Presentasi Kasus Luka Bakar-1
Presentasi Kasus Luka Bakar-1
LUKA BAKAR
Disusun oleh:
Astrid M Puteri, S.Ked
Narasumber:
Prof. dr. Chaula Luthfia Sukasah, Sp.B, Sp.BP(K)
DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2009
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. NA
Usia
: 32 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Usaha warung
Pendidikan
: -
Status
: Menikah
Masuk RSCM
ANAMNESIS
Keluhan utama
Kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam
sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba kompor
minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin yang juga dijual di
warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar warung
sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar. Terkurung
dalam ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-),
pusing (-), mual (-), muntah (-)
Pasien kemudian dibawa ke RS Balaraja dan diberi perawatan luka dengan menggunakan
salep, kemudian dirujuk ke RS Tangerang dan diberikan perawatan luka dan obat suntik
(Tetagam, TT, dan Lanticet). Pasien kemudian dirujuk ke RSCM atas permintaan keluarga.
Riwayat penyakit dahulu
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
2
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran compos mentis
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
C : Akral hangat, CRT < 2, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit,
suhu afebris
D : GCS 15, E4M6V5
Secondary survey
Kepala&wajah: deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (+)
Mata
: kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik
Leher
THT
: sekret (-)
Dada
Abdomen
: datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb
Ekstremitas
Status lokalis
edema
:4%
Trunkus anterior
:0%
Trunkus posterior
:0%
:2%
:3%
bula
:2%
Genitalia
:0%+
Total
: 11 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUTIN
Keton
:+
Hemoglobin
: 13,3 g/dL
Darah/Hb
:+
Hematokrit
: 40 %
Bilirubin
:-
Leukosit
: 16700/L
Urobilinogen
: 0,2
Trombosit
: 343.000/L
Nitrit
:-
MCV
: 79 fl
Esterase leukosit
:-
MCH
: 27 pg
MCHC
: 34 g/dL
Lactate
: 2,7 mmol/L
KIMIA DARAH
Ureum
: 23 mg/dL
Creatinin
: 0,8 mg/dL
PT
: 10,8 detik
SGOT
: 21 U/L
PT kontrol
: 12 detik
SGPT
: 17 U/L
APTT
: 30,8 detik
Albumin
: 3,6 gr/dL
APTT kontrol
: 33,5 detik
GDS
: 105 mg/dL
URINALISIS
Na
: 144 meq/L
Sedimen
: 4,3 meq/L
Cl
: 108 meq/L
Sel epitel
:+
Leukosit
: 1-2
Eritrosit
: 10-11
Silinder
:-
pH
: 7,35
Kristal
:-
pCO2
: 35,2 mmHg
Bakteri
:-
pO2
: 103,8 mmHg
SO2%
: 97
Berat jenis
: 1.015
BE ect
: -6,1 mmol/L
pH
:5
Beb
: -4,6
Protein
:-
SBC
: 20,6
Glukosa
:-
HCO3
: 19,7 mmol/L
TCO2
: 20,7 mmol/L
DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade II 11% ec. api
TATALAKSANA
-
IVFD: Hes 6%
Nacl 3%
12 tts/menit
500 ml/24 jam
Vitamin C 2x1 gr
Peptamen 6x100 mL
Oralit 2x200 mL
Pethidin 1 mg/kg/drip
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Functionam
: Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat
dibagi menjadi:
Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.
Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api
dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
Radiasi
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 57 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema
dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka
bakar derajat I adalah sunburn.
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan
eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai
rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera
berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi
dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit
harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun
bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya
dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
9
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
10
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
11
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface area affected
by burns in children.
12
b. Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi
di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang
terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
13
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram
negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin
lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;
akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
14
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat
berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai
wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
FASE PADA LUKA BAKAR
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar,
yaitu:
1.
2.
15
3.
Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
16
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang
terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas
lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi
adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
17
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan
morbiditas
Krikotiroidotomi
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
c.
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi
dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung
10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal
ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu
mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
19
b.
c.
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II
20
dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting
(dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
-
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari
3 minggu.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis
demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun
alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly
yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan
pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini
tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan
eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah
dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini
adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik.
Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint
bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan
pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun
keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
-
Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada sarafsaraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
21
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang
berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan
tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah
donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien
secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin
graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil
sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti
jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.
Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi
luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan
dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian.
Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
22
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2 < 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000
sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan
MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi
organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang
berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi
lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.
Patofisiologi
Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam
beberapa tahap.
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau
trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator proinflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada
proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah
pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor
Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor
(CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit,
makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder
seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal
bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin
mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi
kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off)
jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
24
25
dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada
luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin
grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup
(mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier
terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses
penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan
memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin dianggap
tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat namun harus diingat
saat pemberian serta efek sampingnya.
Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan
leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase
pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang
lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam
arakhidonat, sehingga menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan
tromboksan (ThromboxaneA2) yang bersifat maligna.
Komplikasi
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi
pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan
pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia,
Trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated
intravascular coagulation (DIC)
27
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Ny. NA, usia 32 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, kedua lengan, dan kaki
kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang
melepuh diakibatkan tersambar api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan
menyambar bensin. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien
tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun
muntah.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan ABCD
dari pasien. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan bulu hidung yang terbakar. Hal ini
dapat menyingkirkan adanya cedera inhalasi. Pernapasan normal dan tidak ada eskar
melingkar yang dapat menghalangi pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit
menurun yaitu 100/80 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 112x/menit. Hal
ini dapat menunjukkan adanya gangguan pada sistem kardiovaskular akibat terjadinya
hipovolemik yang diakibatkan penguapan berlebih dan keluarnya cairan intravaskular.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah sebelah kiri (4%), lengan kanan (2%),
lengan kiri (3%), dan kaki kiri (2%). Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine
dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 11% dengan kedalaman derajat II.
Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan meliputi
epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi,
ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf
sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar
derajat I kelainannya hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi.
Luka bakar juga tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III
dijumpai kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)
dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan
total ujung serabut saraf sensoris.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit.
Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar. Pada
28
pemeriksaan urin ditemukan banyak eritrosit. Ditemukan pula peningkatan laktat. Hal ini
perlu dipantau untuk deteksi dini, karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan tubulus
ginjal yang permanen.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah resusitasi cairan. Dengan cara Baxter dapat
dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:
4 x BB x % luka bakar = 4 x 55 x 11 = 2.420 mL / 24 jam
Pada 8 jam pertama pasien diberikan 1.210 mL. Kemudian pada 16 jam kemudian
diberikan cairan sebanyak 1.210 mL. Pada hari kedua diberikan cairan sebanyak setengah
cairan pertama yaitu 1.210 mL/24 jam. Pada hari ketiga jumlah cairan kembali dikurangi
setengahnya menjadi 605 mL/24 jam. Jumlah cairan dapat dikurangi bahkan dihentikan
bila diuresis pasien memuaskan dan pasien dapat minum tanpa kesulitan.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan air
hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu di daerah
cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan. Untuk menutup
luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan RL atau salep untuk mencegah
penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bula yang luas dengan akumulasi
transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula sehinggamenyebabkan
gangguan keseimbangan cairan. Oleh karena itu perlu dilakukan insisi. Insisi ini bertujuan
untuk mengeluarkan cairan transudat tanpa membuang epidermis yang terlepas. Kemudian
epidermis yang terlepas ini dijadikan penutup luka (biological dressing) seperti split
thickness skin graft (STSG). Setelah itu diletakkan tulle di atas graft tersebut dan
membungkusnya dengan kasa lembab selama 2-3 hari, kemudian diberikan salep antibiotik
sampai terjadinya epitelisasi. Pada bula-bula yang kecil cukup dilakukan aspirasi
menggunakan semprit dan dilakukan sebagaimana pada bula yang luas.
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini sudah
didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam pada pasien ini
adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka, penyembuhan dapat terjadi
secara spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan yang adekuat terhadap luka bakar.
Prognosis ad sanactionam pada pasien ini adalah bonam karena faktor penyebab dapat
dihindari dan tidak ada angka rekurensi.
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8 th
ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4.
JM,
Halamka
J,
Adler
J,
editors.
Diunduh
dari:
30