun menstruasi retrograde dilaporkan terjadi pada 70-90% wanita, namun diagnosis endometriosis hanya terjadi pada sekitar 10%. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa hanya sebagian kecil wanita menderita endometriosis. Diduga ada faktor lain yang terlibat dalam perkembangan penyakit ini salah satunya 1,2,4 adalah faktor genetik . Faktor genetik Walaupun pathogenesis endometriosis masih sulit dimengerti, berbagai penelitian saat ini telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan genetik molekuler dan biokemikal, yang dapat membantu untuk lebih mengerti 5 mekanisme terjadinya penyakit ini dan konsekuensi kliniknya . 6 Penelitian genetik membutuhkan beberapa langkah penting: 1. Harus ada bukti mengenai kontribusi genetik terhadap risiko penyakit. 2. Harus tersedia sampel besar untuk penelitian case-control dan penelitian berdasarkan keluarga agar cukup untuk mendeteksi kontribusi kecil dari variasi individual terhadap risiko penyakit ini. 3. Replikasi temuan awal merupakan langkah penting untuk mengkonfirmasi hubungan penyakit dan membutuhkan lagi sampel lebih besar. 4. Bila didapatkan bukti kuat yang mendukung hubungan genetik, langkah selanjutnya adalah menentukan varian fungsional. Penelitian tentang dasar genetik dari endometriosis masih banyak diteliti tetapi belum ada gen spesifik yang dapat dibuktikan secara pasti. Bagaimanapun, saat ini sudah ada bukti klinis dan eksperimen dimana ada literatur yang 7 secara tegas menyatakan endometriosis termasuk penyakit genetik. Bukti/klinis tersebut adalah ditemukannya 6,8,9 endometriosis pada kelompok manusia memiliki hubungan keluarga dan ditemukan pada sebagian besar 10 11,12 populasi Islandia , pada kembar monozigot ; juga pada saudara perempuan yang bukan saudara kembar; meningkatnya angka kejadian 6-9 kali pada keturunan pertama wanita yang terkena dibandingkan populasi, dan angka kejadian sebanyak 15% yang ditemukan dengan pemeriksaan MRI pada keturunan pertama wanita yang menderita penyakit ini pada stadium III-IV menurut revised American Fertility Society (rAFS). Sebagai tambahan, 13,14 sejumlah penelitian juga menemukan beberapa gen yang mungkin mempunyai hubungan penyakit ini. Penelitian pada saudara kembar memberikan bukti klinis yang kuat, termasuk laporan kasus kembar monozigot (MZ) dan dizigot (DZ) telah dilakukan oleh Australian National Health and Medical Research Council Twin Register. Kuisioner dikirimkan ke 3298 wanita dan dikonfirmasi oleh dokternya, yang mau ikut berpartisipasi dalam penelitian. Status endometriosis ditegakkan oleh ahli patologi atau laporan operasi atau keduanya. Dari survey, 3096 (94%) yang diteliti, diantaranya 215 orang mengaku bahwa mereka menderita endometriosis, dengan angka kejadian 0,7 dari seluruh responden. Dari semua wanita yang diteliti yang menderita endometriosis didapatkan korelasi antara kembar MZ dan kembar DZ adalah 0,52 0,8 dan 0,19 0,16, hal ini menunjukkan bahwa terdapat 51% 11,12 kemungkinan pengaruh dari genetik pada endometriosis.

Para peneliti di Islandia berusaha mengidentifikasi semua wanita dengan diagnosis endometriosis pada rentang waktu tertentu dan menentukan bahwa individu yang terkena endometriosis berhubungan secara genetik berdasarkan data genealogi nasional 10 generasi. Dari 750 wanita yang diidentifikasi endometriosis, secara signifikan saling terkait satu sama lain dibandingkan kontrol, dengan rasio risiko untuk saudara perempuan dan sepupu, masing-masing 5,20 dan 1,56. Angka rata-rata hubungan keluarga untuk wanita yang menderita 8,10 endometriosis secara signifikan lebih tinggi daripada kontrol (p<0,001) . Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa endometriosis muncul lebih sering pada generasi pertama wanita yang terpapar dibandingkan kontrol. Simpson dkk di Amerika Utara mengemukakan adanya risiko 7 kali lipat lebih tinggi pada generasi pertama keluarga pasien bila dibandingkan kontrol. Coxhead dan Thomas menemukan risiko meningkat 6 kali pada generasi pertama pasien di Inggris dibandingkan dengan kasus kontrol yang tidak terpapar. Moen dan Magnus melaporkan peningkatan risiko sebanyak 7 kali lipat dari endometriosis atau adenomiosis, atau keduanya diantara generasi pertama pasien di Norwegia. Diantara wanita dengan endometriosis, penyakit yang lebih 7,13 berat secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita yang mempunyai hubungan keluarga (p<0,01) . Selanjutnya, pengaruh genetik dikatakan lebih sering pada wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan penderita endometriosis berat. Hal ini juga terlihat dalam sebuah penelitian pada 47 orang Inggris dengan 29 diantaranya menderita endometriosis stadium III IV berdasarkan rAFS yang didiagnosa melalui MRI. Endometriosis dicurigai pada 15 dari 47 (32%) wanita dengan kista ovarium, lesi peritoneal, ataupun lesi yang tidak jelas dengan diameter < 1 cm. Penemuan yang sama pada penelitian yang lain, didapatkan beberapa bukti tentang endometriosis, adenomiosis, ataupun keduanya, 19 dari 35 (54%) pada generasi pertama, dan 3 dari 12 (25%) pada generasi kedua. Selain itu didapatkan 5 dari 35 (14%) pada generasi pertama dan 1 dari 12 (8%) pada generasi 13 kedua pada penemuan yang lain dimana adenomiosis disingkirkan . Endometriosis dalam keluarga dapat disimbolkan dengan angka s (yakni perbandingan risiko dari saudara wanita penderita yang terpapar endometriosis dibandingkan dengan risiko pada populasi umum), nilainya berkisar antara 2 sampai 9 dari seluruh penyakit endometriosis ringan sampai berat. Selain itu, pada wanita dengan endometriosis yang paling berat, s akan meningkat menjadi 15 berdasarkan data MRI. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa endometriosis diturunkan dengan sifat genetik yang kompleks, seperti diabetes, asma, dan hipertensi, dimana fenotip muncul sebagai hasil dari interaksi antara variasi allel pada sejumlah gen, dan antara gen-gen tersebut dengan faktor lingkungan. Risiko rekurensi pada saudara kandung bermanfaat untuk memperkirakan kontribusi faktor genetik terhadap risiko penyakit ini karena digunakan untuk memperkirakan keakuratan hubungan dari penelitian-penelitian pada saudara kandung yang menderita dan sebaliknya berhubungan dengan jumlah saudara yang terkena untuk 6,7,15 mendeteksi kerentanan lokus-lokus gen dengan karakteristik kompleks . Banyak gen yang ditemukan tetapi belum diketahui apa fungsinya dan tidak pernah diprediksikan sebagai kandidat dari penyakit ini. Menemukan gen atau varian yang berhubungan dengan penyakit kompleks ini masih jauh dari sulit. Hal ini disebabkan karena yang berpengaruh terhadap penyakit tersebut bukan hanya gen tetapi juga lingkungan. Ada tiga metode pendekatan dasar yang bisa diaplikasikan untuk menemukan gen yang berhubungan dengan 6 endometriosis, yaitu: 1. Penelitian terhadap gen yang diperkirakan berdasarkan hiptesis biologis saja 2. Pemetaan yang berhubungan dengan penelitian polimorfisme nukleotida tunggal pada kepadatan area tertentu, penelitian terhadap gen yang dicurigai, atau pengurutan kembali gen yang dicurigai 3. Penelitian yang melibatkan seluruh genom. Gen yang terlibat dalam steroidogenesis ovarium diteliti berdasarkan respons jaringan endometrium terhadap hormon. Georgiou dkk membandingkan frekuensi gen reseptor estrogen (Era) Pvu II polimorfik pada 57 wanita Yunani dengan endometriosis dan 57 kontrol. Pvu II polimorfik secara signifikan lebih umum ditemukan pada kasus 16,17 dibandingkan kontrol (allele positif: 0,72 vs 0,49) . Endometriosis merupakan penyakit tergantung estrogen (Estrogen-dependent disease) dan sejumlah penelitian telah meneliti gen melalui jalur biosntesis dan signal steroid sex. Berbagai penelitian yang berhubungan dengan sitokrom P450, famili 17, subfamili A, polipeptide 1 (CYP17A1); sitokrom P450, famili 19, subfamili A, polipeptide (CYP19); receptor androgen (AR); receptor progesteron (PR); dan receptor estrogen (ESR1 dan ESR2) menunjukkan banyak temuan positif tetapi tidak dilaporkan karena masalah analisis data pada laporan aslinya. Beberapa meta-analisis penelitian memberikan dukungan hubungan antara endometriosis baik dengan PR maupun ESR1. Tetapi beberapa 18 penelitian pada kelompok yang lebih besar gagal mendukung hubungan antara PR dengan endometriosis. Sedangkan Wieser dkk meneliti frekuensi dari 306 pasangan-basa dalam intron G dari gen reseptor progesteron pada 95 wanita Austria yang terkena endometriosis dan 107 orang control dengan frekuensi genotip pada kasus dan 21 kontrol secara signifikan berbeda .

Suatu pendekatan berdasarkan hipotesis untuk mengidentifikasi gen-gen yang berhubungan dengan endometriosis dengan mempelajari calon yang telah dipilih berdasar keadaan biologik; memiliki kesempatan kecil untuk berhasil diidentifikasi. Sebagai alternatif, metode non-hipotesis yang dikenal sebagai reverse genetics atau positional cloning, hal ini tidak membuat asumsi mengenai mekanisme kerja gen tersebut sehingga timbul endometriosis. Pendekatan ini, yang membuktikan secara sukses mengenai penyakit lain yang kompleks, seperti diabetes, telah diadopsi untuk endometriosis oleh 6 group penelitian di dunia (Australia, Islandia, India, Puerto Rico, Inggris, Amerika Serikat dan Utah). Dua disponsori oleh dana masyarakat (India dan Puerto Rico), dan empat (Australia, Islandia, Inggris, Amerika 7 Serikat, dan Utah) disponsori oleh perusahaan bioteknologi. Pendekatan ini secara umum melibatkan: 1. Pencarian keluarga dengan 2 atau lebih saudara wanita yang terpapar. 2. Mengumpulkan DNA dari saudara wanita yang terkena dan orang tua mereka. 3. Melakukan a-genom-wide screen yang melibatkan lokalisasi regio kromosom yang berhubungan dengan lokus penyakit, menggunakan petanda DNA melintasi genom. 4. Mencari data publik untuk mengidentifikasi calon gen dalam regio tersebut, dikenal dengan pendekatan positional candidate. 5. Identifikasi gen dan polimorfik yang berhubungan dengan penyakit ini yang menunjukkan kejadian yang lebih sering pada penderita dibandingkan kontrol. 6. Menentukan fungsi abnormal yang berhubungan dengan polimorfik. Di Islandia, Prof. Reynir Geirsson, Rumah Sakit Universitas Landspitalinn, bekerja sama dengan DeCode Genetics, sebuah perusahaan yang memiliki akses terhadap data dasar genealogical yang terdiri dari semua individu yang tinggal di negara tersebut dalam 10 generasi terakhir. Sampel darah diperoleh 205 dari 750 wanita yang diidentifikasi endometriosis dengan mencari rekam medis di RS pusat di Reykjavik dan seluruh RS dalam negeri. Dari 205 wanita tersebut membentuk 64 keluarga dengan deretan 2 sampai 13 anggota keluarga yang terkena endometriosis. Sampai saat ini, belum ada hasil genom-wide scans yang dilaporkan, tetapi 47 petanda mikrosatelit sudah digenotip 8 dari kromosom 9 tanpa menemukan bukti yang bermakna . Keluarga Islandia mewakili sumber yang unik untuk penelitian genetik dan pencarian genom yang luas pada endometriosis, dilanjutkan dengan identifikasi gen pembawa penyakit tersebut. Tetapi ada beberapa keterbatasan untuk membentuk penelitian genetik di Islandia dalam mengidentifikasi gen pembawa sifat yang kompleks. Pertama, tidak cukupnya jumlah individu yang terkena dalam populasi kecil, sehingga penelitian ini kurang kuat dan tidak mampu untuk mendeteksi efek gen yang kecil. Kedua, hasilnya mungkin hanya digunakan pada keluarga Islandia, populasi yang sangat homogen, dan tidak untuk kelompok heterogen lain di dunia. Ada kemiripan dengan kekuatan dan kelemahan dari kolaborasi antara Dr. Ken Ward, Universitas Utah, dengan perusahaan bieteknologi EmerGen. Kelompok ini melaporkan 117 kasus endometriosis dari 3 generasi keluarga yang diambil. Para wanita ini mempunyai jumlah rata-rata 1,6 saudara perempuan pada usia reproduksi yang terkena endometriosis dimana 22% 20 telah menjalani operasi untuk mendeteksi penyakit tersebut . Selain itu, satu sumber terbesar untuk pendekatan positional cloning sudah dikumpulkan oleh International Endogene Study, yaitu kerjasama antara Universitas Oxford dengan Australian Cooperative Research Center for Discovery of Genes for Common Human Diseases (Gene CRC) dan disponsori oleh Oxogen, Ltd dan Cerylid Biosciences, Ltd. Dua proyek mereka, penelitian OXEGENE (Oxford Endometriosis Gene) dan Genes Behind Endometriosis, masingmasing oleh Dr. Stephen Kennedy dan Dr. Sue Treloar, memulai penelitian ini pada tahun 1995 berdasarkan 9,21 penelitian sebelumnya . Kedua kelompok tersebut berhasil mengumpulkan pasangan saudara perempuan yang terkena dengan menggunakan metode yang telah dijabarkan secara detail. Pada April 2002, kombinasi data terdiri lebih dari 2500 keluarga. Wanita-wanita dengan penyakit tsb, dikelompokkan dengan menggunakan sistem rAFS, 2220 kasus (67%) pada penelitian di Australia didapatkan stadium A (sebanding dengan rAFS stadium I-II), dan 1098 kasus (33%) stadium B (sebanding dengan rAFS stadium III-IV). Penelitian di Amerika Serikat, 737 kasus (33%) pada stadium A 7,9,22 dan 1470 kasus (66%) lebih berat atau menginfiltrasi lebih dalam . Masalah yang umumnya dihadapi dengan banyaknya gen-gen yang dicurigai adalah kegagalan mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya. Beberapa faktor yang berpengaruh pada kegagalan tersebut adalah kekuatan penelitian, analisis data, bias publikasi, perbedaan populasi, kegagalan mengidentifikasi varian yang sama, dan masalah genotipik. Kebanyak penelitian menggunakan jumlah sampel yang kecil dan tidak cukup kuat untuk mendeteksi efek-efek yang diharapkan pada penyakit yang kompleks seperti endometriosis ini. Bias publikasi dan masalah metode penelitian mengakibatkan banyak terjadi positif palsu. Konsekuensinya, penelitian selanjutnya membutuhkan sampel yang lebih besar dan metode yang lebih kuat untuk mendapatkan hasil yang sama. Bisa juga kegagalan mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian awal tersebut disebabkan karena metode yang 6 digunakan kurang kuat .

Penelitian terbaru yang dipublikasikan pada tahun 2008 mendapatkan varian genetik dari 76 gen yang telah diperiksa sehubungan dengan endometriosis tidak ada bukti yang meyakinkan untuk replikasi. Ada bukti hubungan genetik dari kromosom 7, 10 dan 20 tapi kontribusi gen ini pada regionnya terhadap risiko endometriosis belum diidentifikasi. Genome-wide association merupakan metode yang kuat yang berhasil melokalisasi varian genetik yang memberi kontribusi untuk mengatur penyakit ini. Agar berhasil, kumpulan penelitian endometriosis harus bekerja sama untuk kasus kelainan genotif, dengan menggunakan klasifikasi penyakit yang jelas dan menghubungkan beberapa ribu kasus dan kontrol penelitian replikasi yang penting. Kemudian disimpulkan bahwa gen yang berhubungan dengan endometriosis berdasarkan bukti yang meyakinkan dapat ditemukan dalam penelitian gen yang lebih luas. Hal ini merupakan langkah awal untuk penelitian biologik dan fungsional untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan 6,23 yang lebih baik dari penyakit ini.

SIMPULAN
Banyak teori yang ikut berperan dalam patogenesis endometriosis sehingga endometriosis disebut juga penyakit penuh teori, termasuk faktor genetik. Meskipun belum dapat dibuktikan secara pasti adanya gen spesifik endometriosis, tetapi terdapat bukti kuat bahwa endometriosis merupakan penyakit genetik, seperti ditemukannya endometriosis pada generasi pertama wanita yang terpapar, ditemukannya endometriosis pada keluarga wanita dengan endometriosis yang berat. Bukti klinis dan eksperimen mendapatkan bahwa banyak gen dan variannya pengaruh genetik terhadap endometriosis.

DAFTAR RUJUKAN
1. 2. 3. Rambulangi J. Patogenesis, gejala klinik dan penanganan endometriosis. Jurnal Medika Nusantara. 2002; 23:767-73. Baziad A. Endometriosis. Dalam: Endokrinologi Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius, 2003; 125. Evers JLH, Do all women have endometriosis? Reflections on pathogenesis. In: Minaguchi H, Sugimoto O. th Endometriosis Today Advances in Research and Practice. The proceeding of 5 Conggres on Endometriosis, Yokohama, Japan Oktober 1996. DHooghe TM, Hill JA, Imunology of endometriosis. In: Imunology of reproduction. Edited by Bronson R, Anderson DJ. Cambridge. Blackwell Scientific: 1996; p.322-56. th Speroff L, Glass RH, Kase NG. Endometriosis. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 7 ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 2005; p.1103-25. Rombauts L, Tsaltas J, Maher P, Healy D. Endometriosis 2008. Blackwell Publishing. 2008. Kennedy S. Genetics of endometriosis. In: Tulandi T, Redwine D. editor. Endometriosis advances and controversies. New York: Marcel Dekker. 2004; p.55-67. Stefansson H, Einarsdottir A. Geirsson RT, Jonsdottir K, Sverrisdottir G, Guadnadottir VG, et al. Endometriosis is not associated with or linked to the GALT gene. Fertil Steril. 2001; 76:5-22. Treloar SA, Hadfield RM, Montgomery G, Lambert A, Wicks J, Barlow DH. The International Endogene Study: a collection for Families for genetic research in endometriosis. Fertil Steril. 2002; 78:679-85. Stefansson H, Geirsson RT, Steinthorsdottir V, Jonsson H, Manolescu A, Kong A, et al. Genetic factors contribute to the risk of developing endometriosis. Hum Reprod. 2001; 17: 555-9. Hadfield RM, Kennedy SH, Mardon HJ, Barlow DH. Endometriosis in monozygotic twins. Fertil Steril.1997; 68:941-2. Treloar SA, OConnor DT, OConnor VM, Martin NG. Genetic influences on endometriosis in an Australian twin sample. Fertil Steril. 1999; 71:701-10. Kennedy S, Barlow D, Hadfield R, Westbrook C, Weeks DE, Golding S. Magnetic resonance imaging to assess familial risk in relatives of women with endometriosis. Lancet. 1998; 352:1440-1. Zondervan KT, Cardon LR, Kennedy SH. The genetic basis of endometriosis. Curr Opin Obstet Gynecol. 2001; 13:309-14. Kennedy S. Is there a genetic basis to endometriosis? Semin Reprod Endocrinol. 1997; 15:309-18. Georgiou I, Syrrou M, Bouba I, Dalkalitsis N, Paschopoulos M, Navrozoglou I, et al. Association of estrogen receprot gene polymorphisms with endometriosis.. Fertil Steril. 1999; 72:164-6. Kitawaki J, Obayashi H, Ishihara H, Koshiba H, Kusuki I, Kado N, et al. Oestrogen receptor alpha gene polymorphism is associated with endometriosis, adenomyosis and leiomyomata. Hum Reprod. 2001: 16;51-5. Montgomery GW, Treloar SA, Kennedy S, Zondervan KT. Genetics variation and endometriosis risk. In: Rombauts L, Tsaltas J, Maher P, Healy D. Endometriosis 2008. Blackwell Publising. 2008; p.37-48. Wieser F, Schneeberger C, Tong D, Tempfer C, Huber JC, Wenzl R. Progins receptor gene polymorphism is associated with endometriosis. Fertil Steril. 2002: 77;2-12.

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

20. Hull DB, Gibson C, Hart A, Dowsett S, Meade M, Ward K. The heritability of endometriosis in large Utah families. Fertil Steril. 2001; 77:S21. 21. Treloar SA, Do KA, OConnor DT, OConnor VM, Martin NG, Yeo MA. Predictors of hysterectomy: an Australian study. Am J Obstet Gynecol. 1999; 180:945-54. 22. Kennedy S, Bennett S, Weeks DE.Affected sib-pair analysis in endometriosis. Hum Reprod Update.2001; 7:4118. 23. Montgomery GW, Nyholt DR, Zhao ZZ, Treloar SA, Painter JN, Missmer SA, et al. The search for genes contributing to endometriosis risk. Hum Reprod Update. 2008; 1-11.

Anda mungkin juga menyukai