Anda di halaman 1dari 9

Nadia Ananda Puteri 260110120138

SEPSIS

Definisi dan Terminologi Sepsis adalah komplikasi dari infeksi yang berpotensi mengancam jiwa. Sepsis terjadi ketika senyawa kimia dilepaskan ke pembuluh darah untuk melawan infeksi yang menstimulus terjadinya inflamasi terhadap tubuh. Inflamasi dapat mentimulasi gangguan aliran darah yang dapat merusak sistem organ.1 Penelitian tentang sepsis dipermudah dengan dikembangkannya pembakuan definisi kasus. Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome, SIRS) adalah suatu keadaan peradangan nonspesifik yang dapat ditemukan baik pada keadaan infeksi maupun noninfeksi seperti pancreatitis, emboli paru, dan infark miokardium. Sepsis didefinisikan sebagai adanya SIRS pada keadaan infeksi (yang menjadi pemicunya). Sepsis berat terjadi jika terdapat bukti objektif disfungsi organ (mis. Gagal ginjal, gagal hati, perubahan mental), yang biasanya berkaitan dengan hipoperfusi jaringan. Tahap akhir dari sepsis adalah syok septic, didefinisikan sebagai hipotensi (tekanan darah sistol <90 mmHg atau penurunan sebesar 40 mmHg di bawah tekanan darah sistol dasar) yang tidak berespons terhadap resusitasi cairan.2 Definisi Klinis Sepsis2 a. Sindrom respons peradangan sistemik (system inflammatory response syndrome), SIRS) Dua atau lebih tanda berikut. (1) Suhu >380C atau <360C (2) Denyut jantung >90/menit (3) Sel darah putih >12 x 109/L atau <4 x 109/L, atau bentuk imatur (pita) >10% b. Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi c. Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi (termasuk asidosis laktat, oliguria, perubahan akut status mental)

d. Syok septik Hipotensi (meskipun mendapat resusitasi cairan) dengan kelainan hipoperfusi. Setiap orang dapat mengidap sepsis, tetapi lebih sering terjadi dan lebih berbahaya jika terjadi pada lansia atau seseorang dengan sistem imun yang lemah. Pengobatan awal untuk penderita sepsis biasanya dengan antibiotika dan pemberian cairan melalui intravena.1 Epidemiologi Sepsis adalah penyebab kematian tersering kesepuluh di Amerika Serikat dengan lebih dari 600.000 kasus yang terjadi setiap tahun dengan angka kematian keseluruhan mendekati 20%. Angka sepsis terus meningkat seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, misalnya meluasnya pemakaian kateter intravascular tetap (indwelling), bertambahnya implantasi bahan prostetik (mis. Katup jantung dan sendi buatan), dan pemberian obat imunosupresan dan kemoterapeutik. Berbagai intervensi ini meningkatkan resiko infeksi dan sepsis.2 Surviving Sepsis Campaign (SSC) memperkirakan bahwa terjadinya sepsis adalah 3 per seribu di dunia. Oleh karena itu, jumlah kasusnya mencapai 18 juta kasus dan dengan tingkat mortalitas yang tinggi.3 Faktor Resiko1 Biasanya pada beberapa kasus terjadi abses atau nidus dari infeksi yang kemungkinan tidak terlihat gejalanya. Faktor resiko lebih tinggi pada perkembangan sepsis meliputi: Pada lansia dan anak-anak Pada keadaan operasi atau pasca operasi (termasuk aborsi ilegal yang terjadi dalam keadaan tidak higienis). Pengonsumsi alcohol Penderita diabetes mellitus Penderita luka bakar Orang dengan sistem imun rendah Pengonsumsi obat-obatan, misalnya kortikosteroid dosis tinggi, kemoterapi.

Etiologi

Meskipun bukti infeksi adalah kriteria diagnostik untuk sepsis, hanya 28% pasien dengan sepsis yang mengalami bakteremia, dan sedikit lebih dari 10% akan mengalami bakteremia primer, yang didefinisikan sebagai hasil biakan darah yang positif tanpa sumber bakteri yang jelas. Tempat-tempat infeksi yang umum pada pasien dengan sindrom sepsis (dalam urutan frekuensi yang menurun) adalah saluran napas, saluran kemih-kelamin, sumber abdomen (kandung empedu, kolon), infeksi terkait-alat, dan infeksi luka atau jaringan lunak.2 Bakteriologi sepsis telah berkembang selama dekade terakhir. Bakteri Gram-negatif (Enterobacteriaceae dan Pseudomonas), yang dahulu merupakan penyebab tersering sepsis, telah digantikan oleh organisme Gram-positif, yang kini menyebabkan 50% kasus. Staphylococcus adalah bakteri tersering yang dibiak dari aliran darah, hal ini kemungkinan disebabkan peningkatan pemasangan prevalensi pemasangan alat akses vena tetap dan bahan prostetik. Karena alasan serupa, insiden sepsis akibat jamur, terutama Candida, telah meningkat drastis dalam dekade terakhir. Infeksi oleh P. aeruginosa, Candida, dan organisme campuran (polimikroba) diprediksi menjadi penyebab independen mortalitas.2 Prognosis

Perbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dibandingkan pada virulensi organisme. Angka mortalitas lebih dipengaruhi oleh underlying disease, misalnya pada pasien sepsis dengan leukemia akut lebih tinggi angka mortalitasnya dibandingkan pasien sepsis lainnya.5 Sepsis, terutama ketika terjadi penundaan pada proses terapi, akan menyebabkan tingkat mortalitas hingga 40% (meningkat hingga 60% pada kehadiran syok sepsis). 4 Patogenesis dan Patofisiologi2 Beberapa stadium sepsis mulai dari sepsis hingga syok septic merupakan suatu kontinum, dimana pasien akan memburuk keadaannya dari satu tahap ke tahap berikutnya dalam beberapa hari atau bahkan beberapa jam setelah dirawat.2 Manifestasi klinik inflamasi sistemik disebut systemic inflamation respons syndrome (SIRS), sedangkan sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus terdapat bakteriemia. Berdasarkan konferensi internasional tahun 2001 memasukkan petanda procalcitonin (PCT) sebagai langkah awal dalam mendiagnosa sepsis . Purba D (2010) di Medan, pada penelitian
6

prokalsitonin sebagai petanda sepsis mendapatkan nilai PCT 0,80 ng/ml sesuai untuk sepsis akibat infeksi bakteri dan kadarnya semakin meningkat berdasarkan keparahan penyakit.7

Gambar 1. Patogenesis syok septik pada manusia. Diagram ini menunjukkan pengertian hubungan timbal-balik dalam pathogenesis syok septic dalam manusia.

Sepsis umumnya diawali dengan suatu infeksi lokal. Bakteri kemudian dapat masuk ke aliran darah secara langsung (menyebabkan bakteremia dan hasil biakan darah positif) atau mungkin berpoliferasi secara lokal dan mengeluarkan toksin ke dalam aliran darah. Toksin ini dapat berasal dari komponen structural bakteri atau suatu eksotoksin, yaitu protein yang dibentuk dan dikeluarkan oleh bakteri. Endotoksin didefinisikan sebagai gugus lipopolisakarida (LPS) yang terkandung di membran luar bakteri Gram negative. Endotoksin terdiri dari rantai polisakarida di bagian luar (rantai samping O), yang bervariasi antar spesies dan tidak bersifat toksik, dan suatu gugus lipid yang terkonservasi (tidak banyak berubah selama evolusi) yaitu lipid A, yang terdapat dalam membrane luar bakteri. Penyuntikkan endotoksin murni atau lipid A akan menyebabkan reaksi toksik berat berupa sindrom analog dan syok septik.2

Ketika jaringan terluka atau terinfeksi, akan terjadi pelepasan faktor-faktor proinflamasi dan anti inflamasi secara bersamaan. Keseimbangan dari sinyal yang saling berbeda ini akan

membantu perbaikan dan penyembuhan jaringan. Ketika keseimbangan proses inflamasi ini hilang akan terjadi kerusakan jaringan yang jauh, dan mediator ini akan menyebabkan efek sistemik yang merugikan tubuh. Proses ini dapat berlanjut sehingga menimbulkan multiple organ dysfunction syndrome (MODS).8 Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interferon- (IFN-) yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.6,9

Kegagalan intervensi medis yang ditunjukkan biasanya mencakup respons yang terhambat (missal, antibody monoclonal terhadap endotoksin, blockade IL-1 dan TNF, antagonis bradikinin, inhibisi siklooksigenase dengan ibuprofen) yang mengisyaratkan adanya proses yang lebih kompleks. Seiring dengan bertahannya sepsis, imunosupresan dari sel host sangat memiliki peranan penting. Rangsangan spesifik terhadap sistem imun seperti organism, inokulum, dan tempat infeksi, akan merangsang sel T CD4 untuk menyekresikan sitokin dengan sifat inflamasi (sel T helper tipe 1) atau antiinflamasi (sel T helper tipe 2). Pada pasien yang meninggal akibat sepsis, terjadi penurunan signifikan sel-sel yang esensial untuk respon imun adaptif (limfosit B, sel T CD4, sel dendritik). Kematian sel yang terprogram secara genetic dinamakan apoptosis, yang diperkirakan memiliki peran utama dalam mengurangi kelompok sel dan menekan sistem imun yang masih ada. Konsekuensi klinis sepsis antara lain perubahan hemodinamik (takikardia, takipnea), vasodilatasi yang tak terkendali, dan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan disfungsi organ.2 Sepsis melibatkan sejumlah ciri berikut: Koagulasi abnormal. cedera endotel. Adanya faktor nekrosis tumor yang berlebihan. Sel apoptosis, misalnya limfosit dan sel endotel. neutrofil hiperaktif.

kontrol glikemik yang buruk. Kurangnya hormon steroid.10

Tanda dan Gejala

Sepsis banyak dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu sepsis fase awal, sepsis tahap lanjutan (berat), dan syok septic. Tujuannya adalah untuk mengobati sepsis pada tahap sedini mungkin, sebelum menjadi lebih berbahaya.11 Sepsis11 Untuk dapat didiagnosis dengan sepsis, pasien harus menunjukkan setidaknya dua dari gejala berikut: Demam di atas 101,3 F (38,5 C) atau di bawah 95 F (35 C) Denyut jantung yang lebih tinggi dari 90 kali per menit Tingkat pernapasan lebih tinggi dari 20 per menit Kemungkinan terjadinya infeksi Sepsis Berat11 Diagnosis akan ditingkatkan ke sepsis berat jika ditunjukkan setidaknya satu dari tanda dan gejala berikut, yang mengindikasikan kegagalan pada organ: Secara signifikan penurunan output urin Perubahan tiba-tiba dalam status mental Penurunan jumlah trombosit Kesulitan bernapas Fungsi pemompaan jantung abnormal Nyeri perut

Syok Septik11 Untuk dapat didiagnosis dengan syok septik, pasien harus memiliki tanda-tanda dan gejala sepsis berat, ditambah dengan tekanan darah sangat rendah yang tidak cukup menanggapi penggantian cairan sederhana. Tes yang mengindikasikan sepsis1:

a. Tes darah Sampel darah dapat diuji untuk: Bukti infeksi Masalah Pembekuan Abnormal hati atau fungsi ginjal ketersediaan oksigen Gangguan ketidakseimbangan elektrolit

b. Tes laboratorium lain Bergantung pada gejala yang diberikan, kemungkinan dijalani juga tes pada satu atau lebih dari cairan tubuh berikut ini: Urine. Jika dicurigai adanya infeksi saluran kemih, urin diperiksa untuk tandatanda bakteri. Sekresi luka. Jika terdapat luka yang terinfeksi, pengujian sampel dari sekresi luka dapat membantu menunjukkan jenis antibiotik yang dapat bekerja dengan baik. Sekresi pernapasan. Jika terdapat batuk lendir (dahak), dapat diuji untuk menentukan jenis kuman yang menyebabkan infeksi. c. Imaging scans Jika tempat terjadi infeksi tidak jelas, akan dijalani berapa tes berikut: X-ray. Digunakan untuk memvisualisasikan masalah di paru-paru. CT-scan. Infeksi dalam apendiks, pankreas atau usus lebih mudah untuk melihat pada CT scan. Dapat menggambarkan irisan penampang struktur internal tubuh. Tes ini biasanya memakan waktu kurang dari 20 menit. USG. USG mungkin sangat berguna untuk memeriksa infeksi pada kantong empedu atau ovarium. Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI dapat membantu dalam mengidentifikasi infeksi jaringan lunak, seperti abses di dalam tulang belakang dan untuk menghasilkan gambar penampang struktur internal pada tubuh.

Terapi dan pengobatan1 Pengobatan pada fase dini akan meningkatkan peluang untuk bertahan hidup bagi pasien sepsis. Orang dengan sepsis berat membutuhkan pemantauan ketat dan pengobatan di unit perawatan intensif di rumah sakit. Pada sepsis berat atau syok septik, langkah-langkah perawatan yang mungkin diperlukan adalah menstabilkan pernapasan dan fungsi jantung. Obat-obatan1 Sejumlah obat yang digunakan dalam mengobati sepsis di antaranya adalah sebagai berikut: Antibiotik. Pengobatan dengan antibiotik dimulai segera -bahkan sebelum agen infeksi diidentifikasi. Awalnya antibiotik yang diberikan berupa antibiotik yang memiliki spektrum luas, yang efektif terhadap berbagai bakteri. Antibiotik diberikan secara intravena (IV) setelah mempelajari hasil tes darah, mungkin antibiotik yang digunakan akan berbeda dan bersifat spesifik terhadap bakteri tertentu penyebab infeksi. Vasopresor. Jika tekanan darah sangat rendah bahkan setelah menerima cairan infus, akan diberi obat vasopressor, yang akan bekerja menyempitkan pembuluh darah dan membantu meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang mungkin diterima meliputi dosis rendah kortikosteroid, insulin untuk menjaga kadar gula darah stabil, obat yang memodifikasi respon sistem kekebalan tubuh, dan obat penghilang rasa sakit atau obat penenang. Terapi1 Penderita sepsis tahap lanjutan (berat) biasanya menerima perawatan dukungan, termasuk oksigen dan sejumlah besar cairan infus. Tergantung pada kondisi pasien, untuk memiliki bantuan alat pernapasan atau dialisis untuk gagal ginjal.

Referensi
1

Steckelberk, James M. Sepsis. Available at http://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/sepsis/basics/definition/con-20031900. 2012 Januari; [Diakses 15 Maret 2014]


2

Grace, Sylvia A. dan Lorraine McCarty. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Ed. 6, Vol.2. Jakarta: EGC, 2005: 90-92


3

International guidelines for management of severe sepsis and septic shock, Surviving Sepsis

Campaign (2008)
4

Otero RM, Nguyen HB, Huang DT, et al; Early goal-directed therapy in severe sepsis and

septic shock revisited: concepts, controversies, and contemporary findings. Chest. 2006 Nov;130(5):1579-95.
5

Root, Jacobs. Septicemia and septic shock, in principles o finternal medicine. 12th

ed. New York: McGraw Hill, 1991:502-507


6

Guntur A. H. SIRS, sepsis dan syok septik (Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan).

Surabaya, UNS Press. 2008; 1-15.


7

Purba D. B. Kadar prokalsitonin sebagai marker dan hubungannya dengan derajat keparahan

sepsis. Medan. USU Press. 2010;52-64.


8

Neviere Remi. Sepsis and systemic inflammatory response syndrome: Definition,

epidemiology, and prognosis. www.uptodate.com. September 2009.


9

Guntur A. H. Sepsis. dalam: Sudoyo WA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV,

Jakarta, FKUI, 2006; 1862-655.


10

Schlichting D, McCollam JS. Recognizing and managing severe sepsis: a common and

deadly threat. South Med J. 2007 Jun;100(6):594-600.


11

Gurvinder. Septicaemia. http://www.patient.co.uk/doctor/septicaemia. 2012 Januari.

Anda mungkin juga menyukai