Anda di halaman 1dari 14

Rizal Ramli: Indonesia Alami Panca-Bangkrut

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Rizal Ramli: Indonesia Alami Panca-Bangkrut


Friday, 17 June 2011 10:19

Laporan: Teguh Santosa

RMOL. Di bawah pemerintahan SBY, Indonesia mengalami lima jenis kebangkrutan yang bisa berakibat fatal: negara yang sungguh-sungguh gagal. Kelima panca-bangkrut itu disampaikan ekonom senior Rizal Ramli ketika berbicara dalam sarasehan tokoh politik di PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, siang tadi (Kamis, 16/6). Sarasehan itu sendiri bertemakan Apakah Indonesia Negara Bangkrut? . Tetapi menurut saya, yang Sering dikatakan bahwa Indonesia menjadi negara gagal atau , ujar Rizal Ramli kepada Rakyat RIZAL RAMLI/IST terjadi saat ini barulah kegagalan kepemimpinan atau Merdeka Online beberapa saat lalu mengulangi apa yang telah disampaikannya dalam sarasehan di PP Muhammadiyah. Kegagalan kepemimpinan inilah, sambungnya, yang membuat Indonesia mengalami lima jenis kebangkrutan. Pertama, bangkrut di bidang ideologi. Bukan karena Indonesia tidak memiliki ideologi, melainkan karena ideologi negara, yakni Pancasila, tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, melainkan dijadikan propaganda semata. Kedua adalah kebangkrutan kepemimpinan, karena pihak yang berkuasa dan menjadi pemimpin formal tidak memiliki karakter yang kuat. Kepemimpinan memiliki dua dimensi, yakni karakter dan visi. Bila seorang pemimpin hanya memiliki visi, tanpa karakter, maka ia akan gampang terombang-ambing, seperti pemimpin kita saat ini, jelas mantan Menko Perekonomian yang kini dikenal sebagai tokoh oposisi itu. Ketiga adalah kebangkrutan di bidang finansial yang tampak dari gap antara indikator makro ekonomi yang selalu diagungagungkan pemerintah dengan realita ekonomi masyarakat. Memang indikator makro kita saat ini terlihat bagus. Tapi ini hanya soal waktu. Apakah resesi dunia membentuk kurva V, atau kurva W. Kalau yang terjadi seperti di Eropa , yakni kurva W, maka kita akan mengalami satu pukulan lagi. Seperti yang dialami Portugal, Italia, Yunani dan Spanyol beberapa waktu lalu, urainya lagi. Kesejahteraan rakyat juga mengalami kebangkrutan. Negara dan pemerintah tidak dapat memberikan perlindungan maksimal karena elite politik lebih sibuk menimbun kekayaan untuk kelompok mereka dan memperebutkan APBN. Daya belim masyarakat semakin lemah, dan terjebak pada pola ekonomi neoliberalisme yang mendorong konsumsi tinggi tanpa menciptakan lapangan pekerjaan atau pekerjaan yang bisa menopang kehidupan masyarakat. Terakhir, adalah kebangkrutan kedaulatan dan kemandirian dimana sama sekali tidak terlihat arah kebijakan yang jelas. Kebangkrutan ini ada kaitannya dengan jenis kebangkrutan sebelumnya, yakni kebangkrutan kepemimpinan. Pemerintah terlalu menggembar-gemborkan visi dan mimpi, tanpa memiliki karakter dan kemampuan teknis operasional. Di semua level, pemimpin kita terlihat lebih sibuk mengurusi pencitraan, termasuk dengan mengumbar janji. Akibatnya, sambung Rizal Ramli lagi, rakyat seakan menjadi yatim piatu. Ketika menghadapi masalah, rakyat mesti menyelesaikannya sendiri masalah mereka. [guh] Sumber : http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=30270

Galeri Radio Perubahan

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:19

Rizal Ramli: Subsidi Rakyat Dikurangi Kok Mafia Minyak Malah Dil...

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Rizal Ramli: Subsidi Rakyat Dikurangi Kok Mafia Minyak Malah Dilindungi
Tuesday, 17 May 2011 03:33

Selasa, 17 Mei 2011 , 08:42:00 WIB Laporan: Teguh Santosa

RMOL. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menekan harga BBM adalah dengan membangun kilang minyak di tanah air. Selama ini Indonesia mengirimkan minyak mentah ke Singapura. Kemudian, mengimpor minyak jadi ke Indonesia. Hal yang sama terjadi untuk komoditas lain yang dihasilkan Indonesia. Hampir semua, atau kemungkinan besar semua komoditas yang dihasilkan Indonesia, diekspor ke negara lain dalam keadaan mentah, dan impor lagi setelah menjadi barang konsumsi. Hal ini sama dengan memindahkan potensi lapangan kerja ke negara lain, juga membiarkan negara lain yang mengambil nilai tambah. ILUSTRASI/IST Padahal kalau kita bangun kilang minyak sendiri di tanah air, maka akan terjadi penghematan yang signifikan. Bisa mencapai 40 persen. Kita tidak perlu membayar ongkos transportasi, juga asuransi, ujar ekonom senior Dr. Rizal Ramli kepada Rakyat Merdeka Online dalam perbincangan di Selasa pagi ini (17/5). Di sisi lain, pembangunan kilang minyak di tanah air akan menciptakan lapangan kerja yang tidak sedikit. Dengan sendirinya, itu juga mendukung kebijakan dan yang selama ini didengungkan pemerintahan SBY-Boediono. Persoalannya adalah, walaupun mengetahui hal ini jauh lebih baik namun pemerintah enggan dan sampai sekarang tak bisa mengambil keputusan. Mengapa? Karena ada yang mengambil untung dari proses ekspor minyak mentah dan impor minyak jadi itu. Yang sekarang jadi raja mafia minyak di sekitar istana adalah seseorang yang punya dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Singapura. Tidak mungkin dia bisa bermain kalau tidak dilindungi, dan tidak mungkin dia dilindungi kalau tidak nyogok, ujar Rizal Ramli. Jadi, kok tega-teganya. Pasokan premium rakyat dikurangi, tapi mafia minyak terus dibiarkan dan terus dilindungi, demikian Rizal. Penjelasan Rizal ini disampaikan menyusul rencana pemerintah mengurangi premium. Sejak beberapa waktu belakangan ini pemerintah mendorong agar semua pemilik kendaraan mulai menggunakan pertamax yang lebih mahal. [guh] sunber : http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=27363

Galeri Radio Perubahan

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:19

Kebijakan Neolib SBY-Boediono Khianati Konstitusi

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Kebijakan Neolib SBY-Boediono Khianati Konstitusi


Wednesday, 04 May 2011 12:09

Rabu, 04 Mei 2011 , 11:45:00 WIB Laporan: N. Julius Permana

Galeri Radio Perubahan

RMOL. Kebijakan SBY-Boediono telah memperparah kondisi perekonomian nasional. Dampak dari kebijakan neoliberalisme SBY-Boediono ini membuat angka kemiskinan dan pengangguran terus meningkat. Di sisi lain, kebijakan neoliberalisme ini kian mempelebar kesenjangan ekonomi. "Yang lebih penting, kebijakan ekonomi neoliberalisme itu merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi," kata mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli, di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), RIZAL RAMLI/IST Jakarta (Rabu, 4/5). Selain itu, kata Rizal, lemahnya kepimpinan SBY-Boediono mengakibatkan berbagai masalah hukum dan perlindungan hak-hak warga negara menjadi semakin parah. Masih kata Rizal, membiarkan kepemimpinan nasional yang lemah adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab . "Sama saja membiarkan Indonesia menjadai negara gagal," demikian Rizal.[yan] http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=26137
Last Updated on Wednesday, 04 May 2011 17:38

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:20

"Hei Presiden SBY Hapuskan Sistem Outsourcing! Kalau Tidak, Kami...

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

"Hei Presiden SBY Hapuskan Sistem Outsourcing! Kalau Tidak, Kami yang Akan Menghapus Pemerintahan SBY,"
Monday, 02 May 2011 16:09

02/05/2011 11:07 WIB | Minggu, 1 May 2011 03:10 WIB

Galeri Radio Perubahan

JAKARTA, RIMANEWS- Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menuntut agar dihapuskan sistem outsourcing bagi para pekerja di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan di tengah orasinya dalam peringatan hari buruh sedunia di depan Istana Negara. "Kami minta kepada Presiden SBY yang kebetulan tidak berada di Istana. Hei Presiden SBY hapuskan sistem outsourcing! Kalau tidak, kami yang akan menghapus pemerintahan SBY," kata Rizal Ramli, Jakarta, Minggu (1/4). Menurutnya, setiap tahun banyak pegawai diganti kontraknya. Dengan sistem ini sangat menindas karena tidak ada jaminan bagi para pekerja. Mantan calon presiden independen itu mengatakan, sistem jaminan harusnya diatur dalam undang-undang. Pihaknya bersama para buruh yang menggelar aksi hari meminta pemeritah segera menyelesaikan jaminan sosial atau yang lebih dikenal dengan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. "Kami kasih kesempatan DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan UU Jamsos ini. Kalau tidak, maka tidak ada pilihan, SBY harus mundur baik-baik," tegas Rizal. Selain Rizal, tampak juga anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka yang turut memberikan orasin.(ach/MI) Sumbet : http://www.rimanews.com/read/20110501/25974/hei-presiden-sby-hapuskan-sistem-outsourcing-kalau-tidakkami-yang-akan
Last Updated on Monday, 02 May 2011 16:10

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:20

Ekonom Senior: Kabinet Neolib SBY-Boediono Hanya Sibuk Tanda T...

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Ekonom Senior: Kabinet Neolib SBY-Boediono Hanya Sibuk Tanda Tangan


Monday, 02 May 2011 16:08

KUNJUNGAN WEN JIABAO


Minggu, 01 Mei 2011 , 08:52:00 WIB Laporan: Teguh Santosa

Galeri Radio Perubahan

RMOL. Perdana Menteri Republik Rakyat China Wen Jiabao mengutip arti penting Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 lalu dalam kuliah umum di hadapan tokoh-tokoh Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, kemarin (Sabtu, 30/4). Wen Jiabao mengapresiasi semangat yang diwariskan konferensi itu yang menurutnya masih relevan hingga hari ini. Ia mengingatkan, prinsip-prinsip dasar yang diwariskan KAA membuka kesempatan bagi negara-negara di kawasan Asia dan Afrika untuk merumuskan kepentingan bersama dan di sisi lain menjaga keberagaman dan menciptakan koeksistensi damai. ILUSTRASI Menurut ekonom senior Indonesia, Dr. Rizal Ramli yang juga hadir dalam itu, semangat KAA itu memang pantas dijadikan sebagai pondasi untuk menjalin hubungan antarbangsa yang saling menguntungkan. Sayangnya, menurut Rizal Ramli, pemerintah Indonesia lebih sering memperlakukan KAA sebagai hal yang seremonial belaka. Dasasila Bandung yang dihasilkan dalam konferensi itu tidak menjiwai kebijakan luar negeri Indonesia saat ini, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Tidak terlihat keinginan serius untuk membangun Indonesia menjadi negara yang kuat dan mandiri, sehingga hubungan dengan negara lain tidak akan merugikan rakyat. Hal penting kedua yang digarisbawahi mantan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan itu dari kuliah umum Wen Jiabao berkaitan dengan posisi RRC terhadap kawasan Asia Tenggara, khususnya negara-negara yang tergabung dalam Asean. Wen Jiabao menegaskan bahwa RRC bukanlan ancaman bagi Asean, baik dari segi militer maupun ekonomi. Kita harus melihat hal itu secara berimbang. Boleh saja dari segi militer dan politik luarnegeri China menginginkan Asean yang damai. Tapi dari sisi Indonesia dan kepentingan nasional, kita harus menjadikan hubungan baik itu bisa bermanfaat bagi Indonesia. Sejauh ini, tantangan ini yang belum dijawab dengan tegas oleh pemerintahan SBY-Boediono, ujar Ketua Dewan Penyantun Universitas Bung Karno ini kepada Rakyat Merdeka Online, di kediamannya di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, Minggu pagi (1/5). Sinyal lain yang disampaikan Wen Jiabao adalah keinginan China memperkuat hubungan kerjasama di bidang maritim dengan Indonesia, khususnya di kawasan Selat Malaka. Sinyal yang disampaikan Wen Jiabao ini, menurut Rizal Ramli, seharusnya disambut pemerintah Indonesia dengan mereview ulang arti penting Selat Malaka yang selama ini menjadi ajang kompetisi kepentingan negara-negara besar. Selat Malaka adalah salah satu selat teramai di dunia. Tetapi sayangnya, Indonesia tidak mendapatkan keuntungan maksimal. Tokoh oposisi ini juga menggarisbawahi pernyataan-pernyataan Wen Jiabao mengenai China Asean Free Trade Agreement (CAFTA), dan keinginan kuat China menjalin hubungan yang sama menguntungkan. Sayangnya, pada praktiknya China lah yang berhasil menarik keuntungan. Sementara Indonesia hanya menjadi atribut dalam sistem perekonomian yang dikembangkan China. Tetapi, sambung Rizal Ramli, kita tidak bisa menyalahkan China semata. Fakta ini menunjukkan kekurangcerdasan dan kekurangsiapan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan China Asean Free Trade, uajrnya. Pemerintah Indonesia hanya sibuk tanda tangan, tanpa diikuti upaya menyelesaikan pekerjaan rumah untuk memperkuat struktur industri dalam negeri dan daya saing serta melindungi lapangan kerja di Indonesia. Sehingga demikian, banyak kalangan yang menilai sangat tidak adil bila Indonesia hanya menjadi sumber bahan mentah untuk ekonomi China juga negara besar lain, dan menjadi pasar untuk produk-produk mereka. Rizal Ramli mencontohkan sikap Presiden Bill Clinton ketika menandatangani perjanjian NAFTA dengan Kanada dan Meksiko tahun 1994 lalu. Di saat bersamaan, Clinton mengambil sejumlah kebijakan nasional untuk memperkuat industri dan daya saing Amerika Serikat. Ia tidak segan-segan mengambil langkah penyesuaian untuk melindungi pekerja Amerika Serikat. Bila itu tidak dilakukan, Kongres AS pasti tidak akan menyetujui. Sementara kabinet neoliberal SBY-Boediono ini sangat percaya pada fundamentalisme pasar yang menjanjikan keuntungan bersama, sehingga mengabaikan penguatan industri dalam negeri dan perlindungan tenaga kerja, demikian Rizal Ramli. [guh] Sumber :http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=25810

1 of 2

26/09/2013 21:20

Ekonom Senior: Kabinet Neolib SBY-Boediono Hanya Sibuk Tanda T...

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

2 of 2

26/09/2013 21:20

Rizal Ramli: Nasionalisme Palsu SBY-Boediono Lahirkan Radikalisme

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Rizal Ramli: Nasionalisme Palsu SBY-Boediono Lahirkan Radikalisme


Friday, 29 April 2011 02:09

Laporan: Teguh Santosa

Galeri Radio Perubahan

RMOL. Fenomena radikalisasi sekelompok warganegara Indonesia, termasuk yang menggunakan label keagamaan, lahir dan berkembang bersamaan dengan kegagalan pemerintah menambah lapangan pekerjaan, menekan jumlah pengangguran, dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Jurang yang memisahkan kelompok dan di negara ini bukan semakin pendek, sebaliknya menjadi begitu lebar. Pameran kekayaan oleh sekelompok kecil anggota masyarakat terjadi di depan mata di saat sebagian besar lainnya harus berjuang mati-matian dan dipinggirkan. ILUSTRASI Demikian analisa yang disampaikan ekonom senior Dr. Rizal Ramli berkaitan dengan maraknya isu radikalisasi, khususnya di kalangan sebagian umat Islam yang merupakan mayoritas di Indonesia.

Kita semua tahu bahwa NII dan yang sejenisnya ini bukan barang baru. Ini fenomena lama, (yang) lahir lebih karena persoalan struktural, bukan ideologis, ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 29/4). untuk dapat melindungi dan mensejahterakan rakyat. Indonesia, Rizal Ramli mengingatkan, didisain oleh Sayangnya, pemerintah tidak dapat menciptakan kondisi dan tidak memperlihatkan keseriusan ke arah itu. Hal ini terjadi berulang-ulang sehingga frustrasi sosial semakin melebar. Nasionalisme yang didengung-dengungkan palsu dan jargon belaka. (Karena) terjadi semacam kekosongan ideologi, lantas ada kelompok yang bisa memanfaatkan dan meradikalisasi, atau mungkin hanya menjebak, sebagian orang yang merasa terpinggirkan. Kelompok seperti ini dipandang bisa menawarkan semacam ideologi tandingan, demikian Rizal Ramli. Dia berpendapat, adalah bukti dari komitmen pemerintah dan kelompok elit yang dapat menghentikan radikalisme sepert ini. Di sisi lain, Rizal Ramli ragu pemerintahan SBY dan Boediono yang menurutnya sangat dipengaruhi oleh paham neoliberalisme yang hanya menguntungkan sebagian kecil warga negara Indonesia, dapat melakukan itu. [guh] Sumber : http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=25634
Last Updated on Friday, 29 April 2011 02:10

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:21

G-20 dan Perang Mata Uang

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

G-20 dan Perang Mata Uang


Wednesday, 24 November 2010 05:15

G-20 dan Perang Mata Uang


Rizal Ramli[1]

Galeri Radio Perubahan

Pertemuan G-20 dimulai di Korea Selatan hari Kamis tanggal 11 November. G-20 adalah organisasi yang terdiri anggota G-7 seperti Amerika, Jerman, Prancis, Jepang dan negara berkembang seperti Brazil, China, India, Indonesia, Saudi Arabia dan Turki. G-20 diusulkan Menteri Keuangan Canada Paul Martin (1999), baru menjadi pertemuan tingkat Kepala Negara untuk menghadapi krisis ekonomi 2008. G-20 adalah oraganisasi yang sangat longgar, tanpa dan sekretariat permanen, sehingga lebih berupa forum yang tidak terlalu mengikat. Pembentukan G-20 sebetulnya merupakan akibat dari pergeseran peta kekuatan ekonomi dunia. Pergeseran dari Amerika dan Eropa ke Asia, karena Asia saat ini adalah wilayah dengan potensi dan pertumbuhan ekonomi paling cepat didunia. Jika abad ke 19 adalah abad yang dikuasai Inggris, abad ke 20 adalah abad Amerika, maka abad ke 21 adalah abad Asia. Pergeseran geostrategis tersebut membawa pengaruh yang sangat luas dalam bidang politik, ekonomi dan pertahanan. Sebelum Asia betul-betul menjadi kekuatan utama di dunia, maka sedang terjadi transisi dari dunia uni-polar yang didominir Amerika setelah perang dingin, berubah menjadi dunia yang multi-polar, dunia dengan banyak pemain utama. G-20 merupakan refleksi dari transisi dunia multi-polar tersebut. Ternyata bahwa krisis ekonomi di Amerika, karena defisit yang sangat besar (US$ 1,4 triliun) dan peningkatan ekonomi spekulatif yang ugal-ugalan, hanya dapat diselamatkan dengan pinjaman dari 10 negara besar Asia yang memiliki cadangan devisa sangat besar (US$ 5,1 triliun). Banyak negara-negara Asia, China, India, Korea (kecuali Indonesia) menjadi pabrik dunia yang menghasilkan berbagai barang konsumsi dan modal yang dijual keseluruh dunia. Untuk mempercepat pemulihan ekonomi Amerika, Bank Sentral Amerika mencetak uang senilai US$ 600 milyar. Amerika adalah contoh pembiayaan defisit yang dibiayai dengan pencetakan uang yang sangat besar, hal yang diharamkan di kuliah-kuliah fakultas ekonomi di seluruh Indonesia. Dengan pencetakan dollar jor-joran tersebut, sebagian diantaranya masuk menjadi uang panas yang membanjiri negara-negara berkembang sehingga mata uang mereka menjadi sangat kuat dan indeks saham melonjak tinggi. Pencetakan dollar tersebut juga akan memicu kenaikan harga komoditi termasuk energi dan pangan. Inilah yang menjelaskan mengapa indikator finansial Indonesia melonjak selama setahun terakhir, tetapi indikator ekonomi yang menyangkut lapangan kerja, daya beli dan kesejahteraan rakyat tidak berubah banyak. Gubernur Bank Sentral Amerika Ben Bernanke mengatakan bahwa mereka akan fokus pada perbaikan ekonomi Amerika, bukan pada ekonomi negara lain. Dengan kata lain, Bernanke tidak peduli dampak dari kebijakan cetak dollar jor-joran terhadap mata uang negara lain yang menjadi terlalu kuat, ekspor (naik turun tajam) Inilah contoh dari nasionalisme mandek atau ekonomi mereka menjadi ala Amerika, sementara kalangan intelektual Indonesia sering meremehkan nasionalisme sebagai tidak relevan. Pencetakan dollar Amerika jor-joran akan membuat nilai dollar terus melemah, dan membuat barang-barang Amerika menjadi lebih murah diseluruh dunia. Sesungguhnya, Amerika telah memulai perang mata uang ( ) tetapi melalui IMF, Bank Dunia, dll meminta dengan sangat agar negara-negara lain jangan ikut-ikutan perang mata uang. Padahal banyak negara sangat khawatir dengan mata uang mereka yang terlalu kuat. Menteri Keuangan Brazil Guido Mantega mengkritik kebijakan Bernanke tersebut sehingga dia mengusulkan agar dunia mulai mengurangi penggunaan US$ sebagai cadangan devisa. Korea merencanakan pajak sebesar 14% untuk surat utang sejenis SBI dan SUN yang dibeli oleh orang asing. Jerman dan Prancis juga mengecam pencetakan dollar jor-joran karena akan berdampak pada kenaikan nilai EURO dan penurunan ekspor Eropa. Strategi pelemahan dollar yang dilakukan Amerika saat ini, sebetulnya pernah dilakukan Jepang antara tahun 1950 1985. Strategi Yen lemah itulah yang membuat barang-barang Jepang sangat murah,

1 of 2

26/09/2013 21:22

G-20 dan Perang Mata Uang

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

merajai pasar dunia sehingga ekonomi Jepang tumbuh diatas 10% dan mengejar ketinggalannya dari Barat. Amerika dan Eropa yang kalah bersaing kemudian menekan Jepang untuk menandatangani Plaza Accord yaitu kesepakatan untuk memperkuat mata uang Yen dan memperlemah dollar. Setelah perjanjian itu, ekonomi Jepang menjadi kurang kompetitif dan pertumbuhan ekonominya anjlok dibawah 2%. Strategi mata uang lemah itulah yang diikuti oleh China sehingga barang-barangnya menjadi sangat murah diseluruh dunia dan salah satu faktor mengapa ekonomi China bisa tumbuh diatas 10% dua dekade terakhir. Sayangnya media dan fakultas ekonomi diseluruh Indonesia selalu mengajarkan bahwa mata uang kuat adalah indikator keberhasilan suatu negara. Paradigma itu adalah sebuah dan sangat tidak tepat karena nilai tukar hanyalah sasaran antara. Sasaran akhir dan indikator paling penting adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan kesediaan lapangan pekerjaan. Dalam forum-forum Internasional, termasuk G-20, negara-negara yang berkembang yang ekonominya kuat seperti China, Brazil dan India mulai berani mengambil sikap yang berbeda dengan negara adidaya. Keberanian untuk bersikap mandiri dalam bidang ekonomi dan politik global merupakan refleksi dari ketahanan dan kemandirian ekonomi nasional mereka. Negara yang lemah ketahanan dan kemandirian ekonominya hanya akan jadi good boy atau anak manis dalam pertemuan-pertemuan internasional seperti G-20. Jakarta, 11 November 2010.

[1] Mantan Menko Perekonomian


Last Updated on Wednesday, 24 November 2010 05:21

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

2 of 2

26/09/2013 21:22

Kesenjangan Kaya-Miskin Makin Tajam, Rakyat Butuh Jaminan Sosial...

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Kesenjangan Kaya-Miskin Makin Tajam, Rakyat Butuh Jaminan Sosial, Pemerintah SBY Gagal
Tuesday, 25 October 2011 06:52

Senin, 24 Oct 2011 10:40 WIB

Galeri Radio Perubahan

JAKARTA,RIMANEWS- Mantan Menko Perekonomian Dr Rizal Ramli mengingatkan pemerintah harus mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh warga negara yang lemah, betapa mobilitas kalangan menengah ke bawah kian sulit dan kesenjangan kaya-miskin makin tajam, sementara kelas atas makin kaya raya. Perekonomian kita tidak memberi kesempatan kaum menengah ke bawah bisa berkembang karena untuk pinjam dana bank juga harus ada agunan, sementara banyak orang menganggur, atau hanya bekerja beberapa jam per hari. Sehingga daya saing dan kreatifitas tenaga kerja kita makin lemah. Intinya, pemerintah SBY-Boediono gagal. ''Pemerintah sering mengklaim bahwa pengangguran berkurang, orang miskin menurun. Padahal kenyataan justru sebaliknya. Memang Indonesia kini sedang bagus-bagusnya dalam memikat modal asing untuk masuk ke pasar modal, namun itu tak cukup sebab tak bisa menciptakan lapangan kerja. Sedangkan sektor pertambangan yang kini menjadi primadona juga tak mampu menyerap lapangan kerja massal bagi jutaan orang di Indonesia yang masih menanggur,'' tegas Rizal Ramli, tokoh nasional dan Ketua Aliansa Rakyat untuk Perubahan dalam dialog di Metro TV Senin malam bersama Wawan Purwanto, Renald Khasali, dan Fauzi Ichsan.. Di sisi lain, kata ekonom Fauzi Ichzan, infrastruktur masih bermasalah, sehingga arus investasi ke Indonesia relatif menurun. Yang terjadi adalah arus modal jangka pendek , portofolio, dan itu tidak mungkin terus menerus mengalir kemari. Selain itu, perpajakan kita belum transparan, dimana mafia pajak meluas, korupsi meluas dan birokrasi lamban dalam melayani warga. Perbankan tidak berani bergerak cepat untuk mengucurkan dana akibat trauma dengan krisis moneter yang membuat pemerintah harus melakukan bailout bagi para konglomerat hitam sekitar Rp650 trilyun akibat krisis 1997-1998, dimana KKN merajalela , bahkan sampai kini dampaknya terus kita rasakan.. Para pembicara di Metro TV itu mengakui Neoliberalisme membuat jurang kaya miskin makin tajam, rakyat makin miskin. Mustinya, pemerintah menyediakan pupuk, bibit dan benih padi serta lahan bagi kaum tani untuk kemandirian ekonomi dan keadilan sosial. Orang kaya harus membayar [ajak secara jujur, dan negara harusnya memihak kaum miskin, bukannya malah memperkuat golongan kaya yang sudah makmur. ''Yang harus di bailout adalah rakyat bukan orang kaya atau konglomerat,''kata Rizal Ramlis

Sumber : http://rimanews.com/read/20111024/44621/kesenjangan-kaya-miskin-makin-tajam-rakyat-butuh-jaminan-sosialpemerintah-sby
Sumber :
Last Updated on Tuesday, 25 October 2011 06:55

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:22

Rizal Ramli: Indonesia Bisa Jadi 'The Next Philiphine'

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Rizal Ramli: Indonesia Bisa Jadi 'The Next Philiphine'


Tuesday, 25 October 2011 06:53

Senin, 24 Oct 2011 10:43 WIB


JAKARTA, RIMANEWS-Di negara yang menganut ekonomi neoliberalisme orang kaya akan semakin kaya dan yang miskin makin terpuruk. Kesenjangan ini bisa dilihat di negara-negara Amerika Latin. Hal tersebut dikemukakan Mantan Menteri Ekonomi Rizal Ramli dalam acara "Economic Challenges" di Metrotv, (24/10). "Ini realitas yang terjadi di negara-negara yang menganut sistem ekonomi neoliberalisme," katanya. , jika Menurut Rizal, Indonesia ke depan bisa berpotensi menjadi haluan ekonominya tidak segera diubah. Di Filipina, menurutnya, orang-orang yang memiliki kapital miliki akses ke berbagai sektor, baik politik, ekonomi dan lain sebagainya, sedangkan kaum miskin kian terpinggirkan akibat tidak adanya keberpihakan pemerintah. Neoliberalisme yang membelit Indonesia saat ini, lanjut Rizal, telah menyebabkan mahalnya biaya pendidikan, pangan, kesehatan dan lain sebagainya. Konsekuensinya, rakyat kecil tentu akan semakin tergilas. Rizal juga mengkritik pemerintah yang terkesan mengulur-ulur waktu dalam menyediakan jaminan sosial bagi rakyat miskin. Padahal, rakyat yang ekonominya pas-pasan sangat membutuhkan hal itu. [ach] Sumber : http://rimanews.com/read/20111024/44620/rizal-ramli-indonesia-bisa-jadi-next-philiphine

Galeri Radio Perubahan

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:23

Pendiri Econit: Indonesia Pasti Kena Krisis!

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Pendiri Econit: Indonesia Pasti Kena Krisis!


Wednesday, 16 November 2011 08:43

Rabu, 16 November 2011 , 12:08:00 WIB Laporan: Teguh Santosa

Galeri Radio Perubahan

RMOL. Di akhir 1996 pondasi ekonomi Indonesia dikatakan sangat kuat. Bukan hanya pemerintahan Soeharto yang dengan percaya diri mengatakan hal itu. Analis ekonomi dalam dan luar negeri juga ikut memuji-muji. Lembaga keuangan internasional semisal World Bank dan International Monetary Fund (IMF) apalagi. Seingat Rizal Ramli, hanya Econit Advisory yang didirikannya yang memiliki pandangan berbeda. Di bulan Desember 1996, Rizal Ramli dan Econit mempublikasikan hasil riset yang menemukan ancaman di depan mata. Menurut riset itu, tahun 1997 akan menjadi atau tahun ketidakpastian. "Ada awan mendung di langit Indonesia. Bisa jadi hujan, bahkan bisa jadi hujan batu," ujar Rizal Ramli ketika menceritakan kembali saat-saat menjelang krisis ekonomi 1997-1998 dalam diskusi di Rumah Perubahan, kemarin siang (Selasa, 15/11). Banyak yang tidak percaya pada analisa Rizal Ramli dan Econit Advisory itu. Rizal Ramli mencontohkan seorang taipan properti papan atas di Indonesia yang ikut tidak percaya. Dalam sebuah pertemuan yang diselanggarakan sebuah bank milik pemerintah sang taipan mengatakan bahwa perekonomian Indonesia sedang baik dan akan semakin baik. Analisa Econit, menurut sang taipan, terlalu berlebihan dan salah besar karena faktanya bisnis properti sedang begitu dinikmati. Bukankah ini tanda-tanda perekonomian dalam keadaan yang baik dan semakin menjajikan. "Pak Rizal orang pintar. Tapi saya orang lapangan," begitu kira-kira katanya kepada Rizal Ramli saat itu. Rizal Ramli tak mau berdebat. Ia hanya mengajak sang taipan bertemu lagi dengan dirinya setahun yang akan datang. Tak lama setelah pertemuan itu, Januari 1998 tanda-tanda kehancuran ekonomi Indonesia tampak nyata hingga akhirnya meledak di bulan Mei setelah Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF. Sang taipan properti dan kerajaan bisnisnya termasuk yang mengalami kerusakan paling parah akibat hantaman tsunami moneter itu. Di bulan Oktober 1997, masih cerita Rizal Ramli, dia diundang ke Sekolah Staf Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung. Ini adalah sekolah paling prestisius di kalangan militer Indonesia, tempat perwira menengah senior digembleng sebelum menyandang bintang jenderal di pundak mereka. Seorang jenderal senior dalam sambutan di depan siswa Seskoad mengatakan bahwa menghadapi siutuasi krisis tugas ABRI adalah membela Soeharto. "Ketika saya bicara, saya katakan bahwa pandangan saya berbeda. Soeharto tidak akan dapat menghadapi krisis ekonomi dan politik karena sejak awal sudah salah langkah. Ketergantungan pembangunan Orde Baru pada utang luar negeri dan modal asing yang merajalela menjadi semacam bumerang yang balik menyerang dan mematikan," masih cerita Rizal Ramli. "Jadi yang dibutuhkan dan harus dilakukan ABRI adalah membela Indonesia. Bukan membela Soeharto," sambungnya. Rizal Ramli merasa perlu menyampaikan hal-hal seperti ini untuk memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia hari ini. Menurutnya, apa yang sedang dialami Indonesia sama persis dengan kondisi Indonesia di era 1997-1998. Sayangnya, kebanyakan masyarakat Indonesia, khususnya kaum pengusaha dan kelas menengah, tidak tahu, atau kalaupun tahu tapi tidak mau tahu. Apalagi pemerintah dan berbagai lembaga keuangan asing selalu mengatakan bahwa perekonomian Indonesia dalam keadaan baik-baik saja. Reaksi seperti itu sama persis dengan reaksi yang disampaikan kalangan pengusaha dan kelas menengah menjelang krisis 1998. Selain mengutarakan pengalama menjelang krisis 1998, Rizal Ramli dalam diskusi itu juga membagikan fotokopi artikel yang dia tulis di sebuah koran nasional papan atas bulan Mei tahun lalu. Dalam artikel itu, Rizal Ramli membahas krisis ekonomi yang terjadi di Yunani. Menurut Rizal dalam artikelnya, krisis Yunani terbilang kecil, tapi akan berdampak luar biasa bila telah merembet hingga ke Italia dan Spanyol. Tahun lalu, hanya ada dua jalan keluar yang dapat diambil Uni Eropa. Pertama, mengeluarkan negaranegara khususnya di kawasan Eropa Selatan yang tidak memenuhi standar dari organisasi kawasan itu, atau menyamakan nilai tukar mata uang euro dengan dolar AS.

1 of 2

26/09/2013 21:23

Pendiri Econit: Indonesia Pasti Kena Krisis!

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Bila salah satu atau kedua hal ini tidak dilakukan, maka seluruh Eropa akan menghadapi krisis. Sekarang, itulah yang sedang terjadi di Eropa. Perdana menteri Italia dan Yunani sudah mengundurkan diri. Eropa tertatih-tatih menyeret badannya keluar dari krisis. Kondisi perekonomian di level nasional dan global saat ini, menurut Rizal Ramli sama dengan kondisi perekonomian nasional dan global menjelang krisis 1998. Indonesia, sebut Rizal Ramli, boleh merasa bangga karena selamat dari terjangan krisis 2008. Tapi menurutnya, dinamika krisis ekonomi 2008 itu bukannya membentuk kurva V melainkan kurva W. Di kurva W bisa dilihat bahwa ada krisis baru lagi yang tuntas. akan terjadi sebelum "Indonesia pasti akan kena. Pondasi ekonomi Indonesia saat ini tidak sehebat yang dibayangkan. Uang panas 2010 saja lima kali lebih banyak dari uang panas di tahun 1998. Dan kita tahu, sifat uang panas gampang masuk dan gampang keluar," demikian Rizal Ramli. [guh] Sumber : http://ekbis.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/11/16/45896/Pendiri-Econit:-Indonesia-Pasti-Kena-Krisis!-

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

2 of 2

26/09/2013 21:23

Hot Money Masih Jadi Penyakit Utama Ekonomi Indonesia

http://www.rizalramli.org/index.php?option=com_content&view=artic...

Menu
Halaman Utama Biografi Buku Lokomotif Perubahan Kolom
opini Wawancara Redaksi Kliping

Hot Money Masih Jadi Penyakit Utama Ekonomi Indonesia


Thursday, 17 November 2011 09:17

Kamis, 17 November 2011 , 09:26:00 WIB Laporan: Teguh Santosa

Galeri Radio Perubahan

RMOL. Pemerintahan SBY-Boediono kerap membangga-banggakan cadangan devisa negara yang cukup besar dan mencapai 110 miliar dolar AS. Tetapi pemerintah tidak pernah menjelaskan kepada publik, dari cadangan devisa sebesar itu berapa sesungguhnya yang benar-benar dapat dikontrol oleh negara. "Hal itu tidak dijelaskan karena begitu dijelaskan akan tampaklah bahwa pemerintah hanya mampu berwacana dan propaganda," ujar ekonom senior DR. Rizal Ramli kepada Rakyat Merdeka Online dalam perbincangan Kamis pagi (17/11). RIZAL RAMLI Mantan Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian ini mengatakan, dari cadangan devisa sebesar itu hanya 25 persen yang benar-benar dikuasai negara. Itu artinya sebagian besar dari cadangan devisa tersebut adalah yang bisa kapan saja keluar. "Kalau sudah begitu ( keluar), Indonesia bisa . Krisis keuangan berubah menjadi krisis ekonomi dan berlanjut menjadi krisis politik. Pemerintah dapat jatuh seperti yang terjadi di beberapa negara di Eropa saat ini," ujar pendiri Econit Advisory ini. , menurutnya lagi, dapat diminimalisir dengan pembenahan birokrasi untuk menghilangkan berbagai Daya rusak hambatan. Proses ini dikenal dengan nama . Tetapi, dari yang tampak sejauh ini, pemerintah tidak menghilangkan hambatan-hambatan itu, melainkan membuat hambatan-hambatan baru. Atau dengan kata lain, pemerintah SBY dengan pertimbangan-pertimbangan politik malah memperpanjang dan memperumit rantai birokrasi. Posisi wakil menteri merupakan bagian dari tindakan yang dapat memperburuk wajah birokrasi. "Padahal, kalau birokrasi bersahabat, uang panas bisa jadi uang dingin, karena ia turun ke bawah dan menjelma menjadi proyek riil," sambungnya. Rizal Ramli juga menyoroti peranan lembaga keuangan dan ekonom baik dalam dan luar negeri yang berorientasi pada kepentingan asing yang selalu menutup-nutupi kenyataan ekonomi Indonesia dengan cerita-cerita indah untuk menyesatkan publik. Pengaruh kelompok-kelompok ini sama persis pada saat menjelang kehancuran ekonomi Indonesia di tahun 1998. Mereka selalu mengatakan bahwa perekonomian Indonesia dalam kondisi yang prima dan karenanya harus tetap dibiarkan terbuka lebar-lebar. Padahal seperti ini menyesatkan dan dapat berakibat fatal. Di tahun 1998 lalu pemerintah sempat mengetatkan likuiditas. Tetapi dipengaruhi dan bahkan dipaksa oleh asing untuk mengendurkannya lagi. Akibatnya, uang panas yang ada dengan mudah keluar. "Ini adalah skenario untuk menghancurkan kita. Setelah kita hancur mereka akan masuk dan membeli semua yang kita miliki dengan mudah dan murah. Kita pun kembali terjajah," demikian Rizal Ramli. [guh] Sumber : http://ekbis.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/11/17/45988/Hot-Money-Masih-Jadi-Penyakit-UtamaEkonomi-Indonesia-

All Rights Reserved 2013 Design: mambasana.ru

1 of 1

26/09/2013 21:24

Anda mungkin juga menyukai