Anda di halaman 1dari 3

Beda Dogma Di Dalam Ajaran Agama Non Islam Dengan Ta'bbudiyah Dlm Islam

Assalamu'alaikumWr, Wb Kami sangat tertarik dengan Pertanyaan saudara Shobi dari Jakarta Tertanggal 21 Juli 2004, tentang Alasan Rasional Air liur anjing najis, pada akhirnya kita kembalikan ke Permasalahan Ta'bbudi lantas dalam benak Saya berpikir apa beda dengan Agama lain yang mengembalian permasalahan ke Dogma ( Kita hanya Percaya dan tdk diperbolehkan untuk mencari sebab ) EKO PRABAWANTO Ciomas Permai Estate Blok A9 No 11 Bogor 2004-07-24 08:17:55 Jawaban: Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba?d. Agama itu memang dogma, bukan murni logika. Persis seperti yang diucapkan oleh Sayyidina Ali ra,?Kalau saja agama itu dengan akal, maka seharusnya yang diusap itu bagian bawah sepatu bukan bagian atasnya?. Sebagaimana kita tahu dalam syariat Islam ada kebolehan mengusap sepatu sebagai ganti mencuci kaki dalam wudhu karena alasan tertentu. Istilahnya adalah mashul khuffain . Namun sesuai dengan ?dogma? dari Rasulullah SAW, yang diusap bukanlah bagian bawah sepatu melainkan bagian atasnya. Padahal secara logika, seharusnya yang diusap dengan air itu bagian bawahnya. Karena yang paling sering kena kotoran atau najis adalah bagian bawah. Namun ?dogma? Rasulullah SAW tegas-tegas mengatur bahwa yang diusap adalah bagian atas sepatu yang sebenarnya relatif lebih bersih ke timbang bagian bawah. Belum pernah ada ulama yang mencoba melakuan rationalisasi dengan merubah aturan ini. Dan tak pernah ada satu pun dari umat Islam yang mengusap bagian bawah sepatunya sebgai pengganti mencuci dalam berwudhu?. Lalu akankah kita saat ini setelah 14 abad berjalan dari masa Rasulullah SAW ingin mengusap sepatu bagian bawah ? Atau bolehkan kita melakukannya sekarang ? Jawabnya boleh saja, tapi yang jelas wudhu?nya tidak syah dan demikian juga shalatnya. Meski secara logika lebih bisa diterima akal. Dan hampir semua bentuk ritual ibadah kita memang semata-mata ?dogma?. Sebab tak ada satupun alasan rational mengapa shalat shubuh itu hanya 2 rakaat, padahal kalau pagi hari logikanya harus lebih banyak rokaatnya. Misalnya 10 rakaat sekalian untuk olah raga pagi. Maksudnya biar ada alasan logisnya, bukan ? Tetapi belum pernah ada orang Islam yang shalat subuh 10 rakaat kecuali ahli bid?ah. Yang pasti shalat shubuh 10 rakaat itu tidak syah dan tidak diterima Allah Subhanahu Wata`ala, meski secara kesehatan sesuai

dengan logika. Jadi memang tidak ada alasan rational yang menerangkan mengapa kewajiban puasa itu harus bulan Ramadhan, bukan bulan Pebruari saja yang jumlah harinya lebih sedikit. Mengapa Idul Fithri itu harus tanggal 1 Syawwal bukan 1 Januari yang gampang mengitungnya. Mengapa haji itu harus dipusatkan dan berdesakan di Arafah, bukan di negeri masing-masing saja biar ekonomis. Mengapa wanita haidh haram masuk masjid padahal sekarang sudah ada pembalut wanita yang menjamin tidak akan terkotori oleh darah haidh. Mengapa kalau batal wudhu yang dibasuh justru wajahnya, padahal yang keluar angin itu pantatnya. Seandainya agama dengan akal ? Beda ?Dogma? Dengan Dogma Yang anda sebut dengan dogma dalam agama Islam sebenarnya adalah syariah. Beda syariat yang anda sebut dengan dogma dengan istilah dogma yang ada pada agama lain ada beberapa hal : 1. Perbedaan Pada Istilah Tidak tepat kalau aturan syariat sesuai petunjuk Rasulullah SAW itu disebut dengan ? dogma?. Sebab semua aturan syariah itu bukan produk manuisia atau pendeta atau gereja sebagaimana yang ada di dalam agama nasrani. Semua aturan itu datang dari Allah Subhanahu Wata`ala melalui Rasulullah SAW dengan jalur resmi yang bisa dipertanggung-jawabkan. Apakah aturan yang datang dari Sang Maha Pencipta itu tetap mau disebut degan dogma ? Tentu bukan dogma melainkan aturan dan syariat. Semua bukti otentik yang menyebutkan bahwa aturan itu memang asli perintah Allah Subhanahu Wata`ala ada di depan hidung kita dan tak terbantahkan. Perintah Allah Subhanahu Wata`ala lewat Rasulullah SAW itu wajib dilaksanakan sebagaimana firman-Nya : ? Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr : 7) 2. Perbedaan Pada Pembuatannya Syariat Islam datang dari Allah SWT dengan bukti otentik. Sedangkan dogma versi nasrani adalah bid?ah buatan para pendeta dan rahib yang mengangkat diri sebagai tuhan. Dogma-dogma gereja itu dibuat oleh mereka dengan mengatas-namakan perintah tuhan. Oleh Rasulullah SAW, peristiwa dimana para pendeta dan rahib membuat dogma dan mengatasnamakan perintah tuhan lalu ditaati oleh pemeluk nasrani disamakan dengan menyembah para pendeta itu. Mereka menjadikan orang-orang pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah : 31) Perbedaan Pada Kebenarannya Dan Keselarasannya Dengan Realita

Karena dogma versi nasrani hanya buatan akal manusia semata, maka wajar sekali bila disana sini terdapat cacat bawaan sejak lahir. Dogma versi nasrani amat lemah dan penuh dengan kesalahan manusiawi. Apalagi dogma itu malah menjamah wilayah yang seharusnya diselesaikan dengan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Misalnya dogma gereja mengatakan bahwa bumi itu rata dan datar seperti meja. Orang yang menentang teori yang terlanjur dianggap dogma itu oleh gerja bukan hanya dicap sebagai pembangkang agama, tetapi harus mati digantung seperti Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan wilayah syariat Islam semata-mata pada masalah ritual formal, tidak menjamah wilayah yang memang lebih baik diselesaikan dengan ilmu pengetahuan. Dan buktinya, belum pernah ada aturan syariah yang langung bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Disini harus dibedakan antara suatu masalah yang tidak ada alasan rationalnya dengan masalah bertentangan dengan ilmu realita iptek. Ini dua hal yang jauh berbeda. Sebagai bandingannyua adalah masalah etika. Etika yang berlaku di suatu tempat tidak pernah ada alasan rationalnya, bukan ? Misalnya orang jawa itu kalau menujuk tidak mau menggunakan jari telunjuk, tetapi menggunakan jempolnya. Bisakah dijelaskan secara rational mengapa harus pakai jempol ? Tentu tidak ada alasan rationalnya. Tetapi apakah hal itu bertentangan dengan realitas iptek ? Tentu tidak jawabnya. Sebab iptek dan etika adalah dua wilayah yang berbeda. Demikian juga ritual ibadah dengan iptek adalah dua wilayah yang berbeda. Iptek harus punya alasan rational sedangkan ritual tidak perlu. Yang terjadi pada dogma gereja adalah menjamah wilayah iptek tapi tanpa alasan rational. Maka hasilnya pasti salah total. Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Anda mungkin juga menyukai