1. PENGERTIAN Gangguan pasase duodenum adalah gangguan perjalanan makanan pada duodenum. Gangguan ini meliputi : a. Obstruksi total yaitu atresia duodeni yaitu kondisi di mana duodenum yang merupakan bagian pertama dari usus halus tidak berkembang dengan baik, sehingga bukan merupakan pintu terbuka dari lambung, menyebabkan makanan dari lambung tidak dapat masuk usus. b. Obstruksi partial,yang paling sering berupa stenosis duodeni, mid-gut malrotation( usus melilit) stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum menyebabkan obstruksi. Mid-gut malrotation adalah anomali rotasi usus yang terjadi selama perkembangan janin dan biasanya terjadi dalam periode neonatal. c. Kelainan akibat mekonium Kelainan akibat mekonium meliputi: 1. Ileus mekonium Ileus mekonium merupakan obstruksi usus kecil yang disebabkan oleh mekonium yang kental atau liat. Gambaran klinik : Abdomen mulai tampak membuncit pada bayi umur 12-24 jam disertai dengan muntah. Pada palpasi teraba usus-usus melebardan dapat diraba pula pada bagian- bagian yang keras yang kadang-kadang teraba seperti sosis dan bebas digerakaan. Pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba mukonium Anus dan spingter normal. Komplikasi : Peritonitis mukonium yang selanjutnya dapat menyebabakan terjadinya perlengketan atau strangulasi Pelebaran usus di bagian atas obstruksi sehingga usus terputar dan mengakibatkan volvulus atau strangulasi. Pemeriksaan diagnostik: Foto polos abdomen tampak: usus bagian atas melebar tetapi tampak batas udara cairan ( fluid level ).Masa mekonium tampak sebagai titik granulasi Pada pemeriksaan barium enema akan tampak kolon yang bebas dari mekonium sebagai mikrokolon. Penatalaksanaan: Mengurangi distensi usus ( dekompresi ) Ileostomi Pemberian enzim pankreas
2. Meconium plug syndroma Yaitu merupakan obstruksi rendah akibat sumbatan mekonium yang bersifat kering dan kelabu. Pemeriksaan diagnostik : Dengan barium enema ditemukan : kolon distal menyempit ( mikrokolon),di atasnya terdapat segmen yang ditempati oleh mekonium, di bagian atasnya lagi terdapat gambaran kolon melebar yang sesudah 24 jam biasanya maju ke arah distal. Penatalaksanaan: Medik: plug dikeluarkan pada waktu dilakukan colok dubur dan selanjutnya dilakukan enema atau irigasi dengan Nacl 0,9 %.
3. Peritonitis mekonium Adalah kelainan yang terjadi karena ruptur usus proksimal dari obstruksi. Kadang-kadang terdapat pada kasus tanpa obstruksi yaitu terjadi akibat dinding usus yang lemah atau kelainan vaskuler. Gambaran klinik: Tampak abdomen membuncit dan tegang saat bayi dilahirkan Bayi tampak sakit berat Sianosis Hiperpneu Merintih Dinding perut tampak sembab kebiruan Bayi tidak mau menyusu Muntah Konstipasi Kadang dijumpai defekasi mukoneum dengan darah dan lendir. Penatalaksanaan : dengan operasi. Obstruksi usus parsial lebih sering ditemukan daripada obstruksi usus total.keduanya memiliki gejala yang hampir sama,hanya obstruksi total akan memberikan gejala lebih dini.
2. ANATOMI FISIOLOGI Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus, yang menerima makanan yang dicerna sebagian dari perut dan mulai penyerapan nutrisi. Duodenum disebut juga usus 12 jari yang memiliki panjang kurang lebih 25 cm, duodenum berbentuk seperti tapal kuda, melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut Papila Vateri.pada Papila Vateri ini bermuara saluran empedu( duktus koleduktus ) dan saluran pankreas ( duktus pankreatikus ). Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga mengahasilkan amilase yang berfungasi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptika. Dinding duodenum memilki lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar dan disebut kelenjar-kelenjar brunner berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
ETIOLOGI a. Kelainan kongenital Saluran duodenum menyempit (stenosis duodenum) saluran duodenum mungkin tidak terbentuk (atresia duodenum). Malrotasi atau melingkar duodenum juga dapat menghambat duodenum, kadang disertai volvulus, sebuah memutar dari duodenum sekitar itu sendiri. b. Jika terjadi infeksi duodenum maka bakteri yang menyebabkan adalah Helicobacter pylori.
3. PATOFISIOLOGI Terdapat gangguan pasase isi usus akibat sumbatan. Akibat sumbatan ini, sisa makanan dan udara akan menumpuk di bagian proximal dari sumbatan. Pada obstruksi yang simple ini belum terjadi kerusakan dari vaskularisasi usus. Penimbunan cairan/sisa makanan dan udara dalam lumen usus mengakibatkan meningkatnya tekanan intraluminer. Meningkatnya gas dalam lumen usus berasal dari udara yang ditelan, CO2 berasal dari netralisasi bikarbonat, O2 yang berasal dari fermentasi bakteri. Dengan adanya gangguan resorbsi dan meningkatnya sekresi usus, maka akan terjadi dilatasi usus. Muntah-muntah dapat terjadi akibat regurgitasi dari lambung yang penuh. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada obstruksi proximal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hydrogen (H+), kalium dan klorida, sehingga terjadi metabolik alkalosis. Pada obstruksi yang lebih distal, cairan yang hilang hampir sama tetapi tidak disertai oleh kehilangan elektrolit yang bermakna. Pathway : Sumbatan pada duodenum
sisa makanan dan udara akan menumpuk di bagian proximal dari sumbatan.
gangguan resorbsi dan meningkatnya sekresi usus
meningkatnya tekanan intraluminer Meningkatnya gas dalam lumen usus
nyeri pada abdomen regurgitasi lambung yang penuh
pasien muntah defisiensi pengetahuan
resiko kehilangan cairan tubuh
4. TANDA DAN GEJALA Muntah adalah gejala yang utama pada obstruksi duodenum dan dapat terjadi pada hari pertama kehidupan, muntahan berwarna hijau karena bercampur dengan cairan empedu. Seorang bayi akan memuntahkan makanan, mengalami penurunan berat badan, dan menjadi gelisah. Berat badan menurun atau sukar bertambah Perut kembung di sekitar epigastrium Pada obstuksi usus besar, gejala terlihat ( muntah dan kembung ) dalam 24 jam pertama atau sesudahnya.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Foto polos abdomen Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran double bubble. Bila tidak tampak gambaran udara dalam usus lain berarti terdapat obstruksi total, sedang bila masih ditemukan gambaran udara di tempat lainnya berarti hanya terdapat obstruksi parsial. Tanda ganda-gelembung mewakili dilatasi lambung dan duodenum. Konfigurasi ini paling sering terjadi dengan atresia duodenum dan pankreas annular. Sebuah pankreas annular hampir selalu dikaitkan dengan atresia duodenum.
Proyeksi anteroposterior dari dada dan perut menunjukkan tanda ganda-gelembung atresia duodenum di perut, serta kantong membesar proksimal (panah kanan) yang dihasilkan dari atresia esofagus, ini menggantikan trakea (panah kiri) ke sisi kanan dalam mediastinum superior. Kehadiran udara dalam lambung dan duodenum ini terkait dengan adanya fistula distal.
Radiografi menunjukkan suatu duodenum anteroposterior membesar,menunjukkan stenosis duodenum
Untuk menyokong diagnosis malrotasi, diperlukan pemeriksaan dengan bariumenema untuk mencari letak sekum.
b. USG Sebuah USG janin dapat menunjukkan jumlah berlebihan cairan ketuban dalam rahim, suatu kondisi yang disebut polihidramnion. Hal ini juga dapat menunjukkan pembengkakan perut bayi dan bagian dari duodenum. c. laboratorium. Tes darah. Sampel darah diambil dari vena pasien dan diuji untuk antibodi H. pylori. Antibodi adalah zat tubuh untuk melawan invasi menghasilkan zat yang disebut antigen-berbahaya seperti bakteri H. pylori. Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya tanda dehidrasi
6. PENATALAKSANAAN a. Cairan intravena dapat diberikan untuk mempertahankan tingkat cairan dan output urine atau untuk memperbaiki dehidrasi yang sudah terjadi. Larutan elektrolit dapat diberikan secara intravena untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit. b. Pembedahan untuk memperbaiki atresia duodenum biasanya duodenostomy. Ini melibatkan membuka saluran duodenum, sehingga saluran terbuka penuh
7. KOMPLIKASI Dehidrasi Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. Setelah operasi, mungkin ada komplikasi akhir seperti: - Pembengkakan bagian pertama dari usus kecil (megaduodenum) - Masalah dengan gerakan melalui usus - Gastroesophageal reflux - Intestinal obstruksi e.c adhesive Duodenal dismotility Megaduodenum dengan sindrom blind loop Refluks duodenogastrik dan gastritis Ulkus Peptic Cholelithiasis
8. EPIDEMIOLOGI Insiden atresia duodenum adalah 1 kasus per 5,000-10,000 kelahiran hidup. Atresia duodenum terlihat di lebih dari 1 dalam 10.000 kelahiran hidup. Sekitar 20-30% dari bayi dengan atresia duodenum mengidap sindrom Down. Atresia duodenum sering dikaitkan dengan cacat lahir lainnya. Dalam 38-55% dari pasien, obstruksi duodenum intrinsik berhubungan dengan anomali kongenital lain yang signifikan Sekitar 30% dari kasus yang berhubungan dengan sindrom Down, dan 23-34% dari kasus yang berhubungan dengan terisolasi. cacat jantung. Atresia esofagus dapat hadir dalam 7-12% dari pasien. Atresia duodenum berhubungan dengan prematuritas dan berat badan lahir rendah.
9. PROGNOSA Prognosis akan tergantung pada jenis dan luasnya obstruksi, usia bayi saat diagnosis, kondisi secara keseluruhan bayi, dan keberadaan dan tingkat keparahan dari setiap anomali kongenital lainnya. Tingkat ketahanan hidup untuk perbaikan bedah duodenum lebih besar dari 90 persen, terlepas dari penyebabnya. Kebanyakan anak tidak memiliki masalah pencernaan lanjutan. Komplikasi terjadi pada 12% sampai 15 % dari mereka yang menjalani operasi. Komplikasi dapat termasuk gangguan pencernaan lain seperti usus motilitas, refluks duodenogastric, gastritis, tukak lambung, dan megaduodenum.
II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PASASE DUODENUM
1. PENGKAJIAN Pengkajian 1) aktivitas dan istirahat : menunjukkan kelemahan, kelelahan,malaise dan cepat lelah. Insomnia, tidak dapat tidur 2) Sirkulasi: takikardia, hipotensi,kulit membran mukosaturgor buruk,kering,lidah pecah-pecah ( dehidrasi dan malnutrisi ) 3) Integritas ego: ansietas, gelisah 4) Eliminasi : konstipasi atau kadang defekasi mekonium disertai darah atau lendir. 5) Makanan atau cairan: anoreksia, muantah, penurunan berat badan 6) Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri,stomatitis 7) Nyeri / keamanan: nyeri abdomen 8) Keamanan : peningkatan suhu tubuh
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan abdomen 2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis. 3) Defisiensi pengetahuan orangtua berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan Intervensi keperawatan 1. Nyeri kronis berhubungan dengan distensi, kekakuan NOC : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol Tampak rileks/ kegelisahan hilang Mampu istirahat/tidur NIC: Kaji tingkat nyeri pasien R/ perubahan karakteristi nyeri dapat menggambarkan penyebaran penyakit Pertahankan tirah baring yang nyaman R/ menurunkan tegangan abdomen, mengurangi nyeri Anjurkan orang tua pasien untuk membantu memberikan posisi yang nyaman bagi pasien R/ menurunkan tegangan abdomen, mengurangi nyeri Kolaborasi untuk modifikasi diet sesuai program R/istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri. Kolaborasi pemberian terapi analgetik R/ nyeri bervariasi dari ringan sampai berat.pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri dan membantu pasien istirahat. 2. Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah NOC : mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembaba, tyurgor kulit baik,tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi dan jumlah. NIC : Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan syok R/ hipotensi,takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek kehilangan cairan Awasi masukan dan pengeluaran cairan R/ memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan memeberi pedoman dalam penggantian cairan Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa,penurunana turgor kulit R/ menunjukkan kehilangan caoiran berlebihan dan atau dehidrasi. Ukur berat badan setiap hari R/ indikator cairan dan dan status nutrisi Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral dan obat antiemetik R/ memperbaiki kehilangan cairan,mengontrolmual muntah.
3. Defisiensi pengetahuan orangtua berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan. NOC: Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan Berpartisipasi dalam program pengobatan NIC : Kaji tingkat pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita anaknya. R/ meningkatkan penegetahuan dasar dan memnberikan kesadaran kebutuhan belajar Berikan kesempatan orang tua untuk bertanya R/ pengetahuan dasar yang akurat memberi keempatan untuk membuat keputusan tindakan yang diambil Berikan penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan pasien. R/ pengetahuan dasar yang akurat memberi keempatan untuk membuat keputusan tindakan yang diambil
III. ASPEK LEGAL ETIK Prinsip moral mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perilaku tang etis dan dalam memecahkan masalah etik. Prinsip moral merupakan standart umum dalam melakukan sesuatu sehingga membuat suatu sistem etik dalam memecahkan masalah, sehingga perawat harus selalu ingat dan menerapka prinsip etik dalam memberikan pelayanan pada pasien. Prinsip etik yang harus diterapkan yaitu : 1. Prinsip otonomi Yaitu memberi kebebasan kepada pasien untuk menerima atau menolak tindakan yang akan diberikan, dalam hal ini perawat harus mengahargai keputusan pasien. 2.Prinsip non maleficience Berarti tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya/ cedara bagi orang lain 3.Prinsip benefience Perawat memberikan tindakan yang terbaik dari yang baik 4. Prinsip keadilan Merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu. Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. 5. Prinsip kejujuran Kejujuran harus dimiliki oleh seorang perwat dalam membina hubungan dengan pasien.
6. Prinsip ketaatan Yaitu tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat klien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidence, dan memberikan perhatian/kepedulian. ( Mimin Emi.2003)
IV. FUNGSI ADVOKASI PERAWAT Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai pasie sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik. Dalam hai ini perawat memberi informasi dan memberitahukan kepada pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien. Dua peran perawat yaitu aksi dan non aksi. Dalam menjalankan peran aksi perawat memberi keyakinan kepada pasien bahwa pasien mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri. Peran non aksi memberi arti bahwa pihak advocat menahan diri untuk tidak mempengaruhi keputusan pasien. ( Konkhe.1982)
DAFTAR PUSTAKA
Nelson.1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2 Edisi 12. Jakarta : EGC Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E. dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC NANDA 2009-2011.Diagnosis keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC Syaifuddin.1996. Anatomi Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta : EGC Suhemi, Mimin Emi. 2003. Etika Keperawatan : Aplikasi dan Praktek. Jakarta : EGC
TUGAS BLOK SISTEM PENCERNAAN
GANGGUAN PASASE DUODENUM
INDAH NURSANTI DEWI NIM :1103012
PROGRAM B S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA 2012