Makalah B3
Makalah B3
Ruang lingkup dari makalah ini yaitu : 1. Gambaran umum perusahaan 2. Karakteristik limbah B3 yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut 3. Simbol dan label limbah B3 4. Pengemasan dan penyimpanan limbah B3 5. Transportasi 6. Gambaran umum rencana pengolahan.
2.1 GAMBARAN UMUM PT. TRI POLYTA INDONESIA, Tbk PT. Tri Polyta Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri petrokimia yang memproduksi bijih plastik polipropilena (PP) terbesar di Indonesia. Perusahaan ini berlokasi di Desa Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Propinsi Banten dengan luas 155.195 m2. Pada umumnya kegiatan industri menghasilkan berbagai macam limbah baik gas ,cair dan padat. PT. Tri Polyta Indonesia Tbk menggunakan teknologi gas UNIPOL yang dikembangkan oleh Union Carbide Corporation dan Shell Chemical Company, sehingga tidak menghasilkan limbah cair melainkan sebagian besar limbah padat yang ditampung dan di daur ulang. PT. Tri Polyta Indonesia Tbk juga menghasilkan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan bersumber dari proses produksi yang berupa sisa katalis, pelumas bekas, accu bekas, solvent, xylene dan waste water from laboratory. Polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa bula dibuat buram dan/atau berwarna-warni melalui penggunaan pigmen, Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan). Polipropilena memiliki titik lebur ~160C (320F), sebagaimana yang ditentukan Differential Scanning Calorimetry (DSC). MFR (Melt Flow Rate) maupun MFI (Melt Flow Index) merupakan suatu indikasi berat molekulnya PP serta menentukan seberapa mudahnya bahan mentah yang meleleh akan mengalir saat pengolahan berlangsung. MFR PP yang lebih tinggi akan mengisi cetakan plastik dengan lebih mudah selama berlangsungnya proses produksi pencetakan suntik maupun tiup. Tapi ketika arus leleh (melt flow) meningkat, maka beberapa sifat fisik, seperti kuat dampak, akan menurun.
2.2 PROSES PRODUKSI PT. TRI POLYTA INDONESIA, Tbk Pabrik Perseroan berlokasi di kawasan industri petrokimia di Cilegon, Serang, Banten, dan menggunakan teknologi gas UNIPOL yang merupakan proses reaksi gas
DAN BERACUN
b. PP No. 85 tahun 1999 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN c. PP No. 74 tahun 2001 tentang PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 tahun 2003 tentang TATACARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI DAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS
e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2007 tentang
FASILITAS
PENGUMPULAN RI No. 32 /
DAN 2009
PENYIMPANAN tentang
LIMBAH
BAHAN DAN
PERLINDUNGAN
PEMERINTAH,
i.
PEMERINTAHAN
DAERAH
PROVINSI,
DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA Permen LH No. 18/2009 tentang TATA CARA PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
j.
Permen LH No. 30/2009 tentang TATA LAKSANA PERIZINAN DAN PENGAWASAN DAERAH PENGELOLAAN LIMBAH B3 SERTA PENGAWASAN PEMULIHAN AKIBAT PENCEMARAN LIMBAH B3 OLEH PEMERINTAH
TERKONTAMINASI LIMBAH B3
l.
LIMBAH B3
q. Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang TATA CARA PENIMBUNAN HASIL
PENGOLAHAN LIMBAH B3
r. Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang SIMBOL DAN LABEL LIMBAH B3
3.2
PENGERTIAN LIMBAH B3 Menurut PP 18/99 jo PP 85/99, pengertian limbah B3 adalah setiap limbah yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan menurut BAPEDAL (1995), limbah B3 ialah setiap bahan sisa atau limbah suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah B3 terdiri dari bermacam macam fase, yaitu : limbah B3 berupa fase cair (oli bekas), padat (baterai bekas), gas dan partikel. Menurut PP no. 18 jo.85 Tahun 1999 limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang memiliki salah satu atau lebih karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
1. Limbah mudah meledak :
standart (250C, 760 mmHg) atau limbah yang dapat merusak lingkungan sekitarnya karena gas panas dan bertekanan tinggi sebagai akibat dari reaksi kimia dan fisika limbah tersebut.
2. Limbah mudah terbakar : Limbah pengoksidasi yang pada temperatur dan tekanan
standar (250C, 760 mmHg) akan menyala/terbakar apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan bila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus
9
Pada kondisi normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Dapat bereaksi dengan air dan menimbulkan ledakan, gas, uap atau asap beracun pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760 mmHg).
4. Limbah beracun : limbah yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan dan dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui panca indera. 5. Limbah yang menyebabkan infeksi : Limbah yang mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada manusia dan menyebabkan bagian tubuhnya harus diamputasi bila terkena infeksinya. 6. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai sifat :
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. Menyebabkan proses pengkaratan pada baja dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 0C. Mempunyai pH < 2 untuk limbah bersifat asam dan 12,5 untuk yang bersifat basa. Sedangkan menurut Environmental Protection Agency (EPA) (1980) lebih lanjut
diberikan oleh penghasil limbah berdasarkan pengetahuan dan peraturan tentang limbah. 2. Terdapat pada daftar limbah oleh peraturan yang dikeluarkan oleh EPA. Limbah yang telah dites memiliki salah satu dari empat karakteristik yang telah ditetapkan oleh EPA, yaitu : ignitable, korosif, reaktif dan beracun (La Grega et al., 1994). 3.2.1 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik Identifikasi limbah B3 berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi seperti dijelaskan sebagi berikut. Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metoda Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
10
11
3.3
TUJUAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula. 3.4 IDENTIFIKASI LIMBAH B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: 1. Berdasarkan sumber 2. Berdasarkan karakteristik Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi: Limbah B3 dari sumber spesifik; Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan: mudah meledak; pengoksidasi; sangat mudah sekali menyala; sangat mudah menyala; mudah menyala; amat sangat beracun; sangat beracun; beracun; berbahaya; korosif; bersifat iritasi;
13
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini. 3.5 PENGELOLAAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH B3 Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat. Sedangkan pengertian pengelolaan limbah B3 secara umum adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3
14
3.6 LOKASI PENGOLAHAN Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter; Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya; 3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m; 4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m; 5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum
16
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi: 1. sistem kemanan fasilitas; 2. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 3. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 4. sistem penanggulangan keadaan darurat; 5. sistem pengujian peralatan; 6. dan pelatihan karyawan. Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan. 3.8 PENANGANAN LIMBAH B3 SEBELUM DIOLAH Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah. 3.9 PENGOLAHAN LIMBAH B3 Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb: 1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa. 2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll. 3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir 4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya,
17
18
Minyak pelumas berfungsi sebagai pencegah keausan akibat gesekan komponen mesin, pendingin, perapat, peredam suara dan mencegah korosi. Dalam menjalankan fungsinya setelah jangka waktu tertentu minyak pelumas harus diganti karena tidak lagi memenuhi spesifikasi yang diperlukan oleh mesin. Limbah berupa pelumas bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan.oli bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Dikarenakan dalam minyak pelumas bekas terkandung
19
Komponen utama dari aki bekas adalah senyawa PbO2 dan H2SO4. Sedangkan untuk komponen yang lain antara lain seng (Zn). PbO2 merupakan berwujud liquid yang memiliki sifat beracun, karena mengganggu pernapasan dan dapat terakumulasi dalam darah, karena susah terdegradasi. Sedangkan untuk H2SO4 metrupakan asam kuat yang mempunyai sifat korosif.
20
Gambar 4.3 Aki bekas d. Solvent Pada proses polimerisasi solvent digunakan untuk melarutkan bahan bahan, karena solvent mempunyai berat molekul rendah dan bersifat mudah menguap sehingga mudah dihilangkan dari produk akhir agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Pada industri polimer, solvent yang digunakan terdiri dari 2 macam, yaitu :
Solven yang mengandung halogen dan campuran solven -CFC (chlorinated fluorinated hydrocarbons) -CHC (chlorinated hydrocarbons) HHC (halogenated hydrocarbons)
Bahan-bahan tersebut biasanya berbahaya atau toksik dan berbahaya pada air permukaan dan/atau atmosfir. Sebagai bahan yang membahayakan air mereka seharusnya tidak masuk limbah cair. Karena sifat-sifatnya yang berbahaya. Solven bebas halogen dan campuran solven hidrokarbon alifatik dan alisiklik hidrokarbon aromatik alkohol keton ester eter dan eter glikol
Solven organik bebas halogen dapat dibagi menjadi beberapa grup sbb:
21
Xylene merupakan salah satu jenis solvent yang sering digunakan di industri. Sifat xylene antara lain, memiliki rating keterbahayaan (rating hazardous), mudah terbakar, beracun, infeksius dan memiliki sifat kronis. Dimana sifat kronis ini memiliki rating yang paling tinggi diantara keempat sifat tersebut.
22
1.
Sisa katalis
yaitu: Metalosena, Methylaluminoxane (MAO) ataupun Al(C2H5)3 Reaktif Reaktif Beracun Beracun
2.
23
3.
Accu bekas
Korosif yaitu : PbO2, H2SO4, Seng (Zn) Beracun Korosif Beracun
4.
Solvent
yaitu: hidrokarbon, alifatik dan alisiklik, hidrokarbon aromatik, alkohol, keton, ester, eter dan eter glikol Beracun Mudah Terbakar
5.
Xylene
Mudah terbakar
Beracun
Infeksius
24
4.4 PENGELOLAAN LIMBAH B3 4.4.1 Pengemasan Pengemasan limbah B3 yang dilakukan PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk dilakukan agar setiap jenis limbah B3 sebelum disimpan, telah ditandai dengan sistem label yang sesuai dengan jenis karakteristik limbah, serta telah ditempatkan dalam kontainer yang sesuai pula. Pengemasan yang dilakukan terhadap masing-masing jenis limbah mempunyai metode yang berbeda menurut sifat limbah itu sendiri.Untuk Limbah sisa katalis, titik perhatiannya lebih ditekankan pada sifatnya yang sangat reaktif dan dapat bereaksi sendiri oleh sebab itu maka teknik pengemasannya adalah dengan tidak menyisakan ruang kosong pada drum kemasannya. Limbah pelumas bekas memiliki sifat yang mudah terbakar, sehingga pengemasannya dilakukan dengan kemasan yang tertutup rapat sehingga gas-gas yang terbentuk dari proses penguapan tidak keluar dari kemasan yang memungkinkan tersulut oleh api. Limbah accu bekas memiliki sifat yang sangat korosif yang disebabkan oleh kandungan asam didalamnya, oleh sebab itu kemasan yang digunakan untuk mengemas limbah ini dipilih yang tahan terhadap korosi sehingga tidak terjadi kebocoran pada kemasan. Solvent dan xylene walaupun pengemasannya tidak dicampurkan satu sama lain tapi metodenya hampir sama karena sifat utamanya yaitu menghasilkan uap yang mudah terbakar. Oleh sebab itu maka cara pengemasan limbah solvent dan xylene harus memperhatikan terbentuknya gas yang timbul dengan memberi space kosong pada drum kemasan. Selain itu katup drum harus ditutup dengan rapat agar gas yang terbentuk tidak keluar sehingga terhindar dari kebakaran.
25
4.4.2 Penyimpanan Limbah B3 yang dihasilkan oleh setiap proses produksi yang dihasilkan, dikumpulkan di tempat penyimpanan limbah sementara di Liquid Waste Storage (LWS). Kemudian setelah disimpan selama kurang dari sama dengan 90 hari di LWS. Dalam penyimpanan limbahnya tersebut, penyimpanan dilakukan dengan sistem blok, dimana pada masing-masing blok terdiri dari 2x2 kemasan, hal ini dimaksudkan ketika monitoring dilakukan tidak menemui kesulitan dalam pemeriksaannya. Dengan model seperti ini jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka dapat segera diatasi. Untuk setiap jenis limbah yang dihasilkan, akan disimpan dalam drum yang berbeda. Misalnya limbah B3 xylene, penyimpanannya dipisahkan dengan solventnya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi reaksi yang membahyakan karena sifat yang dimiliki oleh limbah b3 tersebut. Drum dengan jenis limbah yang sejenis dan tidak bereaksi antara satu dengan yang lainnya,ditempatkan dalam suatu tempat penyimpanan yang sama/ berdekatan. Sebaliknya, limbah B3 yang antar jenis limbah akan bereaksi antara keduanya, maka tempat yang dipilih untuk peletakan dilakukan pada tempat yang saling berjauhan. Gudang penyimpanan di PT Tri Polita terletak pada bangunan yang berbeda dengan proses produksi. Hal ini dilakukan utnuk menghindari reaksi dengan lingkungan sekitarnya.
26
Gambar 4.7 Penyimpanan Limbah B3 4.4.3 Pengangkutan dan Pengolahan Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan menggunakan truk dari jasa pengangkutan limbah B3, yang selanjutnya akan dikirim ke PT. PPLI (untuk limbah B3 berupa sisa katalis dan waste water from laboratory) dan PT. RGM (untuk limbah B3 berupa pelumas bekas dan accu bekas) untuk dikelola lebih lanjut.
27
Gambar 4.9 Truk pengangkut dari PT. Tri Polyta Indonesia ke PPLI Sedangkan limbah B3 yang berupa pelumas bekas dan accu bekas dikirim ke PT. RGM. Untuk jenis solvent dan xylene digunakan kembali untuk keperluan fire fighting. Pengelolaan limbah dilakukan oleh Environmental Section. Dengan melakukan pemantauan secara periodik terhadap limbah padat, cair, gas dan limbah B3. Agar limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditentukan maka hasil pemeriksaan dilaporkan secara periodik kepada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Provonsi Banten, dan Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi (DPLHPE) Kota Cilegon. 4.4.4 Pembuangan Akhir Atau Penimbunan Seperti yang telah disebutkan di atas, PT.Tri Polyta Indonesia, Tbk hanya melakukan pengolahan B3 dalam hal pengumpulan, pengemasan, penyimpanan saja. Sedangkan untuk Pengangkutan, Pengolahan, dan Pembuangan Akhir Atau Penimbunan telah diserahkan pada PT. PPLI Cileungsi Bogor dan PT. RGM.
BAB V
28
PENGOLAHAN LIMBAH B3 PT. Tri Polyta Indonesia Tbk KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini antara lain :
1. PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk merupakan produsen polipropilen yang menghasilkan
limbah B3
2. Limbah B3 yang dihasilkan PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk bersumber dari proses
produksi yang berupa sisa katalis, pelumas bekas, accu bekas, solvent, xylene dan waste water from laboratory.
3. PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk tidak melakukan pengolahan limbahnya secara
langsung, mereka hanya melakukan pengelolaan limbah B3 dalam hal pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan untuk pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir atau penimbunan dilakukan oleh pihak lain ( PT. PPLI, PT RGM, dan jasa pengangkutan). 4. Untuk limbah B3 berupa sisa katalis dan waste water from laboratory dikirim ke PPLI dan untuk limbah B3 berupa pelumas bekas dan accu bekas dikirim ke PT.RGM untukdilakukan pengolahan lebih lanjut. 5.2 SARAN Saran yang dapat diberikan dari penulis, antara lain:
1. Sebaiknya PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk memiliki instalasi pengolahan limbah,
sehingga nantinya limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi tidak terlalu mencemari lingkungan.
2. Sebaiknya antara pemerintah daerah setempat dengan PT. Tri Polyta Indonesia,
Tbk dilakukan koordinasi yang lebih tepat dalam pengolahan limbah B3. Sehingga PT. Tri Polyta Indonesia, Tbk tidak perlu jauh jauh mengirim limbah B3 nya ke pihak lain (seperti PT. PPLI) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
29
30