Anda di halaman 1dari 32

1

Menjadi Pribadi Manusia Yang Utuh:


Ciri Khas Vinsensian
Pada Lembaga Pendidikan Vinsensian

Yayasan Lazaris 2010





Penyusun: Ev. E. Prasetyo W., CM


cum permissu superiorum
Paulus Suparmono, CM
Visitator CM Propinsi Indonesia











Diterbitkan oleh Yayasan Lazaris
Lembaga Pendidikan dan Pengajaran Katolik
Jl. Kepanjen 9 Surabaya 60175
Telp. 031-3571174
yayasanlazaris@yahoo.com



2
Kata Pengantar


Karya pendidikan dan persekolahan di lingkungan Lembaga Pendidikan
Vinsensian terarah pada perwujudan komunitas pendidikan yang membentuk pribadi
manusia yang utuh, yaitu cerdas secara intelektual, unggul dalam moral, mendalam
dalam iman, cinta pada sesama terutama yang miskin, cinta tanah air, cinta pada
lingkungan hidup, tanggap pada kebutuhan jaman, terbuka untuk bekerjasama, kreatif
dan bertanggungjawab. Karya tersebut merupakan perwujudan spiritualitas
Vinsensian, yang berada persis di jantung hatinya, karena spiritualitas itulah yang
menghidupi, menggerakkan, memberi arah tujuan dan makna, pada seluruh aktivitas
pendidikan yang berlangsung disana.
Ketika merenungkan kerasulan di bidang pendidikan, kami kerap diingatkan
akan pedoman ini: Hendaknya sekolah, kolese dan universitas kita, sesuai dengan
keadaan setempat, menerima orang-orang miskin untuk memberi situasi agar mereka
berkembang. Hendaknya kepekaan terhadap kaum miskin ditanamkan ke dalam diri
para siswa, sesuai dengan semangat pendiri kita, dengan meneguhkan nilai-nilai
pendidikan kristiani dan melalui pembinaan hidup sosial kristiani. (Statuta CM, 11
#3)
Buku ini disusun bukan sebagai panduan lengkap mengenai segala sesuatu
yang harus dilakukan di Lembaga Pendidikan Vinsensian, melainkan lebih merupakan
kerangka dasar dimana ciri khas vinsensian dengan lebih jelas dapat ditampakkan.
Buku ini disusun berdasarkan pokok-pokok pedoman hidup dan panggilan vinsensian,
sebagaimana diwariskan oleh tradisi vinsensian melalui Konstitusi dan Statuta CM.
Diharapkan, buku ini akan berguna sebagai pegangan dasar bagi kebijakan-kebijakan
dan pengelolaan pendidikan, untuk meneguhkan praktek pendidikan vinsensian yang
sudah berjalan dan mendorong pengembangannya lebih lanjut, bagi pembinaan para
guru dan tenaga kependidikan yang lain, bagi usaha-usaha animasi semangat
vinsensian untuk para siswa, orangtua (wali) siswa, dan alumni sekolah-sekolah di
lingkungan Lembaga Pendidikan Vinsensian. Semoga Tuhan memberkati.


Surabaya, 20 Oktober 2010
Ev. E. Prasetyo W., CM

3
DAFTAR ISI


Pengantar Dari Visitator CM 4

Pendahuluan 5

Bab I Panggilan Lembaga Pendidikan Vinsensian 8

Bab II Aktivitas Kerasulan Lembaga Pendidikan Vinsensian 11

Bab III Persaudaraan Dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian 14

Bab IV Hidup Rohani Dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian 17

Bab V Pendidikan dan Persekolahan Dalam Lembaga Pendidikan
Vinsensian 21

Lampiran 26

4
Pengantar Dari Visitator CM


Dunia pendidikan adalah lahan istimewa tempat kita memaknai dan menyemai
masa depan kemanusiaan kita sendiri. Mengabaikan pendidikan berarti mengabaikan
masa depan kemanusiaan. Karena itu, wajar dan sungguh mulia bahwa banyak pihak
merasa terpanggil untuk melibatkan diri dalam pelaksanaan dan pergumulan
pendidikan, termasuk para orang tua murid yang selayaknya menaruh harapan besar
supaya anak-anak mereka mengalami proses pendidikan yang baik, sehingga segala
potensi kemanusiaan dari manusia-manusia muda itu ditumbuh-kembangkan. Inilah
pertanyaan dasar kita: Kemanusiaan seperti apakah yang hendak kita capai melalui
pendidikan?
Kongregasi Misi Provinsi Indonesia memandang karya pendidikan dan
persekolahan merupakan karya penting (Norma Provinsi Indonesia 2006, No. 21),
sebagai bagian dari perutusan Vinsensian di bumi Indonesia. Penerbitan buku
Menjadi Pribadi Manusia Yang Utuh: Ciri Khas Vinsensian pada Lembaga
Pendidikan Vinsensian yang ditulis Rm. Ev. E. Prasetyo W., CM merupakan upaya
untuk menyemai nilai-nilai Vinsensian dalam dunia pendidikan dan persekolahan,
khususnya dalam lingkungan komunitas Lembaga Pendidikan Vinsensian. Siapa St.
Vinsensius bagi Gereja, sehingga nilai-nilai yang dia wariskan begitu penting?
Berkat hidup dan karyanya yang telah mengubah wajah Gereja, khususnya
sikap dan komitmen Gereja kepada kaum miskin dan terpinggir, maka St. Vinsensius,
pada tahun 1885, diangkat oleh Paus Leo XIII (peletak tonggak pertama Ajaran Sosial
Gereja, Ensiklik Rerum Novarum, 1891) sebagai pelindung karya kasih. Seperti dua
pendahulunya, Paus Yohanes Paulus I dan Paus Yohanes Paulus II, juga Paus
Benedictus XVI, dalam ensiklik pertamanya, Deus Caritas Est, dan tahun ini (26
September 2010) dalam pesan mingguan menjelang Perayaan Liturgis 350 Tahun
Wafat St. Vinsensius, menegaskan peran St. Vinsenius sebagai figur utama karya kasih
sosial kristiani.
Dunia pendidikan mempunyai peran penting untuk mengubah dan menggubah
mutu kemanusiaan, yang kemudian punya peran penting untuk membentuk peradaban
dan keadaban publik. Nilai-nilai Vinsensian menantang dan mengajak kita yang
bergumul dalam dunia pendidikan untuk menumbuh-kembangkan semangat solidaritas
dan keberpihakan kepada kaum miskin, lemah dan terpinggirkan. Mutu kemanusiaan
yang dibentuk oleh proses pendidikan Vinsensian akan diukur oleh bagaimana sikap
dasar kemanusiaan kita kepada kaum miskin, lemah dan cenderung terpinggirkan
dalam masyarakat.


Rm. Paulus Suparmono, CM
Visitator Provinsi Indonesia


5
PENDAHULUAN


Lembaga Pendidikan Vinsensian, sesuai dengan maksud Gereja,
telah meninjau kembali sumber semangatnya, berkat inspirasi konsili
Vatikan II, menghidupkan kembali semangat kerasulan dan hidupnya di
dalam dunia masa kini.
Lembaga Pendidikan Vinsensian menganggap perlu untuk
kembali kepada sumber dan asal mulanya, kembali kepada pertobatan
terus menerus dan visi St. Vinsensius, sehingga ia tetap memberikan
kesaksian mengenai peranannya di dalam hidup Gereja. Dengan
demikian ia tidak hanya berusaha untuk lebih menegaskan dan
memelihara dengan setia ciri khas dan semangat rohani St. Vinsensius,
tetapi juga untuk mengambil inspirasi yang lebih mendalam dari
sumber-sumber tersebut. Lembaga pendidikan (sekolah-sekolah)
vinsensian mencoba memenuhi panggilannya yang secara khusus
nampak di dalam kebutuhan orang-orang miskin masyarakat modern,
sama seperti pada jaman St. Vinsensius, dengan tetap memperhatikan
Kehendak Allah.
Vinsensius de Paul lahir di Pouy pada tahun 1581. Sebagai
seorang anak ia hidup di antara orang miskin dan mengalami keadaan
hidup mereka itu. Pada tahun 1600 ia ditahbiskan menjadi imam.
Selama beberapa waktu ia berusaha meloloskan diri dari kemiskinan
lingkungan asalnya. Namun berkat pertolongan para pembimbing
rohaninya ia mulai merasa terpanggil untuk memiliki kesucian yang
lebih mendalam. Melalui peristiwa-peristiwa hidupnya, akhirnya ia
dibimbing oleh Penyelengaraan Ilahi kepada suatu keputusan yang
teguh untuk mengabdikan diri demi keselamatan orang miskin.
Ketika ia bertugas sebagai imam di Gannes dan di Folleville,
pada tanggal 25 Januari 1617, ia sadar bahwa pewartaan Injil kepada
orang miskin merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Sesuai
dengan kesaksiannya sendiri, pengalaman inilah yang menjadi awal
mula panggilannya sendiri dan lahirnya Kongregasi Misi (CM).
Pada bulan Agustus tahun itu juga, di Chtillon-les-Dombes, ia
mendirikan "La Charit" untuk melayani orang-orang sakit yang tidak
terurus sama sekali. Pada waktu itu pula ia sadar dan

6
memperlihatkannya juga kepada orang lain, betapa erat kaitan antara
pewartaan Injil dan pelayanan bagi orang-orang miskin.
Lambat laun pengalaman spiritualnya mengarahkannya untuk
mengkontemplasikan dan mengabdikan dirinya kepada Kristus di dalam
diri orang miskin. Bahkan gambaran Vinsensius tentang Kristus sebagai
utusan Bapa untuk mewartakan Injil kepada orang miskin menjadi pusat
hidup dan karya pelayanannya.
Vinsensius sangat memperhatikan tuntutan dunia dan
masyarakat jaman itu. Ia belajar melihat semua itu di dalam terang
kasihnya yang makin berkobar baik terhadap Tuhan maupun terhadap
orang miskin yang tertimpa berbagai macam malapetaka. Oleh karena
itu ia merasa terpanggil untuk meringankan segala macam penderitaan.
Agar ia dapat menangani berbagai macam kebutuhan,
Vinsensius mengumpulkan sebanyak mungkin orang, entah kaya entah
miskin, orang rendahan ataupun berkuasa. Ia memakai segala daya
upaya untuk membangkitkan di dalam diri mereka penghargaan
terhadap orang miskin sebagai gambar Kristus yang istimewa. Ia
mendorong mereka untuk membantu orang miskin, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Mereka mengabdi dengan suka rela dan
tulus. Mereka menjadi anggota komunitas Puteri Kasih dan
perkumpulan Karya Cinta Kasih yang didirikan Vinsensius serta
perkumpulan-perkumpulan lain yang seasal. Demikian pula individu-
individu tertentu yang sampai pada jaman kita sekarang telah
memutuskan untuk mengambil semangat itu.
Oleh karena itu, setiap orang, yang berkarya atau terlibat dengan
penuh dedikasi di lingkungan karya atau bersama Kita, entah sebagai
guru atau karyawan yang lain, entah sebagai staf ahli atau konsultan
dalam berbagai bidang atau donatur, entah sebagai anggota salah satu
serikat atau perkumpulan dalam Keluarga Vinsensian, entah sebagai
siswa entah alumni sekolah atau orangtua (wali) siswa, yang telah
menimba dan menghirup karisma St. Vinsensius dan berniat untuk
ambil bagian mewujudkan dalam hidup dan karyanya di berbagai
bidang, entah dalam status hidup berkeluarga entah tidak berkeluarga,
karisma sebagai pewarta kabar gembira kepada kaum miskin, adalah
juga seorang vinsensian.
Mengenai panggilan dan perutusan vinsensian serta jalan untuk

7
mencapainya, Vinsensius menguraikan:
"Di dalam Kitab Suci kita membaca bahwa Tuhan kita Yesus
Kristus, yang diutus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia, tidak
mulai berkarya dengan mengajar; Ia memulainya dengan bekerja. Dan
apa yang Ia lakukan adalah mengintegrasikan secara penuh setiap jenis
keutamaan ke dalam hidupNya. Kemudian Ia melanjutkan dengan
mengajar sambil menerangkan Kabar Gembira keselamatan kepada
orang miskin, dan mewariskan kepada para rasul dan murid-Nya apa
yang perlu mereka ketahui agar menjadi pedoman bagi orang lain. Kini
kita ingin, dengan rahmat Allah, meneladan Kristus Tuhan sejauh
mungkin. Kita berusaha meneladan keutamaan-keutamaannya dan apa
yang Ia kerjakan demi keselamatan orang lain. Hal itu menjadi benar
apabila kita melaksanakan karya yang sama, dan juga
melaksanakannya dengan cara yang sama seperti Dia. Hal ini berarti
bahwa tujuan kita ialah: 1 bertekad untuk berkembang dalam
kekudusan, dengan meneladan sejauh mungkin keutamaan-keutamaan
yang diajarkan oleh Guru besar itu dengan murah hati kepada kita; 2
mewartakan Kabar Gembira keselamatan kepada orang-orang miskin."
(RC I,1)
Melalui kata-kata ini St. Vinsensius mempercayakan kepada
Kita, yakni para pengikutnya di dalam Tuhan, suatu panggilan yang
unik, sebuah hidup persaudaraan yang baru dan suatu tujuan tertentu,
yang senantiasa harus disesuaikan dengan setiap jaman baru secara
bijaksana.


8
B A B I
Panggilan Lembaga Pendidikan Vinsensian


1. Tujuan Lembaga Pendidikan Vinsensian ialah mengikuti
Kristus, pembawa Kabar Gembira kepada kaum miskin. Tujuan ini
dicapai, bila setiap orang di dalamnya setia kepada santo Vinsensius,
dengan melakukan hal-hal berikut ini:

1) berusaha dengan sekuat tenaga mengenakan Roh Kristus
sendiri (RC I, 3), agar dengan demikian memperoleh
kekudusan yang selaras dengan panggilanNya (RC XII
,13);
2) mewartakan kabar gembira kepada orang miskin,
terutama mereka yang terlantar (ditelantarkan);
3) membantu kaum muda dalam hal pendidikan mereka
dan mengarahkan mereka untuk lebih siap mengambil
bagian secara penuh dalam mewartakan Injil kepada
kaum miskin.

2. Berdasarkan tujuan itu, dengan selalu memperhatikan Injil,
tanda-tanda jaman dan panggilan Gereja yang lebih mendesak, Lembaga
Pendidikan Vinsensian akan berusaha membuka jalan baru dan
menggunakan sarana yang sesuai dengan jaman dan tempat. Selain itu
Lembaga Pendidikan Vinsensian akan selalu berusaha meninjau dan
merencanakan kembali karya dan pelayanannya, sehingga dengan
demikian Lembaga Pendidikan Vinsensian akan selalu berada dalam
keadaan membaharui diri terus menerus.

3. Lembaga Pendidikan Vinsensian, yang di dalamnya terdapat
para rohaniwan/wati dan awam ini, berusaha keras dikuasai oleh pikiran
dan kepekaan Kristus, bahkan oleh RohNya, sebagaimana diuraikan
oleh St. Vinsensius, agar dapat mencapai tujuannya.

4. Semangat Lembaga ini ialah ikut ambil bagian dalam
semangat Yesus Kristus sendiri seperti yang dikemukakan oleh St.

9
Vinsensius: Ia mengutus Aku mewartakan kabar gembira kepada
kaum miskin (Lk 4: 18). Demikian juga pernyataan: Yesus Kristus itu
pedoman bagi karya misi (SV XII, 130) itu akan menjadi pusat hidup
dan kegiatan Lembaga. Dengan demikian jelaslah bahwa dasar rohani
hidup dan pelayanan Lembaga ini ialah kesetiaan mengikuti Kristus
Pewarta Kabar Gembira kepada kaum miskin, seperti yang dihayati oleh
Santo Vinsensius. Spiritualitas dasar Vinsensian ini terdiri atas kasih
dan hormat kepada Bapa, rasa cinta dan cinta yang tepat guna kepada
kaum miskin serta sikap bersedia dibimbing oleh Penyelenggaraan Ilahi
(K. 6), yang sangat cocok dengan semangat hidup budaya Indonesia
yang menekankan religiositas dan penyerahan kepada Penyelenggaraan
Ilahi. Semua itu hendaknya tercermin dalam pola hidup kita yang
ditandai oleh lima keutamaan vinsensian yang dihayati sesuai dengan
budaya Indonesia.

5. Lembaga berusaha mewujudkan semangatnya dalam lima
keutamaan yang bersumber dari pandangan khasnya terhadap Kristus,
yaitu: simplisitas, kerendahan hati, lemah lembut, mati raga dan
semangat untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Perihal keutamaan ini St.
Vinsensius berkata: Kita hendaknya berusaha untuk menghormati dan
menghayati keutamaan itu sedemikian rupa, sehingga lima keutamaan
ini menjadi daya gerak jiwa seluruh diri kita, dan karenanya semua
kegiatan kita masing masing selalu dijiwai oleh kelima keutamaan itu
(RC II, 14). Dengan memperhatikan kekayaan bangsa Indonesia dan
perkembangan kebutuhan jaman, hendaknya semangat vinsensian
dihayati sebagai pola hidup Injili yang mendukung pelaksanaan
panggilan utama kita:
1) Kepolosan atau kesederhanaan (simplicitas) dan kerendahan
hati (humilitas) adalah juga kekayaan budaya bangsa Indonesia
yang perlu dilestarikan. Kedua pola hidup itu sangat
dibutuhkan untuk melakukan akuntabilitas dalam karya.
2) Kerendahan hati (humilitas) dan kelemahlembutan
(mansuetudo) hendaknya mendorong kita untuk menjadi
pelayan yang menarik dan mampu membina kerjasama,
membina dialog, rasa kekeluargaan dan persaudaraan serta
membentuk jaringan kerja dengan berbagai unsur termasuk

10
dengan instansi pemerintahan. Kedua pola hidup itu juga
sangat dibutuhkan dalam memperlakukan orang miskin seperti
apa yang diajarkan oleh St. Vinsensius.
3) Matiraga (mortificatio) dan semangat untuk menyelamatkan
jiwa-jiwa (zelus animarum) sangat dibutuhkan jaman ini
sebagai unsur formatif untuk memperjuangan budaya
kehidupan melawan budaya kematian, dan memberikan
koreksi pada budaya konsumerisme, mengungkapkan rasa
cinta dan cinta yang tepat-guna kepada kaum miskin
(pemberdayaan) baik dalam bidang rohani, sosial maupun
ekonomi serta memiliki disponibilitas (kesiapsediaan) untuk
tugas misi.


6. Semua orang yang terikat dengan Lembaga ini hendaknya
berusaha dengan tekun lebih mendalami semangat ini, sambil selalu
kembali kepada Injil dan dengan ajaran serta teladan St. Vinsensius, dan
senantiasa menyadari bahwa semangat dan karya kita harus saling
mendukung dan melengkapi.

11
B A B II
Aktivitas Kerasulan Lembaga Pendidikan Vinsensian

7. Lembaga Pendidikan Vinsensian, dengan bersumber pada
inspirasi St. Vinsensius, menyadari dirinya dipanggil Tuhan untuk
melaksanakan karya mewartakaan Injil kepada orang miskin melalui
bidang pendidikan. Atas dasar pandangan yang khas ini, Lembaga
bersama seluruh Gereja dapat menyatakan bahwa mewartakan Injil ini
adalah rahmat dan panggilannya, serta mengungkapkan hakekatnya
yang sejati (cf. EN 14). Bahkan semua dan masing-masing orang yang
terlibat dalam Lembaga ini bersama Yesus berani berkata: "Aku harus
memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus."(Lk
4: 43).

8. Cinta Kasih Kristus yang berbelas kasih kepada orang banyak
itu (Mk 8: 2) adalah sumber semua kegiatan kerasulan kita di bidang
pendidikan dan cinta kasih itu mendorong kita untuk "membuat Injil
mengena secara nyata", seperti dikatakan oleh St. Vinsensius (SV XII,
84). Sesuai dengan waktu dan tempat yang beraneka ragam, karya
pewartaan Injil dalam kata-kata dan perbuatan harus mengusahakan ini:
semua orang setia "pada Kerajaan Allah, yakni dunia baru, tatanan
baru, keberadaan, cara hidup, dan cara hidup di dalam komunitas yang
baru, seperti yang dituntut oleh Injil"(EN, 23) melalui pertobatan terus-
menerus.

9. Kita hendaknya membaktikan diri untuk mendorong dan
mempersiapkan kaum muda yang cocok bagi aneka kerasulan yang
diperlukan di dalam komunitas kristiani dan di tengah masyarakat.
Selain itu, kita hendaknya mendorong kaum muda untuk belajar bekerja
sama dan saling mendukung dalam proses pendidikan mereka, baik di
antara mereka sendiri maupun dengan para vinsensian yang lain.

10. Kita hendaknya secara khusus mengamati "benih-benih
Sabda" yang dijumpai di dalam kebudayaan dan praktek agama
penduduk (cf. EN 53).


12
11. Dengan mengikuti St. Vinsensius, seperti dalam
perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lk 10: 30 - 37), yang
menolong dengan tepat guna mereka yang terlantar, maka kita akan
berusaha sekuat tenaga menolong mereka: yang dibuang oleh
masyarakat dan yang menjadi korban berbagai macam ketidakadilan.
Kita juga harus membantu mereka yang menderita berbagai bentuk
kemiskinan moral dan aneka bentuk kemiskinan baru yang menjadi ciri
khas jaman ini, serta korban bencana-bencana. Dengan bekerja untuk
dan bersama mereka, kita akan berusaha dengan tekun memenuhi
tuntutan akan keadilan sosial dan cinta kasih injili.

12. Dalam dunia dewasa ini atheism, materialism, individualism,
dan hedonisme mengganggu baik iman maupun pewartaan Injil secara
mendalam. Oleh karena itu hendaknya kita mempelajari sungguh-
sungguh sebab musababnya, sambil menyadari bahwa dalam masalah
ini kita sendiri dituntut memberi kesaksian iman pribadi yang mantap
terhadap Tuhan yang hidup, dan harus mencari jalan-jalan baru untuk
menanggapi panggilan mewartakan Injil tersebut.

13. Hendaknya kita mengusahakan suatu dialog ekumenis;
melibatkan diri bersama dengan sesama orang kristen, maupun bukan-
kristen secara aktif dalam masalah agama, sosial serta kebudayaan.

14.
1) Sadar akan betapa pentingnya pendidikan untuk kaum
muda, maka hendaknya kita mencurahkan segenap hati,
pikiran, dan tenaga untuk tugas mendidik dan mengajar
ini.
2) Namun tugas tersebut tidak harus dilaksanakan hanya di
dalam sekolah-sekolah macam apapun, tetapi juga di
keluarga-keluarga, di tempat-tempat kerja, bahkan di
seluruh lingkungan sosial di mana ditemukan kaum
muda.
3) Hendaknya sekolah-sekolah, sesuai dengan keadaan
setempat, menerima orang-orang miskin untuk memberi
situasi agar mereka berkembang. Hendaknya kepekaan

13
terhadap kaum miskin ditanamkan ke dalam diri para
siswa, sesuai dengan semangat St. Vinsensius, dengan
meneguhkan nilai-nilai pendidikan kristiani dan melalui
pembinaan hidup sosial kristiani.
4) Hendaknya para orangtua (wali) siswa diberi
pemahaman yang memadai mengenai visi pendidikan
vinsensian dan dilibatkan sejauh mungkin demi
kemajuan pendidikan putera-puteri mereka dengan
keterlibatan yang lebih aktif.

15. Di antara sarana-sarana yang digunakan Lembaga
Pendidikan Vinsensian dalam karya kerasulannya, hendaknya perhatian
selayaknya diberikan pada sarana tehnis komunikasi sosial untuk
menyebarluaskan sabda keselamatan dan visi vinsensian dengan lebih
efektif dan efisien.



14
B A B III
Persaudaraan Dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian

16. St. Vinsensius mengumpulkan orang-orang dengan
persetujuan Gereja untuk membaktikan diri dalam pewartaan kabar
gembira kepada orang miskin, melalui hidup persaudaraan yang baru.
Persaudaraan vinsensian ini ditumbuhkan untuk menyiapkan, dan
mengembangkan serta mendukung kegiatan kerasulan atau misi
bersama secara terus menerus.

17. Gereja menemukan dan mengalami prinsip dasar tertinggi
bagi hidup dan kegiatannya dalam Tritunggal Maha Kudus. Kita, di
dalam Gereja, juga mengalami yang sama:
1) Karena kita dipersatukan di dalam persaudaraan untuk
mewartakan cinta Bapa kepada semua orang, maka kita
mengungkapkan cinta yang sama itu dalam hidup kita
sendiri.
2) Kita mengikuti Kristus yang memanggil para murid dan
rasul dan bersama mereka mempraktekkan hidup
persaudaraan untuk mewartakan kabar gembira bagi
kaum miskin.
3) Atas inspirasi Roh Kudus kita menyatukan diri dalam
persaudaraan di antara kita untuk mewujudkan misi,
agar kita mampu memberikan kesaksian yang dapat
dipercaya mengenai Kristus Penyelamat.

18.
1) Sudah sejak semula hidup persaudaraan merupakan ciri
khas vinsensian dan cara hidup sehari-hari. Inilah
kehendak St. Vinsensius.
2) Hidup persaudaraan ini, yang secara tetap bersumber
pada misi pewartaan kabar gembira kepada kaum
miskin, akan mengembangkan hidup pribadi dan
menyebabkan pelaksanaan pewartaan kabar gembira
menjadi lebih mengena.


15
19. Pemberian diri kita dan semangat pengabdian untuk ambil
bagian dalam pewartaan kabar gembira kepada orang miskin itulah yang
membuat kita terikat dalam persaudaraan. Namun, hendaknya juga
dikembangkan suatu sikap hormat terhadap segala sesuatu yang
berkaitan dengan hidup pribadi dan kemajuan nilai-nilai individual.
Inisiatif setiap orang hendaknya dinilai dalam cahaya tujuan dan
semangat vinsensian. Atas dasar ini, maka kharisma dan bakat
individual pada masing-masing orang bersatu-padu untuk
menumbuhkan persaudaraan dan membuat misi kita mengena.


20. Kita berusaha menghayati persaudaraan yang dijiwai oleh
Cinta Kasih, terutama melalui praktek "lima keutamaan", sehingga hal
ini mendukung tugas pelayanan kita dan menjadi tanda bagi dunia
mengenai pembaharuan hidup injili. Oleh karena itu:
1) kita harus berusaha bekerja dalam keserasian untuk
melaksanakan misi bersama, dengan saling mendukung
terutama mereka yang sedang mengalami kesulitan dan
saling membagikan kegembiraan dengan tulus hati.
2) kita harus ikut bertanggungjawab bersama, dengan
bantuan pelayanan seperlunya dari yang berwenang dan
Pimpinan, dalam mencari kehendak Tuhan dalam hidup
dan karya. Lagipula kita juga harus mengembangkan
dialog antar kita dan dengan cara ini mengatasi
kesalahpahaman dan konflik.
3) kita harus benar-benar memperhatikan pendapat dan
kebutuhan masing-masing orang dengan rendah hati dan
dalam semangat persaudaraan, dan karenanya berusaha
mengatasi kesukaran-kesukaran yang mengiringi hidup
persaudaraan; kita harus memberikan teguran persau-
daraan dengan lemah-lembut, dan saling mengampuni.
4) dengan perhatian seperlunya kita akan berusaha
menciptakan kondisi yang perlu untuk: bekerja, berdoa,
istirahat/rekreasi, dan berbicara bersama, sambil
menggunakan media komunikasi dengan efektif dan
bijaksana.

16

21. Kita bertanggungjawab secara terus menerus untuk
memupuk persaudaraan, terutama dengan membaharui unsur-unsur
pokok cara hidup dan cara kerja kita; unsur-unsur itu ialah:
1) mengikuti Kristus sang Pewarta Injil dalam kesatuan
persaudaraan, yang pada gilirannya membuahkan di
dalam diri kita suatu ikatan cinta kasih dan afeksi; dalam
semangat ini kita harus bersatu dengan saling
menghormati yang bersumber dari penghargaan yang
sejati "seperti layaknya sahabat" (RC, VIII, 2).
2) pewartaan Injil kepada orang miskin, yang menyatukan
semua karya kita, menyebabkan tidak ada satu talenta
atau bakat yang berbeda terbuang, tetapi justru
mengarahkan semuanya pada pelayanan terhadap misi.
3) doa, terutama di dalam perayaan Ekaristi, merupakan
sumber hidup rohani, hidup persaudaraan, dan hidup
kerasulan kita.

22.
1) Hendaknya kita memperlakukan orang yang
berkekurangan, yang minta pertolongan kepada kita
dengan murah hati, dan mencoba melepaskan mereka
dari kesusahan mereka.
2) Hendaknya kita menunjukkan pergaulan persaudaraan
kepada semua orang dari berbagai kalangan sosial yang
berhubungan dengan kita dalam hidup dan karya kita
dengan suka hati.



17
BAB IV

Hidup Rohani Dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian

23.
1) Kristus Tuhan, yang hidup dalam persatuan abadi
dengan Bapa, melalui doa mencari kehendak BapaNya.
Kehendak Bapa ini menjadi pedoman tertinggi bagi
hidup, tugas dan pengabdian-Nya demi keselamatan
dunia. Dengan cara yang serupa Ia juga mengajarkan
kepada murid-murid-Nya, agar mereka juga selalu
berdoa dalam semangat yang serupa dan tak pernah
berhenti berdoa.
2) Kita juga, yang disucikan dalam Kristus dan diutus ke
dunia, hendaknya mencoba mencari tanda-tanda
kehendak Tuhan melalui doa, dan meniru kesediaan diri
Kristus, serta membuat semua keputusan sesuai dengan
pendapat Kristus. Dengan cara ini hidup kita akan
diubah oleh Roh Kudus melalui korban rohani, dan kita
akan menjadi lebih mampu untuk ikut ambil bagian
dalam tugas Kristus.

24. "Berilah aku seorang pendoa, maka ia akan mampu
melaksanakan segalanya" (SV XI,83). Sesuai dengan maksud St.
Vinsensius doa merupakan sumber hidup rohani kita: melalui doa kita
mengenakan Kristus, diresapi ajaran Injil, melihat berbagai persoalan
dan peristiwa dengan sudut pandangan Tuhan; dalam doa kita hidup
oleh cinta dan belaskasih Tuhan. Dengan demikian Roh Kristus akan
memberi daya yang tepat dan berguna bagi kata-kata dan perbuatan kita.

25. Merasul di tengah masyarakat dunia, hidup persaudaraan dan
pengalaman akan Allah melalui doa itu saling melengkapi dan
membentuk suatu kesatuan organis dalam hidup kita. Pada satu sisi,
iman, cinta persaudaraan dan semangat kerasulan selalu diperbaharui
melalui doa; dan pada sisi lain, cinta Tuhan kepada sesama dinyatakan
dalam tindakan. Melalui doa dan kerasulan yang menyatu secara

18
mendalam kita menjadi seorang kontemplatif dalam karya dan seorang
rasul di dalam doa.

26. Doa kita harus terbentuk oleh semangat anak-anak Allah,
kerendahan hati, kepercayaan terhadap penyelenggaraan Ilahi, dan cinta
akan kebaikan Allah. Dengan demikian kita belajar berdoa sebagai
orang-orang yang bersemangat miskin, penuh keyakinan bahwa
kelemahan kita akan diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus. Karena Roh
Kudus itu sendirilah yang menerangi budi kita dan menguatkan
kehendak untuk mengenal kebutuhan dunia secara lebih mendalam dan
menanggapi kebutuhan itu dengan lebih mengena.

27. Kita seharusnya dapat menggunakan kemampuan berdoa
dalam setiap tugas dan pekerjaan, dalam bergaul, dan dalam
peristiwa-peristiwa hidup ini. Kita harus menemukan dan memandang
Kristus dalam orang-orang miskin pada waktu kita berjumpa dan
melayani mereka.

28. Hendaknya kita merayakan liturgi secara hidup dan autentik.
1) Hendaknya hidup kita terarah kepada perayaan
Perjamuan Tuhan sebagai puncak hidup, karena dari sini
memancarlah, bagaikan suatu sumber air, suatu kekuatan
bagi karya dan hidup kita. Melalui Ekaristi, wafat dan
kebangkitan Kristus dihadirkan, sedangkan di dalam
Kristus kita menjadi korban hidup, dan hidup umat
Allah sebagai komunitas menjadi nampak dan
terlaksana.
2) Hendaknya kita sering menerima sakramen Tobat, agar
kita mampu melaksanakan pertobatan terus menerus dan
bersikap tulus terhadap panggilanNya.
3) Kita menyatukan hati dan suara dalam ibadat bersama
untuk mengumandangkan pujian bagi Tuhan.
Hendaknya kita melambungkan doa yang tak
putus-putusnya ke hadapan Tuhan dan berdoa bagi
semua orang.
29. Dalam doa bersama kita menyadari akan adanya suatu

19
bentuk yang paling bagus untuk membaharui semangat hidup kita,
terutama bila kita merayakan dan ikut ambil bagian dalam Sabda Tuhan,
atau bila kita saling membagi hasil pengalaman rohani dan karya kita
melalui dialog persaudaraan.

30.
1) Hendaknya kita mengusahakan doa pribadi, sendirian
ataupun bersama-sama, dengan sekuat tenaga selama
satu jam setiap hari, sesuai dengan tradisi St. Vinsensius.
Dengan demikian,kita mampu menangkap kehendak
Kristus dan menemukan jalan yang tepat untuk
melaksanakan tugas perutusanNya. Doa pribadi ini
menyiapkan, memperluas dan melengkapi doa liturgis
maupun doa bersama.
2) Hendaknya kita dengan tekun dan setia mengikuti retret
dan latihan-latihan hidup rohani dalam satu tahun
berjalan.

31. Sebagai saksi dan pewarta Cinta Allah, kita harus melakukan
devosi dan kebaktian khusus terhadap misteri-misteri Tritunggal Maha
Kudus dan Inkarnasi.

32.
1) Hendaknya kita menghormati Maria, Bunda Kristus dan
Gereja melalui devosi khusus. Karena, sesuai dengan
kata-kata St. Vinsensius, Maria benar-benar menghayati
ajaran injil dan melaksanakannya dalam hidupnya lebih
dari umat beriman.
2) Oleh karena itu kita mengungkapkan devosi kita kepada
Maria Perawan yang Tak Bernoda itu melalui berbagai
cara: merayakan pestanya dengan penuh hormat, dan
terutama memohon pertolongan Maria melalui doa
rosario. Kita akan menyebarluaskan pewartaan khusus
yang terungkap dalam Medali Kudus melalui kemurahan
hati Bunda Maria.


20
33. Hendaknya kita selalu kembali pada warisan St. Vinsensius,
yang terdapat dalam tulisannya maupun dalam tradisi vinsensian, agar
kita belajar mencintai apa yang beliau cintai dan melaksanakan apa
yang beliau ajarkan di dalam karya kita. Hendaknya setiap hari
diusahakan membaca dan merenungkan salah satu kutipan ajaran St.
Vinsensius, sebagaimana dalam buku Jalan Vinsensian, sehingga
semangatnya makin meresap dalam hati kita.






21
BAB V
Pendidikan dan Persekolahan
Dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian


Prinsip-prinsip Pendidikan

34.
1) Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, dan
harus menuju ke arah ini: agar para siswa dijiwai oleh
semangat St. Vinsensius, menjadi cakap dan pandai
untuk melaksanakan tugas di tengah masyarakat sebagai
pewarta kabar gembira kepada kaum miskin dalam
berbagai bidang kehidupan dan profesi.
2) Hendaknya para siswa belajar agar makin hari makin
menyadari bahwa Yesus Kristus adalah pusat hidup dan
pedoman hidup mereka.

35.
1) Waktu dan tahap-tahap pendidikan hendaknya diatur
sedemikian rupa hingga cinta kasih Kristus semakin
mendorong para siswa untuk makin siap menjawab
panggilan untuk berpartisipasi dalam pewartaan kabar
gembira kepada kaum miskin.
2) Para siswa hendaknya dibina melalui Sabda Allah, hidup
sakramental, hidup doa, baik itu doa bersama maupun
doa pribadi, dan dalam spiritualitas vinsensian.
3) Selain hal di atas tadi, hendaknya para siswa bertekun
dalam mengikuti mata pelajaran yang ditetapkan oleh
peraturan Negara dan kurikulum sekolah dengan sebaik
mungkin, supaya mereka memperoleh kompetensi ilmu
dan pengetahuan yang diwajibkan seoptimal mungkin.
4) Sudah sejak awal pendidikan mereka, hendaknya semua
siswa, sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan
mereka, dilatih secara tepat dalam praktek solidaritas
kristiani, terutama dalam kerja sama dengan para guru

22
dan para vinsensian yang lain, baik di antara mereka
sendiri maupun dengan cara pergi mengunjungi orang
miskin dan berkontak langsung dengan realitas hidup
orang miskin, serta terlibat sejauh dimungkinkan dalam
pengalaman misi-misi serta pelayanan bantuan bagi para
korban bencana. Hendaknya mereka dibantu untuk
merefleksikan pengalaman-pengalaman itu dalam terang
iman untuk menemukan Kehendak Allah bagi hidup
mereka. Dengan cara demikian, mereka masing-masing
dapat dengan lebih mudah bertumbuh dalam kepekaan
terhadap sesama yang miskin dan pengenalan terhadap
Kehendak Allah, sesuai dengan kemampuan pribadi
masing-masing.
5) Norma-norma pedagogis hendaknya diterapkan pada
para siswa sesuai dengan usia mereka, dengan
memperhatikan minat, bakat, dan kecerdasan-kecerdasan
mereka, agar mereka, sementara mereka secara bertahap
belajar mengendalikan diri, menggunakan kebebasan
dengan bijaksana, serta bertindak dengan sukarela dan
rajin, dan mencapai kematangan kristiani.

36. Para siswa selama masa pendidikan hendaknya juga
didorong untuk belajar hidup bersama dalam persaudaraan vinsensian.
Perkumpulan persaudaraan, seperti Serikat Sosial Vinsensius (SSV) dan
perkumpulan persaudaraan lain yang mengalir dari tradisi vinsensian,
disediakan dan ditawarkan kepada para siswa, sehingga mereka makin
bertumbuh dalam iman dan keterlibatan di tengah masyarakat.
Hendaknya mereka juga belajar untuk mampu bergaul dengan semua
orang dari berbagai kalangan sosial, dan menjadi jembatan antara yang
kaya dan yang miskin seturut teladan St. Vinsensius.

37. Hendaknya ada koordinasi berbagai sistem dalam pendidikan
para siswa kita dan kesatuan organis dalam urutan tingkat-tingkatnya.
Hendaknya semua itu diatur sedemikian rupa agar menuju arah ini: para
siswa makin siap untuk ambil bagian dalam pewartaan kabar gembira
kepada kaum miskin, dengan mengembangkan dan memanfaatkan

23
seoptimal mungkin minat, bakat, kecerdasan, dan kompetensi terbaik
mereka.

38. Pendidikan para siswa kita harus dilaksanakan dan dilanjutkan
sepanjang hidup. Itu berarti bahwa kita harus memperhatikan juga
pembinaan lanjut para tamatan sekolah kita (alumni) dengan cara dan
pendekatan yang sesuai dengan situasi-kondisi dan perkembangan hidup
mereka, dengan terus menjalin kontak dengan mereka, dan mengajak
mereka terlibat dalam pengalaman misi-misi pelayanan kaum miskin,
dalam kajian-kajian dan refleksi atas realitas sosial sesuai bidang profesi
dan keahlian mereka, serta dalam pengembangan pendidikan vinsensian
sesuai tantangan jaman. Hendaknya para alumni yang memiliki bakat,
keunggulan kepribadian, dan minat untuk mengabdikan dirinya sebagai
pendidik di Lembaga Pendidikan Vinsensian diberi kesempatan dan
bantuan yang diperlukan, sehingga dapat menjadi pendidik yang unggul.

39. Hendaknya pendidikan siswa kita terkait dengan realitas
masyarakat, sehingga kurikulum setiap mata pelajaran terarah untuk
memperoleh visi dan pandangan yang kritis terhadap dunia dan manusia
dewasa ini. Para siswa hendaknya disadarkan akan peran karya kristiani
untuk menegakkan keadilan melalui pertobatan hati mereka. Hendaknya
mereka semakin sadar terhadap akar kemiskinan di dunia ini dan
membuka tabir yang menghambat pewartaan Injil. Semua ini hendaknya
terjadi dalam cahaya Sabda Tuhan dan di bawah bimbingan para
pendidik.

40. Hendaknya dikembangkan di dalam diri para siswa suatu
kematangan afektif dan kualitas-kualitas seorang pemimpin berjiwa
kristiani, yaitu kemampuan menyemangati dan mengarahkan
lingkungan komunitas, rasa tanggung jawab, semangat dan tindakan
kritis, kemurahan hati yang sigap, tekad yang kuat untuk mewajibkan
diri menjadi rasul awam dalam berbagai bidang profesi dan lingkungan
sosial di tengah masyarakat. Minat dan bakat untuk mengikuti panggilan
gerejani yang lebih khusus untuk menjadi imam, bruder, atau suster,
hendaknya dipupuk melalui perhatian dan pendampingan khusus.

24
Para Pendidik

41. Para pendidik dan tenaga kependidikan, baik guru maupun
bukan-guru, dalam Lembaga Pendidikan Vinsensian hendaknya merasa
bertanggungjawab atas pendidikan dan pembinaan para siswa kita,
sehingga masing-masing orang menurut tugasnya mencurahkan
perhatian bagi keberhasilan usaha pendidikan para siswa.

42. Karena pendidikan para siswa tergantung pada para pendidik
yang cakap, hendaknya para pendidik dan pimpinan pendidikan dipilih
dan dibina secara cermat dengan memperhatikan integritas moral dan
kompetensi mereka, pengalaman dan visi vinsensian, pemahaman dan
pengalaman mendidik yang memadai, dan pendidikan khusus mereka,
sehingga dapat menjalankan peran dan tugas mereka secara efektif.

43.
1) Para pendidik hendaknya berusaha menyesuaikan narasi,
contoh-contoh yang dipakainya dalam mata pelajaran,
narasi soal-soal yang diajukan kepada siswa, memberi
tugas-tugas, menunjukkan sikap dan pendirian, usahanya
untuk menghayati keutamaan-keutamaan, dan memaknai
arti mata pelajaran yang diampunya selain untuk
meningkatkan daya nalar yang kritis dan mengembang-
kan kepribadian siswa, juga untuk menumbuhkan jiwa
vinsensian.
2) Para pendidik hendaknya memberikan perhatian dan
pendampingan khusus bagi para siswa yang miskin dan
bermasalah, juga melalui kunjungan-kunjungan, agar
mereka dapat mengatasi hambatan belajar dan
bertumbuh dalam kematangan pribadi.
3) Para pendidik hendaknya melibatkan diri dalam
kerasulan sosial paroki, pelayanan orang miskin di
tengah masyarakat, dan juga misi-misi vinsensian sejauh
dimungkinkan, sehingga yang mereka ajarkan kepada
para siswa mengalir dari refleksi atas pengalaman yang
hidup.

25
Karya Pendidikan di Indonesia

44. Di Indonesia, karya pendidikan dan persekolahan merupakan
karya penting. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat dalam
Lembaga Pendidikan Vinsensian perlu memperhatikan pokok-pokok
berikut:
1) Karya pendidikan dan persekolahan terarah pada
perwujudan komunitas pendidikan yang membentuk
pribadi manusia yang utuh, yaitu cerdas secara
intelektual, unggul dalam moral, mendalam dalam iman,
cinta pada sesama terutama yang miskin, cinta tanah air,
cinta pada lingkungan hidup, tanggap pada kebutuhan
jaman, terbuka untuk bekerjasama, kreatif dan
bertanggungjawab, seturut teladan St. Vinsensius.
2) Perhatian dan bantuan terhadap siswa yang potensial
tetapi tidak mampu secara ekonomis.
3) Pengembangan atau pendirian sekolah baik formal
maupun non formal yang unggul dalam kualitas untuk
membekali pengetahuan dan keterampilan bagi anak-
anak dan kaum muda, terlebih yang miskin.
4) Profesionalitas dalam mengelola karya pendidikan dan
persekolahan: peningkatan yang terencana, pengadaan
tenaga profesional, serta pengembangan sarana yang
memadai sesuai dengan tuntutan jaman.
5) Menjalin jejaring baik antar sekolah dalam negeri
maupun luar negeri yang ditangani oleh Kita, dalam
bidang pengembangan kurikulum, SDM, dan dana.

45. Hendaknya komunitas pendidikan tetap mengadakan penilaian
dan pemeriksaan yang terus menerus terhadap rencana serta
kegiatan-kegiatannya, kurikulum pendidikan, kompetensi tenaga
pendidik, sarana prasarana, kepemimpinan dan tata
administrasinya, demi peningkatan kualitas layanan pendidikan
yang unggul.

26
Lampiran
Pembinaan Vinsensian di Sekolah Kita

1. Jantung Hati Pembinaan

Di sekolah-sekolah kita, spiritualitas Vinsensian berada persis di jantung
hatinya, karena berfungsi menghidupi, menggerakkan, memberi arah
tujuan dan makna, pada seluruh aktivitas pembinaan yang berlangsung
disana.

Kunci spiritualitas Vinsensian ialah semangat dan perutusan Kristus
sendiri: evangelizare pauperibus misit me (Aku diutus untuk
mewartakan Kabar Gembira bagi kaum miskin). Vinsensius
mengatakan: Berkarya demi keselamatan orang-orang miskin
merupakan unsur pokok dari panggilan kita, dan semua yang lain
hanyalah tambahan belaka. (SV 25 Oktober 1643). Vinsensius juga
menegaskan: Warisan kita, saudara-saudaraku, adalah orang miskin,
ya, orang miskin: pauperibus evangelizare misit me (SV 17 Mei 1658).
Oleh karena itu, eksistensi sekolah-sekolah kita, bagaimanapun
bentuknya, harus makin terarah dan menjadi kabar gembira bagi orang
miskin, entah yang masuk sekolah kita itu siswa-siswa anak orang
miskin entah anak orang kaya.

Ketika merenungkan kerasulan di bidang pendidikan, kami kerap
diingatkan akan pedoman ini: Hendaknya sekolah, kolese dan
universitas kita, sesuai dengan keadaan setempat, menerima
orang-orang miskin untuk memberi situasi agar mereka berkembang.
Hendaknya kepekaan terhadap kaum miskin ditanamkan ke dalam diri
para siswa, sesuai dengan semangat pendiri kita, dengan meneguhkan
nilai-nilai pendidikan kristiani dan melalui pembinaan hidup sosial
kristiani. (Statuta CM art.11 #3)

2. Pembinaan Terintegratif

Kita punya peluang mendampingi perkembangan siswa selama beberapa
tahun, minimum 3 tahun untuk siswa SMP/SMA/SMK, dan 6 tahun

27
untuk siswa SD. Bagaimana bisa lebih efektif membina mereka dalam
semangat vinsensian? Kita perlu merencanakan dengan sadar, dalam
perspektif panggilan kita untuk mendidik dan membina manusia-
manusia muda yang dipercayakan kepada tanggungjawab kita. Agar
tidak terpisah-pisah atau simpang siur dan agar jelas arah tujuannya, kita
perlu mengintegrasikan seluruh program pembinaan, menjadi kesatuan
utuh yang mengantar para siswa menjadi manusia yang turut ambil
bagian dalam pewartaan kabar gembira bagi kaum miskin.

Pembinaan yang terintegratif berarti, Spiritualitas Vinsensian menjiwai
(animasi), menggerakkan (motivasi), mengarahkan (orientasi)
semua bentuk pembinaan di sekolah, dan menjadi tolok ukur (kriteria)
untuk menilai/mengevaluasi:
a. arah pembinaan rohani (ibadat, retret, rekoleksi, karya karitatif
dan misioner),
b. arah pembinaan kepribadian,
c. arah pembinaan intelektual (mata pelajaran intra dan ekstra
kurikuler).

3. Tema-tema Pembinaan

Untuk mengintegrasikan seluruh bentuk pembinaan kita dapat belajar
dari model pendidikan nilai tematis, yaitu dengan menyusun tema-
tema pembinaan, secara bulanan atau dua bulanan sepanjang 3 tahun.
Tema-tema itu untuk menekankan aspek-aspek pembinaan vinsensian
yang akan dialami para siswa selama 3 tahun. Para siswa perlu
diperkenalkan mulai sejak awal mereka masuk sekolah kita mengenai
hal ini supaya mereka berpartisipasi dengan aktif dan sadar akan tujuan
dan nilainya. Perwujudan tema selama sebulan juga dievaluasi bersama
para siswa untuk bisa memperbaiki secara bersama.

Tema-tema pembinaan dapat meliputi: solidaritas, hormat pada martabat
manusia, mengasihi sesama terlebih yang miskin, kasih yang afektif dan
efektif, simplisitas dan kejujuran, kerendahan hati, kelembutan hati,
tahu batas dan pengendalian diri, semangat menyelamatkan sesama,

28
keheningan dan mawas diri, belaskasih, bersikap adil, memerangi
kemiskinan, kesejahteraan bersama dan koperasi, berdamai dengan
sesama, panggilan hati nurani dan kebebasan, menghargai peran
perempuan dan kesetaraan jender, menghormati orang kecil, memerangi
kerakusan, memerangi kesombongan, hidup sederhana yang bersahaja,
bekerja dengan kejujuran, memerangi gaya hidup yang boros,
pertobatan dan solidaritas, kegembiraan dalam melayani, saling
membantu dan memberdayakan, kepedulian terhadap pendidikan anak-
anak di daerah miskin, menemukan kebaikan Tuhan dalam sesama,
melayani Tuhan dalam sesama, bersahabat dengan orang miskin,
menjumpai Tuhan dalam sesama yang miskin dan menderita, solidaritas
untuk misi di daerah tertinggal, dll.

4. Bentuk Program-program Pembinaan

Tema setiap bulan dikembangkan dalam bentuk program-program
pembinaan, yang meliputi: penciptaan suasana lingkungan sekolah,
tema dan isi ibadat atau doa-doa harian, aktivitas sosial karitatif dan
solidaritas misioner, contoh-contoh yang dipakai dalam mata pelajaran
kurikuler, aktivitas rekoleksi atau retret, seminar. Sehingga seluruh
bentuk pembinaan dituntun oleh tema-tema bulanan yang bersumber
dari Spiritualitas Vinsensian itu.

a. Penciptaan suasana lingkungan sekolah
Berdasarkan tema bulanan suasana lingkungan sekolah dapat diciptakan
melalui pembuatan dan pemampangan tulisan tema bulanan di tempat
umum, tulisan-tulisan berinspirasikan Kitab Suci atau kutipan Kitab
Suci atau kutipan kata-kata Vinsensius di sejumlah tempat umum, agar
mudah dibaca untuk membantu mengingatkan fokus pembinaan.
Tulisan mengenai fokus tema dan kutipan Kitab Suci atau kata-kata
Vinsensius akan berganti-ganti setiap bulan, sesuai pergantian tema
yang difokuskan pada bulan itu. Para siswa dapat diajak ikut serta
membuat dan memasangnya.

b. Ibadat, misa, doa-doa harian
Berdasarkan tema bulanan, dan memperhatikan tahun liturgi, dapat

29
dikembangkan tema-tema kecil untuk ibadat atau misa dan doa-doa
harian yang dilakukan pada awal dan akhir pelajaran. Kotbah atau
renungan disesuaikan dengan tema-tema kecil itu. Untuk penyusunan
doa-doa harian para siswa juga sebaiknya dilibatkan.

c. Live-in dan eksposur
Bentuk program live-in atau eksposur (ke desa atau daerah dimana
kemiskinan sangat kentara) sangat penting dan berperan dalam memberi
kesempatan kepada para siswa untuk berkontak dengan realitas
kemiskinan dan orang miskin, serta menumbuhkan kepedulian dan
semangat solidaritas. Model program mengunjungi desa wisata yang
dikemas dengan live-in saat liburan sekarang ini mulai umum, bahkan
juga untuk siswa SD. Program ini dapat diintegrasikan dengan tugas-
tugas mata pelajaran sekolah, baik menyangkut ilmu-ilmu sosial,
maupun ilmu-ilmu eksakta terapan.

d. Rekoleksi
Rekoleksi dapat dilihat sebagai pemberian kesempatan untuk
merenungkan dan mendalami tema tertentu dari spiritualitas Vinsensian
dalam waktu yang pendek. Tema bulanan dapat diambil sebagai tema
rekoleksi. Tema tertentu bisa juga dikaitkan dengan masa liturgi Gereja,
misalnya dikaitkan dengan tema Prapaskah atau Adven, atau perayaan
hari Vinsensius.

e. Retret
Tujuan Retret dapat dilihat dari 4 perspektif: 1) merefleksikan kembali
seluruh pengalaman pembinaan dan perkembangan diri yang diperoleh
selama 3 atau 6 tahun di sekolah, sehingga ditempatkan pada menjelang
akhir kelas XII (untuk SMA/SMK) atau kelas IX (untuk SMP) atau
kelas VI (untuk SD); 2) merefleksikan dan mendalami salah satu tema
besar dari spiritualitas Vinsensian, sehingga dapat ditempatkan tidak
harus pada akhir sekolah, dan dapat saja dilakukan tiap tahun; 3)
merefleksikan seluruh pengalaman pembinaan dan perkembangan diri
selama satu tahun, sehingga retret dilakukan setiap tahun; 4) sebagai
pengenalan spiritualitas Vinsensian yang memberi kerangka, arah dan
makna seluruh pembinaan (intelektual, kepribadian, doa dan ibadat,

30
aktivitas sosial, dll) yang akan dijalani selama waktu sekolah dengan
harapan bahwa para siswa akan menjalani dengan sadar dan dapat ikut
aktif mengevaluasi, sehingga retret ditempatkan pada awal masuk
sekolah (kelas VII untuk SMP, dan kelas X untuk SMA/SMK),
sementara untuk SD dapat dilakukan pada kelas IV.

f. Melalui mata pelajaran intra dan ekstra kurikuler
Sebagian besar waktu para siswa di sekolah ada dalam kelas, berkontak
dan berdialog dengan guru-guru, mendengarkan kata-kata para guru,
memperhatikan sikap dan pandangan para guru, menerima tugas-tugas
dari guru. Maka guru-guru yang diresapi dan digerakkan oleh
kepedulian kepada orang miskin (spiritualitas Vinsensian) akan
berusaha menyesuaikan narasi, contoh-contoh yang dipakainya dalam
mata pelajaran, narasi soal-soal yang diajukan kepada siswa, memberi
tugas-tugas, menunjukkan sikap dan pendirian, usahanya untuk
menghayati keutamaan-keutamaan, dan memaknai arti mata pelajaran
yang diampunya selain untuk meningkatkan daya nalar yang kritis dan
mengembangkan kepribadian siswa, juga selaras dengan tujuan
Vinsensian. Guru-guru dapat memberi contoh-contoh dalam mata
pelajarannya, soal-soal latihan dan ulangan, dan tugas-tugas kepada para
siswa sambil menanamkan kepedulian kepada kaum miskin dan realitas
kemiskinan. Dengan demikian, pembinaan spiritualitas bukan hanya
menjadi ranah perhatian guru agama, tetapi menjadi tanggungjawab
semua guru. Guru Bimbingan dan Penyuluhan (guru BP) juga secara
khusus akan terlibat aktif mendampingi, karena para siswa dapat
mengalami kesulitan, kebingungan, pergumulan berat secara psikologis
selama pembinaan mereka. Untuk semua ini perlu komitmen bersama
dan kebijakan sekolah terhadap para guru, dan perlu selalu dibicarakan
dalam rapat kerja sekolah.

g. Seminar atau Ceramah
Seminar atau ceramah, entah dilakukan dengan pembicara dari dalam
atau dari luar sekolah, dapat dipakai untuk mendalami tema yang
berkaitan dengan tujuan Vinsensian. Misalnya tema-tema: kemiskinan,
ilmu pengetahuan dan keadilan sosial, martabat pribadi manusia,
sumbangan ilmu-ilmu eksakta bagi perbaikan kualitas hidup orang

31
miskin, sumbangan ilmu-ilmu sosial bagi perbaikan nasib orang miskin,
dll. Untuk memberi tujuan dan makna, baik bahwa pada awal kegiatan
atau pengantar ditunjukkan hubungannya dengan spiritualitas
Vinsensian.

h. Aktivitas Sosial Karitatif dan Solidaritas Misioner
Aktivitas sosial dan misioner (solidaritas untuk daerah misi) bisa
dipandang sebagai penampakan dan ungkapan kongkret dan eksternal
dari spiritualitas Vinsensian. Pada akhirnya seluruh pemerkenalan, dan
upaya-upaya pembinaan terarah kepada gerakan sosial dan misioner.
Tetapi aktivitas sosial dan misioner juga membutuhkan dorongan terus-
menerus, dan teladan. Pada tahap awal kesadaran dan gerakan
solidaritas dapat mulai dari dalam sekolah sendiri, yakni solidaritas di
antara para siswa sendiri, para guru dan karyawan yang lain.
Selanjutnya gerakan ini harus keluar dari batas-batas lingkungan
sekolah sendiri. Maka sekolah dapat saja memprogramkan aktivitas
sosial entah dalam rangka paskah, natal, hari Vinsensius, atau saat
menanggapi adanya bencana, musibah, dll sebagai bentuk kepedulian
dan sekaligus pendidikan kepedulian bagi para siswa. Selain itu sekolah
dapat juga lebih mendorong para siswa untuk belajar mengorganisir diri
membentuk kelompok-kelompok kepedulian yang berkontak dan
melayani kaum miskin secara lebih teratur dan terorganisasi, bisa
dengan model SSV dan bisa juga bentuk lain, dan difasilitasi untuk
berkembang. Kepedulian bagi karya pendidikan di daerah misi
(misalnya di pedalaman Kalimantan dan Papua) perlu juga
diperkenalkan dan difasilitasi, entah dalam bentuk doa, penggalangan
dana misi, maupun bantuan tenaga. Bila memungkinkan, baik juga bila
diperkenalkan sebuah program kunjungan, eksposur dan live-in ke
daerah misi yang dilaksanakan pada waktu liburan (misalnya dikemas
dalam paket program pembinaan kepemimpinan, paket program wisata
misi, paket program pengenalan budaya lain, paket program bakti sosial,
atau paket program yang lain), sehingga gambaran misi menjadi lebih
hidup ketika mereka sendiri mencicipi pengalaman itu. Jaringan
kerjasama misioner yang terdapat di dalam atau di antara Tarekat-
tarekat Religius yang tersebar di berbagai daerah misi kiranya dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi gerakan ini.

32

5. Introduksi Kepada Orangtua/Wali-murid

Kita perlu memperkenalkan visi-misi, arah tujuan, dan program-
program pembinaan di sekolah kita bukan hanya kepada para siswa,
tetapi juga kepada orangtua/wali-murid, serta alumni. Hal ini
dimaksudkan agar mereka pun memahami bahwa di sekolah-sekolah
kita anak-anak tidak hanya dididik dalam pengembangan intelektual dan
bakat-bakat mereka saja, melainkan juga dalam pengembangan
kepribadian dan hidup rohani mereka berdasarkan semangat Vinsensian.
Diharapkan bahwa para orangtua/wali-murid juga akan memberikan
dukungan, dan bahkan turut berperan aktif dalam pembinaan anak-
anaknya. Pengenalan dapat diberikan pada awal mereka mendaftarkan
anak-anak mereka, dalam berbagai kesempatan dialog dengan mereka,
juga melalui brosur atau edaran-edaran komunikatif.

7. Seluruh Komunitas Sekolah Terlibat

Tema-tema pembinaan tersebut di atas bukan hanya untuk digumuli
para siswa, melainkan untuk seluruh anggota komunitas sekolah (siswa,
guru, dan semua karyawan yang lain, serta komite sekolah). Tema-tema
itu untuk didalami, dihayati, direfleksikan, dan dievaluasi oleh seluruh
anggota komunitas sekolah. Hal ini akan mendorong pengembangan
cara berelasi, cara melayani dan memperlakukan siswa, gaya hidup, cara
bekerjasama, cara pandang terhadap hidup dan lingkungan, cara
menerima tamu, cara menangani konflik, menejemen sekolah, dll.
Dengan demikian seluruh sekolah diresapi semangat dan suasana yang
dibangun bersama, saling mendukung, mengingatkan, dan meneguhkan
pertumbuhan bersama. Untuk itu perlu komitmen dan kebijakan
sekolah, dibicarakan dalam raker sekolah, dan terus-menerus dievaluasi.

Anda mungkin juga menyukai