Anda di halaman 1dari 19

PERCOBAAN I

Judul : Sifat-Sifat Pelarut Organik


Tujuan : Membedakan pelarut organik yang bersifat polar dengan
yang bersifat non-polar.
Hari/ Tanggal : Selasa/ 12 Oktober 2010
Tempat : Laboraturium Kimia FKIP Unlam Banjarmasin


I. DASAR TEORI
Sebagian besar senyawa organik mempunyai struktur dan bagian yang
terdiri dari atom karbon dan hidrogen. Beberapa sifat kimia dan fisika dari suatu
senyawa organik alifatik berasal dari bagian alkil molekul-molekulnya. Oleh
karena itu banyak sifat alkana dan sikloalkana juga dimiliki oleh senyawa organik
lain. Meskipun begitu, sifat suatu senyawa tetap sangat ditentukan oleh gugus
fungsional yang ada. Misalnya suatu gugus hidroksil dalam sebuah molekul
menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen dan perubahan besar molekul
menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen dan perubahan besar dalam sifat-sifat
terutama dalam hal kelarutan.
Salah satu ciri penting dari pelarut dari pelarut adalah tetapan dielektrik
(D). Tetapan dielektrik pelarut adalah nisbah gaya yang bekerja antara dua muatan
itu dalam pelarut. Tetapan ini menentukan sampai sejarah mana tingkat
kemampuan melarutkan pelarut itu. Misalnya air mempunyai tetapan dielektrik
tinggi yaitu sebesar 78,5 pada suhu 25
0
C merupakan pelarut yang baik untuk zat-
zat yang berkutub polar. Tetapi air merupakan pelarut yang yang tidak baik untuk
zat-zat yang non-polar. Pelarut-pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik rendah
merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang non-polar. Umumnya reaksi-
reaksi yang digunakan dalam pemeriksaan kimia berlangsung dalam larutan
berair. Kerapatan elektron dalam molekul air tidak tersebar merata. Hal ini
disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
1. Perbedaan keelektronegatifan yang besar antara atom hidrogan dan oksigen
yang menggeser kerapatan elektron sepanjang ikatan- dari hidrogen ke arah
oksigen.
2. Adanya pasangan elektron yang memperbesar muatan negatif pada oksigen
sehingga secara bersamaan menyebabkan kecenderungan air membentuk
ikatan hidrogen. Terbentuknya ikatan hidrogen menyebabkan tetapan
dielektrik yang sangat tinggi.
Adanya perbedaan keelektronegatifan di dalam ikatan kovalen akan
menimbulkan perbedaan muatan parsial atom-atom penyusun molekul. Pebedaan
ini mengakibatkan senyawa mempunyai dipol-dipol dan senyawa bersifat polar.
Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut pola dan sebaliknya
(like dissolves like).
Senyawa polar merupakan senyawa yang mempunyai momen dipol lebih
besar dari pada nol. Hal ini disebabkan oleh molekul yang menyusun yaitu
molekul yang mempunyai atom tidak sejenis dan mempunyai bentuk asimetris.
Sedangkan Senyawa, senyawa non-polar adalah senyawa yang mempunyai
momen dipol sama dengan nol ( = 0). Hal ini disebabkan oleh molekul yang
menyusun yaitu molekul yang mempunyai atom sejenis dan mempunyai bentuk
molekul yang simetris, sehingga titik berat muatan positif berimpit dengan muatan
negatif.
Adapun sifat keelektronegatifan tersebut adalah kemampuan suatu atom
untuk menarik elektron yang mengakibatkan bahwa atom yang terlibat dalam
ikatan kovalen dapat menarik elektron yang terbagi dengan kekuatan berbeda-
beda. Paling mengembangkan suatu skala keelektronegatifan untuk sebagian besar
atom dari susunan berkala. Makin besar nilai numeriknya, makin besar
kemampuan atom menarik elektron. Keelektronegatifan meningkat dengan
bergerak dari kiri ke kanan melintasi susunan berkala. Sebagian besar atom yang
biasanya terdapat dalam senyawa organik (kecuali hidrogen) lebih elektronegatif
dari pada karbon sehingga disebut elektopositif.
Ikatan antar atom yang hanya berbeda sedikit keelektronegatifannya
menghasilkan suatu ikatan kovalen dengan kerapatan elektron terletak lebih dekat
pada atom yang lebih elektronegatif. Ikatan inilah yang disebut polar karena
distribusi muatannya tak sama. Ikatan polar biasanya ditandai dengan huruf
yunani delta dan sebuah tanda hitung (+/-) untuk menunjukkan suatu distribusi
muatan yang sedikit berbeda.
Dalam molekul organik karbon-karbon dan ikatan karbon-hidrogen adalah
jenis ikatan non-polar yang paling umum, dimana kedua atom menerapkan tarikan
yang sama atau hampir sama terhadap elektron ikatan.
Selain keelektronegatifan, faktor lain yang menentukan derajat kepolaran
suatu ikatan adalah polarizabilitas atom-atom, yaitu kemampuan awan elektron
didistorsi (diubah bentuk) sehingga mengimbas kepolaran. Elektron-elektron
terluar dari atom-atom besar berada lebih jauh dari inti dan kurang kuat terikat
dibandingkan atom-atom kecil. Akibat perbedaan keelektronegatifan dan
polarizabilitas adalah beranekaragamnya jenis ikatan.
Kelarutan suatu zat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
ketetapan dielektrik, dapat / tidaknya membentuk ikatan hidrogen, panjang rantai
atom karbon, kemiripan struktur dan sebagainya.
Kelarutan adalah jumlah zat yang larut sehingga larutan tepat jenuh dalam
1 liter pelarut. Kelarutan juga dipengaruhi oleh 3 faktor :
a. Jenis zat terlarut
Tiap zat mempunyai harga kelarutan masing-masing. Pada suatu pelarut
umumnya semua asam mudah larut dalam air kecuali beberapa asam saja
yang sulit larut.
b. Jenis zat pelarut
Zat pelarut dibedakan atas pelarut polar (misalnya air) dan pelarut non-polar
(misalnya n-heksana, kloroform).
c. Suhu
Kelarutan akan semakin besar jika suhunya semakin tinggi, oleh karena itu
kelarutan diukur pada keadaan tertentu.
Apabila ditelusuri asal-usul karbon dari hewan atau tumbuhan yang dibakar
sehingga pada mulanya orang beranggapan senyawa yang mengandung
karbon berasal dari makhluk hidup (senyawa organik).

II. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan :
1. Batang pengaduk 1 buah
2. Gelas kimia 250 mL 1 buah
3. Gelas ukur 10 mL 1 buah
4. Hot plate 1 buah
5. Kaca arloji 1 buah
6. Neraca analitik 1 buah
7. Pipet tetes 1 buah
8. Rak tabung reaksi 1 buah
9. Penjepit tabung reaksi 1 buah
10. Spatula 1 buah
11. Tabung reaksi 5 buah
12. Pelumpang dan alu 1 buah
13. Pipet ukur 6 buah
14. Penangas air 1 buah
Bahan-bahan yang digunakan :
1. Air
2. Benzena
3. Etanol
4. kloroform
5. Metanol
6. n-heksana
7. Sikloheksana
8. Sampel padat (A, B dan C)
9. Sampel cair (D dan E)
Keterangan : A : sukrosa C : vaselin E : n-heksana
B : naftalena D : air
10. Gula putih

III. PROSEDUR KERJA
a) Kelarutan suatu zat dalam pelarut organik.
1. Menimbang 10 mg sampel A kemudian memasukkan ke dalam
tabung reaksi. Menambahkan 1 mL benzena sambil mengaduk.
Mengamati apa yang terjadi.
2. Apabila sampel tidak larut, memanaskan campuran di dalam
penangas air sampai mendidih. Mengamati apa yang terjadi.
3. Mengulangi percobaan 1 dan 2 dengan mengganti pelarut n-
heksana dengan pelarut yang telah ditentukan (etanol,
sikloheksana, air, kloroform, n-heksana dan metanol).
4. Melakukan hal yang sama dengan sampel B (naftalen)dan C
(vaselin).
b) Pencampuran antar pelarut organik.
1. Memipet 1 mL sampel D (air) kemudian memasukkan ke dalam
tabung reaksi. Menambahkan 1 mL benzena sambil mengocok
dan mengamati apa yang terjadi.
2. Mengulangi percobaan 1 dan 2 dengan mengganti pelarut benzena
dengan pelarut lain yang sudah ditentukan.
3. Melakukan hal yang sama untuk sampel E(n-heksana).








IV. DATA PENGAMATAN
No Sampel Pelarut Kelarutan
1.






2.






3.






4.






Sukrosa






Naftalena






Vaselin






Gula putih






1 ml Benzena

1 ml Etanol
1 ml Sikloheksana
1 ml Aquadest
1 ml Metanol
1 ml Kloroform
1 ml n-Heksana
1 ml Benzena
1 ml Etanol
1 ml Sikloheksana
1 ml Aquadest
1 ml Metanol
1 ml Kloroform
1 ml n-Heksana
1 ml Benzena
1 ml Etanol
1 ml Sikloheksana
1 ml Aquadest
1 ml Metanol
1 ml Kloroform
1 ml n-Heksana
1 ml benzena
1 ml etanol
1 ml sikloheksana
1 ml aquadest
1 ml metanol
1 ml kloroform
Tidak larut, dipanaskan jadi tidak
larut
Tidak larut meskipun dipanaskan
Tidak larut, dipanaskan jadi larut
Larut tanpa pemanasan
Tidak larut meskipun dipanaskan
Tidak larut meskipun dipanaskan
Tidak larut meskipun dipanaskan
Larut tanpa pemanasan
Tidak larut, dipanaskan jadi larut
Larut tanpa pemanasan
Tidak larut, dipanaskan tidak larut
Tidak larut, dipanasan larut
Larut tanpa pemanasan
Larut tanpa pemanasan
Larut tanpa pemanasan
Tidak larut meskipun dipanaskan
Larut
Tidak larut dipanaskan tidak larut
Tidak larut meskipun dipanaskan
Tidak larut meskipun dipanaskan
Larut
Tidak larut, dipanaskan tidak larut.
Tidak larut, dipanaskan larut
Tidak larut, dipanaskan tidak larut
Larut tanpa pemanasan
Tidak larut, dipanaskan larut
Tidak larut, dipanaskan larut

V. ANALISIS DATA

Agar dapat menentukan suatu larutan atau senyawa itu bersifat polar dan
nonpolar, maka harus dilihat terlebih dahulu rumus struktur dari senyawa tersebut.
Selain dilihat dari struktur senyawanya, sifat polar dan nonopolar juga dapat
diketahui dari mudah tidaknya senyawa itu membentuk ikatan hidrogen diantara
molekulnya, besarnya momen dipol, percabangan dan juga tetapan dielektriknya.
Pada percobaaan ini ada enam sampel yang digunakan yaitu: sukrosa, naftalena,
vaselin, air, n-heksana, dan gula putih.
Berikut ini adalah rumus struktur dari sampel-sampel yang digunakan :







5.






6.

1 ml
Aquadest





1 ml
n-heksana
1 ml n-heksana
1 ml Benzena
1 ml Etanol
1 ml Sikloheksana
1 ml Aquadest
1 ml Metanol
1 ml Kloroform
1 ml n-Heksana
1 ml Benzena
1 ml Etanol
1 ml Sikloheksana
1 ml Aquadest
1 ml Metanol
1 ml Kloroform
1 ml n-heksana
Tidak larut, dipanaskan tidak larut
Tidak larut, terdapat 2 lapisan
Larut
Tidak larut, terdapat 2 lapisan
Larut
Larut
Tidak larut, terdapat 2 lapisan
Tidak larut, terdapat 2 lapisan
Larut, berwarna keruh
Tidak larut, terbentuk 2 lapisan.
Larut
Tidak larut, terbentuk 2 lapisan
Tidak larut, terbentuk 2 lapisan
Larut
Larut



Sample A (sukrosa)




O
HO
OH
OH
CH
2
OH
CH
2
OH
O
CH
2
OH
OH
OH
O

Sample B (naftalena)
O
CH
3
O C R
Sample C (Vaseline)







Selain itu, kita juga perlu mengetahui rumus struktur dari pelarut-pelarut
yang digunakan pada percobaan ini. Pelarut-pelarut tersebut adalah benzena,
sikloheksana, methanol, etanol dan kloroform.
Berikut ini adalah rumus struktur dari pelarut-pelarut tersebut :
Benzena




Sikloheksana Kloroform






Metanol Etanol






n-heksana





*
*
O
*
*



H H
Sample D (air)

CH
3
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
3


Sample E (n-heksana)













H
2
C
H
2
C
C
H
2
CH
2
CH
2
H
2
C
H

Cl C Cl

Cl

*
*
O
*
*



H
3
C H
















*
*
O
*
*



CH
2
CH
3
H






CH
3
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
3


Sample E (n-heksana)

Dilihat dari struktur-struktur pelarut di atas, maka dapat diketahui pelarut
yang bersifat polar dan bersifat nonpolar. Senyawa polar yaitu senyawa yang
mempunyai momen dipol 0. Pelarut-pelarut di atas yang termasuk senyawa
polar adalah etanol, mehanol dan air, sedangkan untuk senyawa nonpolar adalah
benzena, sikloheksana, n-heksana, dan kloroform. Kepolaran suatu senyawa
dipengaruhi oleh simetris tidaknya bentuk molekul dan titik lebur.
A. Kelarutan Suatu Zat Dalam Pelarut Organik
Percobaan ini menggunakan 4 sampel yang wujudnya padat yaitu
sukrosa, naftalena, vaselin dan gula putih. 4 sampel yang berbeda ini
kemudian direaksikan dengan pelarut-pelarut yang telah ditentukan.
a. Sampel A (sukrosa)
Sukrosa mempunyai rumus molekul C
12
H
22
O
11
yang terbentuk dari
dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa yang berikatan
melalui gugus OH dengan melepaskan air atau sukrosa benyak
menggunakan OH, sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen di
antara molekulnya dan merupakan senyawa yang bersifat polar. Secara
teori sukrosa akan larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut
nonpolar . Dalam percobaan ini pelarut polar yang digunakan adalah
pelarut air, metanol dan etanol. Sedangkan untuk pelarut nonpolar yang
digunakan adalah pelarut benzena, sikloheksana, kloroform, dan n-
heksana.
Dalam percobaan untuk kelarutan suatu zat dalam pelarut organik
ini, sukrosa dicampurkan dengan berbagai pelarut, yaitu:
1. Pelarut benzena
Benzena merupakan senyawa siklik dengan enam atom karbon yang
tergabung dalam cincin. Benzena merupakan senyawa aromatik yang
berbau khas. Dari struktur benzena bersifat nonpolar.
Berdasarkan hasil pengamatan dari percobaan yang sudah dilakukan,
ketika sukrosa dicampur dengan pelarut benzena, pada mulanya tidak
larut. Dan pada saat campuran tersebut dipanaskan, sukrosa menjadi larut
dalam benzena. Padahal seharusnya senyawa yang bersifat polar tidak larut
pada senyawa yang besifat nonpolar.
2. Pelarut etanol
Sukrosa yang dicampur dengan etanol tidak larut meskipun
dipanaskan. Padahal etanol dan sukrosa sama-sama bersifat polar. Hal ini
mungkin dikarenakan sukrosa yang diambil telah terkontaminasi oleh zat
lain yang akibatnya menyebabkan tidak larutnya sukrosa dalam etanol.
3. Pelarut sikloheksana
Sikloheksana merupakan alkana yang berbentuk siklik yang jika
dilihat dari strukturnya bersifat nonpolar karena strukturnya simetri dan
tidak dapat membentuk ikatan hidrogen. Pada percobaan, sukrosa
dicampur dengan sikloheksana mulanya tidak melarut, tetapi larut setelah
dipanaskan. Seharusnya, senyawa polar tidak larut pada senyawa nonpolar.
Ini mungkin karena adanya kesalahan-kesalahan dalam percobaan.
4. Pelarut air
Pada saat pencampuran sukrosa dan aquadest, yang terjadi adalah
keduanya saling melarut meskipun tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan,
kedua senyawa tersebut bersifat polar sehingga lebih mudah untuk
melarut.
5. Pelarut kloroform, n-heksana, dan metanol
Sukrosa yang dicampurkan dengan pelarut-pelarut ini tidak melarut
meskipun dipanaskan. Padahal seharusnya sampel sukrosa larut saat
dicampurkan dengan pelarut metanol karena sama-sama bersifat polar.
Metanol mempunyai gugus OH sehingga mampu membentuk ikatan
hidrogen antar molekul dan bobot molekulnya rendah. Satu atomnya
mempunyai keelektronegatifan yang substansial lebih besar dari yang lain.
Semakin elektronegatif satu atom makin besar tarikannya terhadap
elektron ikatan. Tarikannya tdak cukup untuk memecahkan atmnya
menjadi ion. Tetapi mempunyai bagian rapat elektron yang lebih besar
sehingga metanol merupakan senyawa polar.
Seharusnya sukrosa juga melarut ketika ditambahkan ke dalam
metanol tetapi hasil percobaan menunjukkan sukrosa tidak melarut dalam
methanol. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan dielektrik
sebesar 7,85, metanol sebesar 32,6, dan etanol sebesar 24,5. Semakin
tinggi tetapan dielektriknya maka semakin polar larutan tersebut dan
kemampuan untuk melarutkan semakin tinggi sehingga sukrosa lebih
mudah larut dalam air dibandingkan di dalam methanol maupun etanol.
Alasan lain adalah kemungkinan terjadi kesalahan yang dilakukan oleh
praktikan dalam praktikum. Mungkin praktikan tidak melakukan
pengadukan dan pemanasan secara maksimal sehingga dalam pengamatan
praktikan belum sempat melihat secara langsung sukrosa dapat melarut
dalam methanol.
b. Sampel B (naftalena)
Naftalena merupakan senyawa organik yang bersifat non-polar
karena atom-atomnya mempunyai harga keelektronegatifan hampir sama
dimana keduanya merupakan tarikan yang hampir sama pula. Dilihat dari
rumusnya naftalena merupakan gabungan struktur resonansi dan benzena.
Pelarut yang dicampurkan dalam sampel ini, yaitu :
1. Pelarut non-polar (benzena, sikloheksana, kloroform, n-heksana)
Naftalena yag dicampurkan dengan pelarut-pelarut tersebut dapat
larut dengan mudah. Karena sifat dari senyawa naftalena sama dengan
sifat zat-zat pelarut yaitu bersifat non-polar.
2. Pelarut polar (etanol, air, dan metanol)
Saat naftalena dicampurkan dengan etanol, sampel melarut
sebagian dan larut setelah dipanaskan. Kemudian pencampuran naftalena
dengan air, sampel tetap tidak larut meskipun dipanaskan. Sedangkan
ketika dicampur deengan metanol, naftalena larut tanpa dipanaskan.
Padahal secara teori seharusnya senyawa yang bersifat non-polar
(naftalena) tidak larut pada senyawa yang bersifat polar. Hal ini bisa
terjadi karena methanol maupun etanol memiliki tingkat kepolaran yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan air. Alasan lain adalah karena
etanol maupun methanol memilikimdua gugus yang bersifat polar dan
nonpolar, gugus polarnya adalah OH dan gugus polarnya adalah CH
3

sehingga etanol maupun methanol dapat larut pada zat polar dan nonpolar.
c. Sampel C (Vaselin)
Dilihat dari strukturnya Dilihat dari strukturnyavaselin bersifat
nonpolar,karena vaselin tidak mengandung gugus hidroksil(OH) sehinga
tidak bisa membentuk ikatan hidrogen.Berdasarkan hasil
pengamatan,vaselin dapat larut dalam pelarut benzena, sikloheksana,dan
n-heksana. Seharusnya dalam pelarut kloroform, vaselin dapat melarut
tetapi berdasarkan hasil percobaan vaselin tidak larut dalam
kloroform.Dilihat dari nilai tetapan dielektriknya, kloroform memiliki
nilai yang paling tinggi di antara yang lainnya yaitu benzena,
sikloheksana, dan n-heksana. Benzena memiliki tetapan dielektrik sebesar
2,284, sikloheksana 1,924, n-heksana 1,890, dan kloroform 4,806. Ini
menunjukkan sifat nonpolar kloroform paling rendah dibandingkan tiga
pelarut nonpolar lainnya. Hal ini mungkinmenyebabkan vaselin tidak
larut dalam kloroform. Untuk pelarut yang polar yaitu metanol, etanol,
dan air hasil percobaan menunjukkan bahwa vaselin memang tidak larut
dalam ketiga pelarut tersebut. Hal ini terjadi karena perbedaan sifat
kepolaran antara vaselin dengan metanol, etanol dan air.


d. Gula putih ( Glukosa )
Gula putih atau glukosa adalah suatu monosakarida. Dilihat dari
strukturnya gula putih termasuk zat yang polar karena banyak
mengandung gugus OH sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen.
Berdasarkan hasil percobaan untuk pelarut polar, gula putih dapat larut
dalam pelarut air, metanol dan etanol. Meskipun untuk pelarut metanol
dan etanol harus dilakukan pemanasan terlebih dahulu agar glukosa dapat
melarut. Permasalahan di atas kemungkinan disebabkan oleh besar
kecilnya nilai tetapan dielektriknya yang mempengaruhi tingkat kepolaran
untuk masing-masing pelarut polar. Air dengan tetapan dielektrik 78,5
memiliki sifat yang paling polar, metanol 32,6 memiliki sifat polar lebih
rendah daripada air, dan etanol 24,3 memiliki sifat polar paling rendah
daripada air dan metanol, sehingga gula putih lebih mudah larut dalam air
di bandingkan pada metanol dan etanol.
Untuk pelarut nonpolar ,gula putih tidak dapat larut pada pelarut
benzena, sikloheksana, dan n-heksana.seharusnya untuk pelarut kloroform
gula putih tidak dapat larut tetapi hasil percobaan menunjukkan gula putih
dapat larut dalam kloroform. Hal ini bisa terjadi mungkin karena
perbedaan tingkat nonpolar diantara pelarut-pelarut tersebut.dengan
tetapan dielektrik benzena 2,284, sikloheksana 1,924, n-heksana 1,890
dan kloroform 4,806 menunjukkan bahwa pelarut nonpolar untuk
kloroform paling rendah dibanding tiga pelarut lainnya.ini yang
menyebabkan gula putih dapat larut dalam kloroform meskipun harus
dilakukan pemanasan.Alasan lain adalah kemungkinan terjadinya ikatan
hidrogen antara gula putih dengan kloroform sehingga meningkatkan
kelarutan campuran gula putih dan kloroform.

B. Pencampuran Antar Pelarut Organik
Pada percobaan kedua ini, sampel yang digunakan adalah berwujud
cair.
a. Sampel D (Air)
Dilihat dari strukturnya, air mempunyai ikatan hidrogen intermolekul
dan mempunyai momen dipolnya tinggi sebesar 1,850 D,dan tetapan
dielektriknya 78,5 air mempunyai kemampuan untuk mensolvasi ionnya
besar sehingga dapat ditentukan bahwa air merupakan senyawa polar. Hal
ini disebabkan karena pada air dengan methanol dan etanol terjadi ikatan
hidrogen baik intermolekul atau antar molekul. Ikatan hidrogen yang
terjadi antar molekul air dengan methanol ialah :
H
3
C O H O
H H

Pada pencampuran antar pelarut organik ini, air ditambahkan dengan
pelarut-pelarut yang telah ditentukan:
1. Pelarut polar (air, metanol, dan etanol)
Air yang dicampurkan dengan pelarut-pelarut tersebut dapat larut
dengan mudah karena memiliki kesamaan sifat, yaitu sama-sama bersifat
polar.
2. Pelarut non-polar (benzena, sikloheksana, kloroform, dan n-
heksana)
Dalam pencampuran air dengan pelarut-pelarut tersebut terlihat
adanya dua lapisan yang menunjukkan bahwa sampel tidak larut, dimana
air selalu berada pada lapisan bawah karena air memiliki massa jenis yang
lebih berat di bandingkan benzena, sikloheksana, n-heksana dan
kloroform. Massa jenis air sebesar 1.000 g/ mL sedangkan massa jenis
benzena 0,879 g/mL, n-heksana 0,655 g/mL, dan kloroform 1, 498 g/mL.
b. Sampel E (n-heksana)
Dilihat dari strukturnya, n-heksana merupakan senyawa yang bersifat
non-polar, sehingga hanya dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat
non-polar juga.
Pada percobaan, heksana dicampurkan dengan pelarut berikut, yaitu:
1. Pelarut polar (air,metanol, dan etanol)
Pencampuran dengan pelarut polar ini menyebabkan sampel n-
heksana tidak larut karena sifat sampel yang non-polar berbeda dengan
sifat pelarutnya.
2. Pelarut non-polar (benzena, sikloheksana, klorofom, dan n-
heksana)
Sampel yang dicampur dengan benzena, kloroform, dan n-heksana
dapat larut karena memiliki sifat yang sama yaitu non-polar. Tetapi pada
saat pencampuran sampel dengan sikloheksana, berdasarkan pengamatan
sampel tidak larut, terdapat lapisan berwarna keruh pada bagian atas dan
berwarna bening pada bagian bawah.
Berdasarkan hasil pengamatan, n-heksana memang larut dalam benzena,
sikoheksana dan kloroform karena sama-sama bersifat nonpolar. Sedangkan
ketika dicampur dengan air, etanol dan methanol, n-heksana tidak larut tetapi
terbentuk 2 lapisan karena perbedaan sifat kepolarannya.


VI. KESIMPULAN

1. Sampel yang bersifat polar : sukrosa, gula putih dan air.
Sampel yang bersifat nonpolar : naftalena, vaselin dan n-heksana.
2. Pelarut yang bersifat polar : air, etanol dan metanol.
Pelarut yang bersifat nonpolar : benzena, kloroform, sikloheksana
dan n-heksana.
3. Sampel yang bersifat polar dapat larut dalam pelarut polar.
Sampel yang bersifat nonpolar dapat larut dalam pelarut nonpolar.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Effendy. 2006. Seri Buku Ikatan Kimia dan Kimia Anorganik Teori VSEPR
Kepolaran dan Gaya Antar Molekul. Malang : Banyumedia Publishing.
Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta :
Erlangga.
Rivai, Harizul. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Padang : UIP.

Tim Dosen Kimia Orgsanik. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Organik.
Banjarmasin : FKIP UNLAM.



VIII. LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN PRAPRAKTEK
1. Perbedaan antara senyawa polar dan senyawa non-polar adalah
Senyawa polar adalah senyawa yang merupakan momen dipol lebih
besar daripada nol karena molekul yang menyusun adalah molekul yang
mempunyai yang tidak sejenis dan memiliki perbedaan
keelektronegatifan serta mempunyai struktur bangun asimetris.
Senyawa non-polar adalah senyawa yang mempunyai momen dipol sama
dengan nol ( = 0). Hal ini dikarenakan molekul yang mempunyai atom
sejenis atau molekul tidak sejenis tetapi rumus bangunnya berbentuk
asimetris, sehingga tidak ada kecenderungan titik berat elektron menuju
salah satu molekul.
2. Pemanasan terhadap pelarut organik tidak boleh menggunakan api
langsung karena ikatan yang terjadi pada pelarut organik adalah ikatan
kovalen, sehingga apabila dipanaskan secara langsung akan berakibat
mudah putusnya ikatan antara karbon. Pemutusan ikatan tersebut dapat
menyebabkan senyawa organik itu mudah terbakar dan mudah rusak,
sehingga tidak dapat digunakan lagi karena terjadi perubahan bentuk
molekul senyawa.







JAWABAN PERTANYAAN
1. Berdasarkan strukturnya kepolaran pelarut dapat dikelompokkan menjadi :
Pelarut polar : air, metanol dan etanol
Pelarut non-polar : benzena, sikloheksana, n-heksana dan kloroform.
2. Sifat kepolaran sampel A, B, C, D dan E berdasarkan hasil percobaan :
Sampel A bersifat polar : Bersifat polar karena larut dalam air dan
etanol, tidak larut dalam benzena,
kloroform, sikloheksana, n-heksana.
Sampel B bersifat non-polar : Bersifat nonpolar karena larut dalam
pelarut nonpolar yaitu benzena,
kloroform, sikloheksana, n-heksana.
Sampel C bersifat non-polar : Bersifat nonpolar karena larut dalam
pelarut nonpolar yaitu benzena,
sikloheksana, n-heksana.
Sampel D bersifat polar : Bersifat polar karena larut dalam pelarut
polar yaitu air, metanol dan etanol.
Sampel E bersifat non-polar : Bersifat nonpolar karena larut dalam
pelarut nonpolar yaitu benzena,
sikloheksana, n-heksana dan
kloroform.

3. Berdasarkan struktur, kepolaran sampel yang termasuk polar dan nonpolar
adalah :
Senyawa polar : sukrosa, air dan gula putih
Senyawa non-polar : naftalena, vaselin, n-heksana
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan :
a. Ketetapan dielektrik
Ketetapan dielektrik, yaitu nisbah gaya yang bekerja antara dua
muatan itu dalam pelarut.
b. Dapat tidaknya membentuk ikatan hidrogen
Adanya ikatan hidrogen membuat kelarutan zat semakin besar.
c. Panjang rantai karbonnya
Semakin panjang rantai karbonnya, akan semakin kecil kelarutannya.
d. Kemiripan struktur
Zat akan mudah larut jika memiliki kemiripan struktur.
e. Jenis zat terlarut
Tiap zat mempunyai kelarutan masing-masing pada suatu pelarut
umumnya semua asam mudah larut dalam air kecuali beberapa asam
saja yang sulit larut.
f. Jenis zat pelarut
Zat terlarut dibedakan atas pelarut polar adan nonpolar.
g. Suhu
Kelarutan akan semakin besar pada suhu tinggi. Oleh karena itu
kelarutan diukur pada keadaan tertentu.
5. Harga momen dipol masing-masing zat :
Air : 1,84 D
Kloroform : 1,01 D
Etanol : 1,69 D
Metanol : 1,70 D
Benzena : 0 D
Sikloheksana : 0 D
N-heksana : 0 D















FLOW CHART
SIFAT-SIFAT PELARUT ORGANIK

1. Kelarutan Suatu Zat Dalam Pelarut Organik




- Memasukkan ke dalam tabung reaksi



- Mengaduk
- Mengamati yang terjadi



- Memanaskan di dalam penangas air sampai
mendidih, jika sampel tidak larut
- Mengamati yang terjadi




Mengulangi percobaan 1 dan 2. Mengganti pelarut n-heksana
dengan pelarut yang telah ditentukan.
Melakukan hal yang sama dengan sampel A dan C.










2. Pencampuran Antar Pelarut Organik




- Memasukkan ke dalam tabung reaksi



- Mengocok
- Mengamati yang terjadi




Mengulangi percobaan dengan mengganti pelarut benzena dengan pelarut lain
yang telah ditentukan.
Melakukan hal yang sama untuk sampel E.

Catatan : Sampel A (sukrosa), B (naftalena), C (vaselin), D (air) dan E (n-heksana).


10 mg sampel A
10 mg sampel + 1 mL Benzena

Campuran
Larutan

1 mL sampel D

1 mL sampel D + 1 mL Benzena

Larutan

Anda mungkin juga menyukai