1
Namun kenyataanya, tidaklah sesederhana itu. Modal kita memang besar, tetapi apakah sudah
benar-benar efektif? Apakah modal besar ini, juga didukung oleh kualitas yang mumpuni untuk
gerak dan misi bersama mewartakan kabar gembira Kristus di tengah-tengah dunia? Ini
pertanyaan yang semestinya kita jawab.
2
muda. Dengan demikian Gereja akan selalu muda dalam Roh. Gereja bertumbuh dengan kuas
Roh Kudus yang memberikan kabar sukacita dan inpirasi untuk melayani dengan sukacita.
Bukalah hati kalian bagi kuasa Roh Kudus," ujar Paus Benediktus XVI di hadapan ribuan orang
muda yang datang dari 93 negara ketika itu.
Inilah gerak ke dalam yang dupayakan dalam pendampingan orang-orang muda. Mgr. Suharyo
mengungkapkan sebuah pertanyaan ini: "Bagaimana orang-orang muda dapat didampingi agar
sampai pada pengalaman akan Allah yang mengubah dan membarui kehidupan? Saya yakin,
semakin pribadi dan mendalam pengalaman seseorang-terutama orang muda- akan Allah,
semakin luas pula medan hidup yang akan ia masuki sebagai perwujudan imannya: kerasulan di
bidang media, politik, budaya dan juga agama."
Keluar Sebagai Perwujudan Iman
Basis yang kuat pada spiritualitas, tentu tidak menjadikan segala-galanya selesai. Ia harus
berbuah dalam kesaksian melalui tindak nyata di tengah-tengah masyarakat, dalam medan
kehidupan yang kompleks. Di Indonesia khususnya, panggilan OMK itu kian terasa.
Orang Muda katolik hadir di tengah situasi sosial yang beranekaragam, baik suku, agama, bahasa
maupun budaya. OMK tumbuh dan berkembang di tengah komunitas bangsa yang sedemikian
pluralnya. Apalagi menyadari dirnya sebagai kelompok minoritas di tengah keberagaman yang
ada. Apakah OMK adalah kelompok yang hanyut terlarut dalam dinamika kehidupan sosial yang
demikian kompleks? Apakah OMK adalah kelompok yang merasa ‘minder' lantaran jumlahnya
yang kecil itu? Apakah OMK adalah komunitas yang apatis dengan sitausi sosial disekitarnya?
Apakah OMK adalah kelompok yang eksklusif di mana ia mengurung diri dan asyik dengan
kelompoknya sendiri? Apakah OMK adalah kelompok yang merasa puas diri dengan segala
dinamika religius dan spiritual yang dilakoninya setiap hari?
Berkali-kali, terdengar di telinga OMK, seruan Mgr. Soegijapranata puluhaln tahun silam yang
termassyur itu, tentang menjadi Seratus Persen Indonesia, Seratus Presen katolik. Jargon yang
keluar dari dari kader Pemuda Katolik, menyangkut Pro Ecclesia et Patria; Bagi Gereja dan
Negara. Seratus persen menunjukkan totalitas; bukan setengah-setengah, suam-suam kuku,
apalagi tidak ada sama sekali. Jika ke dalam, OMK membangun imannya penuh seratus persen,
ke luar pun OMK membangun dirinya sebagai sungguh-sungguh warga negara Indonesia. OMK
yang hidup, makan dan tumbuh dari rahim ibu bumi bernama Indonesia adalah OMK yang ikut
bertanggungjawab terhadap derap langkah perjalanan bangsa ini. Demikian halnya kesadaran
3
yang melakat pada diri OMK sebagai warga bangsa, tidak pernah terpisah dengan identitas
kekatolikkan. Justru kekatolikkan, atau iman pada Yesus itu melakat dengan sendirinya pada
tugas dan tanggungjawab sebagai warga negara, yang hidup bersaudara dengan kelompok agama
lain, ikut membangun bangsa, membangun keadaban publik, demi kebaikan bersama. Tidak
pernah menjadi Katolik, membuat kita terpisah dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Justru
tempat iman itu diwujunyatakan adalah tempat di mana kita berada, unutk kita saat ini adalah
tanah air Indonesia. Gereja adalah komunitas umat beriman yang berada di tengah-tengah dunia,
demikian juga OMK-nya, adalah komunitas yang ada dan hadir di dunia; tempat di mana OMK
menghayati imannya secara penuh.
Sudah bukan saatnya lagi kita mengotak-otakkan komunitas Orang Muda pada peran yang juga
terpisah-pisah. Cara tentu boleh berbeda, tetapi peran sosial kemasyarakatan bukan sebuah
pilihan lagi, tetapi sesuatu panggilan yang melekat dengan sendirinya. Peran sosial
kemasyarkatan, tidak bisa dibatasi lagi pada teman-teman muda PMKRI atau Pemuda katolik. Itu
bisa dilakukan oleh OMK di paroki-paroki, kelompok kategorial apa pun itu. Demikian halnya
PMRKI dan Pemuda Katolik, saking sibuknya dengan peran sosial politik kemasyarakatan, lalu
lupa dimensi iman atau spiritualitas. Jika stereotip yang berkembang, kalau OMK di paroki-
paroki itu adalah ‘para jago kandang' karena sibuk melayani Gereja yang ada di seputar altar itu,
maka saatnya untuk bertobat dan membangun langkah yang real pada peran sosial
kemasyarakatannya. OMK adalah juga orang muda yang dengan kapasaitas manusiawi dan
spiritualnya adalah para jago tandang. Dialog antar agama hanya contoh saja dari sekian banyak
peran yang bisa dimainkan. Bisa bidang budaya, politik praktis, atau apa pun itu.
Sebagaimana ditemukan oleh kader muda dari 25 Keuskupan yang ikut dalam pendidikan politik
di Klender - Jakarta TImur dua tahun lalu bahwa OMK merupakan kekuatan amat penting dalam
Gereja dan masyarakat. Dari hari ke hari peran OMK di bidang sosial kemasyarakatan makin
tampak. Dasar dari seluruh peran itu adalah OMK merupakan bagian utuh dari kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan ia dipanggil untuk mewujudkan keselamatan melalui keterlibatan
dakam setiap aspek kehidupan bangsa. Peran sosial kemasyarakatan adalah panggilan. Secara
lebih real, OMK Indonesia saat ini, apa pun bentuknya, dipanggil dalam konteks Indonesia yang
sedang bergerak maju dalam sistem demokrasinya.
Kemudian menjadi nyata seruan Gereja universal Konsili Vatikan II, bahwa "Kaum muda
merupakan kekuatan amat penting dalam masyarakat zaman sekarang. Situasi hidup, sikap-sikap
4
batin serta hubungan-hubungan mereka dengan keluarga mereka sendiri telah amat banyak
berubah. Seringkali mereka terlalu cepat beralih kepada kondisi sosial ekonomis yang baru. Dari
hari ke hari peran mereka di bidang sosial dan juga politik semakin penting." (AA 12).
"Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang
ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warga negara
mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara. Hendaknya mereka secara jujur dan
wajar, malahan dengan cinta kasih dan ketegasan politik, membaktikan diri bagi kesejahteraan
semua orang" (GS 75). Jika, OMK tajam ke dalam dengan segala laku spiritualnya, maka
hendaknya ia pun tajam ke luar pada peran sosial kemasyarakatannya. OMK bukan lagi
kelompok minoritas yang hanyut dan terlarut, tetapi mereka adalah kelompok minoritas, yang
hanyut, tetapi tidak terlarut.
Sebab, hidup dengan panggilan itu spiritual, karena aku membuka diri bagi Bapa yang menyapa
hatiku. Hidup dengan panggilan itu solider, karena aku membagi-bagi diriku bagi sesamaku.
Hidup dengan panggilan itu transformatif bagi diriku sendiri, karena mengajak aku merubah
sikap batin dan mengembangkan ketrampilan yang perlu untuk menjalani panggilan itu. Hidup
dengan panggilan itu partisipatif, karena aku bergerak keluar, berjumpa, dan melakoni
perbincangan kemanusiaan dengan dunia sekitarku. Hidup dengan panggilan itu visioner
sekaligus misioner, karena aku menumpukan karya hidupku demi dunia yang lebih baik. Thomas
Suwarta
5
Spiritualitas Orang Muda Katolik Kontemporer
Ketika berbicara mengenai dunia kontemporer, maka segera terbersit dalam pikiran saya
mengenai masalah sosial yang melanda dunia ini, seperti kelaparan, ketidakadilan, peperangan,
perceraian, pergaulan bebas,...dll. Dalam kehidupan rohani orang muda (usia 18 – 30 tahun),
budaya masyarakat modern ini menimbulkan sikap ambiguitas. “Jikalau kamu tidak mau
datang..., janganlah kamu datang! Lakukanlah apa yang kamu sukai!” Gejala sekularisme ini
membuat orang muda hanya mementingkan diri sendiri dan kebutuhan materinya saja daripada
kehidupan rohani, bahkan di antara mereka ada yang menolak Allah dan semua kegiatan yang
bersifat rohani, termasuk berdoa. Namun demikian, kita pun patut bersyukur karena masih
banyak juga yang haus akan Allah dan selalu mencari kekuatan daripada-Nya. Mereka ingin
memiliki hidup doa yang lebih mendalam dan mengalami Allah dalam hidupnya.
Gejala ini menunjukkan bahwa sebenarnya setiap orang muda kristiani memiliki kebutuhan
untuk mendekat kepada Allah dan dipanggil menjadi tanda kehadiran Wajah-Nya di dunia. Hal
ini bukan sebuah teori tetapi sebuah pesan yang memancar dalam kehidupan mereka. Tidak
seorang pun diantara kita yang dapat menjawab tantangan dunia ini jikalau tidak menimba
kekuatan dari Allah dalam jalan doa.
Paus Yohanes Paulus II berkata, “Kalian orang muda, kalian adalah harapan Gereja, dunia dan
harapanku” (Roma, 31 Maret 1985). Beliau meminta perhatian Gereja, orangtua dan pendidik
untuk membimbing dan mendampingi serta berjalan langkah demi langkah bersama kaum muda.
Untuk itu kita perlu mengerti, memahami pengalaman hidup rohani mereka dan membantu
mereka untuk menjadi saksi Kristus dalam hidup sehari-hari, berani berbicara mengenai Kristus
dalam keluarga dan lingkungan belajar, bekerja dan bermain. Juga tantangan yang dihadapi oleh
mereka untuk melaksanakan Kabar Sukacita.
Sharing tentang hidup rohani orang muda Katolik zaman ini, tidak terlepas dari kehadiran
Pertapaan Karmel sebagai oasis di tengah padang gurun dunia. Di tempat ini orang muda
mendapat bimbingan dan perhatian khusus, karena mereka akan menjadi tonggak-tonggak
Gereja, anggota Gereja yang bisa diandalkan, dan menjadi garam dalam masyarakat. Di tengah
keindahan alam ciptaan-Nya, kesunyian dan keheningan, mereka dibawa kepada pengalaman
cinta kasih Allah yang menyelamatkan, menyembuhkan dan memulihkan, serta memberikan
kekuatan dan motivasi baru untuk hidupnya.
6
Keluarga adalah dasar kehidupan sosial, dimana sejak kecil orang dapat belajar menghormati
Allah dan mempergunakan kebebasan secara benar. Orang tua adalah orang pertama yang
bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya, di mana ada kemesraan, pengampunan,
penghargaan, kesetiaan dan pengabdian tanpa pamrih. Orang tua mempunyai tanggung jawab
yang besar, supaya memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya. Mereka bertanggung jawab
atas pendidikan iman, doa dan semua kebajikan pada anak-anaknya.
Pada zaman ini banyak keluarga yang mengalami pertikaian, perselingkuhan, perceraian, hamil
di luar pernikahan, aborsi, orang tua tunggal, homoseksual, dan hubungan seks dengan banyak
pasangan yang menyebabkan keluarga menjadi tidak harmonis. Orang muda memilih pergi dari
rumah dan berkumpul bersama dengan teman-temannya, untuk menyembunyikan
ketidakharmonisan. Banyak diantara mereka menganggap bahwa seksualitas bukan merupakan
tanda persekutuan hidup dan kasih suami isteri, melainkan sebagai pemenuhan kepuasan dan
utilitarianisme (paham penggunaan).
Akan tetapi banyak juga orang tua yang mempunyai hubungan harmonis dengan pasangan dan
anak-anaknya. Mereka berusaha untuk lebih mengerti dan menyediakan waktu berdialog,
sehingga terciptalah suasana keluarga yang bahagia dan saling mengasihi. “Dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling
mengasihi" (Yoh 13:35).
Karena perpisahan dan perceraian orang tua mereka tidak mudah percaya kepada orang lain dan
masa depan. Mereka dihantui perasaan ditolak, takut dipermainkan dan ditinggalkan. Mereka
tidak merasa damai dan sukacita dalam menjalin persahabatan. Mereka juga takut untuk menikah
dan mempunyai anak-anak. Oleh karena itu akhir hubungan persahabatan antara laki-laki dan
perempuan, tidak selalu dalam wadah perkawinan, akan tetapi berhenti hanya pada hubungan
emosi dan kepuasaan sesaat, tanpa kebahagiaan.
Orang muda yang gagal melalui krisis identitasnya akan menarik dan menutup dirinya sendiri.
Mereka tidak berhasil untuk memberikan kasih dan hidupnya untuk bersatu dengan orang lain.
Kesaksian dari seorang pemuda, 28 tahun, menikah dan mempunyai seorang anak, “Saya sudah
dewasa, tetapi saya tidak berhasil merasakan hidup sebagai orang dewasa. Saya tidak dapat
memahami diri sendiri. Bagi saya, orang dewasa adalah orang tua saya. Saya mengalami
7
pemberontakan dalam diri sendiri: dalam lubuk hati saya merasa sebagai seorang anak laki-laki
atau pun remaja, dengan penderitaan yang dahsyat, akan tetapi penampilan saya adalah orang
dewasa yang bekerja. Kehidupan sosial tidak membantu saya untuk menjadi dewasa.” Keadaan
ini membuat orang muda mengalami kesulitan untuk bertindak dan bersikap dalam hidup sehari-
hari.
Ada orang muda yang cenderung mencari pengalaman, selalu ingin tahu dan ingin mencoba.
Penampilan mereka biasanya lebih liar dan sangat santai dalam menghadapi berbagai tantangan
hidup, baik yang positif maupun negatif. Mereka cenderung memiliki kepribadian yang impulsif,
selalu bertindak tanpa berpikir atau merenungkannya terlebih dahulu. Mereka berkata, «saya
pikir, inilah saya», dan dengan tindakannya mereka menyatakan «saya mencoba untuk membuat
sensasi, jadi inilah saya».
Keadaan ini membuat mereka lemah dan tidak mampu berdiri sendiri, kepribadian yang tidak
matang, dan dapat menimbulkan keputusasaan serta ketidakmampuan untuk menghadapi
penderitaan.
Rencana hidup merupakan sebuah keterbukaan dari seseorang terhadap masa depannya,
berhubungan dengan pandangan dan prioritas yang benar.
Ketakutan akan masa depan, membuat orang muda merasa lemah, menderita, terisolasi, ditolak,
tidak mampu menentukan sebuah pilihan, tidak mau bertanggung jawab dan berusaha melarikan
diri dari kenyataan yang ada, «saya hidup setiap hari tanpa program apa-apa», «saya tidak perlu
berpikir untuk hari esok, yang penting saya senang hari ini», «saya tidak tahu tujuan hidup saya».
Ada yang menghabiskan waktunya hanya untuk berpesta pora, khususnya pada waktu week-end,
termasuk mereka yang mencoba minum-minuman alkohol dan obat-obatan, dan akhirnya
terjerumus dalam narkoba. Ada juga yang merasa tidak berguna karena tidak mempunyai
pekerjaan dan tidak tahu apa yang mau dikerjakan.
Orang muda yang memiliki tujuan hidup bagi masa depannya memiliki pola hidup yang lebih
baik, damai, adil, bersahabat, dan berkembang dalam kasih terhadap sesama dan lingkungannya.
Dengan penuh pengharapan mereka menjalani kehidupannya sekalipun mengalami kesulitan.
Tekhnologi telematik modern (computer, satelit TV, fax, telepon genggam, internet, dll)
membangun sebuah komunikasi yang lebih dekat tanpa melihat jauhnya jarak dan tempat.
Internet dan pos elektronik merupakan sebuah contoh yang baik. Demikian juga satelit TV
menjadikan orang muda mengerti dan memahami situasi dunia saat ini, termasuk hal yang
spektakuler.
Setiap media komunikasi memiliki hal yang positif dan negatif. Media komunikasi membantu
kita untuk mengetahui berita yang terbaru di dunia saat ini, akan tetapi orang muda dapat jatuh
karena ketidakmampuannya untuk memilih yang baik dan yang buruk dalam menggunakan
8
media komunikasi ini. Mereka sedang berjalan dalam bahaya: kenikmatan seksual,
ketidakmatangan jiwa, ideologi yang negatif, individualisme dan solidaritas yang keliru.
Paus Paulus VI berkata kepada para orang tua, “Bantulah orang muda ini untuk menjaga dan
memelihara benih yang kudus dalam hati mereka. Ini merupakan tugas yang sulit dan
membutuhkan banyak pengurbanan dari kalian; akan tetapi satu hari nanti kalian akan memetik
hasilnya yang besar” (Turin, 24 April 1972). Oleh karena itu orang tua harus percaya dan berani
untuk membimbing dan memperkenalkan nilai-nilai kesusilaan bagi anak-anak mereka. Orang
muda harus berkembang dalam kebebasan yang benar dalam menghadapi tantangan dunia saat
ini.
Orang muda Katolik di Indonesia seharusnya berani untuk mengakui identitas mereka di hadapan
sesamanya. Ia dapat bertanya pada dirinya sendiri: «Siapakah Yesus bagiku? Siapakah Yesus
bagimu? Dan siapakah Yesus bagi kita? Tidak cukup hanya mengatakan bahwa kami “percaya
kepada Allah” sebab mereka yang berasal dari agama lain pun percaya kepada Allah. Melalui
pengalaman mengikuti camping rohani atau pun retret yang diadakan di Pertapaan Karmel,
mereka merasa dipulihkan dan diteguhkan untuk tetap setia dalam iman dan pengharapan kepada
Yesus sekalipun dikucilkan atau pun terisolasi di sekolah, universitas, dan kantor.
Iman adalah satu ikatan pribadi manusia kepada Allah. Pengalaman dicintai oleh Allah
memberikan kebahagiaan sejati: “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Jauh dari
pada-Mu akan binasa... Aku suka dekat pada Allah...”(Mzm 73:25-28)
Ketika ditanya banyak orang muda menjawab bahwa hidup mereka menjadi berharga sebab
Allah yang menciptakan, dan karena kebangkitan Kristus yang telah membebaskan dari kematian
dan dosa. Akan tetapi ada juga yang mengatakan: «saya selalu berusaha untuk merenungkan
kasih-Nya dalam hidup sehari-hari, dan saya percaya bahwa Dia tidak pernah meninggalkan saya
sendirian».
Penolakan terhadap Allah terjadi karena orang muda berpikir bahwa percaya kepada Allah
berarti harus mentaati berbagai peraturan-Nya yang ada: «saya tidak mau percaya, sebab saya
harus bertanggung jawab terhadap pilihan saya» atau «manusia itu berasal dari kera, bukan
keturunan Adam dan Hawa. Saya percaya pada teori evolusi manusia». Ada juga orang muda
yang menjadi tidak percaya kepada Allah karena banyak mengalami kekecewaan, kesedihan dan
penderitaan dalam hidupnya.
Beberapa orang muda percaya kepada Allah karena kuasa-Nya dan bukan karena manifestasi
kasih, kehendak dan belaskasih kerahiman-Nya: «saya percaya kepada Allah Mahakuasa karena
Dia yang menguasai semuanya». Banyak juga yang mengatakan: «menurut saya Allah adalah
segala-galanya»; «Allah adalah Hidup, dan Dia yang menyelenggarakan hidup saya». Mereka
menjadi percaya kepada Allah setelah mengalami perubahan atau diperbaharui oleh Allah
sendiri, sehigga mereka menjadi lebih bertanggung jawab terhadap imannya.
9
b. GAMBARAN TENTANG ALLAH
Kitab Suci dan liturgi Gereja memberikan gambaran tentang Allah yang baik dan penuh kasih.
Sebaliknya bagi orang muda yang menolak Allah, ia menganggap Allah sebagai «hakim dan
penghukum», akan tetapi ada yang mengatakan juga bahwa Allah adalah bapak yang
berbelaskasih dan mengampuni: «Allah adalah bapak, dan dalam waktu yang sama Dia
mengadili, tetapi tidak menghukum karena belaskasih kerahiman-Nya», «untuk saya Allah
adalah hakim, namun Dia tidak pernah menghukum, Dia menerima setiap persoalan dan beban
hidup serta kelemahan saya». Orang muda yang memiliki pengalaman buruk dalam keluarganya:
«Allah bagaikan seorang hakim yang siap untuk menghukum saya»; «bagaimana saya dapat
mengucapkan doa Bapa Kami dengan segenap hati, saya takut kepada-Nya?».
Yang lain melihat Allah melalui semesta alam: «saya percaya kepada Allah yang hadir melalui
ciptaan-Nya, pada siang hari, malam hari, pada kelahiran...». Banyak juga yang mengalami Allah
sebagai sahabat atau kasih yang mengampuni, yang mengenal dan mencintai setiap pribadi, Dia
mencintai saya, Dia menolong saya, Dia menopang saya, padaNya saya percaya dan berharap,
dengan-Nya saya percaya dan menyerahkan diri seluruhnya.
Menurut beberapa orang muda, Yesus adalah seorang nabi, manusia yang sempurna, seorang
model yang baik untuk dicontoh, seorang pembela keadilan bagi orang miskin dan sederhana,
pembawa pesan Allah dan membawa orang untuk bertobat: «bagi saya Yesus adalah seorang
nabi besar», «Dia adalah seorang model yang paling sempurna bagi kehidupan saya».
Banyak yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah kita: « Putera Allah yang mencintai dan
menyelamatkan kita. Kita dapat melihat-Nya dalam Ekaristi». Seringkali mereka bingung
membedakan Allah Bapa dan Yesus: «Saya tidak dapat membedakan antara Allah Bapa dan
Yesus Kristus».
10
dapat berkomunikasi dengan Dia daripada dengan orang lain, Dia mendengarkan saya dan saya
berusaha mengikuti jalan-jalan-Nya».
Hubungan dengan Allah semakin intim dalam pengalaman hidup rohani melalui doa dan situasi
bahagia atau sedih dalam hidup sehari-hari: «saya datang kepada Allah kalau saya memerlukan
sesuatu. Saya akan berterimakasih kepada-Nya dan memohon ampun», «setiap kali mengalami
kesulitan, saya memohon bantuan-Nya, kemudian saya akan berusaha membalas kebaikan-Nya
dalam hidup saya», «saya merasakan kehadiran-Nya», «Dia selalu menyertai saya», «saya
serahkan diri saya kepada-Nya».
Orang muda berusaha menjalin hubungan dengan Allah dalam dialog, permohonan, ucapan
syukur, atau penyerahan diri. Dialog dengan Allah berarti berbicara dengan Allah yang
mendengarkan dan berbicara dalam Kitab Suci, perayaan liturgi, peristiwa hidup sehari-hari:
kecemasan, persoalan, kesulitan, tingkah laku, dan cita-cita: «Berserulah kepada-Ku, maka Aku
akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak
terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui» (Yer 33:3). Mereka bertumbuh dan menjadi
dewasa dalam penyerahan diri yang menjadi dasar membangun sebuah pengharapan:
Pada zaman ini, perubahan budaya sangat mempengaruhi kehidupan orang muda. Banyak orang
yang mengisi hari-hari hidupnya hanya untuk mengumpulkan uang, kekayaan, kebebasan,
kebahagiaan daripada mencari Allah. Seringkali orang muda mencari kebahagiaan dengan
berbagai cara: «hari Minggu adalah hari pembebasan dan kebahagiaan bagi semua orang. Hari
Minggu sebagai hari Tuhan hanya untuk para religius yang harus berdoa bagi semua orang di
dunia ini», «Hari-hari untuk Tuhan hanya Paska dan Natal saja», «kalau saya mengalami
kesedihan, kesulitan atau penderitaan, saya akan berdoa Bapa Kami, Salam Maria, Aku Percaya,
dll...», «hari Minggu adalah hari istirahat, liburan dan pembebasan dari keletihan setiap hari»,
«mengapa kita harus ke Gereja di hari Minggu? Mengapa tidak ditukar dengan hari yang lain,
11
supaya kita dapat beristirahat dan bersenang-senang?», «kotbahnya sangat berat dan bahasanya
sangat tinggi untuk saya. Sayang saya tidak mengerti apa-apa».
Beberapa orang muda bertanya: «mengapa kita harus beragama? Mungkin kalau kita tidak
beragama, kita dapat hidup dengan tenang dan damai tanpa ada ketakutan menjadi murid
Kristus! Sebab kita terancam dari kelompok yang besar. Baiklah kita berganti baju saja, sehingga
kita dapat hidup dengan tenang dalam hidup».
Sementara mereka yang aktif dalam doa dan perayaan Ekaristi hari Minggu: «saya melaksanakan
kehidupan rohani yang baik dan berusaha untuk hidup berdasarkan Sabda Tuhan», «setiap bulan
Mei dan Oktober, kita berdoa bersama Rosario dari rumah ke rumah»
Beberapa orang muda turut aktif dalam kegiatan para imam dan biarawan/ti, menjadi tenaga
sukarela dan memiliki solidaritas terhadap sesamanya
Pengalaman kehadiran Allah yang dialami oleh orang muda biasanya mempengaruhi juga
keadaan dirinya, pikikiran, perasaan, tindakan, sosial dan budaya, juga kehidupan pribadi dan
komunitasnya yang menimbulkan dorongan, keinginan, keraguan, penghormatan, pengharapan,
kebahagiaan, pengetahuan, tujuan, dll. SantoYohanes menulis, “Apa yang telah kami lihat dan
yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga.” (1Yoh 1:3).
Banyak orang muda, sekalipun tampaknya jauh dari Allah, mengalami pengalaman hidup rohani
kristiani yang benar: «saya merasakan kehadiran Allah di dalam kehidupan saya, misalnya mulai
dari matahari tebit, sepanjang hari saya merasakan kehadiran-Nya yang kudus dalam ciptaan-
Nya». Sebuah pertemuan dengan Allah yang hadir dalam seluruh kehidupan manusia: «saya
merasakan kehadiran Allah di segala tempat». Beberapa mengatakan bahwa mereka merasakan
kehadiran Allah dalam liturgi, doa dan keheningan: «saya percaya bahwa Allah sedang
mendengarkan doa-doa saya.
Ketika saya mengirimkan sebuah SMS kepadamu, kamu tidak melihat saya, tetapi saya percaya
bahwa kamu sedang membaca SMS saya dan kadangkala kamu pun menjawabnya. Jadi, ketika
saya berdoa, saya tidak melihat Dia, akan tetapi saya percaya Allah sedang mendengarkan setiap
perkataan saya».
Mereka yang telah memiliki hidup doa yang lebih baik, mengatakan bahwa Allah hadir sebagai
pribadi dan sangat nyata dalam kehidupannya: «saya merasa bahwa ada pribadi yang sangat
mencintai dan selalu bersama saya, terutama pada saat saya ingin melakukan sesuatu yang
kurang berkenan kepada-Nya, saya merasakan pertentangan batin yang begitu kuat dalam hati
12
saya. Dia begitu hidup!», «dalam hidup sehari-hari saya merasa ada yang menguasai hidup, Dia
membimbing saya», «pada saat saya membutuhkan-Nya, saya merasakan kehadiran-Nya» atau
«dalam setiap hal yang sangat kecil pun, saya merasakan perlindungan-Nya setiap hari».
Ada juga orang muda yang merasakan kedekatan dengan Allah seperti anugerah khusus dari
Yesus Kristus dalam kehidupan mereka: «hidup saya adalah anugerah Allah dan saya sangat
senang hidup di dalam-Nya», «Yesus hadir dalam kehidupan dan pikiran saya».
Akan tetapi ada beberapa orang muda tidak mengalami kehadiran Allah dalam hidup-Nya:
«Siapa Allah? Tidak ada Allah! Allah adalah sebuah proyeksi dari sebuah keinginan yang tidak
terpuaskan. Sebuah ilusi! Kita harus mencari kepuasan dalam hidup!». Inilah tantangan bagi kita
sebagai misionaris pada zaman ini: bertemu dengan orang muda, laki-laki dan perempuan tanpa
Allah, yang tampaknya bahagia dan bersahaja, namun hatinya kosong dan haus akan kasih.
Kita dapat semakin memahami kehadiran Allah melalui pengajaran yang disampaikan dengan
kata-kata dan bahasa yang sederhana. Gereja berkumpul bersama, mendengarkan Sabda Allah
dan menjawab dengan puji-pujian dan syukur atas rahmat dan belaskasih kerahiman-Nya.
Jawaban kita tercermin dalam pengalaman hidup sehari-hari. “Pembawa berita” dan “Penerima
berita” saling mempengaruhi, karena mereka adalah sebuah kesatuan yang dapat menyebarkan
sebuah pesan yang mendalam dan kuat. Komunikasi adalah sebuah proses yang terjadi antara
dua orang atau lebih dalam sebuah situasi bersama dan mereka berbicara tentang sesuatu yang
bermakna. Dalam kenyataannya orang muda seringkali mengalami kesulitan dalam dialog ini.
a. MASALAH PESAN
Komunikasi adalah saat seseorang berbicara kepada orang lain. Ia dapat berbicara menggunakan
kata-kata (komunikasi verbal), tangan, mata, tubuh, silensium, gambar, surat, seni, fotografi
(komunikasi non verbal). Tidak akan terjadi komunikasi apabila tidak ada hubungan timbal
balik, datang dan kembalinya pesan. Dalam setiap komunikasi ada subyek sebagai pembawa
pesan dan ada rekan bicara yang menerima pesan ini.
Kesulitan terjadi apabila pesan yang diterima berbeda dengan maksud dari pembawa berita.
Penerimaan pesan ini tergantung dari kemampuan berpikir, budaya, kemampuan berbicara,
kedudukan dalam kelompok dan pengalaman masa lalu, nilai-nilai, pembinaan dan
13
perkembangan lingkungan hidup. Hambatan ini dapat terjadi dari si “pembawa pesan”,
“penerima pesan” dan “saluran.” Sebagai contoh: berbicara mengenai doa kepada orang muda,
jelas berbeda ketika berbicara kepada para suster atau frater. Seringkali orang muda mengeluh:
«kotbah-kotbahnya berat banget, bahasanya terlalu tinggi. Sayang, saya tidak mengerti apa-apa».
Orang muda seringkali tidak dapat memahami dan mengalami kesulitan dalam komunikasi.
b. MASALAH PERASAAN
Komunikasi terganggu karena dipengaruhi oleh perasaan yang timbul pada setiap orang ketika
sedang berbicara dan mendengar. Dalam mewartakan Kabar Gembira, biasanya disampaikan
sebuah kritikan dan saran yang baik untuk membangun kehidupan sehari-hari.
Sebuah komunikasi dirasakan, apabila berbicara mengenai sesuatu; berdasarkan kenyataan dan
memiliki arti bagi si penerima pesan. Sebenarnya komunikasi yang baik dapat tejadi bila orang
mau meneliti kembali perasaannya dan menyadari bahwa pertumbuhan iman merupakan
tanggung jawab setiap orang.
Zaman ini banyak orang muda meninggalkan imannya dan berusaha membuat pertanyaan-
pertanyaan untuk membenarkan dirinya sendiri: bagaimana seharusnya manusia dapat menerima
Kabar Sukacita itu? Apakah yang dapat mendorong orang muda Katolik untuk mewartakan Injil
yang bertemu dengan penderitaan dalam setiap hati manusia? Sekularisme merupakan tantangan
yang terbesar zaman ini untuk evangelisasi bagi orang muda.
c. MASALAH BAHASA
Komunikasi tentang iman sangat membutuhkan kata-kata dan tanda-tanda yang sederhana, nyata
dan menyentuh hati. Bagaimana berbicara mengenai Allah? Bahasa yang baik adalah yang dapat
membuat pengalaman kehadiran Yesus hidup dalam komunitas tersebut dan memperlihatkannya
dalam kepercayaan di hadapan setiap orang muda.
Paus Paulus VI mengatakan bahwa orang zaman ini lebih senang mendengarkan seorang saksi
daripada seorang pengajar, kalaupun ia mendengarkan seorang pengajar karena ia adalah seorang
saksi juga. Setiap kita dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada orang muda dan
janganlah menolaknya, lakukanlah dengan kerendahan hati, dengan hati dan dengan hidup.
Mereka akan menemukan nilai-nilai moral melalui pengalaman hidup rohani mereka. Kita pun
dapat memberikan contoh orang-orang dalam Kitab Suci dan para kudus pada masa lalu dan
zaman ini.
d. MASALAH TEMPAT
Setiap komunikasi terjadi pada sebuah tempat sementara yang tepat, termasuk ketika berbicara
mengenai iman. Tempat dimana orang muda hidup dan berkembang dalam pengalaman hidup
rohani mempengaruhi kehidupan mereka. Krisis tempat ini membuat kesulitan dalam
mengkomunikasikan iman pada orang muda sehingga menimbulkan permasalahan hingga saat
ini. Pribadi Yesus adalah hidup, pengalaman memberikan pesan berharga.
14
Menghadapi krisis ini, orang muda mencari kelompok-kelompok baru untuk mengidentifikasikan
dirinya. Salah satu tempat ini adalah komunitas gerejani dalam acara liturgi, hidup dalam
komunitas, pertemuan orang muda dan manifestasinya, kunjungan ke tempat-tempat berdoa atau
ziarah.
e. MASALAH HUBUNGAN
Kita dapat bertanya pada diri sendiri bagaimana seharusnya pengalaman hidup rohani saya
sebagai orang yang percaya dan yang hidup dalam komunitas? Apa yang dialami oleh orang
muda?
Pengalaman memberikan sebuah pesan, menghasilkan buah berlimpah dalam kehidupan baru.
Bagi banyak orang muda, apalagi, pengalaman akan hidup rohaninya dipengaruhi pesan yang
selalu diterimanya secara khusus dalam hubungan antara pemberi pesan dan penerima pesan.
Jadi evangelisasi yang efektif adalah diberikan bukan hanya isi pesannya saja yang berbobot dan
dari kelompok mereka, akan tetapi juga dalam hubungan yang baik antara komunitas gerejani
dan orang muda. Jikalau hubungan itu sangat lemah, maka pesan yang baik pun tidak akan
pernah sampai kepada mereka.
Mungkinkah seseorang yang tidak sedang berjalan menuju kepada kepenuhan hidup kristiani
dapat mendampingi sesamanya dalam jalan menuju kedewasaan rohani? Jalan menuju
kedewasaan rohani, bukan jalan sendirian, akan tetapi sebuah perjalanan bersama. Oleh karena
itu perlu dialog antara orang muda dan para pembina atau pendamping sebab dengan saling
berbagi dan percaya akan tercapai kehidupan yang lebih berharga dan bahagia.
Pendampingan kepada orang muda terjadi karena: kehadiran orang muda: ada keinginan untuk
mengenal mereka dan berbagi dengan kehidupan mereka, suasana kekeluargaan, kasih dan
percaya; kehadiran para pembimbing dalam kelompok: mereka memberikan nasehat, saran,
dialog dengan setiap orang muda; dialog pribadi: sistematis dan teguh, menjadi benar dan
bimbingan rohani; yang membawa mereka kepada sakramen pengampunan dosa dan Ekaristi.
Pendampingan orang muda merupakan sebuah perjalanan yang bertahap, dituntut waktu dan
kesabaran. Pendampingan rohani harus mendorong semangat untuk bertumbuh dalam hidup
rohani sampai mencapai kepenuhannya dan menghasilkan buah-buahnya, terutama persatuan
cinta kasih dengan Allah dan kasih kepada sesama dalam pelayanan dan kesaksian hidup.
Perjalanan rohani adalah perjalanan yang dinamis.
KESIMPULAN
Ketika berbicara mengenai orang muda, kita perlu perhatian, jangan tergesa-gesa membuat
penilaian yang umum. Kita perlu melihat kenyataan yang ada seperti latar belakang budaya dan
15
pengalaman hidup rohani orang muda tersebut. Sebaiknya kita belajar untuk melihat dan
merenungkan kehidupan mereka. Akan tetapi kehidupan orang muda bila dilihat dari segi
psikologi dan sosiologi hampir sama semuanya di seluruh dunia.
Setelah kita mengenal bagaimana kehidupan orang muda dalam situasi mereka, maka kiranya
kita pun dapat membimbing, menolong dan mengajarkan mereka untuk mencintai Allah dan
kehidupannya. Bukankah kita semua dipanggil Allah dalam kehidupan dan cinta-Nya? Marilah
kita membawa orang muda untuk “melihat Allah” yang senantiasa hadir dalam hatinya (1Kor
3:16). Bersama para peziarah di Sion, orang muda pun dapat mengulang-ulangi: «wajah-Mu
kucari, ya TUHAN» (Mzm 27:8).
16
PEDOMAN KARYA PASTORAL ORANG MUDA KATOLIK (OMK)
PENDAHULUAN
Orang Muda Katolik (OMK) adalah orang-orang yang sedang tumbuh dan berkembang, dan
pada pundaknya tertitip harapan sebagai generasi penerus dan sekaligus sebagai agen
pembaharu (Agent Of Changes). Generasi ini akan sudah berperan sekarang dan akan menjadi
pemegang peranan utama dalam kehidupan bernegara, kemasyarakatan dan menggereja. Agar
OMK berkembang dalam kepribadian dan mampu memainkan peran tersebut, maka perlu adanya
pelayanan dan pembinaan yang memadai.
Gereja Lokal Keuskupan Larantuka juga menyadari akan pentingnya peran OMK dalam
membangun Gereja Lokal Keuskupan ini. Menyadari akan pentingnya peranan tersebut, maka
dalam Arah dasar pastoral Keuskupan Larantuka, Orang Muda Katolik dijadikan sebagai salah
satu pilar dalam langkah strategis membangun kehidupan iman umat, dengan sasaran pada
Komunitas Basis Gerejani (KBG) sebagai fokus dan lokus.
Pedoman Karya Pastoral Orang Muda Katolik ini disusun untuk membantu para pembina dan
Orang Muda Katolik itu sendiri, agar semakin bertanggungjawab dalam kehidupan imannya di
tengah Komunitas Basis Gerejani dan juga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
BAB I
17
Pedoman adalah garis-garis arah, konsepsi kebijakan yang hendaknya dipegang dan
dikembangkan sedapat-dapatnya dalam pembinaan kaum muda sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat, dan dimaksud sebagai pegangan dan pemandu untuk dijabarkan secara konkret.
18
a) Fungsi Kenabian:
v Sebagai pewarta sabda Allah, pertama-tama ia mendengarkan Sabda Allah, lalu berbicara
atas namaNya untuk umatNya.
Sebagai tanda kepenuhan Roh Kudus melalui doa, komunikasi dan pergaulan pribadi
dengan Allah.
Sebagai tanda kesetiaan total kepada sabdaNya.
Sebagai garam dan terang dunia bagi Gereja sendiri dan bagi masyarakat luas
b) Fungsi Imamat:
Sebagai perantara antara Allah dan Manusia, membawa Allah kepada manusia dan
manusia kepada Allah.
Sebagai alat pengudusan orang lain, melalui pikiran, perkataan, perbuatan dan menjadi
manusia bagi sesamanya (a man for other)
Sebagai pemabawa damai dan tali perutusan antara Allah dan manusia, dan antara
manusia sendiri.
Sebagai saluran rahmat Allah kepada manusia; menjadi sarana pengharapan dan
penyelamatan yang menjembatani surga dan dunia.
c) Fungsi Rajawi:
Sebagai penyelenggara kesejahteraan dan kedamaiaan dunia dan manusia.
Sebagai tanda kesiapan memimpin melalui pelayanan yang berpegang teguh kepada
teladan Kristus Yesus.
Sebagai terang dan garam dunia bagi Gereja sendiri dan bagi masyarakat luas
1.3. Orang Muda Katolik
19
Istilah ORANG MUDA KATOLIK:
Istilah dan gagasan tentang Orang Muda Katolik, mulai dihembuskan dalam PERNAS
(Pertemuan Nasional) yang diselenggarakan di Taman Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur,
tanggal 12 – 16 November 2005. Gagasan ini tidak bermaksud menghilangkan istilah “Mudika”
yang selama ini sudah ada dan dihidupi dalam Gereja. Gagasan Orang Muda Katolik ini meliputi
Mudika dan bukan Mudika. Ruang lingkup OMK jauh lebih luas dari pada Mudika.
Pengertian Orang Muda Katolik
Yang disebut dengan Orang Muda Katolik adalah mereka yang berusia antara
14-35 tahun atau lebih, yang belum menikah. Sebagai pribadi dalam usia muda, OMK memiliki
potensi untuk berkembang dan berperanserta dalam kehidupan Gereja dan masyarakat.
Dalam konteks Gereja Lokal Manokwari Sorong, Orang Muda Katolik merupakan salah satu
pilar dalam Arah Dasar Pastoral, disamping ketiga pilar yang lain; Keluarga, Awam Birokrat
dan Kepemimpinan dalam Lingkungan. Karena itu OMK perlu mendapat tempat dalam
pembinaan dan pendampingan, baik secara kelompok maupun perorangan, terutama kepada
mereka yang paling membutuhkan, sehingga membantu peran mereka yang mengarah kepada
Lingkungan Gerejani yang transformatif.
Untuk itu, perlulah dipahami asal – usul mereka, lingkungan dan situasi hidup mereka, masalah-
masalah yang mereka gumuli, harapan dan kebutuhan mereka, serta apa yang mereka kerjakan.
BAB II
20
Untuk hal ini, kami coba membagi situasi OMK kita dalam dua “wajah”, yaitu wajah
menjanjikan dan “wajah” memprihatinkan.
2.1. Wajah Menjanjikan
Berangkat dari berbagai gerakan bersama tingkat keuskupan Manokwari Sorong dalam setiap
paroki-paroki yang ada kita sedikitnya berbangga karena pelan tapi pasti sudah ada kesadaran
dalam diri OMK kita untuk memulai sesuatu hal yang baik dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Gerakan Sosial, wujudnyata dalam aksi solidaritas
dan lain sebagainya. Gerakan ini ternyata sedikit menyalakan api kesadaran bagi OMK kita
untuk sadar akan situasinya dan mulai memperbaiki diri.
Berdasarkan pengalaman ada bersama OMK, kita boleh mengatakan bahwa kita perlu
berbangga, karena ada begitu banyak keunggulan dalam diri OMK kita. Kami boleh
menyebutnya sebagai hal yang menjanjikan atau aspek positip dalam diri OMK. Antara lain:
1. OMK kita memiliki banyak potensi dan kemampuan
2. OMK adalah kelompok manusia yang energik
3. OMK punya harapan akan masa depan.
4. Ada OMK yang memiliki tingkat pengetahuan yang memadahi.
5. OMK tersebar pada setiap lini kehidupan bersama.
6. Ada OMK yang terlibat dalam kegiatan bersama, baik dalam bidang kehidupan
kemasyarakatan ataupun dalam kehidupan menggereja.
7. Ada OMK yang menjadi pemimpin, baik pada tingkat Lingkungan, Stasi, Paroki, maupun
dalam bidang pemerintahan desa atau juga di badan public (politik pemerintahan dan
birokrasi).
2.2. Wajah Memprihatinkan
Walaupun demikian, kita tidak bisa menutup mata terhadap sekian banyak pengalaman yang
memprihatinkan OMK kita. Antara lain:
1. Menurunnya kualitas OMK
2. Krisis kader
21
3. Tidak peduli dan tidak cemas akan masa depan
4. Kemerosotan moral
5. Kenakalan remaja
6. OMK kita juga terjebak dalam sikap individualistis, mental konsumeristis, apatis
terhadap kegiatan gereja dan masyarakat
7. Bermental santai dan menjadi tuan atas teknologi
8. Memiliki ketergantungan yang cukup tinggi (konjak) pada orang tua.
9. Mabuk-mabukan, tawuran, suka nongkrong di tempat yang kurang positif
Inilah sisi muram OMK kita. Berangkat dari beberapa pikiran ini, kita perlu bertanya sudah
efektifkah pendampingan dan perhatian kita terhadap OMK sebagai generasi penerus dan
pembaharu dalam kehidupan berbangsa dan menggereja? Di sisi lain, kita perlu mengakui bahwa
mereka adalah umat kita dan mereka membutuhkan penanganan yang serius dari kita.
2.3. PEDOMAN ARAH
Upaya untuk menyadarkan dan membantu OMK dalam perjuangan membangun organilisasi atau
lingkungan yang transformatif, didasarkan atau diinspirasikan pula oleh beberapa pedoman:
2.3.1. Pedoman Pastoral Komisi Kepemudaan KWI
Pedoman Pastoral Kepemudaan Konferensi Wali Gereja Indonesia tahun 1986 menyebut kaum
muda sebagai mereka yang berusia antara 13 – 30 tahun dan belum menikah. Sebagai pribadi
berusia muda, OMK mempunyai potensi untuk berkembang dan berperanserta dalam kehidupan
Gereja dan masyarakat.
Menyadari pentingnya peran OMK ini, maka pelayanan pastoral orang muda perlu mendapat
perhatian yang serius, yang didasari pada iman katolik dan Pancasila. Artinya OMK sebagai
orang Katolik, perlu membina hubungan yang akrab dengan Allah yang menyatakan diriNya
melalui Yesus Kristus dan diteruskan oleh karya Roh Kudus, yang dihayati secara konkret dalam
iman Gereja lewat kesaksian hidup di dunia ini. Hal ini sebenarnya membantu OMK untuk
mengembangkan dirinya sebagai manusia dan sebagai OMK Indonesia yang tanggap, tangguh
dan terlibat dalam kehidupan menggereja dan bernegara.
22
2.3.2. Himbauan PERNAS (Pertemuan Nasional) Orang Muda Katolik: Cibubur 12-16
November 2005 dan SAGKI (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia ) 16-20 November
2005
Kedua pertemuan ini, menekankan bahwa; “Untuk membangun Keadaban publik menuju habitus
baru bangsa, perlu dimulai dari Komunitas Basis Gerejani sebagai lokus atau tempat dan Orang
Muda Katolik sebagai pelaku dari perubahan tesebut”.
PERNAS OMK 2005 secara khusus menggarisbawahi peranan OMK dalam memelopori aksi
melawan korupsi, kekerasan dan kerusakan lingkungan. Sedangkan SAGKI 2005 melihat peran
transformatif kaum muda dalam rangka menciptakan suatu habitus baru dalam
KBG/Lingkungan, melalui tiga poros utama, yaitu poros pasar, posros badan publik dan poros
masayarakat warga.
Menyadari situasi ini, maka baik PERNAS maupun SAGKI 2005, merekomendasi pilihan
strategis yang perlu dilakukan dalam rangka membantu orang muda sebagai agen pembaharu,
adalah memperhatikan aspek pendidikan bagi OMK, baik pendidikan formal maupun non
formal, yang memuat tentang penanaman nilai bagi OMK.
2.3.3. Temu OMK Se-TPW Keuskupan Manokwari Sorong 2017
2.3.4. Arah Dasar Pastoral Keuskupan Manokwari-Sorong
2.3.4.2.. Persiapan Generasi Baru : 20 Tahun ke Depan.
Sejak tahun 1975, Keuskupan Manokwari Sorong telah merintis dan menggagas arah baru karya
pastoral di Keuskupan ini. Dalam semangat Konsili Vatikan II, Gereja Lokal Keuskupan
Manokwari Sorong ingin menampilkan diri sebagai sakramen Kristus di tengah dunia (LG No 1)
dan persekutuan umat Allah yang sedang berziarah (LG no 9). Untuk maksud itu, Gereja Lokal
Keuskupan Manokwari Sorong perlu menyiapkan satu generasi baru 10 - 20 tahun ke depan,
agar dengan itu wajah Gereja Lokal Keuskupan Manokwari Sorong menampilkan diri sebagai
sakramen Kristus yang menyelamatkan dan juga menandakan suatu persekutuan umat Allah
yang sedang berziarah di tanah Papua ini.
Menyadari peran dan keterlibatan OMK yang juga memiliki peran strategis sebagai anggota
Gereja dalam mengembangkan Gereja Lokal Keuskupan Manokwari Sorong, maka orang Muda
23
Katolik diharapkan agar mampu berpatisipasi dan diberdayakan dalam membangun Lingungan
di keuskupan Manokwari sorong.
2.4. APA YANG DAPAT DIBUAT?
2.4.1. Masalah Versus Kebutuhan
Berangkat dari gambaran tentang profil yang dipaparkan di atas, ada beberapa masalah yang
coba dirumuskan sebagai Gap dalam pendampingan terhadap OMK, serta beberapa kebutuhan
yang diharapkan oleh OMK:
a) Kaum Muda Sedang Berkembang dan Labil Versus Kebutuhan Akan Pengakuan Terhadap
Keberadaannya OMK yang berada dalam masa perkembangan dan upaya untuk mencari jati diri,
adalah pribadi yang sangat labil. Dalam situasi ini, penampilannya, gagasannya dan sikapnya
yang belum matang dan belum tertanam secara kuat, menyebabkan OMK mudah goyah, kurang
percaya diri, merasa minder dan malu. Ini adalah masa kekosongan bagi kaum muda. Untuk itu,
ditengah kekosongan ini, mereka butuh pemenuhan dalam perasaan, gagasan dan contoh hidup,
di mana mereka butuh dicintai dan diakui keberadaannya. Hal ini memungkinkan akan
terbentuknya pribadi yang utuh. Singkatnya pada masa ini, OMK membutuhkan akan adanya
pengakuan pribadinya yang unik.
b) Banyak Kaum Muda Yang Sulit Mendapat Pekerjaan Versus Kebutuhan Akan Masa Depan
OMK melangkah dan bertumbuh lewat pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan
merupakan jaminan kesejahteraan bagi OMK di masa depan. Persoalan akan hal ini adalah;
masalah keuangan yang merupakan penunjang utama dalam pembiayaan pendidikan.
Persoalan lain adalah; banyak OMK yang telah menyelesaikan pendidikan tidak memiliki
pekerjaan. Banyak lulusan OMK yang berorientasi kepada PNS dan bukannya menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri yang sesuai dengan keahliannya. Orientasi hidup akan masa depan
menjadi suram, karena banyak OMK yang tidak memiliki pekerjaan. Singkat kata OMK tidak
memiliki peluang yang memadahi dalam perjuangan untuk mengembangkan kehidupan yan lebih
baik
c) Rapuhnya Wadah OMK dan Kebutuhan Akan Wadah OMK
Melalui kebersamaan atau organisasi, OMK dapat saling melengkapi atau memperkaya, entah
saling meneguhkan, mengkritik, menasehati dan bekerjasama. Kebutuhan akan kebersamaan ini
disalurkan melalui wadah tertentu, misalnya melalui wadah OMK, Karang Taruna, atau wadah
24
lainnya. Melalui wadah ini, OMK dapat menyalurkan bakat dan kemampuannya, serta
menunjukkan keterlibatannya untuk dapat mengabdi kepada Gereja dan bangsa. Tapi persoalan
yang dihadapi adalah; rapuhnya organisasi dan kurang adanya dukungan dari pihak Gereja dan
masyarakat, (termasuk angkatan tua- orang tua).
d) OMK Mempersoalkan Iman serta Moral Versus Kebutuhan Akan Iman Serta Patokan Moral:
Cara pengungkapan iman dalam kehidupan OMK sering ditanggapi secara berbeda-beda. OMK
sering dituduh sebagai pelanggar tata susila dan tata krama dalam masyarakat. Selain itu di sisi
lain, mereka merasa bahwa; pengungkapan iman yang sering dilakukan Gereja, di KBG, dari
segi isi dan bentuk kurang menyentuh nurani OMK.
Persoalannya; bagaimana menghadirkan Yesus yang sungguh hidup, dan yang sungguh dekat,
membuka pikiran mereka dan berjalan bersama mereka sebagai sahabat?
e) Kaum Muda Membutuhkan Pendamping Yang Mengenal Persoalan Mereka Versus
Kebutuhan Akan Pendamping:
Persoalan tentang pendamping adalah persoalan yang sangat kompleks. Penekanan utama dalam
persoalan dengan pendamping adalah: OMK sulit mendapat pendamping yang mengenal
persoalan mereka, mengerti kesulitan mereka, dan hadir bersama mereka sebagai sahabat.OMK
membutuhkan dukungan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Persoalannya adalah;
bagaimana dan siapa yang rela berkorban (waktu dan tenaga) dalam mendampingi OMK.
Masalah kita bukan masalah kaum muda tetapi juga masalah pendamping.
Masalah yang diangkat dalam paper ini, mungkin saja merupakan sebagian kecil dari sederetan
masalah besar yang sempat dilihat.
2.4.2. Tujuan
OMK dan kita sadar bahwa OMK juga adalah bagian dari pilar dalam KBG yang sedang
berziarah menuju rumah Bapa.
OMK sadar bahwa mereka merupakan bagian integral dalam kehidupan umat, yang ada dan
tinggal dalam Komunitas Basis Gerejani. Hal ini menjadi penting karena; banyak OMK yang
merasa berada di luar dari KBG
OMK bersama KBG berjuang (aspek misioner) membangun komunitas basis gerejani sebagai
komunitas iman, harap dan kasih, yang hidup dari sabda dan sakramen, mandiri, integratif,
25
partisipatif dan transformatif. Untuk maksud ini, OMK diharapkan peranannya sebagai pelopor
dalam membangun KBG.
26
Kristiani dan berkepribadian utuh, yang peka dan tanggap terhadap tanda-tanda jaman, kreatif,
partisipatif dan transformatif.
2.5.2. Misi OMK Keuskupan Larantuka
Menumbuhkembangkan nilai-nilai iman dan budaya dalam diri OMK Keuskupan Larantuka,
sehingga menjadi Kader Katolik yang handal.
Meningkatkan integritas Kepribadian OMK Keuskupan Larantuka, sehingga peka dan tanggap
terhadap tanda-tanda zaman.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan OMK Keuskupan Larantuka, agar kreatif,
berdayaguna, berdayasaing dalam era globalisasi.
Meningkatkan partisipasi aktif OMK Keuskupan Larantuka, sehingga menjadi agen pembaharu
dalam kehidupan menggereja dan tata dunia.
BAB III
3.1. Landasan:
3.2. Arah dan Tujuan Pendampingan OMK:
Kepribadian
Situasi OMK di Keuskupan kita; OMK yang sedang berkembang, labil dan goyah. Sesuai
dengan SPP kita, hal ini terjadi karena: banyak OMK (50% ) yang memiliki krisis identitas.
Selain itu, labil atau goyahnya kepribadian OMK ini, disebabkan karena suasanana keluarga
atau KBG yang kurang kondusif (50%) untuk pembentukan kepribadian OMK. Untuk menyikapi
situasi ini, maka kegiatan yang dilaksanakan adalah: Pendampingan (Pembinaan) yang
27
diselenggarakan di tingkat stasi, paroki, dekenat maupun Keuskupan, dalam rangka
pembentukan kepribadian bagi OMK.
© Menyiapkan modul kegiatan (pendidikan moral (Komkat), nilai (Team Pendidikan nilai
Kuskp.dan kepemimpinan (Komkep) bagi OMK.
© Katekese di KBG; kegiatan dan keterlibatan OMK dalam KBG, yang terarah pada
pembentukan kepribadian OMK dan mengarahkan KBG agar menjadi transformative.
© Apakah ada pemberdayaan (sosialisasi) bagi keluarga/ KBG untuk pendampingan bagi
OMK?
© Selain itu, apakah ada program kegiatan yang disusun di tingkat Dekenat dan paroki untuk
membantu pembentukan kepribadian bagi OMK?
Idealisme (Masa depan dan pekerjaan)
Sasaran yang mau dicapai dari bidang ini adalah; bahwa OMK kita memiliki pekerjaan yang
baik, agar selanjutnya memiliki idialisme (masa depan yang lebih baik) . Situasi yang mau
dicapai dalam perjuangan kita, mengingat situasi OMK kita menunjukkan bahwa banyak OMK
“nganggur”, hanya sebagai tenaga kerja dalam keluarga atau kelompok serta kurang/terbatasnya
lapangan kerja. Hal ini bisa diukur, ketika 50% OMK tidak memiliki pendidikan dan
keterampilan yang memadahi, serta 60% OMK mempunyai mentalitas yang instant, santai,
senang bertangan bersih. Untuk menyikapi situasi ini, maka langkah yang mau dilakukan; atau
program yang mau dilaksanakan adalah:
Mengadakan kerjasama dengan: Komisi PSE, BLK; Weri, ST. Aloysius Ruteng, pemerintah,
Komisi Migran dan Perantauan, GPP dan LSM lain.
Pertemuan OMK yang membicarakan tentang kerja; Workshop, kemping dll.
Ketelibatan OMK dalam kegiatan bersama (dalam hubungan dengan APP 2009, sosialisasi CU
Sinar saron kepada OMK
Membentuk dan mendampingi “Core Group” OMK di stasi, Paroki, dekenat dan Keuskupan.
Apakah ada program pendampingan, baik di ingkat dekenat maupun paroki, yang mengakomodir
bidang idialisme dan pekerjaan bagi OMK?
28
Program atau kegiatan apa saja yang sudah dijalankan untuk pendampingan OMK kita selama 4
bulan ini, dalam rangka membantu OMK kita memiliki masa depan dan pekerjaan yang baik?
Apakah sudah ada “Core Group” untuk OMK kita di tingkat paroki dan Dekenat?
29
Selain itu, wadah OMK menjadi sebuah komitmen bersama ketika pada bulan Juni tahun 2007,
para pengurus OMK dan Moderator OMK menyusun visi Misi OMK keuskupan dan
merevitalisasi kembali pengurusan OMK. Hasilnya; Kepengurusan OMK tingkat Keuskupan dan
Dekenat sudah dibentuk dengan para Moderatornya. Yang harus dibenahi adalah Wadah OMK
pada tingkat Paroki, stasi dan bila perlu sampai pada tingkat Lingkungan dan Basis.
Apakah wadah OMK tingkat Paroki dan Basis sudah ada dan berperanan dalam kehidupan di
paroki dan stasi?
Bagaimana dengan pendataan OMK kita berdasarkan format yang telah dikirim dari Sekpas?
30