Anda di halaman 1dari 10

1

2. Latar Belakang

a. Umum
1) Pada permulaan abad XVI, kerajaan Gowa mengalami kemajuan di
bidang Ekonomi dan politik. Raja Gowa IX, Daeng Matanre Karaeng
Manguntungi, memindahkan Ibukota kerajaan dari Tamalate ke Sombaopu
dan membangun sebuah dermaga yang menjadikan Gowa sebagai
Kerajaan Maritim terkenal di seluruh nusantara bahkan sampai ke luar
negeri. Kerjasama dagang dengan bangsa asing yang suka rempah-
rempah, terutama Eropa seperti Inggris, Denmark, Portugis, Spanyol,
menjadikan Sombaopu sebagai Bandar Niaga Internasional. Dari sekian
banyak bangsa asing yang masuk ke Kerajaan Gowa, pedagang VOC dari
Belanda-lah yang memperlihatkan gelagat tidak baik. Mereka ingin
melakukan monopoli perdagangan dengan berkali-kali menghadap Raja
namun selalu ditolak.
2) Puncak pertentangan terjadi pada masa Raja Gowa XVI, I
Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin yang
dikenal ksatria, tidak mau kalah dengan gertak Belanda. Pada saat itu,
Kerajaan Gowa memiliki armada tempur yang sangat kuat dan tersebar di
seluruh daerah kekuasaan dan siap menghadapi tantangan VOC. Kedua
kekuatan saling mengembangkan strategi untuk menguasai jalannya
pertempuran.

b. Kronologis kejadian
1

1. Pada Februari 1660, armada VOC dipimpin oleh Johan van Dam
mengirim armada dari Batavia menuju Maluku yang terdiri dari 22 kapal
berisi 1064 serdadu VOC dan 1.700 orang hasutan VOC antara lain dari
Jawa, Madura dan Ambon. Pada Juni 1660 Armada Belanda dari Ambon
(Maluku) tersebut menyerang benteng Panakkukang dan dibalas oleh
pasukan Gowa dari benteng Panakkukang. VOC membuat pengelabuan
dengan membagi 2 armada. Sebagian tinggal di perairan Panakkukang dan
sebagian bergerak seolah-olah menjauh. VOC menyerang kembali dengan
kekuatan yang lebih besar dan berhasil mendarat di dekat Panakkukang.

1
Sejarah Perang-perang Nusantara, Pusjarah TNI, 2003.

2

Baru pada 12 Juni 1660, VOC melakukan serangan dari darat dan laut ke
jantung pertahanan benteng Panakkukang dan berhasil mendudukinya.
Pada tanggal 19 Agustus 1660, delegasi Gowa dan VOC mengadakan
perundingan di Batavia. Delegasi Gowa dipimpin oleh Karaeng Kopo
sedangkan VOC diwakili oleh Van Dam dan anggota Dewan De Vlaming
Van Oudshoorn.
2. Pada 1662, Pasukan Gowa melakukan penyerangan Kasultanan
Buton untuk memperlemah pendukung VOC di Makasar dan memadamkan
pemberontakan orang Bone yang dipimpin oleh Tobala dan Arung Pallaka.
Di samping itu, Gowa membuat persekutuan dengan Kerajaan Wajo dan
sekitarnya serta orang-orang Inggris dan Portugis.
3. Pada pertengahan 1666, Sultan Hasanuddin menggerakkan 700
kapal perang dan 20.000 pasukan dipimpin oleh Laksamana Karaeng
Bontomarannu dan Datu Luwu serta Sultan Bima untuk menghadang kapal-
kapal VOC yang akan mendekati perairan Gowa dan Buton. Pada
November 1666, VOC menggerakan 21 kapal perang dari Batavia berisi 600
orang Belanda dan 400 sekutu dari Ambon dan Bugis dipimpin oleh Arung
Pallaka dan Kapitan Jonker. Panglima tertinggi dipimpin oleh Cornelis
Speelman. Pada Desember 1666, armada Belanda ini tiba di perairan
Panakukkang. Pada 21 Desember 1666, VOC menyerang benteng
Sombaopu secara besar-besaran namun dapat dipukul mundur. Pada
tanggal 25 Desember 1666, VOC menyerang daerah logistik Gowa di
Bontaeng dengan membakar lumbung padi dan membakar kampung.
4. Pada tanggal 1 Januari 1667, armada Speelman mendarat di Buton
dan menyerang pertahanan Gowa di Buton. Belanda yang dibantu Arung
Pallaka berhasil mendesak dan mematahkan pertahanan Gowa. Pada 4
Januari 1666, Karaeng Bontomarannu, Sultan Bima dan Datu Luwu
menyerah dan membuat perjanjian dengan VOC. Pada Juni 1667, Sultan
Ternate Mandarsyah bersama laskar Ternate, Tidore, dan Banda bergabung
dengan VOC. Pada tanggal 4 Juli 1667, armada Speelman mendarat dan
menyerang lascar Gowa di Bontaeng. Pasukan VOC dibantu laskar Bugis
dibawah pimpinan Arung Pallaka berhasil mendesak laskar Gowa ke
benteng Sombaopu. Pada 13 Juli 1667, armada Speelman menyerang
benteng pertahanan Sombaopu, Ujung Pandang, namun kemudian mundur
dan bergerak ke Golesang membantu pasukan Arung Pallaka.
3

5. Pada tanggal 15 Agustus 1667, laskar Arung Palakka menyerang
Golesang selama tiga hari tiga malam. Benteng Golesang yang sangat
penting ini akhirnya dapat diduduki VOC pada 18 Agustus 1667. Pada
tanggal 22 Oktober 1667 VOC dibantu Arung Pallaka menduduki pos
pertahanan Gowa di Barombong dan memukul laskar Gowa ke Sombaopu.
Pada tanggal 18 Nopember 1667 terjadi perjanjian Bongaya yang
menjadikan Belanda berkuasa di Sulawesi Selatan dan Nusantara bagian
Timur.
6. Pada tanggal 9 Maret 1668, Gowa membatalkan perjanjian Bongaya
secara sepihak sebab isinya sangat merugikan Gowa. Pada tanggal 5
Agustus 1668 laskar Gowa melancarkan serangan ke benteng Ujung
Pandang yang diduduki VOC, sementara pasukan VOC sedang
menghadapi serangan penyakit. Serangan Gowa dapat dipatahkan oleh
VOC dan Arung Palllaka. Pada tanggal 9 Agustus 1668 pasukan Gowa
menyerang kembali dan berhasil meledakan kapal Purmelat. Serangan
diulang lagi pada tanggal 12 Agustus 1668 tetapi dapat digagalkan oleh
VOC. Pada tanggal 12 Oktober 1668 Speelman melancarkan serangan
balasan ke kubu pertahanan Gowa di luar benteng Sombaopu dengan
kekuatan sekitar 200 orang dan dibantu oleh sekutu-sekutunya.
7. Pada tanggal 15 Juni 1669 Speelman dibantu sekutu-sekutunya
mengadakan serangan ke benteng Sombaopu secara besar-besaran dari
darat dan laut. Pada 19 Mei 1669 pasukan VOC, lascar Arung Pallaka,
Ambon dan Ternate berhasil menduduki benteng Sombaopu dengan
mengibarkan panji-panji angkatan perangnya.

3. Analisa.

a. Perang antara Kerajaan Gowa dengan VOC merupakan perang umum yang
terjadi secara berlarut. Pertempuran terjadi di seluruh kedaulatan Gowa baik darat
maupun wilayah maritim. Lama pertempuran juga menjadi faktor saling
mempersiapkan strategi dalam perang berlarut tersebut, didukung semangat
berperang yang tinggi.
b. Secara umum, kedua pasukan menerapkan strategi perang yang berbeda.
Pasukan VOC menerapakan strategy offensif initiatif, dengan mengandalkan
keunggulan kekuatan unsur armada dan meriam tempur. Kekuatan pemukul VOC
di darat mengandalkan pasukan hasutan yang sudah dibina terdiri dari suku-suku
4

yang sakit hati terhadap Sultan. Sedangkan pasukan Gowa mempertahankan
strategy defensif initiatif, dengan sekali-kali melakukan strategy penangkalan di
laut untuk menghadang VOC di pantai pendaratan.
c. Faktor keunggulan masing-masing kubu pada setiap pertempuran terletak
pada inisiatif pengembangan strategi dan penangkalan cara bertindak (CB) lawan.
Pada pertempuran Juni 1660, VOC lebih unggul dalam menerapkan kedua faktor.
Pertama, VOC lebih inisiatif untuk mengembangkan strategi, yaitu inisiatif untuk
melakukan decesif strategi atau strategi pengelabuan dengan meneruskan armada
perangnya menuju Ambon untuk mengelabukan waktu dan area medan
pertempuran. Kedua, sebenarnya dengan melakukan strategi pengelabuan
tersebut, VOC sekaligus telah melaksanakan upaya penangkalan CB lawan
(kekuatan laut Gowa) yang dapat menggagalkan upaya pendekatan ke pantai
Panakkukang. Pada sisi lain, Gowa dalam mempertahankan serangan VOC
terhadap benteng Panakkukang tersebut, belum semaksimal upaya VOC yang
melakukan ofensif attack. Strategi defensif initiatif Gowa ini terbaca oleh VOC pada
serangan pertama, yaitu setelah VOC mengundurkan armadanya dan menaruh
separuh kekuatan armadanya di perairan Panakkukang, armada Gowa tidak
segera menyerang atau melakukan ofensif attack. Hal ini membuat VOC
memutuskan melakukan perang singkat di laut dengan pengerahan kekuatan
penuh pada serangan yang kedua. Tujuan serangan kedua ini berbeda dengan
tujuan serangan kedua. Pada serangan kedua oleh armada laut VOC ini, ditujukan
untuk memberi bantuan tembakan ke darat agar dapat memaksa pasukan Gowa
mundur ke benteng dan mempermudah pasukan darat VOC menduduki benteng.
d. Atas kekalahan di Panakkukang, Sultan Hasanudin menyetujui berunding
dengan VOC pada 19 Agustus 1660. Upaya mematuhi perjanjian pun mengalami
kegagalan karena Gowa menganggap isi perundingan hanya merugikan pihaknya.
Selanjutnya Gowa menerapkan perlawanan kontinental dan mengembangkan
armada kapal perangnya. Pada strategi perang kontinentalnya, Gowa melakukan
penyerangan kepada pasukan pendukung VOC seperti pasukan kerajaan Bone
dan Bugis yang didukung oleh kerajaan Buton. Strategi ini menciptakan musuh
abadi bagi kerajaan Gowa, yaitu Arung Pallaka. Arung Pallaka dapat dipukul
mundur ke Batavia dan bergabung dengan VOC menjadi kekuatan pendukung
VOC pada perlawanan dengan Gowa dalam perang-perang berikutnya. Sementara
kekuatan laut Gowa telah dipersiapkan dengan memperbanyak armada untuk
mengimbangi armada VOC yang jauh lebih modern.
5

e. Setelah 6 tahun mempersiapkan diri, kedua kekuatan bertemu kembali pada
perang yang jauh lebih besar pada 21 Desember 1666. Kekuatan armada Gowa
telah menjadi kekuatan armada yang berlipat-lipat dengan jumlah armada perang
yang jauh lebih banyak dan persenjataan rampasan dari VOC. Di pihak VOC,
kekuatan masih sama dengan perang pertama, yaitu armada 21 kapal dan 1000
personil, namun keunggulan VOC tetap menerapkan ofensif initiatif dan kali ini
benar-benar berlarut. Pada pihak Gowa, strategi pertempuran laut dilakukan
secara terbuka di laut dengan cara menghadang langsung armada VOC dan
pertempuran total secara ksatria. Persenjataan pun digunakan besar-besaran dan
serentak sehingga memaksa pasukan dan armada VOC mundur. Strategi ini
dilakukan untuk melindungi kekuatan sendiri di darat dan memutus bantuan VOC
kepada kekuatan pendukungnya di darat. Strategi pemutuskan ini berhasil untuk
sementara waktu, namun VOC segera membaca dan mengubah strategi dengan
inisiatif mundur untuk menghindari kekalahan yang lebih besar. VOC melakukan
banyak manuver taktik dan nampak membingungkan komandan pasukan Gowa.
Mundurnya VOC ini tidak dibaca lagi oleh panglima perang Gowa sebagai strategi
pengalihan, sehingga pasukan Gowa hanya dikonsentrasikan di Sombaopu.
Melihat hal ini, VOC mengalihkan kekuatan ke selatan untuk menyerang Bontaeng
yang merupakan lumbung logistik strategis Gowa dan kekuatan Gowa di Buton.
Kali ini strategi VOC lebih unggul, karena Arung Pallaka yang konsen melakukan
perang darat berhasil mempengaruhi suku Bugis yang masih memihak Kesultanan
Gowa. Dengan mudah, akhirnya Bontaeng dan Buton berhasil dikuasi VOC
walaupun Sombaopu yang menjadi sasaran utama gagal diduduki. Inilah strategi
perang berlarut VOC dengan menerapkan gabungan strategi kontinental dan
maritim yang tidak dilakukan Gowa akibat kurangnya mobilitas penempatan
kekuatan. Pada situasi ini, kita bisa melihat cepatnya VOC melakukan perubahan
konsentrasi kekuatan seperti pada penerapan strategi perang gerilya. Hal ini tentu
mendatangkan banyak kemenangan dengan sedikit korban. Pada sisi lain,
penguasaan Gowa dalam melakukan strategi kontinental di darat dibatasi oleh
kekuatan pasukan pendukung VOC yang sakit hati kepada kerajaan Gowa
sebagai hasil strategi kontinental pecah belah dari VOC.
f. Strategi pecah belah dan adu domba antar kerajaan ini nampak berhasil
dan membantu kemenangan VOC. Kekuatan VOC semakin bertambah baik darat
maupun armada. Kekuatan personil darat VOC semakin besar terdiri dari 1000
pasukan suku campuran dipimpin Kapten Jonker dan 2000 laskar yang tergabung
dalam laskar Maluku dipimpin oleh Arung Pallaka. Sedangkan kekuatan laut VOC
6

terdiri dari 40 kapal dan 2000 orang Belanda yang dipimpin langsung oleh
Speelman. Hal ini menunjukan bahwa strategi Belanda untuk melemahkan
Kerajaan Gowa dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
g. Pada penggabungan strategi kontinental dan maritim oleh VOC, setelah
VOC berhasil atas strategi kontinenatal di Buton, VOC bergerak secara pasti
menuju jantung pertahanan Kerajaan Gowa di Sombaopu. Pergerakan dimulai
lewat jalan pendekat pada daerah penguasaan yang sudah berhasil dipengaruhi
VOC dan Arung Pallaka. Kekuatan darat VOC bergerak dari Buton ke teluk Bone
menuju ke Galesong dan bertemu kekuatan dari laut di Sombaopu. Sementara itu
kakuatan dari laut terus bergerak dari Buton menuju ke pantai Sombaopu.
Sementara itu, dari pihak Gowa yang masih menerapkan strategi defensif initiatif
melakukan perkuatan pasukan di Bontaeng dengan sekitar 7000 laskar untuk
menghadang pergerakan pasukan VOC, sambil mempengaruhi kekuatan di Bone
dengan berbagai cara walaupun sudah kalah pengaruh karena akhirnya Bone
mendukung VOC.
h. Dalam waktu 10 hari antara 4 Juli sampai 13 Juli 1667, VOC dibawah
kendali Speelman berhasil menduduki Bontaeng yang memaksa mundur pasukan
Gowa ke Benteng Sombaopu sementara pasukan VOC sudah berada di Turutea
dekat Sombaopu. Kekuatan logistik utama Gowa di Bontaeng telah diduduki VOC,
Gowa semakin lemah. Ini adalah strategi VOC yang didukung Arung Pallaka untuk
melemahkan kekuatan Gowa. Pasukan Gowa sudah terkepung, pasokan logistik
dari Bontaeng dibakar habis VOC sehingga memaksa pasukan Gowa bertahan di
benteng Sombaopu sambil mempersiapkan strategi perang berlarut yang
sesungguhnya yaitu perang gerilya.
i. Armada laut VOC yang dipimpin langsung Speelman tidak berhasil
memasuki pantai Sombaopu pada akhirnya berhasil masuk ke darat lewat selatan
menuju ke Galesong dan bergabung dengan pasukan Arung Pallaka di Galesong.
Pasukan Gowa di Galesong cukup kuat dengan 20.000 laskar dan 1000 pengawal
khusus Sultan. Untuk menguasi Galesong, VOC dan Arung Pallaka mengalami
kesulitan karena armada VOC tinggal 24 kapal dan 14 kompi ditambah sekitar
10.000 pasukan Arung Pallaka. Tetapi karena Arung Pallaka sangat bersemangat
untuk menang melawan Gowa, strategi pendadakan pada malam hari akhirnya
ditempuh Arung Pallaka untuk bisa menguasai Galesong, pada akhirnya Galesong
berhasil dikuasai Arung Pallaka dan VOC. Hal ini mempermudah jalan bagi VOC
untuk melakukan serangan ke Sombaopu. Selanjutnya VOC bergerak menuju
Barombong dan kekuatan pasukan Gowa yang masih besar menghadang di pos-
7

pos luar dan di dalam benteng. Pertempuran 2 hari pada 22 sampai 23 Oktober
1667 memaksa pasukan Gowa mundur ke Sungai Aeng. Inilah perang berlarut
kedua pihak yang mengakibatkan banyak sekali korban pada keduanya. Kedua
pasukan menerapkan strategi berhadapan langsung dengan VOC lebih bervariasi
dalam inisiatif menyerang. Hal ini membuat pasukan Gowa kesulitan dalam
menemukan titik lemah VOC ditambah dengan bantuan Arung Pallaka yang terus
memperbesar kekuatan. Setelah hampr satu bulan bertahan di garis sungai Aeng,
pasukan Gowa menerima upaya diplomasi untuk menghentikan jatuhnya korban
lebih banyak pada perjanjian di Bungaya 18 Nopember 1667.
j. Perang berlarut terus berjalan pasca perjanjian Bungaya, menunjukan
betapa pentingnya memenangkan perang. Terlebih bagi VOC yang tinggal
selanhkah, namun terhadang oleh kondisi pasukan yang terkena penyakit. Sebagai
Panglima tertinggi di medan perang, Speelman masih mengkombinasikan dua
unsur kekuatan laut dan darat dengan sisa kekuatannya. Untuk mengatasi
persoalan pasukan, penguatan teritorial yang merupakan bagian dari strategi
kontinental terus dilakukan dengan upaya mengangkat Arung Pallaka sebagai Raja
Bone. Hal ini cukup efektif karena Arung Pallaka dapat membantu Speelman dalam
mengatasi penyakit di pasukan dan membantu menerapkan kebijakan=kebijakan
Speelman. Terbukti walaupun kekuatan pasukan VOC melemah, tetapi masih
dapat menghadang beberapa serangan terakhir pasukan Gowa di dekat
Sombaopu. Pada kondisi ini, Gowa yang tinggal sedikit pengikut berusaha
mengimbangi kekuatan VOC dengan upaya-upaya perlawanan dan perebutan
senjata. Namun strategi kontinental Speelman dengan memasukan mata-mata
cukup efektif menangkal dan menggagalkan upaya perlawanan pasukan Gowa.
Hingga akhirnya pasukan Gowa melemah dan menghentikan perlawanan akibat
penyakit dan persoalan-persoalan disintegrasi, sekaligus menghentikan perang
berlarut kedua kubu Gowa VOC.

4. Hal-hal Positif dan Negatif

a. Hal-hal positif.
1) Pertempuran yang dilakukan secara semesta oleh pasukan Gowa
dapat menghambat dan menahan serangan VOC.
2) Strategi ofensif initiatif dari VOC membuka variasi serangan dan
dapat mengukur kekuatan pertahanan Gowa dengan akurat.
8

3) Penerapan strategi maritim berupa pengelabuan/penyesatan dilanjut
dengan serangan full power oleh armada laut VOC dapat menjadi jalan
pembuka pada tahapan penyerangan berikutnya menuju daratan.
4) Semangat tempur dan moril pasukan Gowa yang tinggi mampu
menahan laju serangan VOC.
5) Strategi kontinental yang diterapkan VOC melalui pemanfaatan
musuh kerajaan Gowa sangat efektif mendukung kemenangan.
6) Keberanian dan sikap ksatria yang ditunjukan Sultan Gowa mampu
melahirkan perlawanan semesta dari rakyat Gowa.
7) Taktik VOC untuk mengukur kekuatan dan strategi defensif initiatif
Gowa dengan serangan kilat sangat berguna bagi efektifitas strategi ofensif
initiatif VOC.

b. Hal-hal negatif
1) Strategi defensif initiatif pasukan Gowa banyak menelan kerugian
terhadap psikologis pasukan.
2) Kurangjelinya analisa panglima Gowa terhadap pengelabuan kapal
perang VOC berdampak pada defensif initiatif yang kurang maksimal.
3) Perang berlarut kedua pasukan berdampak jatuhnya banyak korban
jika tidak dihentikan melalui diplomasi yang optimal.
4) Strategi kontinental Gowa tanpa pertahanan berlapis di laut dapat
memaksa VOC masuk dengan lebih mudah.
5) Faktor penyakit yang menyerang pasukan VOC dimanfaatkan Gowa
untuk melakukan penyerangan dengan kekuatan yang sangat sedikit.
6) Penyerangan Gowa terhadap kerajaan Bone yang menyebabkan
Arung Pallaka memihak VOC menjadi bumerang bagi Gowa.
7) Strategi mengimbangi kekuatan armada yang lebih modern dari VOC
dengan perkuatan jumlah kapal kecil dan personil yang sangat banyak,
hanya mampu menahan serangan VOC tanpa kemenangan bagi Gowa.

5. Hal-hal yang bermanfaat bagi TNI AL
Beberapa hal yang dapat diambil manfaatnya pada peristiwa perang antara
Kerajaan Gowa menghadapi VOC pada 1660 1669 di Makasar adalah :
a. Aspek Edukatif. Penerapan strategi yang tepat akan mendatangkan
kemenangan pertempuran, selanjutnya kemenangan peperangan. Informasi yang
9

akurat yang didapat dari analisa CB lawan atas dasar perkembangan situasi yang
berkembang akan sangat membantu dalam penentuan upaya lawan pada tahapan
penyerangan selanjutnya. Perang berlarut sangat diperlukan untuk melindungi
kedaulatan, namun untuk memenangkan peperangan yang lebih diperlukan adalah
penerapan strategi yang dapat dikembangkan secara tepat waktu dan tepat
sasaran untuk mengimbangi dan memenangkan pertempuran. Diperlukan pukulan
total untuk menghabisi lawan pada saat lawan lemah dengan tidak terjebak pada
upaya pegelabuan yang dilakukan pihak lawan.
b. Aspek Inspiratif. Semangat ksatria pantang menyerah dan rela berkorban
menjadi bagian dari strategi penangkalan yang dapat mengetarkan nyali lawan.
Strategi perang berlarut yang didalamnya terdapat unsur kontinental, maritim dan
dirgantara dapat diterapkan pada medan di Indonesia seperti yang telah dilakukan
oleh pasukan Gowa dalam menghadapi VOC.
c. Aspek Instruktif. TNI AL sudah seharusnya menerapkan strategi perang
berlarut menjadi bagian perang semesta. Perang semesta seharusnya tidak hanya
diartikan sebagai perlawanan secara masif dari seluruh rakyat, tetapi diartikan
sebagai perang dengan strategi berlanjut dan meningkat. Dalam mempersiapkan
perang, sudah seharusnya dilakukan sejak dini untuk mencapai kemenangan yang
mutlak.

6. Penutup
a. Kesimpulan :
1) Penerapan strategi kontinental dan maritim tidak dapat dipisahkan
oleh kedua kubu baik Gowa maupun VOC dalam rangka melakukan
penyerangan maupun upaya bertahan. Penerapan salah satunya atau
kombinasi keduanya sangat bergantung pada kondisi dan situasi yang
berkembang. Pada tahap penyerangan yang berkelanjutan, upaya
mengetahui strategi lawan lewat CB yang akan dipilih menjadi sangat
penting dan menentukan kemenangan pada tahap selanjutnya.
2) Kemenangan dalam perang sangat ditentukan oleh kemenangan
dalam tahapan tiap pertempuran. Dan kemenangan pada setiap
pertempuran bergantung pada aplikasi strategi yang dilakukan. Strategi
tanpa informasi yang akurat adalah kesalahan yang berakibat pada jatuhnya
korban di pihak sendiri yang berujung pada kekalahan pada pertempuran
tersebut. Kekalahan pada satu pertempuran akan berdampak psikologis
pada pertempuran yang lain dan penerapan strategi yang tepat pada
10

pertempuran pertama akan berdampak pada kemenangan pada
pertempuran selanjutnya dengan kemungkinan besar bagi yang menerapkan
ofensif initiatif akan mendapat kemenangan.

b. Saran :
1) Peristiwa perlawanan pasukan Gowa merupakan peristiwa di
nusantara, agar dapat lebih disosialisasikan kepada para prajurit karena
peristiwa perlawanan pasukan Gowa merupakan contoh perang dengan
kekuatan semesta yang belum banyak diketahui secara menyeluruh.
2) Mengilhami pada perang Gowa-VOC, agar pengadaan alut sista TNI
AL selalu diawasi dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan agar tercapai
tujuan dukungan dari konsep perang semesta.

7. Alur Pikir (terlampir)

Anda mungkin juga menyukai