Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN ILMIAH KELOMPOK TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK 2



OLEH KELOMPOK V
FASILITATOR : drg. MARTHA MOZARTHA,M.Si
KETUA : KHAIRUNNISA ( 04111004063 )
SEKRETARIS : AMALIA VIRGITA ( 04111004061 )
ANGGOTA : WIDYA ANGGRAINI ( 04111004056 )
REISHA MERSITA ( 04111004057 )
FEBRISALLY PURBA ( 04111004058 )
FADLUN ( 04111004059 )
KARIMAH ( 04111004060 )
ATIKA SAMY KENCANA ( 04111004062 )
EKA WAHYUNI ( 04111004065 )
PUTRI AJRI MAWADARA ( 04111004066 )
ESSYA NOVA RELENSIA ( 04111004067 )
ATIEKA ULLI SANDRA ( 04111004068 )
MARIA SANDIKA P. ( 04111004069 )

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN

1) LATAR BELAKANG
Ibu Nesi datang ke drg. Dina mengeluhkan giginya yang sakit dan ingin
dicabut. Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi Ibu Nesi ada yang
berlubang dan bengkak. Karena kasus Ibu Nesi jarang ditemui drg. Dina
mendokumentasikannya dengan kamera digital tanpa persetujuan Ibu Nesi.
Foto tersebut digunakan drg. Dina untuk bahan penelitian.

2) KLASIFIKASI ISTILAH
Dokumentasi : proses pengambilan data unutk disimpan
Kamera digital : alat pengambil gambar tanpa menggunakan film
Foto : hasil dari pengambilan gambar
Persetujuan : kesepakatan antara pasien dan dokter
Bahan penelitian : hasil dokumentasi yang akan diteliti lebih lanjut
dengan meninjau daftar pustaka
Kasus : masalah yang membutuhkan solusi
Keluhan : bentuk ketidaknyamanan pasien dan perlu ditindak
lanjuti

3) IDENTIFIKASI MASALAH
drg Dina mendokumentasikan kasus Ibu Nesi menggunakan kamera digital
tanpa persetujuan untuk bahan penelitian.

4) ANALISIS MASALAH
- Apa definisi etika dan hukum kedokteran? Serta jelaskan etika dan
hukum yang wajib diketahui
- Apa yang dimaksud dengan informed consent ?
- Jelaskan etika dan hukum kedokteran mengenai prosedur
mendokumentasikan kasus pasien!

5) HIPOTESIS
drg Dina melakukan pelanggaran etika dan hukum kedokteran karena
mendokumentasikan kasus Ibu Nesi tanpa persetujuan

6) LEARNING ISSUE
- Etika dan hukum kedokteran
- Hak dan kewajiban dokter dan pasien
- Informed consent











BAB II
PEMBAHASAN
I. ETIKA KEDOKTERAN
1.1 Pengertian Etika Kedokteran
Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku profesional para
dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya sebagaimana tercantum
dalam lafal sumpah dokter dan kode etik masing-masing yang telah disusun oleh
organisasi profesinya bersama pemerintah.
1.2 Kode Etik Kedokteran
Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran, profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu
pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani
masyarakat.
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdiri dari 17 pasal
yang terdiri dari kewajiban umum dan kewajiban dokter terhadap
pasien.
1.3 Pelanggaran Etik Murni dan Etikolegal
Pelanggaran Etik Murni :
1. Menarik imbalan yang tidak wajar
2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawat
3. Memuji diri sendiri di depan pasien
4. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran
berkesinambungan
5. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri

Pelanggaran Etikolegal :
1. Pelayanan kedokteran di bawah standar
2. Menerbitkan surat keterangan palsu
3. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter
4. Abortus provokartus
5. Pelecehan seksual
1.4 Prosedur Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia
(KKI) dalam menjalankan tugasnya, yaitu :
1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan
2. Menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etik, MKDKI
meneruskan pengaduan tersebut ke organisasi profesi (IDI, MKEK)
Apabila terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter atau dokter gigi,
MKDKI dapat memberikan sanksi disiplin berupa peringatan tertulis,
rekomendasi surat tanda registrasi, Surat Izin Praktik atau wajib
mengikuti pendidikan dan latihan kembali.
1.5 Pedoman Penilaian Kasus-Kasus Pelanggaran Etika Kedokteran
1) Pancasila
2) Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
3) Ciri dan hakikat pekerjaan profesi
4) LSDI
5) Tradisi Luhur kedokteran
6) KODEKI
7) Hukum kesehatan terkait
8) Hak dan kewajiban dokter
9) Hak dan kewajiban pasien
10) Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
11) Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior
1.6 Bentuk-Bentuk Sanksi terhadap Pelanggaran Etika
1) Teguran atau tuntutan secara lisan atau tertulis
2) Penundaan kenaikan gaji atau pangkat
3) Penurunan gaji atau pangkat stingkat lebih rendah
4) Dicabut izin praktik untuk sementara atau selamanya
5) Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, diberikan hukuman sesuai
dengan peraturan kepegawaian yang berlaku dan diproses ke
pengadilan.

II. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN DOKTER

2.1 Hak Pasien
Menurut UU No. 29 Tahun 2004, hak-hak pasien adalah :
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
Menolak tindakan medis
Mendapat isi rekam medis
Menurut KODEKI :
Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk mati
secara wajar
Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan
standar profesi kedokteran
Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter
yang mengobatinya
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan
dapat menarik diri dari kontrak terapeutik
Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan
diikutinya
Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan
kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau
pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindak lanjut
Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit
Memperoleh penjelasan tentang rincian biaya perawatan, dll
2.2 Kewajiban Pasien
Dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53,
pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban:
Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), kewajiban-
kewajiban pasien, yaitu:
Memeriksakan diri sendiri sedini mungkin pada dokter.
Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya.
Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah
sakit dan lain-lainnya.
Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembuh.
Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan
pengobatan serta honorarium dokter.
2.3 Kewajiban Dokter
Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
dokter/dokter gigi berkewajiban:
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan setelah pasien meninggal.
Melakukan pertolongan darurat atas dasar prikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi.

Menurut KODEKI, dokter/dokter gigi berkewajiban:
2.4 Hak Dokter
Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
dokter/dokter gigi mempunyai hak-hak yaitu:
Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan
keluarganya
Menerima imbalan jasa

Menurut KODEKI:
Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter
(SID) dan Surat Izin Praktik (SIP)
- Diatur dalam PP No. 58 Tahun 1958
- PerMenKes RI No. 560/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian
izin praktik bagi dokter umum
- PerMenKes RI No. 561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian
izin praktik bagi dokter spesialis
- Pasal 7 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran.
Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga
tentang
penyakitnya
Bekerja sesuai standar profesi
Menolak melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika,
hukum, agama, dan hati nuraninya
Mengakhiri hubungan dengan pasien jika menurut penilaiannya kerja
sama pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan
gawat darurat
Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam
keadaan gawat darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu
menanganinya
Hak atas kebebasan pribadi (privasi) dokter
Ketentraman dalam bekerja
Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter
Menerima imbalan jasa
Menjadi anggota perhimpunan profesi
Hak membela diri

III. INFORMED CONSENT
Apa yang dimaksud informed consent?
Informed Consent terdiri dari kata yaitu informed yang berarti
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi) dan consent yang
berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent
mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapatkan informasi.
Dengan demikian definisi informed consent adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Informed Consent dibedakan menjadi dua, antara lain:
1. Tersirat (implied consent), PTM ini dibedakan menjadi dua yaitu
dalam keadaan normal dan dalam keadaan darurat. Maksud tersirat
disini dapat dilihat dari sikap dan tindakan pasien.
2. Dinyatakan (expressed consent), PTM ini dibedakan menjadi dua,
yaitu dalam tulisan maupun lisan. PTM ini disampaikan terlebih
dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai salah
pengertian.

Selain itu, informasi atau keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu
tindakan kedokteran dilaksanakan adalah :
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
5. Konsekuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif pengobatan cara lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Syarat sahnya sebuah informed consent, yaitu :
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga
dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu yang khas
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama

Tujuan pelaksanaan informed consent :
Dalam hubungan antar pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan
medis (pasien), pelaksanaan informed consent bertujuan :
1. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum
dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya,
maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis sewenang-wenang,
tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan
standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya yang tinggi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak
ada alasan medisnya.
2. Memberi perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis
dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, perlunya
dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent
mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
a) penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku
manusia.
b) promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
c) untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam
mengobati pasien.
d) menghindari penipuan dan mislending oleh dokter
e) mendorong diambilnya keputusan yang lebih rasional.

Pada prinsipnya, informed consent diberikan di setiap pengobatan oleh
dokter tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat
terasa dalam kasus-kasus sebagai berikut:
1. Kasus yang menyangkut pembedahan/operasi
2. Kasus yang menyangkut pengobatan dengan teknologi baru yang
belum dipahami efek sampingnya
3. Kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak
efek samping, seperti terapi sinar laser.
4. Kasus penolakan penobatan oleh klien.
5. Kasus dimana selain mengobati, dokter juga melakukan riset dan
eksperimen dengan berobjekkan pasien.










BAB III
RANGKUMAN

drg Dina melanggar KODEKI dan Hukum Kedokteran karena telah
mendokumentasikan kasus Ibu Nesi tanpa persetujuan ( informed consent ).















BAB IV
REFERENSI

1. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi 4 oleh M.Jusuf
Hanafiah dan Amri Amir
2. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi 3 oleh M.Jusuf
Hanafiah dan Amri Amir
3. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman oleh
Chrisdiono dan M. Achnadiat
4. http://ilunifk83.com/t93-uu-ri-no-29-tahun-2004-tentang-praktik-
kedokteran
5. http://ilunifk83.com/t149-uu-ri-no-23-tahun-1992-tentang-kesehatan
6. Http://informedconsent_a1.webs.com/informedconsent.com
7. http://www.ilunifk.83.com/t149-uu-no-23-tahun-1992-tentang-
kesehatan
8. http://eprints.undip.ac.id/20779/1/2386-kf-fh-98.pdf


9.

Anda mungkin juga menyukai