Anda di halaman 1dari 5

215 Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012

LAPORAN KASUS
Surachtono
Kardiomiopati Peripartum
CASE SUMMARY
Peripartum cardiomyopathy (PPCM) is a dilated
cardiomyopathy which occured during the end third
trimester of pregnancy until the ffth months of birth.
The characteristic sign of PPCM is reduced the
ejection fraction of left ventricle and associated to
congestive heart failure, increased risk of arrhythmia,
thromboemboli and sudden cardiac arrest. Patient
with preeclamptic would worsening the clinical
condition of heart failure.
A 34 years old admitted to intensive care unit
with post section caesarian secondary to foetal
distress and lung edema. During her care in the unit
there was diffcult to wean from ventilator due to
reduced the ejection fraction of left ventricle and
lung infection and the patient totally stayed in the
unit for 9 days.
Keywords: pregnancy, peripartum
cardiomyopathy, congestive heart failure, ventilator.
( Maj Ked Ter Intensif. 2012;2(4): 222 - 26 )
PENDAHULUAN
Angka kekerapan kardiomiopati peripartum
adalah 1 dari 1300-4000 kelahiran hidup di Amerika
Serikat. Kardiomiopati peripartum lebih sering terjadi
pada wanita yang lebih tua multipara. Diagnosis
PPCM harus disingkirkan adanya riwayat penyakit
jantung sebelumnya dan tidak ditemukan penyebab
gagal jantung tersebut. Pemeriksaan ekokardiogram
berguna baik untuk diagnosis dan memantau
keefektifan pengobatan PPCM tersebut.
Penyebab PPCM tidak diketahui. Saat ini
sedang diteliti kemungkinan penyebab adalah virus,
autoimun atau gangguan fungsi sistem imunitas,
racun yang menyebabkan gangguan sistem imun,
kekurangan mikronutrien dan mineral. Gejala-gejala
meliputi satu atau lebih berupa: ortopneu, dispneu,
batuk, sering buang air kecil pada malam hari,
peningkatan berat badan berlebih pada bulan terakhir
kehamilan (2-4 pound atau lebih per minggu),
palpitasi dan nyeri dada.
Angka kesembuhan dapat mencapai 98% dengan
pengobatan berupa diuretik, beta bloker dan ACE-I.
Pada pasien PPCM dengan fraksi ejeksi <35%
diberikan antikoagulan untuk mencegah trombus di
ventrikel kiri. Pasien yang tidak responsif dengan
pengobatan standar, jika fraksi ejeksi <20% selama
2 minggu atau <40% selama 3 bulan pengobatan
konvensional, maka harus diinvestigasi dengan
pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging)
jantung, kateterisasi jantung, biopsi endomiokardial
dan analisis PCR virus. Pemberian terapi antivirus,
imunoabsorpsi, gamma globulin intravena atau
terapi imunomodulasi lain dapat dipertimbangkan.
Pemberian ACE-I dan beta bloker dianjurkan paling
sedikit selama 1 tahun.

KASUS
Seorang wanita, 34 tahun, G1P0A0, hamil 35-
36 minggu dengan berat badan 88 kg, datang ke
rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fsik
pasien tampak sesak, posisi setengah duduk, batuk.
Tekanan darah (TD) 160/110 mmHg, nadi 120 x/m,
napas 28 x/m, SpO
2
93 % dengan O
2
4 L/m, suhu
36,3C. Ronki basah di kedua lapangan paru, tidak
ada gallop, terdapat edema di kedua ekstremitas
bawah.
Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif
Rumah Sakit Kanker Dharmais,
Jl.Letjen S. Parman 11480, Jakarta Barat
Korespondensi:surachtono@yahoo.com
216 Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Gambar 1. Foto toraks saat masuk rumah sakit
Hasil pemeriksaan darah Hb 11,9 g/dL, Ht 36
vol%, leukosit 9080/mm
3
, trombosit 410.000/mm
3
,
masa perdarahan 2 menit, masa pembekuan 14
menit, SGOT 24 IU, SGPT 12 IU, ureum 19 mg/
dL, kreatinin 1,5 mg/dL,GD sewaktu 88 mg/dL.
Urinalisis menunjukkan protein urin +3. Pada foto
toraks tampak jantung besar dan gambaran edema
paru. Pasien didiagnosis sebagai preeklamsia berat
dengan edema paru disertai acute kidney injury
(Klasifkasi RIFLE Risk) dan mendapat MgSO
4

bolus 2g, drip 12 g selama 6 jam, nifedipin 3 x 10 mg,
N-acetylcystein 3 x 200 mg dan dilakukan terminasi
dengan spinal anestesi. Lama pembedahan 30 menit,
tekanan darah berkisar 100-130 mmHg, nadi 120
x/m, SpO
2
96 % dengan O
2
4 L/m, skor Apgar 9/10,
diuresis 200mL/24jam dengan pemberian furosemid
20mg segera setelah bayi lahir. Pasca-operasi pasien
dilakukan blok TAP dan dirawat di ICU.
Saat pasien tiba di ICU, pasien kompos mentis,
TD 100/60mmHg, nadi 105 x/m, napas 20x/menit,
SpO
2
95-96%. Pada kedua lapang paru terdapat ronki
basah halus. Pada jantung tidak terdapat gallop.
Pasien diposisikan head up 30- 45
Pada pasien diberikan furosemid drip 5mg/
jam, lanoxin 2x0,25 mg, nifedipine 3x10 mg,
N-acetylcystein 3x200 mg, ampisilin-sulbaktam
Pukul 21.00 22.00 23.00 24.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00
TD sistolik (mmHg) 60 70 90 110 100 100 100 95 90 90
TD diastolik (mmHg) 40 40 40 60 50 50 40 45 45 40
SatO
2
(%) 96 94 84 83 85 88 90 92 97 97
Furosemid (mg/jam) 5 5 10 15 15 15 15 15 10 10
Urin (mL/jam) 50 50 50 180 300 350 250 250 200 130
Nitrogliserin (mcg/kg/m) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,25
Tabel 1. Pemantauan saat pertama kali masuk ICU
2x1,5 gram, omeprazol 1 x 40 mg, vitamin C 1 x
600 mg, tramadol supp 3 x 1. Melalui infus pasien
mendapatkan MgSO
4
dalam D5% + 12 g MgSO
4

dalam 6 jam dan Asering 500mL/12jam.
Laboratorium: analisis gas darah arteri
menunjukkan pH 7,257, pO
2
57,3mmHg, pCO
2

54,6mmHg, HCO
3
23,8 mEq/L, BE-4,1 mEq/L, SaO
2
,
85,1%. Na 132 mEq/L, K3,5 mEq/L, Cl 100 mEq/L.
Hasil pemeriksaan darah perifer lengkap adalah Hb
12,9 g/dL, Ht 39%, trombosit 499.000/mm
3
, leukosit
17.200/mm
3
. Fungsi ginjal baik, ureum 23mg/
dL,kreatinin 1,4mg/dL. Hasil pemeriksaan gula
darah sewaktu 140mg/dL dan albumin 3,0 mg/dL.
Skor Apache 19, predictive death rate (PDR)
32,2 %. Intubasi dilakukan pukul 24 dengan ETT no
7,5, pola ventilasi mekanik APC ( Pinsp 20, PEEP 10,
RR16, FiO
2
100 %), dengan sedasi midazolam drip 5
mg/jam. Koreksi KCl 25mEq/Asering 500mL/8jam.
Tramal drip 150 mg/24 jam. Dipasang CVC dengan
nilai cvp 25 cm H
2
O. Diuresis 1810mL/24jam dengan
balance cairan negatif 980mL/24jam.
Pada perawatan hari kedua pasien tidak demam,
takikardia, terdapat ronki di kedua lapang paru, pO
2

91,3 mmHg (FiO
2
0,8) dan pCO
2
51 mmHg, lekosit
14.700/mm
3
. Foto toraks memperlihatkan gambaran
edema paru, infltrat bertambah, dan kardiomegali.
Pada pasien diberikan isosorbide dinitrate 3x5 mg,
kaptopril 3x6,25 mg, furosemid drip 10 mg/jam, dosis
diturunkan, dobutamin 5 mcg/kgBB/min. Diuresis
3920 mL/24 jam dengan balans cairan negatif 1750
mL/24 jam.
Hasil ekokardiograf pada perawatan hari
ke-3 menunjukkan LV (ventrikel kiri) membesar,
insufsiensi mitral ringan, hipokinetik global, EF39
%. Terapi kaptopril ditingkatkan 3x12,5 mg, digoksin
1x0,25 mg, karvedilol 1x6,25 mg. Nutrisi enteral
diberikan 1500 kkal. Diuresis 6250 mL/24 jam dan
balans cairan negatif 5200 mL/24 jam.
Kardiomiopati Peripartum
217 Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
Surachtono
Gambar 2. Foto toraks hari ke-3 perawatan
Perawatan hari ke-4, pasien masih sesak,
hemodinamik stabil (TD 140-150/90-110 mmHg,
nadi 120-130 x/menit) dengan topangan dobutamin
5 mcg/kg/min, demam (suhu 38,5
o
C), masih terdapat
ronki, sputum kehijauan. Hasil analisis gas darah pO
2

181,8mmHg, pCO
2
56,5 mmHg, dan SaO
2
99,3%
dengan mode ventilator PS 10 PEEP 6 FiO
2
50%.
Diuresis 800 mL/24 jam dan balans cairan negatif
4100 mL/24 jam. Foto toraks menunjukkan perbaikan
paru dibandingkan foto sebelumnya. Antibiotik
diganti dengan imipenem 4x500mg. Dobutamin dan
furosemid intravena dihentikan. Heparin diberikan
10.000 unit/24jam. Pasien mengalami sesak kembali
pada perawatan hari ke-6. Pernapasan 40x/m, ronki
di kedua lapang paru, SpO
2
94%, dan suhu 38
o
C.
Diuresis satu hari sebelumnya 1330mL/24jam
dan balans cairan positif 290mL/24jamL. Nilai pO
2

150 mmHg (FiO
2
0,6) dan pCO
2
51 mmHg, HCO
3

42, BE+16,6. SaO
2
97%. Pasien mendapat morfn
bolus 5 mg dan furosemid 3 x 20 mg dengan respons
urin 5400mL/24 jam dan bebas cairan negatif 3000
mL/24jam. Pada hari perawatan ketujuh, sesak
berkurang, pasien tidak takikardia (N=90-100 x/
menit), sesak berkurang, leukosit 14.100/mm3.
Hasil analisis gas darah pO
2
140,5mmHg, pCO
2
57,2
mmHg, dan SaO
2
99% dengan pola ventilasi mekanik
PS 15, PEEP 5, FiO
2
40%. Diuresis 4000mL/24
jam, balans cairan negatif 1670mL/24 jam. Fungsi
ginjal, ureum 88 mg/dL dan kreatinin 1,2mg/dL.
Dosis furosemid turun 2x20 mg. Hasil kultur sputum
adalah Klebsiella pneumoniae dan sensitif dengan
pemberian imipenem.
Pada perawatan selanjutnya sesak berkurang,
ronki berkurang, bisa disapih dari ventilasi mekanik
hingga CPAP 5 FiO
2
35%, hemodinamik stabil. Nilai
pO
2
184 mmHg, pCO
2
46,9 mmHg, dan SaO
2
99%.
Diuresis 2800 mL/24 jam dan balans cairan negatif
1000 mL/24 jam. Pasien diekstubasi hari perawatan
kesembilan. Saat ini pasien tidak sesak, hemodinamik
stabil tanpa topangan (TD 120/80 mmHg, N 80x/
menit), refeks batuk baik, tidak terdapat ronki,
pO
2
138 mmHg, pCO
2
46 mmHg, dan SaO
2
98,6%.
Setelah diekstubasi, pasien diberi O
2
sungkup muka
6 L/menit. Diuresis 2760 mL/24 jam, bebas cairan
negatif 1500 mL/24 jam, dosis furosemid diturunkan
1x20 mg.
Hari perawatan ke-10 kondisi pasien membaik
dan pasien dipindahkan ke ruang rawat intermediet.
Pemberian antibiotik dihentikan hari kesebelas.
PEMBAHASAN
Hipertensi adalah komplikasi medis yang paling
sering terjadi pada kehamilan dengan kekerapan
5-10 %. Sebanyak 30% hipertensi pada kehamilan
adalah hipertensi kronik, sedangkan 70% adalah
preeklamsia.
1
Hipertensi pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan gejala-gejala preeklamsia.
Tanda klasik preeklampsia adalah hipertensi,
proteinuria, dan tanda-tanda preeklampsia berupa
sakit kepala, penglihatan berubah, nyeri epigastrik atau
kuadran atas kanan dan napas pendek.Preeklampsi
berdasarkan keterlibatan sistem organ lain dibagi
dalam 2 bentuk yaitu ringan dan berat. Penyebab
terjadi preeklampsia tidak diketahui, sindrom ini
ditandai oleh vasokonstriksi, hemokonsentrasi, dan
kemungkinan iskemia pada plasenta, ginjal, hati, dan
otak.
Pada pasien ini ditegakan diagnosis preeklamsia
berat berdasarkan :
1. Usia kehamilan > 20 minggu(35-36 minggu)
2. Hipertensi (sistolik 160 mmHg, diastolik 110
mmHg).
3. Proteinuria (+3 pada dipstick)
4. Edema paru (gambaran radiologi)
Pengobatan defnitif preeklamsia adalah
Gambar 3. Foto toraks, perawatan hari ke-10.
218 Majalah Kedokteran Terapi Intensif
pengeluaran janin, sambil mengontrol tekanan darah
dan pencegahan kejang.
2
Obat pilihan pencegahan
kejang adalah MgSO
4
, yang bekerja sebagai stabilisasi
neurons di korteks serebri, selain itu menghambat
pelepasan asetilkolin dan menurunkan rangsangan
membran otot. MgSO
4
mempunyai efek vasodilator
ringan pada banyak vascular bed, termasuk sirkulasi
otak sehingga mengurangi iskemia, meningkatkan
aliran darah ke hati dan ginjal.
Antihipertensi yang diberikan pada pasien
ini adalah nifedipin dengan dosis 3x10 mg dan
pencegahan kejang diberikan MgSO
4
. Terminasi
kehamilan pada pasien ini dilakukan atas
pertimbangan kehamilan mendekati aterm, ancaman
gawat janin oleh karena hipoksia, tanda-tanda
preeklamsia berat berupa hipertensi berat dan mulai
terganggunya fungsi ginjal (RIFLE-klas Risk).
Pembiusan dengan spinal anestesia atas dasar tidak
ada kontraindikasi regional anestesia, dapat menekan
respons hemodinamik dan neuroendokrin serta
pemberian intratekal morfn untuk memperpanjang
analgesia. Meskipun terminasi kehamilan adalah
pengobatan defnitif, tanda-tanda dan gejala-gejala
preeklamsi tidak langsung hilang. Perawatan post-
partum meliputi analgesia, proflaksis kejang, kontrol
tekanan darah, dan keseimbangan cairan.
2
PPCM adalah satu bentuk kardiomiopati dilatasi
yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan sampai
5 bulan pasca melahirkan dan tidak ditemukan
penyebab lain.
3,4
Pada pasien ini diagnosis PPCM
didasarkan atas :
Terjadi pada bulan terakhir kehamilan dan tidak
Tabel 2. Klasifkasi
1,2
1.Hipertensi dalam kehamilan.
Ringan: sistolik < 160 mmHg atau diastolik < 110 mmHg.
Berat : sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg.
2. Proteinuria dalam kehamilan.
Ringan ( 1+ pada dipstick dan < 5 g/24 jam )
Berat ( 5 g/24 jam ).
3. Preeklamsi ( hipertensi + proteinuria ).
Mulai serangan > 20 minggu usia kehamilan.
Ringan: hipertensi ringan dan proteinuria ringan.
Berat :
- Hipertensi berat dan proteinuria berat.
- Hipertensi ringan dan proteinuria berat.
- Gejala-gejala serebral berat yang menetap.
- Trombositopenia.
- Udema paru.
- Oliguria (< 500 ml/24 jam)
4. Hipertensi kronik
Hipertensi sebelum kehamilan.
Hipertensi sebelum 20 minggu kehamilan.
5. Superimposed preeklamsia.
Eksaserbasi hipertensi dan atau onset baru proteinuria.
ada riwayat sakit jantung lainnya. Ada gejala dispneu,
ortopneu, batuk, tekanan vena jugular meningkat,
takikardia, takipneu, edema dan gallop.
Gambaran radiologi menunjukkan infltrat pada
lapangan bawah paru dengan redistribusi vaskular
dan kardiomegali.
5
Berdasarkan ekokardiograf
tampak ventrikel kiri membesar, insufsiensi mitral
ringan, hipokinetik global dengan EF 39% (LVEF <
45%)
4
Menurut NYHA, PPCM dibagi dalam 4 klas:
5

1. Klas I : Penyakit tidak bergejala.
2. Klas II : Gejala ringan atau timbul hanya pada
kerja berat.
3. Klas III : Gejala timbul pada kerja minimal.
4. Klas IV : Gejala ada pada istirahat.
Pasien ini termasuk dalam klas IV PPCM
menurut NYHA.
Pada saat pasien masuk perawatan intensif,
SaO
2
96% dengan simple mask, satu setengah
jam kemudian saturasi turun di bawah 90%, hal
ini disebabkan oleh peningkatan SVR, hilang
vasodilatasi vena, peningkatan venous return akibat
habis masa kerja spinal anestesia untuk memblokade
jaras simpatik
6
. Pencegahan perburukan edema
paru dengan pemberian infus kontinu furosemid
pascabedah tidak memberikan diuresis yang banyak,
kemungkinan oleh karena efek hipotensi.
Pasien ini dilakukan intubasi atas dasar terjadi
desaturasi (SaO
2
85,1%), tidak adekuat ventilasi
(PCO
2
54,6mmHg), serta peningkatan work of
breathing yang ditandai oleh napas cepat, dangkal
dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Pengobatan pasien dengan gangguan fungsi
sistolik pada kehamilan adalah sama dengan
pasien yang tidak hamil, hanya hindari penggunaan
angiotensin converting enzym inhibitors (ACEI) dan
angiotensin receptor blokers (ARB) oleh karena dapat
menyebabkan disgenesis ginjal janin dan kematian
janin.
7
Pengobatan utama meliputi digoksin, diuretik
loop, pengurangan afterload dengan hidralazin atau
nitrat dan beta adrenergik bloker.
7
Pada pasien ini
telah diberikan pengobatan berupa Lanoxin 2x0,25
mg, furosemid drip kontinu, nitrogliserin/ isosorbide
dinitrate dan karvedilol 1x 6,25 mg. Pada pasien ini
juga diberikan kaptopril (ACEI) pascabedah yang
berguna untuk mengurangi efek simpatis setelah
pemberian vasodilator di samping mempunyai efek
venodilator.
8
Pemberian furosemid drip kontinu
diperlukan untuk mengurangi intravascular overload
akibat efek postoperative third-spacing of fuid
yang terjadi pada 48 jam pertama.
7
Pada pasien ini terdapat kesulitan penyapihan dari
ventilasi mekanik walaupun indikator oksigenisasi
Kardiomiopati Peripartum
219 Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
Surachtono
telah membaik pada hari ke-2, saat PaO
2
/FiO
2
283
mmHg, akan tetapi dengan peningkatan usaha napas
pasien mengeluh sesak napas yang disebabkan oleh
gagal jantung.
Heparin harus diberikan pada EF < 30%.
7

Pada pasien ini diberikan heparin, walaupun EF =
39 % dengan alasan tirah baring cukup lama untuk
mencegah tromboemboli terutama pada dilatasi
ventrikel berat. Pemberian heparin lebih disukai oleh
karena kontrol dosis lebih mudah dengan menilai
aPTT, selain itu jika terjadi perdarahan obstetrik,
efek heparin dapat dinetralisir dengan pemberian
protamin sebelum dilakukan anestesia regional.
Hindari anestesia umum yang dapat menyebabkan
depresi miokardium.
Penyulit pneumonia pada pasien ini dapat diatasi
dengan pemberian antibiotik secara empirik berupa
golongan imipenem dan pada hasil kultur sputum
didapat kuman Klebsiela pneumoniae yang sensitif
pada golongan imipenem.
Edukasi pasien penting untuk mencegah terulang
kembali gagal jantung pada kehamilan sebelum
kehamilan berikutnya yaitu :
9
1. Harus kontrol ekokardiograf dan jika normal,
lakukan dobutamin stress echocardiography.
2. Kehamilan tidak dianjurkan pada pasien dengan
gangguan jantung kiri persisten.
3. Pasien dengan ekokardiograf normal tetapi terdapat
penurunan kontraktilitas pada stres ekokardiograf
harus diperingatkan bahwa dia tidak mempunyai
toleransi terhadap peningkatan hemodinamik selama
kehamilan.
4. Pasien PPCM dengan perbaikan penuh harus
diberitahu bahwa dapat hamil kembali dengan
kehamilan normal dan angka kematian rendah
KESIMPULAN
Diagnosis ekokardiagraf pada pasien seharusnya
segera dilakukan sebelum prabedah untuk
mengantisipasi penyulit yang timbul pascabedah.
Ekokardiograf serial diperlukan untuk menilai
perbaikan kontraktilitas.
Obat Mekanisme kerja
Metildopa Neurotransmiter palsu agonis
2
(SSP)
Hidralazin Vasodilator periferal langsung
Klonidin
2
Agonis (SSP)
Labetalol
1
- and
1,2
- Bloker
Nifedipin Calcium channel bloker
Nitrogliserin Relaksasi otot polos (lebih pada vena darpada arteri)
Sodium nitropruside Relaksasi otot polos (lebih pada arteri daripada vena)
Tabel 3. Obat antihipertensi yang digunakan pada kehamilan.
Monitor hemodinamik invasif dibutuhkan untuk
menilai gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri,
tahanan vaskular sistemik (SVR) dan berkurangnya
volume intravaskular walaupun volume seluruh
tubuh overload. Usaha lebih baik diperlukan dalam
mencegah pneumonia associated pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Coppage KH, Sibai BM, Foley MR, Thomas HS jr, 1.
Thomas JG. Hypertensive emergencies. Obstetric
intensive care manual. 2nd ed. McGraw-Hill. 2004
.p. 51-65.
Gist R, Beilin Y, Brenda AB, David RG, David JW. 2.
Hypertensive disorders of pregnancy. A practical
approach to obstetric anesthesia. Lippincott Wil-
liams & Wilkins. 2009 .p. 349-63.
Peripartum cardiomyopathy. Available from: http:// 3.
en.wikipedia.org/wiki/Peripartum_cardiomyopa-
thy.
Nabhan A. Peripartum cardiomyopathy. In: AS- 4.
JOG.volume 2. March. Available from: www.asjog.
org. 2005
Carson MP, Jacob DE. Cardiomyopathy, peripartum: 5.
differential diagnoses & workup. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/153153-
diagnosis.
Kleinman W, Morgan GE, Mikhail MS, Michael 6.
JM. Regional anesthesia and pain management.
Spinal, Epidural, & caudal blocks. Clinical anesthe-
siology. 3thed. Mc Graw- Hill; 2002 .p. 253-82.
Carson MP, Jacob DE. Cardiomyopathy, peri- 7.
partum: treatment & Medication.Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/153153-
treatment.
Kaplan NM, Norman MK, etal. Treatment of hyper- 8.
tension drug therapy. Kaplans clinical hyperten-
sion. 9th. 2006 .p. 217-10.
Carson MP, Jacob DE. Cardiomyopathy, peripar- 9.
tum. follow-up. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/153153-followup

Anda mungkin juga menyukai