OUTLINE PAPARAN
A
B.
Agraria/Pertanahan Isu Strategis Pelaksanaan Kebijakan Agraria/ Pertanahan Akar Permasalahan Ketidak-efektifan Pelaksanaan Kebijakan Agraria/Pertanahan Upaya Pembaruan dan Implikasi Kebijakan Tindak Lanjut
C.
D. E.
PERWATAKAN LAHAN
MERUPAKAN ASPEK EKONOMIS, TIDAK TERPENGARUH KEMUNGKINAN PENURUNAN HARGA DAN NILAI TIDAK TERPENGARUH WAKTU TERBATAS, TIDAK DAPAT BERTAMBAH NILAI DIPENGARUHI KEGIATAN FUNGSIONAL DI ATASNYA STATIONER, TIDAK DAPAT DIPINDAHKAN SELAIN SEBAGAI POTENSI PRODUKSI JUGA MERUPAKAN SUATU INVESTASI JANGKA PANJANG
------(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini diatur dalam undangundang
Pasal 2 ayat (2) UUPA, Hak menguasai Negara atas tanah memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa b. menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa
3. Ruang Angkasa
Perikanan Tangkap
Perikanan Budidaya
Jaringan Kabel
A-8 Kebijakan Publik di Bidang Sumberdaya Alam Dua kelompok peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan/keagrariaan (kebijakan pengaturan P4T permukaan bumi yang disebut tanah)
(2) mengenai sd bumi (tanah/mineral), sd air, sd ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di masing-masing wahana tsb.
PA RA FA
1960
PB RB FB
1978 2013
PC RC FC
2025 experiences expected
EKONOMI
KEPENDUDUKAN
KEGIATAN URBAN
ENERGI
HUTAN
KESEJAHTERAAN
KEADILAN
SENGKETA
Subsistem Tanah : Isu Sentral dengan Variabel Kunci Penguasaan- Pemilikan----- Penggunaan- Pemanfaatan
B-4 ARAH KEBIJAKAN AGRARIA Rekomendasi Tim Masalah Pertanahan 1977 Sumberdaya agraria dikuasai negara, diatur kepemilikannya secara adil. Sumberdaya agraria ditingkatkan produksinya dengan iptek yang sesuai kondisi lokal sehingga mampu menyerap tenaga kerja di lapangan agraria yang jumlahnya semakin meningkat Hasil produksi agraria memberikan pendapatan untuk kebutuhan hidup pokok dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
Struktur Penguasaan Tanah Pertanian di Indonesia No Kelompok Luas Penguasaan (ha) Rumah Tangga Pedesaan 1993 2003
1 2 3 4
% rumah % % luas % rumah % % luas tangga kumulatif dikuasai tangga kumulatif dikuasai Tunakisma dan 43 43 -47 47 -petani kurang 0,10 0,10 0,49 27 70 13 26 73 12 0,50 - 0,99 Lebih 1,00 Jumlah 14 16 100 84 100 18 69 100 13 14 100 86 100 17 71 100
Luas Penguasaan Pemilikan Tanah Sawah Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 Wilayah Luas Wilayah Luas sawah (Ha) Ha 47 339 730 Sumatera 2329224 13 337 370 Jawa dan Bali 3430698 53 629 270 Kalimantan 310144 19 614 310 Sulawesi 1001645 15 323 120 Nusa Tenggara dan Maluku 720239 41 480 010 Papua 24980 190 923 810 Indonesia 7816930 Jumlah Rumah Tangga Luas rata2 (Ha) % Petani % 29,80 3680564 22,61 0,63 43,89 9797028 60,17 0,35 3,97 1091968 6,71 0,28 12,81 100653 0,62 9,95 9,21 1397888 8,59 0,52 0,32 213357 1,31 0,12 100,00 16281458 100,00 0,48
Luas Penguasaan Pemilikan Perusahaan Perkebunan (HGU), Tahun 2006 No Wilayah Luas HGU Perkebunan Jumlah Perusahaan Luas Perkebunan Perkebunan rata2 (Ha) Ha % Perush % (Ha) Sumatera 10908348 3528882 53,67 1259 36,79 2802,92 Jawa dan Bali 1568841 1477258 22,47 1384 40,44 1067,38 Kalimantan 1213647 1101257 16,75 340 9,94 3238,99 Sulawesi 2015111 317882 4,83 316 9,23 1005,96 Nusa Tenggara dan Maluku 540749 103489 1,57 110 3,21 940,81 Papua 226855 46777 0,71 13 0,38 3598,23 Indonesia 16473551 6575545 100,00 3422 100,00 1921,55
1 2 3 4 5 6
Luas Penguasaan Pemilikan Perkebunan Rakyat (Non HGU), Tahun 2006 No Wilayah Luas Perkebunan Rakyat Jumlah Rumah Tangga Luas Perkebunan rata2 (Ha) Ha % Pekebun % (Ha) Sumatera 10908348 7379466 74,56 1953968 31,55 3,78 Jawa dan Bali 1568841 91583 0,93 2406768 38,86 0,04 Kalimantan 1213647 112290 1,13 502858 8,12 0,22 Sulawesi 2015111 1697229 17,15 464359 7,50 3,65 Nusa Tenggara dan Maluku 540749 437260 4,42 804091 12,98 0,54 Papua 226855 180078 1,82 61258 0,99 2,94 Indonesia 16473551 9897906 100,00 6193302 100,00 1,60
1 2 3 4 5 6
KOTA
++++ ++++ ++++ ++++ + ++
SEMI KOTA
+++ +++ +++ +++ ++ +++
DESA
++ ++ ++ ++ ++++ ++++
Konflik Agraria Pertambangan-- Perkebunan (HGU Kasus PT Proteksindo Muaraenim Palembang), Kehutanan (HTI Kasus Mesuji Lampung)-- Pengadaan tanah pembangunankepentingan umum (pembebasan untuk jalan tol JORR Pondok Pinang) Fasilitas Keamanan (Alastlogo Pasuruan Puslatpur)
B-9 Dis-Harmonisasi Penataan Ruang Perkotaan : Perumahan Vertikal dibangun di Kawasan Kumuh
Pembangunan di Kawasan Konservasi Puncak Jawa Barat yang berpotensi bencana alam
Penguasaan Tanah oleh WNA : Pemanfaatan Sawah Menjadi Villa WNA Sistem Pinjam Nama di Tegalalang Bali
TITIK KRITIS PENGADAAN TANAH BAGI UNTUK PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
MUSYAWARAH DAN DAFTAR NOMINATIF
Satker
Surat Pelepasan Hak, Penyerahan Girik, HGB, SHM Pemegang Hak Tanah
Permintaan Dana
Keberatan ?
Satker
T
Surat Keputusan Penetapan Harga Penyusunan Daftar Nominatif dan Daftar Pembayaran
PPT
PPT, Satker
T
Keberatan ?
T
Keberatan ?
Y
Ajukan Keberatan ke Bupati/Walikota/Gubernur/ Mendagri Pengukuhan/Perubahan SK Harga Sebelumnya Bupati/Walikota/Gubernur
UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
1. Pengertian 2. Stratifikasi Pengaturan 3. Esensi Pengaturan Pertanahan Wilayah NKRI-- Isu Perbatasan, PPK terluar Perencanaan ---> UU 26/2007 & PP 16/2004 Pemanfaatan -- H-P3 Vs Hak atas Tanah Penguasaan Pemilikan- Pendaftaran Tanah Pertamakali, Peralihan Hak, Pembebanan Hak Penelitian dan Pengembangan
Data Collecting
Pengelolaan
Kebijakan
Peta: Dishidros AL
Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah th. 1973; UU 7/73 tgl. 8 Des 1973 (Lembar Negara RI No.3018).
Singapura melaksanakan reklamasi yang dapat merubah Garis Pangkalnya sehingga merugikan RI, pada wilayah reklamasi ini belum ada perjanjian perbatasan (jarak 18 NM).
Pasir dari Indonesia telah merubah bentuk asli geografi Singapura. UNCLOS82 memungkinkan suatu negara memanfaatkan harbour work sebagai titik dasar.
Indonesia berprinsip bahwa Garis Pantai dan Garis Pangkal Singapura adalah sesuai yang asli th 1973.
-20.00 -20.00
-40.00 -40.00
X
Batas bila muka laut naik 1 m
Y
Batas kedalaman laut - 1 m
Z
Batas kedalaman laut - 40 m
Batas bila muka laut Batas muka lautlaut naik naik 2m Batas bila muka naikbila 1 m
2m Batas muka laut normal Batas muka laut normal Batas muka laut Batas muka laut normal normal
GAMBAR: PERUBAHAN DIMENSI PULAU MIKRO DAN REALITA STRUKTUR BIOGEOFISIK PEMBENTUK PULAU MIKRO Struktur biogeofisik X dan Z melindungi keberadaan Y, pulau A atau pulau 1 dan 2 saat muka laut naik 1 m
Diagram
Konflik Agraria
Jumlah Konflik dan Korban : 1. Komnas HAM : 6000 kasus pelanggaran ham dan 1000 pelanggaran HAM dilakukan perusahaan perkebunan 2. SPI : 120 konflik agraria dan korban meninggal 18 orang pada 2011 3. KPA : 163 konflik dan korban meninggal 22 orang pada 2011
Konflik Agraria
Jenis konflik agraria yang terjadi; 1. Pertambangan (izin tambang/kasus Bima) 2. Perkebunan (HGU / soal inti plasma-kemitraan/ Kasus PT Proteksindo Muaraenim Palembang) 3. Kehutanan (HTI / Kasus Mesuji Lampung) 4. Pengadaan tanah pembangunan-kepentingan umum (pembebasan untuk jalan tol cinerejagorawi di seksi 2 cimanggis-margonda) 5. Fasilitas Keamanan (Alastlogo Pasuruan Puslatpur)
Sumber: KPA, 2012
Hukum
1.Undang-undang sektoral yang bermasalah: a. UU Perkebunan : MK membatalkan Pasal 47 tentang ancaman pidana b. UU Penanaman Modal : MK membatalkan pasal tentang hak guna usaha (HGU) bagi asing selama 95 tahun. c. UU P3WK : MK membatalkan Hak Pengelolaan Laut menjadi Perijinan Usaha d. UU pengadaan tanah pembangunan: dikuasai negara, dimiliki negara dan non profit . d. dll (Silahkan Konsultasi Prof Sodiki) 2. Inkonsistensi penerapan UU 5/1960 Soedjarwo) 3. Stagnasi TAP MPR IX/2001 4. Sistem hukum yang korup 5. Politik hukum agraria yang manipulatif (Silahkan Konsultasi Dr
6. 7. 8.
Ket pada Diagram: warna hijau (perkebunan swasta); warna biru (perkebunan rakyat); warna ungu (perkebunan negara).
Bagaimanakah Solusinya?
Dokumen Perhimpunan Bakumsu 2007 dari tujuh Organisasi Non Pemerintah yang menangani konflik tanah di 9 kabupaten/kota, yakni kabupaten Deli Serdang, Langkat, Labuhan Batu, Simalungun, Asahan, Tapsel, Tobasa kota Medan dan Dairi, terdapat 97 kasus konflik kelompok tani versus perkebunan dan perusahaan kayu di lahan seluas 32.504,76 HA. Sebanyak 58 kasus atau 60 % kelompok tani berkonflik dengan perkebunan sawit, 29 % berkonflik dengan Perusahaan, sisanya berkonflik dengan TNI dan Kelompok masyarakat. Dengan demikian, 97 kelompok tani yang seluruhnya beranggotakan total 29.774 kk, potensial di Labuhan Batu (sebelum dipecah menjadi 3 kabupaten), terdapat 20 kasus penggusuran kelompok tani, dimana seluruhnya atau 100 % adalah kasus konflik tanah antara kelompok tani dengan perusahaan perkebunan sawit. Total luas lahan konflik seluas 6.943,98 HA dengan jumlah anggota kelompok tani sebanyak 5.298 KK melawan 17 perusahaan perkebunan sawit skala besar. Konflik antara petani versus perkebunan yang masih terus berlangsung. Konflik warisan masa lalu ini berhubungan pada umumnya dengan pengabaian hak masyarakat lokal atas tanah, juga karena ganti rugi yang tidak layak, dan masalah warisan skema PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Sumber data diperoleh Bakumsu dari mitra kerjanya di Sumatera Utara, yakni KPS, KSPPM, Lentera, Bitra, PBHI Sumut, Kontras, dan LBH Medan tahun 2006-2007.
Curahnongko/Kali Senan
3 4 5 6
Data KPA menunjukkan untuk tahun 2011, konflik sumberdaya agraria (pertambangan-perkebunan-kehutanan-dll) mencapai 163 dengan jumlah korban yang meninggal mencapai 22 orang. Dari jumlah konflik tersebut, luas lahan yang disengketakan mencapai 472.048,44 hektar dengan melibatkan lebih dari 69.975 kepala keluarga
Shibu lijack
Jumlah Sengketa Pertanahan yang Diajukan Ke Peradilan Umum dan Peradilan TUN di 10 Kabupaten dan Kota Sampel 2004 s/d 2006)
Jenis Masalah Pembatalan Sertipikat Pembatalan/Blokir Peralihan hak/balik nama Masalah tanah waris Pembatallan/Penangguhan SK hak Pembatalan hak tanggungan Kabupaten Kota Kabupaten
Kota 172 27
120 36 20 12 4
110 47 27 20 6 45 86 29
68 13 7 2
25
Ganti rugi, pailit dan pengosongan, 20 pembebasan tanah, dll Perbuatan melawan hukum Utang piutang/kredit
12 1
41
"Khawatir atau tidakkah Anda terhadap status tanah milik Anda tersebut dari gugatan pihak lain?"
59,3 32,9 7,8
Jakarta
Yogyakarta
26,7
40
42,2
17,8
71,1
2,2
38,3
50,3
11,4
53,3
42,5
4,2
47,2
40,3
12,5
55,6
40,3
4,1
48
28
24
52
24
33,3
47,6
19,1
71,4
28,6
37,5
25
37,5
Pontianak
19,2
54,2
41,7
4,1
38,5
42,3
Makasar Manado
50
42,3
7,7
38,3
46,7
15
56,7
36,7
6,6
Mudah
Sulit
Khawatir
Tidak Khawatir
C. ANALISIS MASALAH KETIDAK EFEKTIFAN KEBIJAKAN AGRARIA/PERTANAHAN Sumber : 1. Disharmoni kebijakan 2. Kapasitas kelembagaan 3. Kultur masyarakat
Nilai Dasar Disharmoni Sistem Kebijakan SD Agr Nilai Implementasi Nilai Praksis
C-5
BENTUK-BENTUK DISHARMONI
Pengertian Obyek yang diatur Orientasi eksploitasi atau konservasi Keberpihakan rakyat atau investor Pengakuan keberadaan Masyarakat Adat/Ulayat Pengaturan Penguasaan Pemilikan Perencanaan Penggunaaan Pemanfaatan Pemeliharaan dan Keberlanjutannya Pendaftaran penguasaan pemilikan
Persandingan Substansi Undang-Undang Yang Terkait Tanah UU Pokok Agraria (UU 5/1960) Obyek Yang Diatur Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya Air (pada, di bawah, dan di atas permukaan tanah), sumber air, dan daya air Minyak bumi dan gas bumi Bahan galian Mineral, Batubara Orientasi Konservasi Nasionalisme Keberpihakan Pro-rakyat, berfungsi sosial, anti monopoli swasta, pembatasan Pro-rakyat, ada fungsi sosial, cenderung pro-kapital Pro-kapital Pro-kapital Pro-kapital
Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) Pertambangan (UU 11/1967) Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) Kehutanan (UU 41/1999) Perikanan (UU 31/2004)
Hutan, Kawasan
hutan
Pro-rakyat di konsideran, tetapi prokapital di substansi Pro-kapital, ada perhatian terhadap nelayan kecil Pro-rakyat*) Pro-kapital*) Pro-rakyat, tetapi pengusaha diutamakan Pro-kapital*)
Semua jenis ikan, Wilayah pengelolaan perikanan Sistem budidaya tanaman Tanaman perkebunan Wilayah pesisir Pulau kecil Modal, perizinan hak atas tanah
Budidaya Tanaman (UU 12/1992) Perkebunan (UU 18/2004) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007) Penanaman Modal (UU 25/2007)
Konservasi*) Eksploitasi dan konservasi*) Konservasi, tetapi tersirat juga eksploitasi Eksploitasi dan sedikit konservasi*) Konservasi dan eksploitasi*) Konservasi
Pemerintahan Daerah (UU 32/2004) Penataan Ruang (UU 26/2007) Lingkungan Hidup (UU 23/1997)
Pelayanan pertanahan Ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
Pro-rakyat*) Pro-rakyat
Konservasi
Pro-rakyat
C-6
MASYARAKAT (pemalsuan keterangan, tanda batas tidak jelas, kepemilikan tidak jelas, salah lokasi). Kepala Desa (pemalsuan keterangan, keterangan waris keliru, keterangan kepemilikan salah) PPAT (pemalsuan akta jual beli, luas bidang salah, status tanah tidak jelas, batas kepemilikan keliru). Kantor Pelayanan Pajak (penyimpangan wajib pajak, penetapan wajib pajak keliru, penetapan NJOP salah) Kantor Pertanahan (tidak tertibnya administrasi pertanahan, kurang cermat dalam mengidentifikasi letak, batas dan tanda bukti alas hak).
Kebijakan MP3EI mendorong arus investasi skala besar dan asing Pemilu nasional+Pilpres dan Pilkada menempatkan pertanahan sebagai salah satu isu strategis yang bernuansa instabilitas poleksos
Demokrasi berbagai bidang kehidupan Menguatnya tuntutan hak asasi manusia terhadap tanah Meningkatnya pencemaran sumberdaya tanah-air dan udara akibat pertmbuhan industri dan transportasi Pemanfaatan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah Pelaksanaan otonomi bdg pertanahan----Koordinasi Pemda Meningkatnya klaim dan okupasi tanah perkebunan, hutan dan pertambangan masyarakat lokal
New York
Europe
Rotterda mAntwer p
Dubai
TimTeng
Asteng
South Afrc
Austr. NZ
MP3EI jika tidak diikuti pengelolaan pertanahan yang baik berpotensi terkendala oleh meningkatnya konflik dan sengketa pertanahan KE. Sumatera Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional; KE Jawa Pendorong Industri dan Jasa Nasional; KE Kalimantan Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional; KE Sulawesi Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional; KE Bali Nusa Tenggara Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional; KE PapuaMaluku Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional.
Nilai Dasar Pembaruan Sistem Kebijakan SD Agr Nilai Implementasi Nilai Praksis
D-1A Pentingnya Pembaruan Sistem Kebijakan Sumberdaya Agraria - TAP MPR No IX/2001
Arah Kebijakan : Pembaruan perundang-undangan dan pengelolaan sumberdaya alam terintegrasi dalam sistem UUPA, termasuk UU Hak Milik,UU Pemanfaatan Tanah Pasal 2. TAP MPR No.IX Tahun 2001 tentang Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pembaruan Agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemenfaatan sumberdaya agraria dalam rangka terciptanya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia Merupakan landasan filosofis-ideologis-sosio kultural-konstitusionalekonomis dan ekologis dalam membangun kelembagaan pengelola kebijakan sumberdaya agraria
E.
1.
PENUTUP
Pengelolaan agraria/pertanahan yang baik dibutuhkan guna mewujudkan amanah Bangsa yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 1 UUPA, yaitu sumberdaya agraria untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan kerja di pedesaan serta perkembangan pembangunan yang lebih berorientasi ke aspek pertumbuhan ekonomi telah berimplikasi pada kebijakan pemanfaatan sumberdaya agraria secara sektoral, dan parsial. Lebih berorientasi kepada investor, telah mereduksi hak masyarakat adat atas tanah, cenderung mengabaikan keberlangsungan lingkungan hidup masyarakat lokal dan menjadi sumber meningkatnya sengketa dan konflik agraria. Ketetapan MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam memberi peluang untuk mewadahi berbagai kepentingan sektoral, regional dan masyarakat lokal dalam sistem kebijakan pengelolaan sumberdaya agraria yang terintegrasi secara nasional
2.
3.
E.
PENUTUP
Misi yang dikandung dalam TAP MPR IX/2001 memerlukan lembaga agraria/pertanahan yang mempunyai kewenangan dan kompetensi yang sepadan dengan fungsi yang diemban. Untuk itu, perlu dibentuk Menko SD Agraria/Kementrian Negara Agraria yang berfungsi sebagai lembaga yang secara khusus merumuskan kebijakan strategis pengelolaan sumberdaya agraria secara nasional serta menangani koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Badan Pertanahan Nasional lebih berfungsi menjalankan pelayanan publik bidang pertanahan kepada masyarakat yang memenuhi prinsip good governance. Di samping Kementrian Negara Agraria dan BPN perlu dibentuk lembaga Peradilan Agraria (PA). PA merupakan lembaga yang berfungsi melakukan penegakan hukum terkait penyelesaian perkara agraria/pertanahan yang masuk melalui jalur pengadilan.