Anda di halaman 1dari 29

A.

Pendahuluan
1. Latar belakang
Gereja dipahami sebagai “persekutuan orang percaya”, yaitu kepercayaan atau imannya
kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus.1 Gereja merupakan tempat di mana
orang-orang percaya berkumpul dan gereja dipahami bukan hanya dari gedung saja, tetapi orang-
orang yang berada di dalamnya yaitu anak-anak, remaja dan pemuda, orangtua. Gereja adalah
tubuh Kristus di mana harus meningkatkan mutu dari pelayanan kasihNya. Penekanan gereja
sebagai tubuh Kristus membawa kepada penekanan gereja sebagai suatu persekutuan yang di
dalamnya setiap individu menemukan identitas dan kepenuhan melalui perjumpaan dengan orang
lain dan dalam relasi dengan Yesus Kristus.2 Sehingga gereja harus mempunyai visi yang jelas
untuk melaksanakan tugas panggilannya bukan hanya di lakukan pada masa kini, tetapi juga
masa yang akan datang. Dengan demikian, pemuda sebagai calon-calon penerus gereja harus
mendapat perhatian secara optimal.
Untuk menjadi gereja Tuhan yang fungsional di tengah-tengah dunia dan masyarakat yang
majemuk, setiap gereja perlu menetapkan arahan bagi kehidupan dan pelayanannya. Visi dan
misi jemaat harus berdasarkan visi dan misi Allah untuk dunia ini.3 Visi berkaitan dengan
pandangan ke depan menyangkut ke mana akan di bawa organisasi akan di bawa, dan harus
diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, bersifat antisipatif, produktif, dan
inovatif dalam menangani setiap tantangan. Visi juga merupakan suatu gambaran menantang
tentang jeadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan dalm sebuah
organisasi.4
Pemuda di GMIT merupakan orang-orang yang mempunyai semangat untuk berjuang dan
mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu perubahan bagi dunia dan gereja. Orang muda
sering diberi label sebagai Agent of change, agen pembaharuan, karena ciri-ciri yang melekat
pada kepemudaan mereka. Ciri mereka, antara lain, adalah energik, kreatif, dinamis, empatik,
kritis, dan berani mengambil resiko.5
Menurut Abraham Maslow, lima tingkatan kebutuan manusia yang disebutnya Piramida
Kebutuhan : a) Kebutuhan fisik; b) kebutuhan keamanan; c) Keamanan pengakuan; d) kebutuhan

1
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK: Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 7
2
Yusak B. Setyawan, Eklesiologi, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW Press, 2013), 8
3
Irene Ludji, Eklesiologi dan konsep pelayanan Holistik, Jurnal of Theologia, Vol. IV, No.1 (Agustus 2009): 81
4
Renowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009), 124
5
Philip Tangdilintin, Pembinaan generasi Muda, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 13

1
harga diri; dan e) kebutuhan perwujudan diri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bila
kelima tingkat kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka masalah-masalah yang
dihadapi manusia termasuk pemuda pun berkurang dan pada gilirannya dapat diatasi sampai
tuntas.6
Di masa dewasa, kebanyakan orang mengembangkan pemahaman identitas yakni pandangan
tentang diri sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat. Formasi identitasnya tak dapat
dipahami di luar konteks kulturnya. Fakta bahwa transisi ke peran dewasa agak tertunda di
banyak masyarakat telah menimbulkan periode kehidupan baru.7
Remaja dan pemuda adalah masa perpindahan ke arah dewasa; suatu masa yang rawan dan
perlu pelayanan tersendiri. Saat itulah, mereka lebih banyak menanyakan substansi imannya dan
mengambil keputusan-keputusan etis secara signifikan.8 Pemuda yang tergolong dalam usia 18
tahun ke atas, menurut teori Piaget, seseorang yang telah melampaui tahap operasional formal
yang dialami pada masa remaja.9 Pada tahap ini, remaja mulai memikirkan masalah-masalah
yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan mereka
masuki. Di dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka, bisa mengarah kepada idealisme
yang mengejutkan. Mereka dapat memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat dengan sangat
berbeda dari apapun yang eksis saat ini.10
Pada tahap perkembangan moral, lebih menekankan kepada siapa yang memegang
kekuasaan, dialah yang dihormati. Para remaja dan pemuda senang memerhatikan kewajiban
yang harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan
sendiri. Demikian juga, pada perkembangan ego, pemuda berada dalam suatu situasi di antara
mencari intimitas (kedekatan) dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud ialah
adanya kemampuan untuk sharing dan saling memperhatikan tanpa harus kehilangan identitas.11
Salah satu kebutuhan pokok yang tersirat dalam kelima kebutuhan yang dikemukakan
Abraham Maslow, adalah kebutuhan rohani. Kebutuhan ini mulai terancam di zaman ini dengan

6
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2012), 204
7
Eric B. Shiraev dan David A. Levy, Psikologi Lintas Kultural: Pemikiran Kritis dan terapan Modern, edisi keempat,
(Jakarta: Kencana, 2012), 306-307
8
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan untuk mengajar Pendidikan Agama
Kristen, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006), 35
9
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 129
10
William Crain, Teori perkembangan, Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ), 202
11
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 130

2
kemajuan sangat pusat di bidang informasi, komunikasi yang telah bermuara dalam era
globalisasi12. Tentunya kaum muda sering bergumul dengan spiritual mereka, yang sering di
sebut dengan perkembangan iman. Pada masa ini, pemuda pemudi harus memulai secara serius
membangun keyakinan sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Pada usia
seperti ini, mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan
pribadi. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal.13
Keadaan zaman memang sudah berubah. Zaman semakin maju dan berkembang dengan
cepat. Gereja dituntut supaya dapat mengaktualisasikan diri dengan perubahan-perubahan yang
ada, baik itu dalam pergaulan dan pola pikir yang semakin maju. Perjalanan iman generasi
selanjutnya adalah tantangan bagi gereja yang sudah mapan, tapi perjalanan iman itu juga bisa
menjadi sumber harapan bagi komunitas iman.14 Peran pemuda dalam hal ini sangat diperlukan,
sebagai salah satu kategorial yang berada dalam gereja dan juga mereka adalah orang-orang yang
lebih dekat dan sangat terbuka terhadap perubahan zaman di era globalisasi ini.
Dalam konteks Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), visi yang dirumuskan merupakan
konsep dari Rencana Induk Pelayanan (RIP). Sejarah pelayanan GMIT, memberi gambaran
bahwa GMIT tidak saja terpanggil untuk melaksanakan pelayanan khusus di bidang rohani tetapi
keberadaan GMIT juga memberi perhatian pada segala aspek kehidupan umat. Itulah yang
menjadi visi dan misi GMIT dalam pelayanan. Tata GMIT 2010 mengambarkan tentang visi
GMIT yang terpanggil untuk mewujudkan GMIT sebagai gereja yang misioner, yaitu GMIT
sebagai : pertama, Gereja yang memahami diri sebagai keluarga Allah yang terikat oleh Kasih
Kristus dan secara bersama-sama ikut serta dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia; Kedua
Gereja yang memahami diri sebagai umat keluaran yang diutus ke dalam dunia untuk membawa
Syalom Allah dimana semua anggota GMIT berfungsi sebagai surat Kristus yang hidup untuk
membawa kabar baik bagi dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung; Ketiga,
Gereja yang jemaat-jemaatnya saling membina, membangun dan bertumbuh menuju kedewasaan
penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus (MS-GMIT, 2010).15

12
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204
13
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik , 131
14
David Kinnaman, You Lost Me: Mengapa Orang Kristen Muda Meninggalkan Gereja Dan Memikirkan Ulang tentang
Iman Mereka, (Sekolah Tinggi Teologi Bandung (STTB), 2012)
15
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap kepemimpinan
perempuan dalam gereja di GMIT),” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),

3
Gambaran Visi yang tercantum dalam Tata GMIT 2010 tersebut, merupakan suatu landasan bagi
setiap gereja yang berada di GMIT salah satunya Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,
Kabupaten Alor.
Sejauh ini, pelayanan masih belum sepenuhnya dipercayakan kepada kaum muda, seperti
menjadi Majelis (Penatua dan Diaken), regenerasi pemain musik, menjadi penanggungjawab
sound dan lain-lain. Jika dilihat dari gereja-gereja lainnya di Alor, sudah banyak gereja yang
mempercayakan kepada pemuda pemudinya untuk melayani di gereja, seperti Gereja Puildon,
Gereja Bethlehem, Gereja Ebenhaizer Hombol, dan beberapa gereja lainnya. Gereja sering
menganggap orang muda sebagai the church of tomorrow, warga gereja masa depan, yang nanti
akan diberi peran kalau sudah matang dan siap. Artinya, mereka baru diberikan kesempatan
berperan ketika seluruh ciri kemudaannya sudah hilang dimakan usia.16
Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi merupakan gereja yang berdiri di Kabupaten Alor
dengan jumlah anggota jemaat ± 4000 jiwa, 7 Gugus 25 kelompok, dengan jumlah pemuda
sekitar 900 jiwa. Jika di klasifikasi dalam kategoria usia para pemuda GMIT Pola Tribuana yaitu
sekitar 18-35 tahun, sebab ada juga yang sudah berumah tangga, tetapi masuk dalam kaum
muda. Biasanya yang hadir dalam ibadah Pemuda, sekitar 95-100 jiwa. Tidak dipungkiri bahwa
gereja dengan jumlah jemaat yang besar akan muncul banyak persoalan dalam jemaat. Salah
satunya adalah persoalan tentang pembinaan dan pemberdayaan pemuda. Kepemimpinan dalam
sebuah gereja sangat mempengaruhi akan perkembangan dan kemajuan pemuda itu sendiri.
Pemimpin haruslah seorang yang “visioner” – memiliki “visi. Tugas terpenting pemimpin adalah
membangun visi bagi organisasi yang dipimpinnya dan memengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya untuk mempunyai visi yang sama dengan dirinya. Visi tersebut yang kemudian
dikembangkan dan akhirnya diwujudkan dalam misi.17
Jika dilihat, sampai saat ini, GMIT Pola Tribuana masih saja menutup diri dan belum
mempercayakan pelayanan kepada para pemuda. Pemuda sering diabaikan oleh pihak gereja. Hal
ini bisa dilihat dengan adanya pembatasan pada kaum muda untuk mengeksplorasikan kreatifitas
mereka, dan juga gereja masih belum mempercayakan pelayanan dalam gereja kepada kaum
muda, misalkan dalam memainkan musik pada saat kebaktian umum yang sampai sekarang
masih dimainkan oleh orangtua, menjadi kolektor dalam ibadah minggu, dan lain-lain. Lebih
lagi, gereja kurang melakukan pembinaan terhadap pemuda di GMIT Pola Tribuana. Inilah

16
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja., 15
17
Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 11

4
menjadi salah satu kelemahan sekaligus faktor penyebab kaum muda kurang terlibat dalam setiap
kegiatan pemuda.
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, masih menfokuskan diri pada pelayanan umum, seperti
kebaktian Minggu, kebaktian Gugus, sedangkan untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda
masih kurang mendapat perhatian. Inilah yang membuat kaum muda menjadi canggung dalam
pelayanan, sehingga pemuda mengalami suatu kekecewaan terhadap kinerja yang dilakukan oleh
Gereja, yang kurang memberi perhatian dan memberikan ruang gerak bagi kaum muda dalam
menyalurkan kreatifitas mereka dan gereja belum menjawab akan kebutuhan-kebutuhan dari
kaum muda di GMIT Pola Tribuana. Jika mau dilihat, kaum muda sangat membutuhkan suatu
pembinaan dari gereja dalam menumbuhkan spritualitas mereka dan bahkan membuat kehidupan
kaum muda lebih baik lagi untuk mempersiapkan diri mereka dalam sebuah pelayanan dalam
gereja. Pelayanan dan spiritualitas tidak dapat dipisahkan. Seorang pelayan kristiani tidak akan
pernah dapat menjadi pelayan kalau bukan imannya yang paling pribadi dan pemahaman tentang
hidup, yang menjadi pusat pastoralnya.18
Pelayanan dari pihak orangtua dan gereja yang secara khusus melibatkan kaum muda dengan
cara dalam pengalaman keluarga Kristen dan kehidupan jemaat tanpa mengharuskan kaum muda
lebih dulu mengalami pertobatan pada umur tertentu.19
Mendidik, membina, dan memberi peran generasi muda di usia muda, harus menjadi kunci
menuju masa depan. Kalau kita menginginkan perubahan dan pembaharuan menuju keadaban
publik baru, kita membutuhkan generasi baru yang lebih jujur, lebih adil, lebih bertanggung
jawb, lebih terbuka-inklusif, memliki daya juang dan tentu saja iman yang kokoh.20 Dan
pembinaan dan pendidikan bagi pemuda juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
tersirat dalam lima kebutuhan pokok menurut Abraham Maslow. Karena itu kebutuhan pokok ini
pun harus dipenuhi oleh gereja secara khusus. Sayang sekali – pemimpin/jemaat kurang
memberikan perhatian yang serius terhadap pelayanan pendidikan bagi para pemuda dalam
lingkungan jemaatnya.21
Pemuda juga memerlukan cinta dari gereja supaya mereka tidak meninggalkan gereja.
Karena itu, jika gereja ingin mengalami perubahan yang mana mengikuti perkembangan zaman

18
Henry Nouwen, Pelayanan yang kreatif, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 21
19
Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan PIkiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius
hingga Perkembangan PAK di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 501
20
Tangdilintin Philip. Pembinaan generasi Muda,, 17
21
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan,, 206

5
harus dapat melibatkan kaum muda agar mereka kelak dapat berpartisipasi dan merasa cinta
kepada gereja.
Tak heran, jika setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemuda, kebanyakan di habiskan luar
gereja dibandingkan dalam gereja. Kalaupun melakukan kegiatan dalam gereja, itu pun hanya
sebatas kegiatan-kegiatan gerejawi saja dan hanya menjadi jemaat biasa. Dalam lingkungan
GMIT Pola Tribuana Kalabahi, banyak orang-orang sukses yang sebagian besar ialah kaum
muda. Namun, mereka belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada pemuda dan jarang
mendapat pengaruh dalam gereja. Kritik dan saran yang disampaikan, belum mendapat respon
yang baik dari pihak gereja. Sehingga bisa di katakan bahwa GMIT Pola Tribuana Kalabahi
masih sangat lemah dalam hal pelayanan secara internal.
Sejauh penelusuran, baru satu tulisan yang ditemukan yaitu tentang “Konseling Pastoral
Pendeta (Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-faktor penghambat
pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi). Dalam tulisan ini, belum banyak
menulis tentang pemuda, tetapi bagaimana penulis mengkritik tentang perlunya konseling
pastoral terhadap Pendeta di GMIT Pola Tribuana Kalabahi, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara
Timur.22
Dengan melihat hal-hal diatas, maka judul penelitian ini “Visi Jemaat GMIT Pola
Tribuana Kalabahi tentang Pemberdayaan Pemuda dari Perspektif Pembinaan Pemuda”.

b. Rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat


Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncullah rumusan masalah yang dipaparkan dalam
beberapa pertanyaan yaitu :
 Apa visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan pemuda?
 Apa respon pemuda GMIT Pola tentang visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan
pembinaan itu?
Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut:
 Mengidentifikasi visi jemaat GMIT Pola Tribuana terhadap pemuda serta bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda GMIT Pola Tribuana Kalabahi

22
Poppy Lapenangga, “Konseling Pastoral Pendeta : Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,”Jurnal Teologi ( Salatiga: April, 2013).

6
 Mendiskripsikan dan menganalisis pemahaman tentang respon pemuda GMIT Pola Tribuana
tentang visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan itu.
Penelitian ini bermanfaat untuk warga jemaat GMIT Pola Tribuana terkhususnya di bidang
komisi pemuda dan GMIT Pola Tribuana untuk memberikan evaluasi kepada Gereja. Sehingga
kedepannya pemuda dapat ikut berperan dalam pelayanan gereja (Komisi Pemuda).

2. Metode Penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian di GMIT Pola Tribuana ini, maka digunakan pendekatan-
pendekatan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, terutama dalam mengumpulkan
data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran tentang obyek
penelitian. Pendekatan yang di lakukan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan
cara wawancara. Dalam suatu penelitian wawancara bertujuan mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka,
merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.23
Penelitian ini bertempat di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Jemaat GMIT Pola Tribuana
Kalabahi, Kabupaten Alor. Pengambilan data penelitian dengan cara mewawancara, kepada
Pendeta, Majelis, dan pemuda/I, sehingga mempermudah mendapat informasi dari setiap
responden.

3. Sistematika penulisan
Dalam sistematika penulisan, penulis menjabarkan dalam 4 bagian. Bagian pertama,
dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
metode penelitian. Bagian kedua, teori yang di gunakan ialah teori organisasi dan teori PAK
tentang PAK pemuda. Bagian ketiga, pemaparan hasil penelitian yaitu dengan cara wawancara
serta analisis kritis dan pembahasan mengenai visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan
bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda GMIT Pola tentang
visi serta bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan tersebut. Dan Bagian keempat, penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.

23
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat Edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 129

7
II. Teori
A. Pengertian Organisasi
Istilah organisasi tentunya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi berasal
dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Organisasi menurut W. J. S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah susunan da aturan dari berbagai-bagai
bagian (orang, dan sebagainya) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Selain itu, definisi
lain tentang oragnisasi menurut James D. Mooney, ialah “Organization is the of every human
association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kochler, organisasi adalah sistem hubungan
yang terstruktur mengkoordinasikan usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.24
Dengan demikian, secara umum organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama
antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber
daya yang dimiliki.25
Gereja mengorganisasi diri sebagai sebuah institusi, oleh karenya membutuhkan
pengorganisasian yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal saesuai tujuan
yang diharapkan. Untuk itu gereja-gereja memiliki aturan organisasi yang biasanya terdapat
didalam tata gereja dan/ atau peraturan-peraturan lainnya. Sehingga dalam pengorganisasian
gereja diperlukan suatu struktur organisasi.26
Dalam organisasi juga dipengaruhi oleh suatu budaya tertentu. Budaya organisasi merupakan
fondasi organisasi. Budaya organisasi sebagai budaya yang khas dari perusahaan/ organisasi itu
sendiri. Budaya organisasi dapat mengarahkan, mengikat dan memotivasi setiap individu yang
terlibat didalalamnya untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi upaya mencapai tujuan
yang diharapkan.27 Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari organisasi
yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku organisasi para
anggota organisasi. Secara umum budaya organisasi dirumuskan sebagai visi, misi, tujuan
strategik, dan nilai-nilai strategik. Budaya organisasi diajarkan kepada para anggota organisasi
dan diawasi pelaksanaannya secara sistematis (Wirawan, 2007).28 Budaya organisasi di GMIT

24
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 20-22
25
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 24
26
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 56
27
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, 31-32
28
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian, , (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014), 68

8
memahami visi dan misi gereja terlebih dahulu yang kemudian dari diturunkan secara budaya. itu
dapat dilihat dari tata cara gereja serta visi dan misi itu dipengaruhi gaya kepemimpinan. Setiap
gereja memiliki visi dan misi mengacu pada visi dan misi sinode.

B. Pengertian Visi
Dengan melihat definisi organisasi di atas, tentunya didasari dengan visi yang jelas. Visi
adalah visualisasi atas masa depan yang realistis, dapat dipercaya, serta memiliki daya bagi
manusia dan organisasi untuk menentukan misi dan strategis dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan. Visi adalah arah ke mana organisasi akan dibawa menuju masa depan yang lebih
baik dan lebih berhasil daripada sebelumnya. Visi yang benar merupakan gagasan yang penuh
kekuatan untuk masa depan dengan mengandalkan kemampuan, ketrampilan, bakat, dan sumber
daya.
Thomas Sowell (1987) menjelaskan konsep visi sebagai berikut:
“Vision has been decribed as a pre-analitic cognitive act. It what we dence or feel before we have
contructed any systematic reasoning that could be salled theory, much less dedicated any
specific consequences as hypotheses to be terted again evidence. A vision is our sense of how the
works.” Sowell menyamakan visi dengan teori dan hipotesis dalam penelitian yang perlu diuji
terhadap bukti yang harus diciptakan oleh pemimpin dan para pengikutnya di masa yang akan
datang. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu gambar
yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan
kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.29
Setiap gereja tentunya mempunyai visi yang sudah di rancangkan untuk kemajuan sebuah
organisasi. Demikian halnya di GMIT. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara
presbiterial sinodal. Sehingga visi yang sudah dirancangkan oleh setiap gereja di GMIT juga
harus berdasarkan pada visi GMIT. Visi GMIT yaitu “ GMIT adalah keluarga Allah yang
merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom Allah. Setiap
anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, setiap anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan
keadilan dan kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya

29
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,

9
keseimbangan diantara pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah
secara bertanggung jawab.”30

C. Pengertian Pembinaan Pemuda


Melihat pentingnya suatu organisasi, perlu juga diterapkan dalam gereja, ketika gereja ingin
melibatkan dan mengajak warga jemaat untuk terlibat dalam pelayanan, secara khusus pemuda.
Tentunya dalam melibatkan kaum muda dalam pelayanan, gereja perlu melakukan pembinaan
kepada mereka.
Secara etimologis pembinaan berasal dari kata bina.31 Pembinaan juga dapat diartikan
sebagai bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan
kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.32

Pembinaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui proses pembahuruan, usaha,
atau pun kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna untuk masa depan.

Menurut Clement Suleeman, pemahaman warga gereja tentang pembinaan warga gereja
masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa mereka
cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai pembinaan.
Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam (introvert),
maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.33 Salah satu
ciri khas PWG yang di paparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-
perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara
bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG
bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secra realistis,
kristis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi;
bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru

30
Yulita Alexandra Nayoan, “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis terhadap
kepemimpinan perempuan dalam gereja di GMIT,” Jurnal Teologi ,(Salatiga: September 2012),
31
Tim penyusun kamus Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonsesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2011)
32
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), 144.
33
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2012), 23

10
di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan
yang terbuka.34
Kaum muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka
hendak membaharui masyarakat dan ingin memberantas segala sesuatu yang jelek, yang jahat,
yang merintangi perkembangan dunia ke arah keadilan dan kemakmuran. Pada tiap-tiap generasi,
gereja dibaharui pula oleh angkatan mudanya. Yang sekarang masih merupakan teruna dan gadis
di dalam jemaat kita, nanti akan menjadi golongan dewasa yang bertanggungjawab dan yang
memimpin.35
Menurut Calvin, tujuan pendidikan agama Kristen di mana melibatkan kaum gerejawi, dalam
demikian tentang sifat-sifat yang hendak nampak dalam warga gereja sebagai akibat kehidupan
mereka bersama, khususnya kehidupan beribadah dan belajar.36
Ferry C. Lawier mengungkapkan bahwa para pemimpin jemaat di Indonesia agar memberikan
perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap pemuda dalam
jemaat. Mereka adalah sumber daya manusia yang sangat penting bagi pembangunan jemaat dan
masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan dan terpadu. Gereja memerlukan manajemen
PAK yang didalam terkandung unsur-unsur manajemen, menuurt Ferry C. Lawier, yakni Unsur
manusia (man), unsur modal (money), unsur materi (material), unsur metode (method), unsur
mesin (machine), unsur memasarkan (marketing).37
Pemuda adalah man yang dalam pembinaan dan pendidikannya membutuhkan methods yang
relevan dan yang dapat membantu baik pendidikan maupun peserta didik mencapai tujuan secara
bersama-sama.38
Banyak pemimpin yang diperlukan oleh gereja, dan organisasi pemudalah yang harus menjadi
persamaian bagi bibit pemimpin baru. Justru jikalau gereja benar-benar memikirkan tentang
masa depan, maka ia wajib menunjukan segala perhatiannya kepada PAK bagi kaum muda.
Betapa indahnya jikalau angkatan muda jemaat kita rela menyerahkan talenta dan tenaga dan
waktunya untuk melayani Tuhan, oleh karena mereka insaf bahwa semuanya bukanlah
kepunyaan mereka sendiri, melainkan kepunyaan Tuhan semata-mata, yang hanya diamanatkan

34
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
35
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 138-139
36
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen; dari Plato sampai IG.
Loyola, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 412
37
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
38
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan., 208

11
kepada mereka selaku pelayan Tuhan saja. Rasa tanggung jawab dan kerelaan berkorban dan
bekerja bagi kerajaan Tuhan itu sangat perlu ditanamkan dan dipupuk di antara kaum pemuda
kita.39
Gereja juga perlu untuk melihat pemuda dari segi psikologi perkembangannya, baik secara
kognitif, moral dan spiritual pemuda itu sendiri.

a. Kognitif.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, pemuda di kategorikan dalam usia 18-30 tahun.
Menurut teori kognitif dari Piaget, pada tahap ini di sebut sebagai tahap operasional formal dan
biasanya dialami pada masa remaja. Pada tingkat pengoperasional formal, para remaja bekerja
dengan sistematis mencoba semua kemungkinan. Para remaja mulai memikirkan masalah-
masalah yang lebih jauh jangkauannya – yaitu masa depan dan hakikat masyarakat yang akan
mereka masuki. Dalam proses ini, kekuatan baru kognitif mereka mengarah kepada idealism dan
utopianisme yang mengejutkan. Mereka memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak,
seperti kebebasan, keadilan dan cinta, dan mereka melihat masyarakat-masyarakat hipotetis
sangat berbeda dari apapun. Remaja menjadi seorang pemimpi, dimana mereka bermimpi
tentang masa depan yang menakjubkan atau mentransformasikan dunia lewat ide-ide.40
Pada tahap operasional formal, cenderung memiliki bentuk egosentrisitasnya sendiri.
“Egosentrisitas remaja diperlihatkan oleh kepercayaan terhadap kemahakuasaan refleksi, seolah-
olah dunia tunduk pada skema-skema idealistis daripada ke sistem-sistem realitas.” Tahap
operasional formal menjadi tanda tahap terakhir yang diwartakan oleh penelitian Piaget.41

b. Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin mos (jamak: mores) yang artinya adat-kebiasaan. Kata moral ini
dekat sekali artinya dengan kata etika yang berasal dari Yunani ethos (jamak: ta etha) yang
artinya hampir sama saja, yaitu pegangan orang atau kelompok dalam mengatur perilaku.42
Eli Tanya, mengulas tentang faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan moral. Salah satu
faktor ialah dampak dari psikologi, khususnya psikologi perkembangan moral menurut Lawrence

39
E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 145-147
40
William Crain, Teori perkembangan: Konsep dan Aplikasi, edisi ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 202-203
41
Thomas Groome, Christian Religious Education: Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 366
42
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 69

12
Kohlberg. Tahap perkembangan moral dari Kohlber terdiri atau 3 tahap, dan masing-masing
tahapan terbagi ke dalam dua bagian.
a) Tingkat Pra- Konvesional. Pertama, Orientasi kepada hukuman dan ketaatan. Inilah
jenjang yang merupakan awal kesadaran seorang anak atau orang dewasa yang mendasarkan
perbuatannya atas pertimbangan ketakutkan akan hukuman sebagai akibat tindakannya, misalnya
si anak berbuat baik sebab ia takut dihukum oleh orangtuanya jikalau ia nakal. Kedua, Orientasi
relativis instrumental. Si anak kini memakai pertimbangan untuk tindakannya- hanya sifatnya
egositis, yaitu demi keuntungan dirinya.
b) Tingkat Konvensional. Pertama, Orientasi anak laki-laki baik atau gadis manis: di sini
perbuatan baik di diartikan si anak sebagai apa yang menyenangkan, menolong, dan disetujui
orang banyang. Ia patuh kepada peraturan yang oleh mayoritas dianggap baik atau benar. Kedua,
Orientasi Hukum dan tata tertib umum: anak dan oranglain telah merasa berkewajiban untuk
menaati hukum, otoritas dan peraturan demi tata tertib itu sendiri. Orag menghormati dan
menaati hokum yang dianggapnya bersifat universal.
c) Tingkat Purna-Konvensional. Pertama, Organisasi Kontak-sosial yang Legalistis. pada
tahap ini orang telah sadar tentang hokum sebagai sebagai persetujuan masyarakat yang
membuatnya. Orang sadar akan sifat relativisnya dan menekankan hal legaslitasnya. Kedua,
Orientasi Asas Etis yang Universal. Tahap ini apa yang dianggap baik atau benar adalah apa
yang hati-nurani orang menetapkan sesuai dengan asas keadilan yang universal, yang
menghormati sesama, harkat dan martabatnya. Inilah merupakan puncak dari perkembangan
moral.43
Psikologi perkembangan moralitas dari pemuda, menurut Kohlberg, yaitu anak-anak muda
mulai berpikir sebagai masyarakat yang konvesional, dengan nilai, norma dan harapan-
harapannya. Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Mereka lebih mentaati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban agar tatanan
sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.44

c. Perkembangan Spiritual

43
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 72-74
44
William Crain, Teori Perkembangan, 234-235

13
Pada tahap perkembangan spiritual, menurut Fowler, mereka mulai menimbang-nimbang
semua alternative damn menentukan pandangan sendiri. Kepercayaan dan pemahaman
mengenani Tuhan bersifat sangat personal. 45
Maslow membagi kebutuhan organisme menjadi dua kategori. Pertama, ia mengidentifikasi
bebrapa kategori kebutuhan defisiensi – kebutuhan, “D” (atau “Motif D”) – yang penting dalam
pertahanan hidup. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan biologis seperti makanan, air, seks, dan
tempat tinggal. Kebutuhan akan rasa aman mencakup kebutuhan akan keadaan yang umumnya
bisa diprediksi, yang membuat dunia menjadi masuk akal. Kebutuhan akan rasa memiliki dan
cinta mencakup hubungan psikologis yang mendalam dengan orang lain. Dan kebutuhan akan
penghargaan mencakup penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Semua kebutuhan “D”
ini memotivasi kita untuk menghadapi defisit – kita butuh seuatu untuk mengisi dorongan atau
kekosongan, kemudian menciptakan kembali keadaan homeostasis (keseimbangan tubuh).46
Lima kebutuhan di atas dapat di buat oleh setiap orang sesuai dengan pemahaman dan
pengalaman sendiri atau bersama dengan oranglain, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang dipercayakan kepadanya. Hal yang terpenting dalam lima kebutuhan tersebut ialah
kebutuhan rohani. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh gereja lewat pelayanan pendidikan
yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen, ditunjang oleh biaya yang memadai serta
didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh
masyarakat dan para pendidik).47
Dengan melihat perkembangan psikologi pemuda diatas, gereja harus dapat mengakomodir
semua yang menjadi kebutuhan dalam pelayanan. Gereja-gereja sampai saat ini belum sungguh-
sungguh memberikan perhatian terhadap pelaksanaan pendidikan dan pembinaan bagi pemuda.
Sehingga pemuda merasa bosan dan tidak diperhatikan ketika berada dalam gereja. Gereja
seharusnya memberikan perhatian serta membina akan kaum muda, agar supaya mereka jangan
meninggalkan gereja dan juga dapat mencintai gerejanya.
Semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan (sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya
untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan pendidikan bagi pemuda dalam kerjasama
dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru dan dosen PAK serta setiap
orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-jemaat hendaknya
45
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 131
46
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian:Teori Klasik dan Riset Modern Edisi ke-3, ( Jakarta:
Erlangga, 2008), 353
47
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204-205

14
menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan pelayanan pendidikan bagi
pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.48
Inilah upaya dalam menemukan potensi dari pemuda serta dapat digunakan dalam suatu
pelayanan secara khusus pada bidang pendidikan dan pembinaan.

III. Gereja dan Pelayanan


Pada bagian ini, akan membahas tentang hasil penelitian yang terdiri dari sejarah singkat
tempat penelitian, pandangan tentang visi Jemaat Pola Tribuana dan bentuk-bentuk
pemberdayaan dan pembinaan pemuda serta respon pemuda tentang visi Jemaat Pola Tribuana
dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan.

A. Sejarah GMIT Pola Tribuana Kalabahi


Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 331 tahun 1906, tentang
pembagian daerah dan penyusunan administrasi, maka seluruh wilayah Alor Pantar menjadi
sebuah wilayah sub distrik yang merupakan bagian dari distrik Timor Selatan di bawah kontrol
Residen Timor. Sebagai suatu wilayah sub distrik dipimpin oleh seorang Gezaghebber yang
berkedudukan dipantai Makasar (Desa Alor Kecil sekarang). Di tempat ini pemerintah Kolonial
Hindia Belanda menempatkan sejumlah pejabatnya untuk memerintah dan mengatur
kepentingannya di daerah ini. Dengan demikian maka pantai Makasar dapat disebut sebagai “Ibu
Kota” daerah Alor Pantar pada waktu itu. Sebagai sebuah ibu kota tentu saja menarik perhatian
berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.49
Ada indikasi bahwa orang Portugis sudah masuk ke Kalabahi, Kokar, dan Alor Kecil dan
membentuk perkampungan di sana. Kedatangan mereka dengan mempunyai suatu misi. Tanggal
22 Agustus 1901 pendeta Niks dari Kupang berkunjung ke Alor. Dia Membaptis seorang anak
Timor yang orang tuanya sudah Kristen, Willian Hatsarani. 50 Pada tahun 1905 tibalah dua
keluarga Kristen dari pulau Rote di Bangatinang yaitu keluarga Heo dan Mengga. Keduanya
didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Alor sebagai “orang buangan”, namun dalam
pergaulannya dengan masyarakat setempat sangat akrab sehingga mereka diterima dengan baik.

48
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
49
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
50
Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014), 284

15
Sebagai keluarga Kristen apalagi yang terus diawasi kelakuannya oleh pemerintah, kedua
keluarga ini berupaya untuk berbuat hal-hal yang baik sehingga dapat menarik simpati
masyarakat dan juga pemerintah. Salah satu yaitu, mereka mewartakan kabar tentang injil kepada
masyarakat di sekitarnya, khususnya kepada anak-anak. Ternyata upaya mereka mendapat
simpati pemerintah Hindia Belanda yang pada akhirnya mendirikan sebuah “Kerk School”
(sekolah gereja) pada tanggal 17 Mei 1910.51
Pada tahun 1911 Alor-Pantar kembali di kunjungi oleh seorang pendeta atas nama Ds.
William Back kemudian disusul dengan kunjungan pendeta pembantu van den Staaij. Ds.
William Back melakukan baptisan di Alor, baik anak-anak maupun dewasa. Jumlah orang
Kristen dalam kunjungan-kunjungan itu seluruhnya menjadi 1000 orang.52 Dalam kunjungan ini
ia sempat membabtiskan sekitar 100 orang pada tanggal 1 Oktober 1910 di Dulolong (dekat
pante Makasar – Alor Kecil). Di antara mereka yang dibaptis itu terdapat Lambertus Mouata,
yang di kemudian hari menjadi orang Alor Pantar pertama yang jadi Pendeta. Pada tahun yang
sama, pemerintahan Hindia Belanda atas persetujuan kepala kampung Kabola, Adang, Lendola
yang menyerahkan tanah mereka melalui Raja Bala Nampira (Raja Alor waktu itu) maka
dipindahkan ibu kota dari alor kecil ke Kalabahi karena dipandang di kalabahi lebih luas dan
strategis. Kepindahan atau pergeseran ibu kota dari Alor Kecil ke Kalabahi tentu dengan
sendirinya diikuti juga oleh perpindahan penduduk yang telah dibaptis dan beragama Kristen.
Pada tanggal 5 Mei 1911 atas prakarsa pemerintah dibangunlah sebuah kerk school di Kalabahi
(yang dikemudian hari menjadi SD GMIT Kalabahi 1 sekarang) dengan demikian maka
pendidikan bagi anak-anak yang telah dan akan dibaptis tetap terjadi dan berlangsung. Gedung
sekolah ini juga dipakai oleh jemaat di Kalabahi pada setiap hari minggu untuk beribadah, sebab
waktu itu belum memiliki sebuah gedung kebaktian. Karena itu dapat dikatakan bahwa sebuah
gedung sekolah dapat berfungsi menjadi tempat belajar sekaligus tempat pekabaran injil.53
Kalabahi, 10 Juli1924, istri dari A. A van Dalen, membuka kursus menjahit bagi anak-anak
perempuan dalam jemaat Kalabahi. Awalnya menjahit untuk penduduk baru dalam dunia.

51
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 39
52
Pdt. Ebenhaizer Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014),27
53
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 41-42

16
Kursus menjahit tersebut dinamakan kelompok Dorkas. Dengan kursus menjahit inilah, jemaat
Kalabahi dapat membangun sebuah gedung gereja untuk gunakan.54
Pada tanggal 28 Februari 1928, tibalah di Kalabahi Ds. A. Boekenkruger yang menjadi
predikant (Pendeta Kepala) di Alor. Untuk membina dan membangun terus warga jemaat yang
telah ada di berbagai tempat di Alor. Beliau berupaya untuk mulai menata dan mengatur
pelayanan dengan baik, sebagaimana sebuah jemaat yang secara organisatoris perlu dibenahi. 55
Memasuki tahun 1940-an dunia dihadapkan pada tragedi besar yaitu perang dunia II. Keadaan
ini di catat sebagai suatu periode yang kelam dan gelap bagi gereja-gereja di tanah air, khususnya
di Alor yang baru mulai berkembang. Pada periode ini yang menjadi Predikan di Alor
menggantikan Ds. A. Boekenkruger adalah Ds. M. Mollema. Pada saat itu, semua orang Eropa
dan Amerika ditangkap oleh balatentara Jepang kerena menganggap mereka sebagai musuh,
apapun alasan dan pekerjaannya. Akibatnya Ds. M. Mollema bersama sejumlah pejabat Hindia
Belanda meninggalkan Kalabahi dan berlindung di Pitungbang. Dalam periode ini, pada tanggal
28 Oktober 1942 Indlandsch Leerar Soleman Dekuanan dan Indlandsch Leerar Riwu menjadi
korban dan mati sebagai martir bagi gereja di Alor. Akibat berkecamuknya perang dunia II,
maka gereja di Alor khususnya di Kalabahi terputus komunikasi dan hubungannya dengan
organisasi gereja pusat di Kupang.56
Pada tanggal 6 November 1943 berkumpullah beberapa orang pekerja gereja mengadakan
rapat di Kalabahi untuk mengatur pekerjaan Gereja di Alor. Dalam rapat ini, disepakati untuk
dibentuk suatu lembaga yang diberi nama Badan Gereja Protestan Di Alor Pantar, yang menjabat
sebagai ketua Ind. Lehr. Christian, sekertaris Ind. Lehr. Gerson Haan dan bendahara Penatua
Christian Djahi. Badan inilah yang bertugas mengurus jemaat di Alor sampai lahirnya Gereja
Masehi Injili di Timor, dimana jemaat-jemaat di Alor yang merupakan bagian dari umat Kristen
di wilayah Afdeling Timor, (dengan sendirinya menjadi bagian integeral). Dengan berdirinya
Gereja Masehi Injili di Timor, maka dengan sendirinya Badan Gereja Protestan di Alor Pantar

54
Pdt. Ebenhaizeir Nubantimo, “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”, ( Salatiga- Satya
wacana University Press, 2014),252-259
55
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 42-43
56
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 43-44

17
membubarkan diri dan berada dalam GMIT sebagai sebuah klasis yang bernama Klasis Alor
Pantar berkedudukan di Jemaat Kalabahi (kini jemaat Pola Tribuana Kalabahi).57
Ketika GMIT berdiri pada tanggal 31 Oktober 1947, jemaat Kalabahi sebagai jemaat induk
bagi jemaat-jemaat di Alor Pantar mulai dikembangkan. Apalagi di lingkungan pelayanan jemaat
ini, ada banyak kekuatan jemaat baik itu dari segi manusianya, daya dan dananya. Keadaan ini
berlangsung sampai sekitar tahun 1958 – 1960 di mana sinode GMIT karena berbagai
pertimbangan memekarkan klasis-klasisnya yang memiliki wilayah pelayanan yang sangat luas,
termaksud Klasis Alor Pantar. Antara tahun 1959 – 1960 Klasis Alor Pantar yang pusatnya di
jemaat Kalabahi, di mekarkan menjadi 5 kalsis sebagai berikut : Klasis Kolana (diresmikan
tanggal 16 Desember 1959) berpusat di Lantoka, Klasis Kui (diresmikan tanggal 10 Maret 1960)
berpusat di Moru, Klasis Batulolong (diresmikan tanggal 5 Oktober 1960) berpusat di Apui,
Klasis Alor (diresmikan tanggal 20 Oktober 1960) berpusat di Kalabahi, dan Klasis Pantar
(diresmikan tanggal 10 November 1960).
Dalam rapat Badan Kerja Klasis-Klasis Alor Pantar yang disebut sebagai Sidang Sandra Bakti
II tanggal 28 – 29 Februari 1964 disepakati dan ditetapkan bahwa jemaat-jemaat di Alor Pantar
membutuhkan suatu wadah untuk menjadi Lembaga Pembinahan Pelayanan. Lembaga yang
dimaksud adalah sebuah jemaat yang merupakan representasi dari seluruh jemaat di Alor Pantar.
Jemaat itu adalah Jemaat Kalabahi, yang pada tanggal 1 Maret 1964 dirubah dan ditetapkan
namanya menjadi Jemaat Pola Tribuana Kalabahi.58

B. Visi jemaat GMIT Pola terhadap pemuda dan bentuk-bentuk pemberdayaan dan pembinaan
pemuda.
“….. Visi Jemaat Pola Tribuana mengikuti Visi Sinode GMIT. Isi dari visi GMIT yaitu “GMIT adalah
keluarga Allah yang merupakan Umat Keluaran yang diutus ke dalam dunia guna membawa Shalom
Allah. Setiap anggota GMIT berfungsi sebagai Surat Kristus yang hidup guna membawa kabar baik bagi
dunia sesuai dengan teladan Kristus, Sang Diakonos Agung. Dalam menjalankan fungsi tersebut, setiap
anggota GMIT bekerja dengan setia, taat dan produktif dalam memperjuangkan keadilan dan

57
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,” 45
58
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling pastoral serta faktor-
faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana Kalabahi,”Jurnal Teologi (Salatiga: April, 2013), 45

18
kebenaran, yaitu pembebasan yang tertindas, kesataraan derajat dan adanya keseimbangan diantara
pemenuhan hak dan kewajiban serta menggunakan alam ciptaan Allah secara bertanggung jawab.”59
Melalui pernyataan diatas, bisa dilihat bahwa GMIT Pola Tribuana hanya menerima Visi
GMIT Sinode saja, tetapi untuk visi GMIT Pola penjabaran dari visi itu kedalam penjabaran
program-program yang terukur sesuai dengan konteks jemaat Pola Kalabahi, secara khusus
GMIT Pola Kalabahi tidak memiliki perencanaan kedepan tentang peran pemuda dan apa yang
dikehendaki oleh pemuda 25 tahun kedepan. Padahal kalau mau dilihat secara mendalam, visi
sinode hanya sebagai dasar untuk setiap gereja menjalankan program dalam gereja.

“Untuk jemaat sendiri masih belum semua diketahui, dan secara presbiter sebagian sudah mengetahui
tentang visi ini”60
Sekretaris GMIT Pola sendiri menjelaskan bahwa belum semua visi GMIT diketahui oleh
jemaat. Secara teori sudah dikatakan bahwa visi ini dibuat untuk kepentingan bersama dalam
mencapai tujuan tertentu dan jemaat pun harus mengetahui dalam visi yang ada sehingga dapat
menjalankan pelayanan bersama. GMIT mempunyai struktur organisasi yang dijalan secara
presbiterial sinodal dan sebagai seorang presbiter dalam jemaat masih kurang dalam
penyampaian tentang visi gereja kepada setiap jemaat, sehingga masih sebagian jemaat yang
belum mengetahui akan visi tersebut.

“…Ada beberapa pemuda yang sudah termasuk dalam kemajelisan hanya saja belum terlalu
aktif…”61
Pernyataan ini hanya secara tersirat bisa dikatakan bahwa gereja sudah melakukan
pelayanan terhadap pemuda untuk masuk dalam setiap pelayanan dalam gereja. Tetapi tidak
semua pemuda siap untuk menjadi penatalayanan dalam gereja. Ini berarti bahwa gereja sebagai
wadah pelayanan, harus lebih giat lagi untuk bisa membina dan mengarahkan setiap pemuda
dengan baik. Dengan melatarbelakangi teori bahwa PWG bermaksud untuk membantu orang-
orang agar membuka dan menempatkan diri secara realistis, kristis, kreatif dan konstruktif di
dalam situasi yang baru Ini berarti bagi pelayanan gerejawi; bahwa orang-orang Kristen yang

59
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
60
Nandjaya Akal (Sekretaris Gereja GMIT Pola Tribuana), Wawancara 20 November 2016
61
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir, M.Si, 21 November 2016

19
berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru di dalam dunia dan masyarakat,
menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan yang terbuka.62

“Pemuda terkadang selalu kebablasan ketika dikasih pelayanan, bukannya belajar tetapi berlaku
seenaknya sehingga membuat orangtua tidak suka”63
Gereja sudah memberikan peluang untuk kaum muda untuk melayani tetapi terkadang kaum
muda selalu melakukan seenaknya tanpa melihat pelayanan yang sebenarnya. Di sinilah kita
melihat bahwa Pemuda dalam faktor usia tertentu, masih mengikuti apa yang menjadi keinginan
mereka. Bahkan membuat orangtua menjadi tidak nyaman. Pernyataan di atas melatarbeakangi
teori dari Kohlber bahwa seseorang remaja memakai banyak pertimbangan untuk tindakan-
tindakan yang bersifat egoistis, yang mementingkan dirinya sendiri.

“… ide mereka itu baik hanya saja mereka semacam tidak mau tau. Ini hal yang tidak menolong
dalam organisasi …”64
Pemuda mempunya kreatifitas yang baik. tetapi ternyata ada factor tertentu yang membuat
pemuda menjadi apatis dalam pelayanan, yaitu sikap mereka yang masih mementingkan dirinya
sendiri. Inilah yang membuat para orangtua merasa nyaman dengan pemuda itu sendiri. Pemuda
seharusnya dapat belajar untuk dipersiapkan dalam pelayanan.65

“ Pemuda mempunyai jiwa kreatif, inovatif, yang harus juga diarahkan secara baik dan mereka juga
harus membuka diri untuk belajar dari orangtua”66
Dilihat dari pernyataan ini, pemuda sangat mempunyai peran penting dalam sebuah
organisasi. Peran pemuda dalam suatu organisasi gereja sangat di butuhkan. Dan juga perlu
membuka diri untuk selalu belajar dari orangtua. Peran orangtua sangat penting untuk menjadi
contoh nyata bagaimana kaum muda dapat meneladani akan sikap melayani. Karena terkadang
kaum muda mempunyai semangat melayani tetapi sering tidak terkontrol.67 Sehingga kaum
muda sendiri harus dapat menempatkan diri dengan baik, karena semua yang dijalankan sesuai
aturan dan tatanan yang sudah diatur oleh gereja.

62
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25
63
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir, M.Si, 21 November 2016
64
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
65
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
66
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
67
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016

20
“Pembinaan yang dilakukan setiap dilakukan setiap bulan dan menghadirkan pendeta..”68
Gereja sendiri sudah melakukan pembinaan pemuda lewat kebaktian pemuda. Pernyataan ini
melatarbelakangi teori dari Ferry C. Lawier bahwa pemimpin jemaat di Indonesia agar
memberikan perhatian yang lebih serius terhadap baik program maupun proses PAK terhadap
pemuda dalam jemaat.69

“Hanya untuk organisasi gereja, masih di programkan. Agar organisasi gereja menjadi sentral bagi
semua kategorial, supaya bisa menjalankan fungsi dan perannya masing-masing”70
Organisasi gereja merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai visi tertentu.
Organisasi gereja tentunya dipengarui oleh suatu budaya tertentu. Di GMIT Pola sendiri sampai
saat ini, masih dalam proses untuk membuat suatu organisasi gereja untuk menjadi sentral bagi
setiap kategorial yang lebih fokus kepada nilai-nilai teologis.71 Sehingga organisasi yang
terbentuk dapat memotivasi dan menciptakan suasana yang mendukung dalam mencapai tujuan
yang diharapkan.

“Kedepannya akan di lakukan untuk pembinaan organisasi. Karena organisasi gereja harus fungsi
peran dalam pelayanan dan harus di komunikasikan pada kategorial”72
Meninjau secara teori bahwa organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, filsafat dari
organisasi yang dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diterapkan dalam perilaku
organisasi para anggota organisasi.73 Dengan demikian, pemimpin gereja harus mempunya suatu
kemampuan dalam memberikan ide-ide yang kreatif dalam memprogramkan organisasi gereja.

C. Respon pemuda terhadap visi dan bentuk-bentuk pemberdayaan pemuda

68
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
69
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 201
70
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
71
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
72
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
73
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian, 68

21
“….Pelayanan merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur kepada TUHAN dalam totalitas
kehidupan..”74
Bagi pemuda, makna dari pelayanan ialah memberikan totalitas kehidupan sebagai ungkapan
syukur kepada Tuhan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemuda ternyata mempunya rasa
tanggung jawab dalam dirinya untuk mau berpikir pada hal-hal yang nyata. Dalam teori Piaget
bahwa mereka dapat mempresentasikan representasi (gambaran) dari tindakan yang di
lakukan.75

“ Gereja cukup memperhatikan kebutuhan pemuda, tetapi lebih banyak mengarah kepada kegiatan-
kegiatan massa atau besar”76
Menurut responden, gereja sampai saat ini cukup memperhatikan akan kebutuhan
pemuda, tetapi pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan luar gereja, contohnya seperti bakti
sosial ke desa-desa. Inilah yang menjadi kelemahan dari gereja sendiri, agar gereja harus lebih
giat untuk memperhatikan kebutuhan pemuda secara internal. Sehingga banyak pemuda juga
merasa kalau kebutuhan belum cukup dipenuhi oleh gereja.77 Pernyatan ini menitik beratkan
pada teori bahwa Pemuda menjadi lebih luas kepeduliannya terhadap masyarakat secara
keseluruhan. Mereka lebih menataati aturan, menghormati otoritas dan melakukan kewajiban
agar tatanan sosial bisa dipertahankan. Fokus tahapan ini ialah memelihara masyarakat.78

“tidak menyentuh pada pembinaan pemuda”79


Menurut responden , dalam hal pembinaan pemuda belum dirasakan sama sekali. Hal ini
merupakan salah satu yang menjadi kelemahan dari gereja. Sampai saat ini sebagian pemuda
merasa kalau kebutuhan rohani mereka belum terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh
gereja lewat pelayanan pendidikan yang terencana yang baik, terlaksana secara konsekuen,
ditunjang oleh biaya yang memadai serta didukung oleh setiap pihak yang terkait dengan para
pemuda (orangtua, pimpinan jemaat, tokoh masyarakat dan para pendidik).80 Sehingga gereja
seharusnya lebih giat lagi untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda agar nantinya pemuda
tidak meninggalkan gereja.

74
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
75
Thomas Groome, Christian Religion Eduated, Pendidikan Agama Kristen , 366
76
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
77
SA, wawancara pada tanggal 24 November 2016
78
William Crain, Teori Perkembangan, 234-235
79
MW, Wawancara tanggal 23 November 2016
80
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 204-205

22
“Gereja sampai saat ini belum menjelaskan visi gereja kepada pemuda”81
Menurut responden, sampai saat ini visi gereja belum diketahui oleh setiap pemuda.
Inilah yang menjadi kendala mereka dalam melakuakn kegiatan-kegiatan. Karena menurut
responden ketika tidak ada visi khusus dalam gereja, maka setiap program akan dilaksanakan
dengan tidak teratur. Inilah yang seharusnya diperhatikan oleh gereja dalam melaksanakan
kegiatan gereja. Gary Yukl (2010) menyatakan suatu visi harus sederhana dan idealistik; suatu
gambar yang diinginkan di masa yang akan datang; bukan rencana yang kompleks dengan tujuan
kualitatif dan rincian langkah-langkah tindakan.82

“Sejauh ini keterlibatan pemuda dalam pelayanan gereja ini, sudah baik. Misalnya, menjadi
kepanitiaan hari raya gerjawi dan operator LCD”83
Pemuda merupakan generasi penerus dari gereja. gereja harus dapat menyiapkan kebutuhan
dari pemuda, dapat mengakomodir setiap kebutuhan yang diperlukan dalam pelayanan. Sehingga
pemuda tidak jenuh dalam melayani. Menurut Ketua Pemuda Pola juga memengatakan hal yang
sama bahwa keterlibatan pemuda hanya sebatas kegiatan gerejawi dan operator LCD, tetapi
untuk menjadi majelis jemaat atau menjadi pemusik dalam pelayanan gereja masih belum di
jangkau.84 Ditinjau dari teori yang ada bahwa semua pimpinan jemaat pada aras kepemimpinan
(sinode, klasis, jemaat) sudah tiba saatnya untuk semakin memberi perhatian terhadap pelayanan
bagi pemuda dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan terlibat (orangtua, katekis, guru
dan dosen PAK serta setiap orang dewasa Kristen/ warga gereja dan juga gereja-gereja/ jemaat-
jemaat) hendaknya menyediakan sarana dan pra-sarana yang memadai bagi pelaksanaan
pelayanan pendidikan bagi pemuda umumnya dan warga gereja pada umumnya.85

“ Gereja harus lebih membuka diri dan menerima masukan positif untuk kemajuan pelayanan
gereja”86
Menurut responden gereja masih menutup diri, dalam hal ini responden merasa pemuda masih
belum mendapat perhatian secara baik. Pernyataan ini menitik beratkan pada salah satu ciri khas

81
Meri Djahila, Ketua pemuda Pola Tribuanan wawancara via telepon 17 Januari 2017
82
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, perilaku organisasi, Aplikasi dan penelitian,
83
MW, wawancara tanggal 23 November 2016
84
Wawancara via telepon dengan Ketua Pemuda, Mery Djahila, tanggap 17 Januari
85
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, 213
86
Wawancara dengan ED, 25 November 2016

23
PWG yang dipaparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-perubahan yang
luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab dan
dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru.

“ Gereja harus peka terhadap masalah-masalah pemuda di lingkungan sekitar”87


Pernyataan ini menitik beratkan kepada Seorang pelayan mempunyai tugas untuk
membimbing, menasehati, serta menopang jemaatnya. Perannya itu salah satunya dapat
menjawab permasalahan pemuda. Gereja tidak saja tinggal diam tetapi harus dapat membantu
pemuda untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan atau pergumulan pemuda.

D. Penghambat-penghambat dalam Pembinaan dan pemberdayaan pemuda.


Clement Suleeman mengungkapkan bahwa pemahaman warga gereja tentang pembinaan
warga gereja masih bermacam ragam. Walaupun demikian, pada umumnya dapat dilihat bahwa
mereka cenderung untuk menafsirkan pengaktifan kembali kegiatan-kegiatan rutin sebagai
pembinaan. Oleh karena pembinaan dalam pengertian demikian cenderung mengarah ke dalam
(introvert), maka menjadi jelas bahwa jarak antara Gereja dengan dunia belum dihubungkan.88
Salah satu ciri khas PWG yang dipaparkan oleh Clement ialah sikap terbuka terhadap perubahan-
perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara
bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. PWG
bermaksud untuk membantu orang-orang agar membuka dan menempatkan diri secara realistis,
kritis, kreatif dan konstruktif di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi;
bahwa orang-orang Kristen yang berada di tengah-tengah serta menghadapi tantangan yang baru
di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sifat dan tindakan
yang terbuka.89
Sejauh yang diamati, GMIT Pola belum ada visi secara khusus, bukan hanya jemaat
secara keseluruhan tetapi untuk kategori pemuda tidak ada. Sehingga bisa dikatakan bahwa
pelayanan yang dijalankan oleh GMIT Pola sendiri masih mengikuti pelayanan periode yang
lama. Visi merupakan arah ke mana organisasi akan dibawa menuju masa depan yang lebih baik
dan lebih berhasil daripada sebelumnya. Visi yang benar merupakan gagasan yang penuh

87
Wawancara dengan ED, 25 November 2016
88
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Gunung
Mulia, 2012), 23
89
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan:25

24
kekuatan untuk masa depan dengan mengandalkan kemampuan, ketrampilan, bakat, dan sumber
daya. Manusia visioner mampu melahirkan gagasan-gagasan berpengaruh dan menginspirasi
orang-orang kreatif untuk mewujudkannya menjadi kenyataan.90 Dalam sebuah institusi gereja
harus mempunyai visi yang jelas sehingga pelayanan yang di jalankan sesuai dengan visi yang
dirancangkan, tetapi dari hasil penelitian di atas, menggambarkan bahwa GMIT Pola Tribuana
belum secara spesifik merumuskan visi khusus dalam organisasi GMIT Pola. Sehingga tidak
dipungkiri bahwa pelayanan dalam sendiri belum berjalan dengan baik karena belum adanya visi
yang jelas.
Dikaitkan dengan pemuda, gereja juga harus lebih fokus dalam membina dan
mendampingi pemuda. Karena pemuda ada tulang punggung gereja di masa yang akan datang.91
Kurang adanya perhatian gereja terhadap pembinaan pemuda dapat membuat pemuda menjadi
jenuh dalam pelayanan gereja.92 Pembinaan pemuda telah dilakukan oleh gereja, melalui
kebaktian pemuda setiap bulannya yang di dampingi oleh para pendeta,93 hanya saja bagi
pemuda itu belum cukup karena menurut pemuda pembinaan dilakukan pada setiap gugus/
kelompok yang ada.94
Ini merupakan pergumulan bagi gereja sendiri yang dalam pelayanan bagi pemuda. Dari
pihak gereja sendiri menganggap kalau gereja sudah membuka diri bagi pelayanan pemuda
sendiri hanya saja ketika gereja sudah membuka diri, tetapi terkadang menggunakan kepercayaan
itu dengan tidak terkontrol.
Dalam hasil penelitian di atas terlihat bahwa dalam gereja sendiri ternyata kurang peka
dan memperhatikan akan keperluan dari pemuda. Dan juga kurang adanya kebersamaan yang
baik antara gereja dan pemuda. James D. Mooney, ialah “Organization is the of every human
association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu). Sedangkan menurut Kochler, organisasi adalah sistem
hubungan yang terstruktur mengkoordinasikan usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu.95 Dengan melihat teori James dan Kochler, dalam mencapai suatu visi organisasi, maka
perlu adanya kerjasama antara setiap kategorial, terkhususnya pemuda.

90
Retnowati, Kepemimpinan Transformatif:menuju kepemimpinan baru gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 1
91
MW, Wawancara tanggal 23 November 2016
92
SA, wawancara pada tanggal 24 November 2016
93
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
94
Wawancara dengan ED, 25 November 2016
95
Retnowati, Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 20-22

25
Pemuda adalah man yang dalam pembinaan dan pendidikannya membutuhkan methods yang
relevan dan yang dapat membantu baik pendidikan maupun peserta didik mencapai tujuan secara
bersama-sama.96 Gereja dan pemuda merupakan suatu komponen yang tidak bisa dipisahkan.
Sehingga gereja harus lebih memperhatikan akan kebutuhan-kebutuhan pelayanan pemuda dan
memberdayakan pemuda dalam pelayanan didalam gereja.97
Gereja ada harapan-harapan yang ingin menjadi tujuan bersama dalam organisasi gereja.
Pemuda seharusnya dapat memberikan kontribusi kepada gereja dengan cara melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat sesuai dengan aturan dalam gereja. Karena menurut Ibu Pdt.
Dorkas, terkadang pemuda menggunakan kesempatan untuk membuat organisasi dunia dan
dimasukkan dalam pelayanan gereja, sedangkan pelayanan gereja sendiri juga ada dalam sebuah
tatanan aturan yang ada..98 Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri untuk gereja, dalam
periode satu tahun kedepan.
Psikologi perkembangan moralitas dari pemuda, menurut Kohlberg, yaitu anak-anak muda
mulai berpikir sebagai masyarakat yang konvesional, dengan nilai, norma dan harapan-
harapannya.99 Dengan hasil penelitian yang dilakukan, kaum muda GMIT Pola mengharapkan
gereja dapat menjadi sahabat mereka, yang menjadi tempat untuk mereka dapat sharing tentang
kebutuhan mereka, terkhususnya dapat melakukan pembinaan kepada mereka. Dan juga
mengiikut sertakan mereka dalam evaluasi-evaluasi program gereja dan mendengarkan aspirasi
mereka.100 Sejauh pengamatan yang penulis lakukan, terkadang gereja dan pemuda sering
berselisih paham tentang pelayanan. Kadangkala gereja kurang mendengarkan pendapat dari
pemuda dan membuat pemuda menjadi malas dalam gereja. Hal inilah seharusnya dihindari
dalam sebuah pelayanan gereja, karena akan mendatangkan pelayanan yang tidak efektif. Yang
seharusnya dilakukan Majelis Jemaat ialah dapat memperlengkapi dan memberdayakan anggota
jemaat mengembangkan talenta yang dimilikinya dalam mewujudkan jemaat sebagai basis
pelayanan.101 Inilah yang seharusnya dilakukan oleh gereja sebagai basis pelayanan.

IV. Penutup

96
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan., 208
97
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
98
Wawancara dengan Pdt. Dorkas Sir M.si, Tanggal 21 November 2016
99
William Crain, Teori Perkembangan, 234-235
100
Wawancara dengan TDT, tanggal 23 November 2016
101
MJ Sinode GMIT, Pengaturan organisasi-administrasi dan sistem komunikasi-infomasi GMIT, (Kupang: MS. GMIT,
2016), 15

26
A. Kesimpulan
Visi dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi organisasi
tertentu dalam mencapai tujuan pada masa yang akan datang. Demikian juga dengan Jemaat
GMIT Pola Tribuana Kalabahi. Tetapi hingga saat ini, GMIT Pola Tribuana belum memiliki visi
yang jelas. Akibatnya program gereja belum terlaksana dengan baik, salah satunya berkaiatan
dengan pembinaan dan pemberdayaan pemuda. Banyak pemuda yang masih belum mengambil
bagian dalam pelayanan dan menganggap pembinaan yang dilakukan oleh gereja masih kurang,
karena gereja sendiri belum mempunyai visi yang yang jelas dalam program-program gereja.
Pembinaan hanya sebatas dilakukan dalam setiap ibadah pemuda per bulannya sedangkan dalam
menjawab kebutuhan pemuda dalam jemaat/ lingkungan masih sangat kurang. Gereja seharusnya
merumuskan visi GMIT kedalam program-program dengan lebih konkrit untuk pemuda. Dengan
adanya visi yang yang jelas, maka setiap program-program gereja pun akan terus berkembang
dan pelayanan dalam setiap kategorial akan terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan
zaman.

B. Saran
1. Bagi GMIT Pola Tribuana Kalabahi
 Gereja dapat merumuskan visi GMIT Pola Tribuana dengan berlandaskan visi Sinode GMIT
dan dapat mensosialisasikan kepada Jemaat Pola Tribuana agar jemaat juga mengetahui akan
visi gereja.
 Untuk menjawab kebutuhan dari pemuda, dari pihak gereja dapat melakukan pembinaan-
pembinaan dalam bentuk workshop atau diskusi kepada pemuda. Dengan demikian, gereja
dapat mengetahui akan pergumulan pemuda serta menjawab akan kebutuhan pelayanan
pemuda dan membuat program-program gereja sesuai dengan kebutuhan pemuda.
 Gereja mampu membangun komunikasi yang baik dengan setiap kategorial, khususnya
pemuda, agar pelayanan dapat berjalan dengan baik mengingat pemuda adalah generasi gereja
masa depan.
 Dalam melakukan rapat tahunan, sebaiknya Majelis Jemaat melibatkan semua kategorial
(PAR, pemuda, kaum bapa, kaum ibu, lansia). Dari kelompok kategorial tersebut, dibuat
suatu diskusi yang di dalamnya merumuskan program-program konkrit yang bertolak dari
visi ke depan. Dengan demikian, bisa menjadi bahan pertimbangan bagi gereja dalam
merumuskan program-program kedepan.
27
2. Bagi Pemuda Pola Tribuana
Pemuda dapat meningkatkan kreatifitas yang untuk pelayanan gereja. Dapat bekerja sama
dengan gereja guna menjadi menjawab program jemaat Pola Tribuana untuk kemajuan
pelayanan, memberikan aspirasi kepada gereja agar semakin di perbaharui pelayanannya dengan
ide-ide kreatif, inovatif dan kritis. Dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan didalam pelayanan
sesuai dengan aturan-aturan gereja.

3. Bagi Fakultas Teologi


Agar lebih meningkatkan pengembangan dan pembelajaran tentang organisasi gereja dan juga
Pendidikan Agama Kristen agar dapat bermanfaat bagi gereja dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Boehlke, Robert. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Dari
Yohanes Amos Comenius hingga Perkembangan PAK di Indonesia), Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2005.
Crain, William. Teori perkembangan, Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan (Kumpulan karangan seputar Pendidikan Agama Kristen),
(Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
Kinnaman, David. You Lost Me (Mengapa Orang Kristen Muda Meninggalkan Gereja Dan
Memikirkan Ulang tentang Iman Mereka), Sekolah Tinggi Teologi Bandung (STTB).
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat Edisi ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997.
MJ Sinode GMIT, Pengaturan organisasi-administrasi dan sistem komunikasi-infomasi GMIT,
Kupang: MS. GMIT, 2016
Nuhamara, Daniel. Pembimbing PAK (Pendidikan Agama Kristen), Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Nouwen,Henry. Pelayanan yang kreatif, Yogyakarta: Kanisius, 1986.
Nubantimo, Ebenhaizer “Alor Punya Cerita (Kisah-kisah mengharukan masuknya Injil ke Alor)”,
Salatiga- Satya wacana University Press, 2014.
Philip, Tangdilintin. Pembinaan generasi Muda, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Retnowati. Teologi Kepemimpinan dan Manajemen, Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2009.
……….., Kepemimpinan Transformatif, Jakarta: Gunung Mulia, 2016.
Setyawan, Yusak B. Eklesiologi, Salatiga; Fakultas teologi UKSW Press, 2013.
Shiraev, Eric. dan David A. Levy. Psikologi Lintas Kultural (Pemikiran Kritis dan terapan Modern,
edisi keempat), Jakarta: Kencana, 2012.

28
Sumiyatiningsih, Dien. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik : Buku Pegangan untuk Mengajar
Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta : Teras, 2009.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonsesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2011

JURNAL
Ludji, Irene. Eklesiologi dan konsep pelayanan Holistik, Jurnal of Theologia, Vol. IV, No.1 (Agustus
2009): 81
Poppy Lapenangga. “Konseling Pastoral Pendeta “Studi pemahaman Pendeta mengenai konseling
pastoral serta faktor-faktor penghambat pelayanannya di Jemaat GMIT Pola Tribuana
Kalabahi,”Jurnal Teologi (Salatiga: April, 2013).
Yulita Alexandra Nayoan. “Kepimpinan Perempuan dalam gereja; Suatu tinjauan sosio-teologis
terhadap kepemimpinan perempuan dalam gereja di GMIT)”, jurnal Teologi (Salatiga:
September, 2012).

29

Anda mungkin juga menyukai