Anda di halaman 1dari 16

SINDROM NEFROTIK

I. PENDAHULUAN Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1,2,3,4,7,11 Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).2,3,6 II. INSIDENSI Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia 27 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.1,2,3,6 III. ETIOLOGI Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
1

imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1,5 Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer 1. Kelainan minimal (KM) 2. Glomerulopati membranosa (GM) 3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6 Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5 Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5 Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah : 1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. 2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. 3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular. 4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis. 5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
2

6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1,3,5 IV. PATOGENESIS Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC) Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.3 Perubahan Elektrokemis Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3 V. PATOFISIOLOGI Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
3

PROTEINURIA

Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin. ISP = Clearance IgG Clearance Transferin Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap menunjukkan

kortikosteroid.3,5 HIPERLIPIDEMIA Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya
4

disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5 HIPOALBUMINEMIA Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5 Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5

EDEMA Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu. 3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5 Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya : Anak berumur 1-6 tahun Tidak ada hipertensi Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis Fungsi ginjal normal Titer komplemen C3 normal Respons terhadap kortikosteroid baik sekali. Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.2,3 VI. GEJALA KLINIS Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah : Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
6

jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5 Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.2,5 Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.4,5 Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4 Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.2,4 Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5 Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.5 Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta

perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.5 Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2 Tanda sindrom nefrotik yaitu : Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m 2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5 Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. 1,5 Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5 Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5 Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. 1,5 Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. 1,5 VII. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1) Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5 2) Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.5 3) Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan : Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadangkadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5 Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C 3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat. 2,3,4 Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2 Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.2 VIII. DIAGNOSIS BANDING 1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal. 2. Glomerulonefritis akut 3. Lupus sistemik eritematosus.5

IX.

PENATALAKSANAAN Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :2,3,4,5 Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik 5

Remisi Kambuh Kambuh tidak sering Kambuh sering Responsif-steroid Dependen-steroid Resisten-steroid Responder lambat Nonresponder awal Nonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut. Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturutturut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi. Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan. Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan. Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja. Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan. Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu. Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain. Resisten-steroid sejak terapi awal. Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATAN International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m 2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.2,3,4,5
10

CD =4 minggu AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi) Stop Mg 1 2 3 4 5 Remisi 6 7 8 Remisi

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1) CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut turut dalam 1 minggu AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3 Sindrom nefrotik serangan pertama Perbaiki keadaan umum penderita : Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori ratarata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema, diberi 12 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat. Berantas infeksi. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau

1.

11

perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5 2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.4 Sindrom nefrotik kambuh (relapse)2,3,5 Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan. Perbaiki keadaan umum penderita. Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)3 CD AD/ID Tapp.Off Stop Mg1 Remisi 2 3 4 Remisi

A. B.

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan prednisone CD pred ID pred 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)

Remisi (-) Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)

12

Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6 bulan pertama.2,3,4,5 CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2 mg/kgBB/hr, keduanya secara CD. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.2,3,4,5 Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan. Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m 2/48

13

jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m 2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m 2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan. Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.3,4,5 X. KOMPLIKASI hipoalbuminemia Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid. Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.1,3,4,5 XI. PROGNOSIS Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. 2. Disertai oleh hipertensi. 3. Disertai hematuria. 4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder. 5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5 Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.5

Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007. 2. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by Dr. Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009 3. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH. Makassar. 2009 4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000 5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On 2006]. Available from URL: http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm 6. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome. [Online].[Cited On 25 Agustus 2009]. Available From URL : http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

15

L A M P I R A N
16

Anda mungkin juga menyukai