Anda di halaman 1dari 3

Bekasi merupakan salah satu kota atau daerah yang memiliki sejarah perjuangan

panjang bangsa Indonesia pada masa penjajahan dahulu. Masih terdapat banyak sisa-sisa
peninggalan, saksi bisu dari peristiwa di masa lalu itu. Salah satu contoh sisa peninggalan
sejarah yang merupakan saksi bisu kelamnya masa penjajahan tercermin dari salah satu
gedung tua di sudut daerah Bekasi, tepatnya terletak di jalan Sultan Hasanudin berdekatan
dengan Pasar Tambun dan Stasiun kereta api Tambun Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi dan gedung itu dinamai Gedung Tinggi atau disebut juga Gedung Joeang
45.
Gedung tua yang penuh sejarah dan sarat dengan cerita perjuangan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Gedung tua yang berdiri kokoh dan tampak megah dan menjadi saksi bisu
perjuangan rakyat bekasi untuk melawan penjajah. Tidak ada catatan sejarah yang
mengungkapkan sejak kapan masyarakat Bekasi menyebut bangunan bercat putih itu Gedung
Tinggi. Namun demikian, sebutan itu dapat dipastikan karena pada saat berdiri bangunan itu,
hanya satu satunya bangunan yang paling tinggi di Bekasi. Sehingga masyarakat Bekasi lebih
mudah menyebutnya sebagai Gedung Tinggi. Gedung Tinggi itu disebut juga sebagai Gedung
Joeang 45. Dari sebutan tersebut dapat dipastikan terkait dengan fungsi gedung tinggi setelah
Jepang masuk ke Indonesia. Saat itu gedung tinggi kerap dipergunakan untuk kepentingan
para pejuang kemerdekaan. Bahkan beberapa kali gedung tinggi digunakan oleh pejuang
sebagai markas perjuangan. Bahkan di gedung tinggi pernah dilakukan sebagai tempat tukar
menukar tawanan antara tentara Belanda dengan pejuang kemerdekaan RI.
Dalam buku sejarah Bekasi, Gedung Tinggi atau Gedung Juang, didirikan tahun 1906,
oleh seorang tuan tanah keturunan Cina, Kouw Oen Huy. Ia sering juga dipanggil Kapitaen.
Kouw Oen Huy, sebagai tuan tanah menguasai lahan mulai dari Tambun, Cakung Teluk
Pucung hingga ke Cakung yang kini sudah masuk DKI Jakarta. Bangunan yang pertama
adalah bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan Gedung Tinggi. Dalam bangunan itu
masih terdapat tulisan di lias atas bagian belakang gedung itu tahun 1910. Tidak jelas
pembuatan tahun itu sebagai tahun dimulainya bangunan atau tahun selesainya bangunan
pertama. Karena pembangunan tahap ke dua yaitu gedung tinggi tercatat tahun 1925.
Jika dilihat dari gaya bangunan, pembangunan gedung tinggi diilhami oleh bangunan
bergaya Eropa, yang saat itu mulai banyak muncul di beberapa daerah jajahan Belanda.
Bangunan itu bercirikan tulang penyanggahnya terdiri dari pilar yang bergaris lurus dan
bermotif kembang. Ketinggian bangunannya diperikirakan 4 meter untuk lantai dasar dan 4
meter untuk lantai dua. Sedangkan atapnya memiliki kemiringan sekitar 50 persen. Lantainya
terbuat dari ubin berkualitas tinggi. Sehingga tidak mudah pecah. Ubin terbut dibuat motif
kembangan warna merah. Sedang ketebalan dindingnya diperkirakan sekitar 15 Cm. Terbuat
dari batu bata merah. Sedang tiang penyanggah sekaligus dijadikan sebagi pilar terbuat dari
semen.
Gedung Tinggi Tambun, terdiri dari 5 unit bangunan, Satu bangunan utama yang
disebut sebagai Gedung Tinggi dua satu bangunan rumah tempat tinggal yang terdapat di sisi
kiri bangunan utama, dua bangunan paviliun serta satu bangunan yang juga sejenis paviliun
namun ruangannya lebih sempit. Diduga bangunan itu disediakan untuk tempat para bujang
Kouw Oen Huy, yang sedang berkunjung ke rumahnya. Itu baru dugaan, karena tidak ada
sejarawan atau sumber yang dpat menceritakan kegunaan ruangan paviliun tersebut.
Bangunan Utama Gedung Tinggi terdapat dua lantai. Pada lantai dasar terdapat satu
ruang utama berada dibelakang tangga gerbang utama. Sedang 4 kamar terdapat di sisi kiri
dan kanan ruang utama. Sedang depan sebelum pintu terdapat teras yang dibatasi tembok
berukuran satu meter. Pada lantai dua juga terdapat satu ruang utama, empat kamar di sisi kiri
kanan ruang utama. Untuk memasuki lantai dua terdapat dua tangga yang satu terdapat di
setelah pintun utama lantai dasar sedang tangga ke dua terdapat di belakang sisi kiri
bangunan. Untuk dapat masuk ke setia kamar dilengkapi tiga pintu dari sebelah kiri dan tiga
pintu sebelah kanan dan masing masing memiliki 2 jendela. Baik di sebelin kiri lantai atas
dan sebelahkanan lantai atas dan begitu juga lantai dasar. Sedang atapnya terbuat dari
genting.
Sebagai tuan tanah tanah yang kaya raya, Kouw Oen Huy, dapat dipastikan memiliki
relasi yang cukup luas. Baik dengan pemerintah penjajah Belanda maupun dengan para
pedagang. Sehingga sebagai tuan tanah ia tidak hanya membutuhkan tempat tinggal tapi juga
membutuhkan ruang pertemuan serta kamar untuk para tamu jika sedang ada keperluan.
Begitu juga tersedianya kamar kamar ukuran kecil dibelakang diperkirakan karena bisa saja
ada urusan para bujangnya. Sehingga rumah itu tidak saja untuk tempat tinggal tapi juga
untuk kepentingan lainnya. Loue Oen Huy, sempat mengusai lahan pertanian di Bekasi
hingga tahun 1942.
Seiring dengan masuknya kekuasaan Jepang atas Indonesia, tahun 1943, Gedung
Tinggi masuk dalampengawasan Jepang. Tidak dijelaskan bagaimana jepang menguasai
gedung tersebut. Jepang menguasi gedung tinggi hingga Februari 1945, menjelang
kemerdekaan RI. Setelah pemerintah Jepang menyerah kepada tentara sekutu,Gedung Tinggi
diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai kantor Kabupaten Jatinegara.
Sebagai daerah perjuangan, menghadapi perang kemerdekaan, Gedung Tinggi yang
berlokasi tak jauh dari jalan utama yang menghubungkan Jawa barat-jawa Tengah dan hanya
terpaut beberapa meter dari stasiun kereta Api Tambun, sangat tepat dijadikan sebagai
markas perjuangan. Tahun 1945 itu juga Komite Nasional Indonesia (KNI) mengambil alih
gedung tinggi dan dijadikan sebagai kantor KNI setelah sebelumnya digunakan sebagai
kantor Kabupaten Jatigenara. Lalu gedung tinggi difungsikan sebagai tempay Pusat Komando
Pejuang republik Indonesia (PKPRI) dalam menghadapi Tentara sekutu yang membonceng
tentara Belanda,
Dalam perjalanan sejarahnya, Gedung Tinggi kerap digunakan oleh para pejuang
kemerdekaan untuk kegiatan perundingan serta pertukaran tawanan perang. Gedung tinggi
juga menjadi saksi ketika para pejuang kemerdekaan yang ditawan oleh belanda di pulangkan
ke Bekasi sedang tentara Belanda yang berhasil ditawan pejuang kemerdekaan dipulangkan
ke Jakarta. Gedung tinggi juga tak lu[put dari sasaran serangan udara tentara Belanda. Sebab
gtedung tinggi yang berlokasi sangat strategis itu menjadi target serangan udara Belanda
karena didalamnya bermarkas para pejuang RI.
Ketika perundingan Linggarjati tahun 1947 dihianati Belanda, Dan Belanda
melakukan aksi militer, daerah gedung tinggi menjadi sasaran serangan tentara Belanda.
Sebab gedung tersebut menjadi salah satu basis perjuangan bagi pejuang kemerdekaan RI.
Tahun 1949, gedung tinggi sempat berhasil dikuasai tentara Belanda. Namun tahun 1950 para
pejuang Kemerdekaan RI kembali berhasil menguasainya. Sejak gedung tinggi kembali
dikuasai tahun 1950, gedung yang bernilai sejarah itu sering digunakan berbagai dinas
instansi pemerintah untuk perkantoran. Dan pernah menjadi perpustakaan daerah di
Kabupaten Bekasi, namun karena kurangnya pengunjung Gedung Tinggi tidak lagi
digunakan menjadi perpustakaan. Di areal Gedung juga menjadi tempat pos unit Pemadam
Kebakaran Kabupaten Bekasi.
Namun kondisinya saat ini sangat memprihatinkan dan kurang diperhatikan. Kondisi
gedung sudah menyerupai bangunan tua yang menyeramkan. Cat-cat tembok gedung pun
sudah mulai mengelupas dan terlihat tidak ada perawatan sama sekali. Bahkan, di depan
gedung yang berlantai dua itu, digunakan sebagai pangkalan ojek sehingga selalu macet
didepan areal jalan raya Gedung Tinggi. Gedung Tinggi pun sekarang mulai disebut sebagai
Gedung Kalong, karena gedung tersebut sudah menjadi sarang ribuan kelelawar yang hidup
didalamnya akibat kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah setempat. Hingga
memancing kaum aktivis Bekasi untuk menggerakkan gerakan #SaveGedungJuang .
Dan itulah sedikit cerita dari sejarah peninggalan perjuangan rakyat melawan penjajah
di daerah Bekasi. Masih banyak lagi peninggalan-peninggalan sejarah sisa perjuangan masa
lalu untuk dikupas di Bekasi. Kita semua berharap Pemerintah untuk lebih memperhatikan
gedung-gedung atau peninggalan sejarah peristiwa yang merupakan perjuangan bangsa dan
harus dijaga sebagai peristiwa yang patut di apresiasi oleh kita penerus bangsa.
Sumber : Ali Anwar, Wartawan Tempo, Sejarawan Bekasi/Arsip
Litbang MAJALAH KOMUNITAS

Anda mungkin juga menyukai