Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung pada tahun 1596-1942
diawali dengan kedatangan armada dagang Belanda dibawah pimpinan
Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten. Mulanya
mencari barang dagangan atau rempah-rempah akan tetapi kemudian
Belanda bukan sekedar ingin berdagang biasa, melainkan ingin menguasai
dan menjajah Nusantara. Pada tahun 1596 awal penjajahan Belanda di
Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang yang bernama VOC
(Vereeningde Oost-indische Compagnie) atau persekutuan dagang India
Timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai dan
mengeksploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602-1799.
Proses hubungan antara kekuasaan negara dan kekuasaan Belanda pada
abad ke-19 menunjukkan dua gejala yang bertolak belakang, di satu pihak
terlihat makin meluasnya kekuasaan Belanda, sedangkan di lain pihak
terlihat makin merosotnya kekuasaan negara-negara tradisional. Pengaruh
hubungan dengan kekuasaan Barat tersebut menyangkut berbagai segi
kehidupan, seperti politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Selama situasi kritis di daerah kerajaan, ajakan perlawanan dari para
bangsawan ataupun ulama yang berpengaruh untuk melawan kekuasaan
asing dengan cepat mendapat sambutan baik dari kelompok rakyat karena
tekanan-tekanan hidup yang mereka alami dan sikap antipati mereka
terhadap kekuasaan asing. Selain itu pengalaman pahit yang pernah
dirasakan oleh rakyat di daerah-daerah selama kontak dengan kekuasaan
asing dapat memperkuat keinginan untuk berjuang melawan kekuasaan
asing.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi di daerah-daerah selama
kontak dengan kekuasaan barat cukup subur untuk timbulnya perjuangan
tersebut. Dalam tiap-tiap daerah, intensitas kontak dari kekuasaan Belanda

1
2

tidak bersamaan waktu terjadinya, sehingga timbulnya perjuangan terhadap


kekuasaan asing pun tidak sama waktunya. Perjuangan-perjuangan itu dapat
berupa perlawanan besar atau pemberontakan, ataupun hanya berupa
kericuhan.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana Goa Melawan VOC?
2. Bagaimana Riau Melawan VOC?
3. Bagaimana Pangeran Mangkubumi dan Mas Melawan VOC?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui Goa Melawan VOC.
2. Untuk mengetahui Riau Melawan VOC.
3. Untuk mengetahui Pangeran Mangkubumi dan Mas Said Melawan VOC.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Goa Melawan VOC

Sultan Hasanuddin

Pusat pemerintahan Kerajaan Goa di Somba Opu dan sekaligus


menjadi pelabuhan. Goa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan dan
ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa.
Masyarakat Goa berpegang pada prinsip hidup “tanahku terbuka bagi
semua, Tuhan menciptakan tanah dan laut, tanah dijadikannya untuk
semua manusia, dan laut adalah milik bersama”. Dengan prinsip
keterbukaan itu, Goa cepat berkembang.
Dalam jalur perdagangan internasional, Pelabuhan Somba Opu
memiliki posisi yang strategis. Pelabuhan tersebut berperan sebagai
Bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur
ke barat atau sebaliknya. Dengan posisi yang strategis dan melihat
perannya, VOC berusaha untuk menguasai Pelabuhan Somba Opu dan
menerapkan monopoli perdagangan. Untuk mewujudkan keinginannya
VOC harus menundukkan Kerajaan Goa. Pada tahun 1634 VOC
melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal. Hal
tersebut karena perahu-perahu Makassar yang berukuran kecil lebih lincah
dan mudah bergerak di antara pulau-pulau yang ada. Kapal-kapal VOC

3
4

kemudian merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal


asing yang lainnya.
Sultan Hasanuddin ingin menghentikan VOC dan seluruh kekuatan
dipersiapkan untuk menghadapi VOC yang ingin memaksakan monopoli
perdagangan di Goa. Demikian juga sebaliknya, VOC mempersiapkan
untuk menundukkan Goa. VOC mulai melancarkan politik devide et
impera, misalnya dengan menjalin hubungan dengan seorang pangeran
Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka. Selanjutnya, Gubernur
Jenderal Maetsuyker (pimpinan VOC) memutuskan untuk menyerang Goa
dan pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi Perang Goa.
Pasukan VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman dan
diperkuat oleh pengikut Aru Palaka serta ditambah orang-orang Ambon
3
yang dipimpin oleh Jonker van Manipa. Beberapa serangan VOC tersebut
dapat ditahan oleh pasukan Hasanuddin, teatapi dengan pasukan gabungan
dan senjata yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan
Hasanuddin. Benteng pertahanan yang ada di Barombang dapat diduduki
oleh pasukan Aru Palaka dan hal itu menandai kemenangan pihak VOC
atas Kerajaan Goa. Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Berikut isi
Perjanjian Bongaya.
a. Goa harus mengakui hak monopoli VOC.
b. Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa.
c. Goa harus membayar biaya perang.
Sultan Hasanuddin tidak mau melaksanakan isi Perjanjian Bongaya
karena isi perjanjian tersebut bertentangan dengan hati nurani dan
semboyan masyarakat Goa atau Makassar. Sultan Hasanuddin pada tahun
1668 mencoba melawan VOC, tetapi dapat dipadamkan oleh VOC.
Akhirnya dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin melaksanakan isi
Perjanjian Bongaya. Bahkan, benteng pertahanan rakyat Goa diserahkan
kepada VOC dan oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.
5

B. Riau Melawan VOC

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah

VOC terus melakukan monopoli perdagangan dan ingin menguasai


daerah-daerah yang ada di Nusantara. VOC pun mulai mengincar
Kepulauan Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan,
dan Kampar terdesak oleh VOC. Oleh karena itu, kemudian beberapa
kerajaan mulai melancarkan perlawanan terhadap VOC.
Contoh perlawanan tersebut adalah perlawanan yang dilakukan oleh
Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Kerajaan Siak yang bernama Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744) memimpin rakyat untuk melawan
VOC. Setelah Raja Siak Sultan Abdul Jalil berhasil merebut Johor,
kemudian membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari Pulau
Bintan, pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah komando
Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Dalam pertempuran tersebut
Raja Lela Muda selalu mengikut sertakan putranya yang bernama Raja
Indra Pahlawan. Oleh karena itu, Raja Indra Pahlawan sudah memiliki
kepandaian berperang sejak muda. Dalam diri Raja Indra Pahlawan sudah
tertanam sifat cinta tanah air dan bela negara.
Untuk melawan VOC, Sultan Siak dan para panglima serta penasihat
mengatur siasat baru dan disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan
tipu daya. Dalam siasat tersebut, Sultan diminta untuk berpura-pura
berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda. Siasat tersebut
6

dikenal dengan nama “siasat hadiah sultan”. VOC pun setuju dengan
ajakan damai tersebut dan perundingan dilakukan di Loji di Pulau
Guntung. Ketika perundingan baru dimulai Sultan Siak dipaksa untuk
tunduk kepada VOC. Namun, Sultan segera memberi kode kepada anak
buahnya dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda. Loji
dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan kemenangan,
meskipun belum mengenyahkan VOC dari Malaka. Siasat baru tersebut
tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh karena jasanya tersebut,
Raja indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima Besar Kesultanan Siak
dengan gelar “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”.

C. Pangeran Mangkubumi dan Mas Said Melawan VOC

Perlawanan terhadap VOC terjadi kembali di Jawa. Pada perlawanan


ini dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Pada
materi sebelumnya sudah disinggung bahwa beberapa raja Mataram
setelah Sultan Agung merupakan raja yang lemah dan bersahabat dengan
penjajah. Pada saat pemerintahan Paku Buwana II terjadi persahabatan
dengan VOC. VOC semakin berani menekan dan melakukan intervensi
terhadap pemerintahan Paku Buwana II. Wilayah pengaruh kerajaan
Mataram semakin berkurang dan persahabatan Antara VOC dan Paku
Buwana II menimbulkan kekecewaan para bangsawan kerajaan, apalagi
setelah VOC melakukan intervensi dalam urusan pemerintahan kerajaan.
7

Hal tersebutlah yang kemudian menyebabkan munculnya perlawanan-


perlawanan seperti yang dilakukan oleh Raden Mas Said.
Raden Mas Said adalah putra dari Raden Mas Riya yang bergelar
Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan, putri dari Adipati
Blitar. Raden Mas Said pada usia 14 tahun sudah diangkat sebagai gendek
keraton (pegawai rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng.
Suryokusomo. Raden Mas Said merasa sudah berpengalaman dan
kemudian mengajukan permohonan untuk mendapatkan kenaikan pangkat.
Namun hal itu justru mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga
kepatihan, bahkan dikaitkan dengan tuduhan ikut membantu
pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung. Hal itu
membuat Raden Mas Said merasa sakit hati dan muncul niat untuk
melakukan perlawanan terhadap VOC yang telah membuat kacau kerajaan
karena banyak kaum bangsawan yang bersekutu dengan VOC.
Raden Mas Said yang diikuti oleh R. Sutawijaya dan Suradiwangsa
keluar kota untuk menyusun kekuatan. Raden Mas Said diangkat
pengikutnya sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom
Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Sampai sekarang sebutan
Mas Said dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Perlawanan yang
dilakukan Raden Mas Said ternyata cukup kuat karena mendapat
dukungan dari masyarakat dan hal itu merupakan ancaman bagi eksistensi
Paku Buwana II. Oleh karena itu, pada tahun 1745 Paku Buwana II
mengumumkan bahwa siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas
Said akan mendapat hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen
sekarang).
Adanya berita sayembara tersebut sampai ke Pangeran Mangkubumi.
Pangeran Mangkubumi ingin mencoba komitmen dan kejujuran Paku
Buwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Paku Buwana II.
Pangeran Mangkubumi berhasil memadamkan perlawanan Mas Said,
tetapi ternyata Paku Buwana II tidak menepati janjinya. Oleh karena
bujukan dari Patih Pringgalaya, Paku Buwana II tidak memberikan tanah
8

Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi. Hal tersebut memicu terjadinya


pertentangan antara Paku Buwana II yang didukung Patih Pringgalaya dan
Pangeran Mangkubumi.
Pada waktu terjadi konflik tersebut, tiba-tiba dalam pertemuan
terbuka di istana, Gubernur Jenderar Van Imhoff mengeluarkan kata-kata
yang menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi berambisi mencari
kekuasaan. Hal tersebut membuat Pangeran Mangkubumi sangat kecewa
terhadap pejabat VOC yang secara langsung telah mencampuri urusan
pemerintahan kerajaan. Kemudian Pangeran Mangkubumi meninggalkan
istana untuk melawan VOC. Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya
pergi ke Sukowati menemui Mas Said. Akhirnya Pangeran Mangkubumi
dan Mas Said sepakat untuk bersatu melawan VOC. Agar persekutuan
keduanya kukuh, Raden Mas Said dijadikan menantu dan membagi
wilayah perjuangan. Raden Mas Said bergerak di bagian timur, daerah
Surakarta ke Selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan Sukowati sebagai
pusatnya. Adapun Mangkubumi berkonsentrasi di bagian barat Surakarta
terus ke barat dengan pusatnya di Hutan Beringin dan Desa Pacekotan,
dekat Pleret (termasuk daerah Yogyakarta sekarang).
Dalam suasana perang pada tahun 1749 ada berita bahwa Paku
Buwana II sedang sakit keras. Dalam keadaan sakit tersebut, Paku Buwana
II terpaksa harus menanda tangani perjanjian dengan VOC. Perjanjian
tersebut ditanda tangani pada tanggal 11 desember 1749 antara Paku
Buwana II dengan wakil VOC, Gubernur Baron van Hohendorff. Isi
perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Susuhunan Paku Buwana II menyerahkan Kerajaan Mataram, baik
secara de facto maupun secara de jure kepada VOC.
b. Hanya keturunan Paku Buwana II yang berhak naik tahta dan akan
dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram
sebagai pinjaman dari VOC.
c. Putra mahkota akan segera dinobatkan.
9

Sembilan hari setelah perjanjian ditanda tangani, Paku Buwana II


wafat. Pada tanggal 15 Desember 1749 Baron Van Hohendorff
mengumumkan pengangkatan putra mahkota sebagai Susuhunan Paku
Buwana III. Isi perjanjian tersebut sangat menyakitkan hati para punggawa
dan rakyat. Perjanjian tersebut merupakan tragedi karena Kerajaan
Mataram yang pernah berjaya harus menyerahkan kedaulatan atas seluruh
wilayah kerajaan kepada pihak asing. Hal tersebut membuat Pangeran
Mangkubumi dan Mas Said kecewa serta semakin meningkatkan
perlawanan terhadap VOC.

Perlawanan yang dilakukan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah


tercapai perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Adapun isi
pokok perjanjian Giyanti yaitu Mataram dibagi menjadi dua. Wilayah
bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran
Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan
Hamengku Buwana I, sedangkan untuk bagian timur (daerah Surakarta)
tetap diperintah oleh Paku Buwana III. Dengan sebutan Kasunanan
Surakarta. Perjanjian Giyanti tersebut sering dinamakan dengan “Palihan
Negari”. Dalam praktiknya perjanjian Giyanti hanya berhasil
menghentikan peperangan secara militer. Peperangan dalam bentuk lain
tidak dapat dipadamkan secara perlawanan budaya yang tercermin dalam
budaya Jawa yang berkembang di Yogyakarta dan Surakarta dalam konsep
dan kepercayaan “Dewa-Raja”. Perlawanan budaya dengan konsep dan
kepercayaan “Dewa-Raja” terus berkembang sampai Indonesia merdeka.

Perlawanan yang dilakukan oleh Mas Said berakhir setelah tercapai


Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757. Isi Perjanjian Salatiga
antara lain Mas Said diangkat sebagai pengusa di sebagian wilayah
Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.
10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama.
Banyak para pahlawan yang gugur demi mempertahankan bumi pertiwi
tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk mengejar
sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang
ingin menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras,
menindas, dan merampas hak-hak rakyat Nusantara. Banyak perlawanan
dari pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat kedaerahan. Muncul
banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan
terhadap penjajahan yang bangsa lain lakukan.

B. Saran
Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan
kemerdekaan ini, tetap menjaga semangat perjuangan dan
mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun di zaman
globalisasi sekarang ini, tetap menjaga semangat generasi muda penerus
bangsa kian menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya
para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu.
Semestinya para pemuda generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan
para pendahulu yang rela berkorban tanpa jasa dan berani
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai generasi muda
seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi
kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2019. Belajar Praktis Sejarah Indonesia SMA/MA kelas XI


Semester 1. Jawa Tengah: Viva Pakarindo.

Anda mungkin juga menyukai